Anda di halaman 1dari 8

Nama : Via Rozania

NIM : B1021201035
Prodi : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Tugas Meringkas Pertemuan 12, Rabu, tanggal 5-5-2021 Jam 12.30-14.58

Islam Peletak Dasar Kemajuan Sains dan Teknologi

A. Kemajuan Sains dan Teknologi pada Masa Kekhalifahan Islam


Menelusuri sejarah peradaban kaum Muslim sama artinya dengan membuka
kembali lembaran-lembaran sejarah yang menggambarkan kemajuan yang pernah
diperoleh oleh generasi kaum Muslim terdahulu. Zaman keemasan kaum Muslim saat
itu dikenal dengan sebutan The Golden Age. Pada saat itu, kaum Muslim berhasil
mencapai puncak kejayaan sains dan ilmu pengetahuan yang memberikan
kemaslahatan yang amat besar bagi peradaban umat manusia pada umumnya. Pada
masa itu, berbagai cabang sains dan teknologi lahir. Sains dan teknologi yang telah
diletakkan dasar-dasarnya oleh peradaban-peradaban sebelum Islam mampu digali,
dijaga, dikembangkan, dan dijabarkan, secara sederhana oleh kaum Muslim. Sains
dan teknologi tersebut kemudian diwariskan kepada generasi dan peradaban modern
serta turut memberikan andil yang amat besar bagi proses kebangkitan kembali
(renaissance) bangsa-bangsa Eropa.
Berikut ini adalah beberapa cabang sains dan teknologi yang pernah dicapai oleh
kaum Muslim pada masa pemerintahan para khalifah Islam di masa lalu:
1. Ilmu Bumi
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (paruh pertama abad
IX M), Al-Khawarizmi dan 99 orang asistennya telah membuat peta bumi
sekaligus peta langit (peta bintang). Mereka berhasil mengukur lingkaran bumi
dengan tingkat akurasi yang amat tinggi dengan dilandaskan pada pemahaman
bahwa bumi itu bentuknya bulat. Dengan menggabungkan pengetahuan
matematika sederhana dengan sudut jatuh sinar matahari serta peredaran bumi
dalam setahun, mereka menyimpulkan bahwa derajat zawal = 56 2/3 mil atau
959 yard lebih panjang dari nilai yang sebenarnya. Pada saat yang sama,
bangsa Eropa masih yakin bahwa bumi itu datar, hingga Columbus berhasil
menginjakkan kakinya di benua Amerika, dan membuktikan bahwa bumi itu
bulat. Ia memberikan banyak informasi yang amat teliti tentang tempat-tempat
yang dikunjunginya.
Sejak saat itu, mulailah berkembang upaya-upaya spesifik yang akan
melahirkan cabang ilmu historio topographical maupun demografi. Pada
pertengahan abad ke-10 M, Al-Astakhri menerbitkan karyanya tentang ilmu
bumi negeri-negeri Islam yang disertai dengan peta berwarna yang
membedakan data potensi masing-masing negeri. Pada akhir abad ke-11 M,
Al-Biruni mengekspose bukunya tentang ilmu bumi Rusia dan Eropa Utara. Ia
adalah Abu Raihan Biruni yang lahir di negara bagian Khurasan. Ia belajar
ilmu pasti, astronomi, kedokteran, matematika, sejarah, serta ilmu tentang
bangsa India dan Yunani. Ia sering melakukan korespondensi dengan Ibn Sina.
Pertengahan abad ke-12 M, Al-Idrisi, seorang ahli ilmu bumi dan pelukis peta,
telah membuat peta langit dan bola bumi yang berbentuk bulat. Namun
demikian, hasil karya Al-Idrisi yang amat terkenal adalah peta sungai Nil. Peta
tersebut menjelaskan asal sumbernya (hulu sungai) yang kemudian dijadikan
acuan bagi pengelana Eropa dalam menemukan hulu sungai Nil pada abad ke-
19 M.
Tahun 1290 M, Quthbuddin as-Syirazi, ahli ilmu bumi, berhasil
membuat peta Laut Mediterania, yang kemudian dihadiahkannya kepada
Gubernur Persia saat itu. Pada era yang sama, Yaqut ar-Rumi (1179-1229)
menyusun ensiklopedia ilmu bumi tebal yang terdiri dari 6 jilid. Ensiklopedia
ini dikemas dengan judul, Mu‘jam al-Buldân.

2. Ilmu Astronomi
Khalifah al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah
memerintahkan untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal
dari India yang berjudul Sidhanta. Sepeninggal al-Farabi, direktur yang
membidangi ilmu astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan
perjalanan matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintang-
bintang tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil
menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak bintang.
Ia berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan
persamaan pangkat tiga , yang oleh Archimides pernah disinggung, tetapi
tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling masyhur dan tetap
digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan dan mulai
digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan desimal. Az-
Zarqali berhasil membeberkan kepada dunia cara menentukan waktu dengan
mengukur tinggi matahari. Ia adalah orang pertama yang membuktikan gerak
apogee matahari dibandingkan dengan kedudukan bintang-bintang.
Pakar-pakar astronomi yang pernah hidup pada masa itu, antara lain,
adalah Ahmad Nihawand; Habsi ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur
(hidup antara 870-970 M); an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan
penulis beberapa buku tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan
laut; al-Majriti (1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Ta‘dîl al-
Kawâkib; az-Zarqali (1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai
Arzachel; Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium
di kota Maragha atas perintah Hulaghu.

3. Ilmu Pasti/Matematika
Bangsa Barat mengenal angka-angka Arab, atau biasa disebut
algoritma, dengan menisbatkannya kepada al-Khawarizmi, seorang pakar
matematika dan aljabar. Kata algoritma, yang disingkat menjadi augrim,
bersumber dari buku-buku al-Khawarizmi. Orang-orang Eropa saat itu amat
terpengaruh oleh teori-teorinya yang brilian. Selain itu, al-Khawarizmi
berhasil mengembangkan perhitungan Platolemy dalam perhitungan busur dan
ilmu ukur sudut dengan mengetengahkan istilah sinus serta menyusun
penyelesaian yang sistematis dalam persaman pangkat dua. Ibn Ibrahim al-
Fazari mengembangkannya lebih lanjut hingga ke bentuk persamaan pangkat
tiga. Hal sama sebenarnya juga dilakukan dalam persamaan pangkat tiga oleh
Abu Ja’far al-Khazen (960 M). Hanya saja, ia lebih memfokuskan penggunaan
aljabar dalam ilmu ukur, dan ia adalah peletak dasar bagi ilmu ukur analitis.
Keahlian dalam aljabar yang digunakan dalam ilmu ukur sudut didalami oleh
Al-Battani (858-929 M). Dialah yang menguraikan persamaan sin Q/cos Q =
k. Ia pun menjabarkan lebih lanjut formulasi cos a = cos b cos c + sin b sin c
cos a pada sebuah segitiga.
Abu al-Wafa (940-998 M) termasuk kelompok pertama pakar
matematika yang mengungkapkan teori sinus dalam kaitannya dengan segi
tiga bola. Ia orang pertama yang menggunakan istilah tangent, cotangent,
secant, dan cosecant dalam ilmu ukur sudut, yang sekaligus membuktikan
adanya hubungan di antara keenam unsur itu. Jabir ibn Aflah, yang dikenal
oleh bangsa Eropa dengan sebutan Geber (wafat tahun 1150 M), telah menulis
buku dalam ilmu astronomi sebanyak 9 jilid. Para pengkaji manuskrip kuno
menganggap bahwa bukunya merupakan pengembangan labih lanjut dari buku
Almagest-nya Platomeus. Jabir ibn Aflah adalah orang pertama yang
menyusun formulasi cos B = cos b sin A, cos C = cos A cos B pada sebuah
segi tiga, yang sudut C-nya siku-siku.

4. Imu Fisika
Salah seorang pakar ilmu fisika yang terkenal pada abad ke-9 M adalah
al-Kindi. Ia menguraikan hasil eksperimennya tentang cahaya. Karyanya
tentang fenomena optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, De Sspectibus,
dan memberikan pengaruh besar dalam proses pendidikan Roger Bacon. Di
samping itu, ada pula Ibn Haytham, yang di Barat lebih dikenal sebagai
Alhazen (965-1039 M). Ia bukan saja ahli dalam bidang ilmu pasti dan filsafat,
tetapi juga amat mumpuni dalam bidang ilmu optik dan pencahayaan.
Teorinya yang amat terkenal adalah tentang sumber cahaya yang
menyebabkan benda dapat dilihat. Ditegaskan juga bahwa cahaya itu bukan
berasal dari mata yang melihat melainkan dari benda tersebut. Teori ini jelas-
jelas bertentangan dengan teori Euclides dan Platomeus yang mengatakan
bahwa benda dapat dilihat karena mata yang bercahaya. Ibn Haytham juga
menunjukkan tentang fenomena refleksi dan refraksi cahaya. Ia juga
membuktikan adanya perbedaan berat jenis antara udara dengan benda-benda.
Teorinya ini mendahului teori yang sama yang dikeluarkan atas nama
Torricelli jauh lima abad sebelumnya. Ibn Haytham pula yang mulai
melakukan eksperimen tentang gravitasi bumi jauh sebelum Newton
merumuskan teorinya tentang gravitasi. Kepiawaian Ibn Haytham dalam ilmu
optik membuatnya berhasil menemukan lensa pembesar pertama.

5. Ilmu Sejarah Alam


umbuhan maupun hewan tidak luput dari sasaran pengkajian ilmiah
para intelektual Muslim. Melalui eksperimennya, para intelektual Muslim
berhasil mengetahui perbedaan jenis tumbuh-tumbuhan, membagi tumbuhan
berdasarkan tempat asalnya, mempelajari bermacam-macam perbanyakan
tumbuhan, dan mulai menyusun klasifikasi tumbuhan secara sederhana.
Langkahnya kemudian diikuti oleh Abu Ja‘far al-Qurthubi yang menyusun
buku yang berisi seluruh jenis tumbuhan yang dijumpai di daerah Andalusia
dan Afrika Utara. Setiap jenis tumbuhan diberi nama Arab, Latin, dan Barbar.
Periode ini diikuti oleh Ibn Baythar , yang melakukan ekseperimen
tentang rumput-rumputan dan berbagai jenis tumbuhan. Salah satunya memuat
keterangan rinci lebih kurang 200 jenis tumbuhan. Kaum Muslim turut
memberikan andil bagi para pakar tumbuhan dan menyediakan informasi yang
amat berguna mengenai sekitar 2000 jenis tumbuh-tumbuhan yang
sebelumnya belum dikenal. Pakar zologi yang terkenal antara lain adalah al-
Jahir. Ia menulis buku berjudul Kitâb al-Hayawân. Di dalamnya dijelaskan
anatomi sederhana, makanan, kebiasaan hidup, serta manfaat yang diperoleh
dari berbagai jenis hewan. Di samping itu, terdapat pula ad-Damiri (1405 M),
seorang pakar zologi yang berasal dari Mesir.

6. Ilmu Kedokteran
Perhatian kaum Muslim terhadap ilmu kedokteran sudah ada sejak
peradaban Islam terbentuk di kota Madinah, ditambah lagi dengan kebutuhan
yang dijumpai setiap kali kaum Muslim melakukan jihad fi sabilillah. Ilmu
kedokteran termasuk cabang ilmu yang paling pesat perkembangannya di
Dunia Islam saat itu, karena manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat luas. Wajar kalau Khalifah Harun ar-Rasyid memberikan
perhatian yang amat besar dengan membuka fakultas khusus tentang ilmu
kedokteran di berbagai perguruan tinggi di kota Baghdad, lengkap dengan
rumah sakitnya. Seiring dengan perkembangannya, berbagai buku tentang
ilmu kedokteran pun mulai tersebar luas. Buku-buku tersebut di kemudian hari
disalin ke dalam bahasa Latin.
Kemungkinan besar, buku kedokteran pertama yang disusun oleh
pakar kedokteran Muslim adalah Firdaus al-Hikmah. Buku tersebut ditulis
pada tahun 850 M oleh Ali at-Tabari. Pada saat yang sama, Ahmad ibn at-
Tabari melakukan eksperimen pertama tentang penyakit kurap. Buku ini
memaparkan sejarah dan mengumpulkan berbagai penemuan di bidang
kedokteran yang pernah dijumpai dalam peradaban Yunani, Persia, India, dan
hasil analisis sang penyusunnya sendiri. Tahun 1279 M, buku ini disalin di
Sisilia ke dalam bahasa Latin dan dicetak tahun 1486 M.
Ali ibn ‘Abbas menyusun buku berjudul Kitâb al-Mâlik. Buku ini
mengupas tentang masalah gizi dan pengobatan dengan menggunakan
rempah-rempah. Ia juga menyusun buku lainnya yang memaparkan tentang
sistem peredaran darah di dalam pembuluh, kehamilan dan persalinan, dan
banyak lagi yang lain. Dalam spesialisasi penyakit mata, terdapat nama-nama
seperti al-Haysam , Ali al-Baghdadi, ‘Ammar al-Moseli . Buku-buku mereka
mereka telah disalin ke dalam bahasa Latin dan dicetak berulang-ulang bagi
mahasiswa kedokteran Eropa pada abad pertengahan.
Pakar farmasi (obat-obatan) yang terkenal di Dunia Islam adalah Ibn
Bayhthar ad-Dimasyqi (1197-1248 M) yang menyusun buku Al-Adwiyah al-
Mufradah. Buku tersebut berisi kumpulan berbagai resep obatan-obatan.
Penulisnya menjadi peletak dasar ilmu farmasi. Spesialis bedah yang terkenal
adalah Ibn Qasim az-Zahrawi al-Qurthubi (lahir 1009 M). Ia menyusun buku
berjudul At-Tashrîh. Beberapa bagian buku ini disalin oleh Gerald of Cremona
pada abad ke-16 M ke dalam bahasa latin. Hingga abad ke-18 M, buku ini
dijadikan referensi di berbagai perguruan tinggi kedokteran Eropa, terutama
ilmu bedah. Di dalam buku itu juga dijelaskan jenis-jenis dan penggunaan alat
bedah, perlakuan pasca bedah yang mencakup sterilisasi luka, dan sejenisnya.
Menyinggung perkembangan ilmu kedokteran Islam, tidak lengkap
tanpa menyebut Ibn Sina (1037 M). Bukunya yang terkenal adalah Al-Qânûn
fî ath-Thibb yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran dan ilmu
bedah terlengkap pada zamannya. Selain itu terdapat juga spesialis ilmu tulang
dan mikrobiologi, seperti Ibn Zuhr (1162 M), yang di Barat lebih dikenal
sebagai Avenzoar. Bukunya yang terkenal adalah At-Taysîr fî Mudâwah wa
at-Tadbîr. Ibn Rusyd—seorang dokter, penulis buku Al-Kulliyât fî ath-Thibb,
sekaligus seorang faqih penulis buku Bidâyah al-Mujtahid—berkomentar
bahwa Ibn Zuhr adalah seorang pakar kedokteran Islam yang paling besar.
Sejarah Islam juga dipenuhi dengan pakar kedokteran lain yang memiliki
spesialisasi di bidang epidemi dan kesehatan lingkungan, seperti Lisanuddin
ibn al-Khatib (1313-1374 M) yang menyusun kitab tentang penularan
penyakit. Ia menyingkap tentang periodisasi dan jadwal berbagai penyakit
dengan memperhitungkan cuaca. Ia juga menentukan obat-obatan bagi
masing-masing penyakit yang dianalisisnya.

B. Perspektif Islam terhadap Pengembangan Sains dan Teknologi


Islam tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga tidak
anti terhadap barang-barang produk teknologi baik dimasa lampau, sekarang maupun
yang akan datang. Dalam pandangan Islam, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu
mubah termasuk segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang
haram kecuali jika terdapat nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena Islam bukan
agama yang sempit. Produk iptek ada yang bermanfaat manakala manusia
menggunakan dengan baik dan tepat dan dapat pula mendatangkan dosa dan
malapetaka manakala digunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan
semata. Islam tidak menghambat kemajuan Iptek, tidak anti produk teknologi, tidak
akan bertentangan dengan teori-teori pemikiran modern yang teratur dan lurus,
asalkan dengan analisa- analisa yang teliti, obyektif dan tidak bertentangan dengan
dasar al-Qur’an.
Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan
kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
dua sosok yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi
yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan
ide-ide. Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat
ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia
untuk berkembang lebih maju lagi. Sebagai umat Islam kita harus menyadari bahwa
dasar-dasar filosofis untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan
digali dalam Al-quran, sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan- keterangan
mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan
memberikan pedoman-pedoman pokok untuk mengembangkan kebudayaan setinggi-
tingginya, agar manusia berbahagia di dunia dan di akhirat. Islam, sebagaimana
tercantum dalam Alqur’an dan Assunnah sanggup berperan sebagai penuntun
perkembangan kehidupan manusia, termasuk perkembangan sains dan teknologi,
(Alim, 1996). Islam untuk mengembangkan beraneka ragam ilmu pengetahuan
mengajarkan manusia untuk melakukan nazhar (mempraktekkan metode, mengadakan
observasi, dan penelitian ilmiah) terhadap segala peristiwa alam di jagad ini, juga
terhadap lingkungan serta keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa jaman
dahulu, (Alim, 1996). Sebagaimana firman Allah berikut:
a) Q.S Yunus : 101
ُ ‫ض ۗ َو َما تُ ْغنِى ااْل ٰ ٰي‬
‫ت‬ ِ ‫قُ ِل ا ْنظُر ُْوا َما َذا فِى ال َّسمٰ ٰو‬
ِ ْ‫ت َوااْل َر‬
‫َوالنُّ ُذ ُر َع ْن قَ ْو ٍم اَّل ي ُْؤ ِمنُ ْو َن‬
Artinya : ” Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!”
Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang
memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.”

b) Q.S Ali Imran : 137

َ ‫ض فَا ْنظُر ُْوا َكي‬ ۙ


‫ْف‬ ِ ْ‫ت ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ُسنَ ٌن فَ ِس ْير ُْوا ِفى ااْل َر‬ ْ َ‫قَ ْد َخل‬
‫ان َعاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِي َْن‬َ ‫َك‬
Artinya : “Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah),
karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah
bagai-mana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

c) Q.S Adz Dzariat : 21

ِ ‫َوفِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ُك ْم ۗ اَفَاَل تُب‬


‫ْصر ُْو َن‬
Artinya : “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”

Dari ayat-ayat di atas, memerintahkan kita untuk agar melakukan penalaran yaitu
menerapkan metode ilmiah untuk mempelajari alam semesta ini. Ayat ini sekaligus
menyatakan bahwa di alam semesta ini berlaku asas “keterbukaan bagi penalaran”.
Asas ini sangat penting bagi pengembangan sains atau ilmu pengetahuan melalui
penelitian yang ilmiah. Jika umat manusia rajin melakukan penalaran dan penelitian
terhadap berbagai fenomena alam yang beraneka ragam di seluruh jagad raya ini,
niscaya mereka akan beruntung dengan diketemukannya mutiara-mutiara kebenaran
yang berupa sifat-sifat karakteristik benda-benda balam dan hukum-hukumnya.

C. Kontribusi Islam terhadap Pengembangan Sains dan Teknologi


Empat belas abad yang lalu, tepatnya abad ke-6 M, Allah melalui ayat yang
pertama kali turun yaitu surat Al-alaq ayat 1-5, mengandung makna yang sangat luas,
memerintahkan kepada umat manusia agar umat manusia menelaah, meneliti,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. sejak saat itu melalui berbagai kegiatan
ilmiah yang dinamis, terbuka dan jujur, tokoh dan ilmuwan muslim ikut berperan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengajukan berbagai
pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, (UMJ, 1998).
Dunia tanpa batas (world bourderless) saat ini mengisyaratkan umat islam
harus peka dan tanggap terhadap isu-isu aktual dan faktual yang berlangsung hari ini.
Kemajuan sains yang berlangsung begitu cepat perlu diselaraskan dengan pemahaman
agama dan disesuaikan dengan nilai sosial budaya yang ada. Pada hakikatnya
perkembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama islam, karena
agama islam adalah agama rasional yang lebih menonjolkan akal dan dapat diamalkan
tanpa mengubah budaya setempat, (Jumin, 2012).
Dari abad ke-6 sampai ke-14 umat islam mempunyai peran yang sangat
menonjol, namun adanya berbagai krisis politik dan krisis internal dalam pemikiran
yang dialami, peranan umat islam menurun dan sangat memprihatinkan hingga
dewasa ini. Sementara itu orang-orang barat berdatangan ke universitas-universitas
Islam yang berada di Cordova dan Toledo (keduanya berada di Andalusia dan
Spanyol) untuk belajar dan menerjemahkan buku-buku karya tokoh dan ilmuwan
muslim, (UMJ, 1998). Kelebihan dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dikembangkan oleh barat lebih berimplikasi terhadap bidang ekonomi, politik,
bahkan juga sosial keagamaan. Hal ini menjadi tantangan ummat. Kemudian umat
islam mencanangkan kebangkitan kembali kejayaan islam yang dimulai pada abad ke-
20 M. Modernisasi yang ditopang oleh keunggulan Iptek kemudian merupakan model
yang dinilai paling ideal untuk diterapkan di lingkungan dan negara- negara muslim.
Peran Islam dalam perkembangan Iptek setidaknya ada dua yaitu Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah
yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada
sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan
landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan
yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang
bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan
Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek
dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti
yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan
iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat
Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya
jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam
memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.

Sumber Pustaka
https://jurnal-tarbiyah.stainsorong.ac.id/index.php/alfikr/article/download/12/10
https://mtaufiknt.wordpress.com/2010/10/09/kemajuan-sains-dan-teknologi-pada-masa-
kekhifahan-islam/amp/

Anda mungkin juga menyukai