NIM : B1021201035
Prodi : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Tugas Meringkas Pertemuan 12, Rabu, tanggal 5-5-2021 Jam 12.30-14.58
2. Ilmu Astronomi
Khalifah al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah
memerintahkan untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal
dari India yang berjudul Sidhanta. Sepeninggal al-Farabi, direktur yang
membidangi ilmu astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan
perjalanan matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintang-
bintang tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil
menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak bintang.
Ia berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan
persamaan pangkat tiga , yang oleh Archimides pernah disinggung, tetapi
tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling masyhur dan tetap
digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan dan mulai
digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan desimal. Az-
Zarqali berhasil membeberkan kepada dunia cara menentukan waktu dengan
mengukur tinggi matahari. Ia adalah orang pertama yang membuktikan gerak
apogee matahari dibandingkan dengan kedudukan bintang-bintang.
Pakar-pakar astronomi yang pernah hidup pada masa itu, antara lain,
adalah Ahmad Nihawand; Habsi ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur
(hidup antara 870-970 M); an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan
penulis beberapa buku tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan
laut; al-Majriti (1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Ta‘dîl al-
Kawâkib; az-Zarqali (1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai
Arzachel; Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium
di kota Maragha atas perintah Hulaghu.
3. Ilmu Pasti/Matematika
Bangsa Barat mengenal angka-angka Arab, atau biasa disebut
algoritma, dengan menisbatkannya kepada al-Khawarizmi, seorang pakar
matematika dan aljabar. Kata algoritma, yang disingkat menjadi augrim,
bersumber dari buku-buku al-Khawarizmi. Orang-orang Eropa saat itu amat
terpengaruh oleh teori-teorinya yang brilian. Selain itu, al-Khawarizmi
berhasil mengembangkan perhitungan Platolemy dalam perhitungan busur dan
ilmu ukur sudut dengan mengetengahkan istilah sinus serta menyusun
penyelesaian yang sistematis dalam persaman pangkat dua. Ibn Ibrahim al-
Fazari mengembangkannya lebih lanjut hingga ke bentuk persamaan pangkat
tiga. Hal sama sebenarnya juga dilakukan dalam persamaan pangkat tiga oleh
Abu Ja’far al-Khazen (960 M). Hanya saja, ia lebih memfokuskan penggunaan
aljabar dalam ilmu ukur, dan ia adalah peletak dasar bagi ilmu ukur analitis.
Keahlian dalam aljabar yang digunakan dalam ilmu ukur sudut didalami oleh
Al-Battani (858-929 M). Dialah yang menguraikan persamaan sin Q/cos Q =
k. Ia pun menjabarkan lebih lanjut formulasi cos a = cos b cos c + sin b sin c
cos a pada sebuah segitiga.
Abu al-Wafa (940-998 M) termasuk kelompok pertama pakar
matematika yang mengungkapkan teori sinus dalam kaitannya dengan segi
tiga bola. Ia orang pertama yang menggunakan istilah tangent, cotangent,
secant, dan cosecant dalam ilmu ukur sudut, yang sekaligus membuktikan
adanya hubungan di antara keenam unsur itu. Jabir ibn Aflah, yang dikenal
oleh bangsa Eropa dengan sebutan Geber (wafat tahun 1150 M), telah menulis
buku dalam ilmu astronomi sebanyak 9 jilid. Para pengkaji manuskrip kuno
menganggap bahwa bukunya merupakan pengembangan labih lanjut dari buku
Almagest-nya Platomeus. Jabir ibn Aflah adalah orang pertama yang
menyusun formulasi cos B = cos b sin A, cos C = cos A cos B pada sebuah
segi tiga, yang sudut C-nya siku-siku.
4. Imu Fisika
Salah seorang pakar ilmu fisika yang terkenal pada abad ke-9 M adalah
al-Kindi. Ia menguraikan hasil eksperimennya tentang cahaya. Karyanya
tentang fenomena optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, De Sspectibus,
dan memberikan pengaruh besar dalam proses pendidikan Roger Bacon. Di
samping itu, ada pula Ibn Haytham, yang di Barat lebih dikenal sebagai
Alhazen (965-1039 M). Ia bukan saja ahli dalam bidang ilmu pasti dan filsafat,
tetapi juga amat mumpuni dalam bidang ilmu optik dan pencahayaan.
Teorinya yang amat terkenal adalah tentang sumber cahaya yang
menyebabkan benda dapat dilihat. Ditegaskan juga bahwa cahaya itu bukan
berasal dari mata yang melihat melainkan dari benda tersebut. Teori ini jelas-
jelas bertentangan dengan teori Euclides dan Platomeus yang mengatakan
bahwa benda dapat dilihat karena mata yang bercahaya. Ibn Haytham juga
menunjukkan tentang fenomena refleksi dan refraksi cahaya. Ia juga
membuktikan adanya perbedaan berat jenis antara udara dengan benda-benda.
Teorinya ini mendahului teori yang sama yang dikeluarkan atas nama
Torricelli jauh lima abad sebelumnya. Ibn Haytham pula yang mulai
melakukan eksperimen tentang gravitasi bumi jauh sebelum Newton
merumuskan teorinya tentang gravitasi. Kepiawaian Ibn Haytham dalam ilmu
optik membuatnya berhasil menemukan lensa pembesar pertama.
6. Ilmu Kedokteran
Perhatian kaum Muslim terhadap ilmu kedokteran sudah ada sejak
peradaban Islam terbentuk di kota Madinah, ditambah lagi dengan kebutuhan
yang dijumpai setiap kali kaum Muslim melakukan jihad fi sabilillah. Ilmu
kedokteran termasuk cabang ilmu yang paling pesat perkembangannya di
Dunia Islam saat itu, karena manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat luas. Wajar kalau Khalifah Harun ar-Rasyid memberikan
perhatian yang amat besar dengan membuka fakultas khusus tentang ilmu
kedokteran di berbagai perguruan tinggi di kota Baghdad, lengkap dengan
rumah sakitnya. Seiring dengan perkembangannya, berbagai buku tentang
ilmu kedokteran pun mulai tersebar luas. Buku-buku tersebut di kemudian hari
disalin ke dalam bahasa Latin.
Kemungkinan besar, buku kedokteran pertama yang disusun oleh
pakar kedokteran Muslim adalah Firdaus al-Hikmah. Buku tersebut ditulis
pada tahun 850 M oleh Ali at-Tabari. Pada saat yang sama, Ahmad ibn at-
Tabari melakukan eksperimen pertama tentang penyakit kurap. Buku ini
memaparkan sejarah dan mengumpulkan berbagai penemuan di bidang
kedokteran yang pernah dijumpai dalam peradaban Yunani, Persia, India, dan
hasil analisis sang penyusunnya sendiri. Tahun 1279 M, buku ini disalin di
Sisilia ke dalam bahasa Latin dan dicetak tahun 1486 M.
Ali ibn ‘Abbas menyusun buku berjudul Kitâb al-Mâlik. Buku ini
mengupas tentang masalah gizi dan pengobatan dengan menggunakan
rempah-rempah. Ia juga menyusun buku lainnya yang memaparkan tentang
sistem peredaran darah di dalam pembuluh, kehamilan dan persalinan, dan
banyak lagi yang lain. Dalam spesialisasi penyakit mata, terdapat nama-nama
seperti al-Haysam , Ali al-Baghdadi, ‘Ammar al-Moseli . Buku-buku mereka
mereka telah disalin ke dalam bahasa Latin dan dicetak berulang-ulang bagi
mahasiswa kedokteran Eropa pada abad pertengahan.
Pakar farmasi (obat-obatan) yang terkenal di Dunia Islam adalah Ibn
Bayhthar ad-Dimasyqi (1197-1248 M) yang menyusun buku Al-Adwiyah al-
Mufradah. Buku tersebut berisi kumpulan berbagai resep obatan-obatan.
Penulisnya menjadi peletak dasar ilmu farmasi. Spesialis bedah yang terkenal
adalah Ibn Qasim az-Zahrawi al-Qurthubi (lahir 1009 M). Ia menyusun buku
berjudul At-Tashrîh. Beberapa bagian buku ini disalin oleh Gerald of Cremona
pada abad ke-16 M ke dalam bahasa latin. Hingga abad ke-18 M, buku ini
dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi kedokteran Eropa, terutama
ilmu bedah. Di dalam buku itu juga dijelaskan jenis-jenis dan penggunaan alat
bedah, perlakuan pasca bedah yang mencakup sterilisasi luka, dan sejenisnya.
Menyinggung perkembangan ilmu kedokteran Islam, tidak lengkap
tanpa menyebut Ibn Sina (1037 M). Bukunya yang terkenal adalah Al-Qânûn
fî ath-Thibb yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran dan ilmu
bedah terlengkap pada zamannya. Selain itu terdapat juga spesialis ilmu tulang
dan mikrobiologi, seperti Ibn Zuhr (1162 M), yang di Barat lebih dikenal
sebagai Avenzoar. Bukunya yang terkenal adalah At-Taysîr fî Mudâwah wa
at-Tadbîr. Ibn Rusyd—seorang dokter, penulis buku Al-Kulliyât fî ath-Thibb,
sekaligus seorang faqih penulis buku Bidâyah al-Mujtahid—berkomentar
bahwa Ibn Zuhr adalah seorang pakar kedokteran Islam yang paling besar.
Sejarah Islam juga dipenuhi dengan pakar kedokteran lain yang memiliki
spesialisasi di bidang epidemi dan kesehatan lingkungan, seperti Lisanuddin
ibn al-Khatib (1313-1374 M) yang menyusun kitab tentang penularan
penyakit. Ia menyingkap tentang periodisasi dan jadwal berbagai penyakit
dengan memperhitungkan cuaca. Ia juga menentukan obat-obatan bagi
masing-masing penyakit yang dianalisisnya.
Dari ayat-ayat di atas, memerintahkan kita untuk agar melakukan penalaran yaitu
menerapkan metode ilmiah untuk mempelajari alam semesta ini. Ayat ini sekaligus
menyatakan bahwa di alam semesta ini berlaku asas “keterbukaan bagi penalaran”.
Asas ini sangat penting bagi pengembangan sains atau ilmu pengetahuan melalui
penelitian yang ilmiah. Jika umat manusia rajin melakukan penalaran dan penelitian
terhadap berbagai fenomena alam yang beraneka ragam di seluruh jagad raya ini,
niscaya mereka akan beruntung dengan diketemukannya mutiara-mutiara kebenaran
yang berupa sifat-sifat karakteristik benda-benda balam dan hukum-hukumnya.
Sumber Pustaka
https://jurnal-tarbiyah.stainsorong.ac.id/index.php/alfikr/article/download/12/10
https://mtaufiknt.wordpress.com/2010/10/09/kemajuan-sains-dan-teknologi-pada-masa-
kekhifahan-islam/amp/