Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam sastra ada sebuah hubungan yang sangat erat antara apresiasi, kajian dan kritik sastra karena
ketiganya merupakan tanggapan terhadap karya sastra. Saat pembaca sudah mampu mengapresiasi
sastra, pembaca mempunyai kesempatan untuk mengkaji sastra. Namun, hal ini tak sekadar mengkaji.
Karena mengkaji telah menuntut adanya keilmiahan. Yaitu adanya teori atau pengetahuan yang dimiliki
tentang sebuah karya. Saat apresiasi merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka mengkaji ialah
tindakan menganalisis yang membutuhkan ilmu atau teori yang melandasinya. Tentang penjelasan
mengkaji seperti yang diungkapkan oleh Aminudin (1995:39) kajian (sastra) adalah kegiatan mempelajari
unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam karya sastra dengan bertolak dari pendekatan, teori, dan
cara kerja tertentu.

B. Rumusan Masalah

a) Apa definisi dari drama?

b) Bagaimana riwayat hidup dramawan Arifin C. Noor dan apa saja karya-karya beliau?

c) Apa yang dimaksud pendekatan sosiologi sastra dan bagaimana mengkaji sebuah naskah drama?

C. Tujuan

a) Mengetahuidefisini drama

b) Mengetahui biografi Arifin C. Noor dan karya-karya beliau

c) Mengetahui apa itu pendekatan sosiologi dan cara mengkaji sebuah naskah drama

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Drama
Asal mula kata drama yakni dari bahasa Yunani (draomai) yang artinya berbuat, melakukan tindakan,
dsb. Kata drama dapat disimpulkan sebagai suatu perbuatan atau aksi. Pada umumnya, pengertian
drama adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang dengan maksud untuk
ditampilkan oleh aktor. Pementasan naskah drama biasa di kenal dengan arti teater. Drama dapat juga
disebut sebagai cerita yang diperagakan di panggung yang berdasarkan olehsebuah naskah.

Drama adalah genre sastra yang menunjukkan penampilan fisik secara lisan setiap percakapan atau
dialog antara pemimpin di sana, Budianta dkk (2002 ) .

Menurut Ferdinand Brunetierre, drama adalah haruslah melahirkan kehendak dengan action.

Menurut Balthazar Vallhagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak.

Jadi, drama adalah penampilan kesenian yang menampilkan sifat dan manusia dengan gerak yang mana
melahirkan action- action.

Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut merupakan kumpulan berbagai kesan
yang saling ada hubungannya. Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir
semua pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi kehidupan
nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan menghapus hal-hal yang tidak penting dan
memberi tekanan kepada hal-hal yang penting.

Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu dengan membayangkan action
dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah
bagian paling penting, yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama
mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-dialog itu. Adalah satu
keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama sebelum memanggugkan drama itu.

Drama sebagai tontonan sudah ada sejak zaman dahulu. Nenek moyang kita sudah memainkan drama
sejak ribuan tahun yang lalu. Bukti tertulis yang bisa dipertanggung jawabkan mengungkapkan bahwa
drama sudah ada sejak abad kelima sebelum masehi. Hal ini didasarkan temuan naskah drama kuno di
Yunani. Penulisnya Aeschylusyang hidup antara tahun 525-456 SM. Isi lakonnya berupa persembahan
untuk memohon kepada dewa – dewa. Sejarah lahirnya drama di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
kelahiran drama di Yunani. Keberadaan drama di negara kita juga diawali dengan adanya upacara
keagamaan yang diselenggarakan oleh para pemuka agama. Intinya, mereka mengucapkan mantra dan
doa.

Berdasarkan penyajian kisah, drama dapat dibedakan menjadi 8 jenis, antara lain:

1. Tragedi : drama yang bercerita tentang kesedihan.

2. Komedi: drama yang bercerita tentang komedi yang penuh dengan kelucuan.
3. Tragekomedi: perpaduan antara kisah drama tragedi dan komedi.

4. Opera: drama yang dialognya dengan cara dinyanyikan dan diiringi musik.

5. Melodrama: drama yang dialognya diucapkan dan dengan diiringi musik.

6. Farce: drama yang menyerupai dagelan, namun tidak sepenuhnya drama tersebut dagelan.

7. Tablo: jenis drama yang lebih mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan suatu
dialog, namun dengan melakukan berbagai gerakan.

8. Sendratari: gabungan antara seni drama serta seni tari.

Berdasarkan dari sarana pementasannya, pembagian jenis drama antara lain:

1. Drama Panggung: drama yang sepenuhnya dimainkan dipanggung.

2. Drama Radio: drama radio tidak seperti biasanya. Drama ini tidak dapat dilihat, tepai hanya dapat
didengerkan oleh penikmatnya saja dengan melalui radio.

3. Drama Televisi: hampir sama dengan drama panggung, namun drama televisi tidak dapat diraba.

4. Drama Film: drama film menggunakan media layar lebar serta biasanya dipertunjukkan di bioskop.

5. Drama Wayang: drama yang diiringi dengan pagelaran wayang.

6. Drama Boneka: para tokoh drama tidak dimainkan oleh aktor manusia sungguhan, tetapi
digambarkan dengan boneka yang dimainkan beberapa orang.

Jenis drama berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama. Pembagian jenis drama berdasarkan ada
tidaknya naskah drama antara lain :

1. Drama Tradisional: yaitu drama yang tidak menggunakan naskah.

2. Drama Modern: yaitu drama yang menggunakan naskah.

B. Unsur – unsur intrinsik drama

a. Tema adalah ide pokok atau gagasan utama sebuah cerita drama

b. Alur yaitu jalan cerita dari sebuah pertunjukkan drama mulai babak pertama hingga babak terakhir
c. Tokoh drama atau pelaku drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama atau
peran utama disebut primadona sedangkan peran pembantu disebut figuran

d. Watak adalah perilaku yang diperankan oleh tokoh drama. Watak protagonis adalah watak (pelaku)
baik yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya : penyabar, kasih sayang, santun, pemberani,
pembela yang lemah, baik hati dan sebagainya. Sedangkan watak antagonis adalah watak (perilaku)
jahat yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya : sifat iri dan dengki, kejam, penindas dan
sebagainya.

e. Latar atau setting adalah gambaran tempat, waktu dan situasi peristiwa dalam cerita drama.

f. Gaya bahasa adalah cara bagaimana pengarang menguraikan cerita yang dibuatnya, atau definisi
dari gaya bahasa yaitu cara bagaimana pengarang cerita mengungkapkan isi pemikirannya lewat bahasa-
bahasa yang khas dalam uraian ceritanya sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu.

g. Amanat drama adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton. Amanat drama
atau pesan disampaikan melalui peran para tokoh drama.

C. Sosiologi Sastra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia( 1989: 855 ), sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang
sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang
terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia
berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya. Sedangkan
sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada
perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu
pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Selanjutnya Camte berkata bahwa sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan
dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil- hasil observasi tersebut harus
disusun secara sistematis dan motodologis (Suekanto, 1982: 4 ).

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya
selaku seorang warga masyarakat pula ( Luxenburg, Bal, dan Willem G. W. terjemahan Dick Hartoko.
1084: 23 ).Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan
cara:

1. Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini menfokuskan
pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan seterusnya. Faktor-faktor
konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak dipelajari, yang tidak menggunakan
pendekatan ilmu sastra.

2. Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan metode-
metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil sosiologi sastra,
khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.

3. Hubungan antara (aspek-aspek ) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana system
masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai pandangan pengarang.

Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara satra dan masyarakat, literature is an
exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat
mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup ( Wellek and Werren, 1990: 110 ).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat diteliti melalui:

1. Sosiologi Pengarang

Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status sosial,
ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.

2. Sosiologi Karya Sastra

Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang
tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan masalah-masalah sosial.

3. Sosiologi Pembaca

Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial
sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ).

Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah
pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar
belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.Karya sastra kita kenal sebagai karya imajinasi
yang lahir bukan atas kekososngan jiwa namun juga atas realitas yang terjadi di sekeliling penarang. Hal
ini tentu tidak lepas dari unsure yang membangun karya sastra tersebut yang meliputi unur intrinsik
(unsur yang membangun karya sastra dari dalam dan unsure ekstrinsik (unsur yang membangun karya
sastra dari luar). Salah satu contoh kajian sktrinsik karya sastra adalag konflik sosial yang hal tersebut
tercakup dalam kajian sosiologi sastra.Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai
manusia dalam masyarakat , mengenai lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur sosial
dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial.
agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna
memperoleh gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia,
karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu
sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya karena bahasa
merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.

Menurut Wolf terjemahan Faruk mengatakan, “Sosiologi kesenian dan kesusastraan merupakan suatu
disiplin ilmu yang tanpa bentuk; tidak terdefinisikan dengan baik , terdiri dari sejumlah studi empiris dan
berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general; yang masing-masing hanya mempunyai
kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan antara seni dan kesusasteraan dengan
masyarakat ( 199 : 3 ).

BAB III

RIWAYAT DRAMAWAN

A.Riwayat Hidup
Lahir di Cirebon, 10 Maret 1941, Arifin memulai kiprahnya di bidang seni sejak ia tengah duduk di
bangku SMP. Saat itu, ia rutin mengirimkan karangannya yang berupa cerpen dan puisi pada majalah
mingguan.

Selain itu, ia juga aktif mengirimkan naskah sandiwara dan puisi pada RRI Cirebon. Tak hanya sebagai
penulis naskah drama, ia pun turut melakonkan tokoh yang ada pada tulisannya di bawah bimbingan
Mus Mualim. Bersama Mus, Arifin tak hanya belajar melakon tapi juga belajar menyanyi yang kemudian
segera mengantarkannya ke dalam panggung menyanyi dan menyabet juara lomba tingkat daerah.

Perlahan-lahan karir anak penjual sate ini mulai merangkak naik. Semenjak duduk di bangku kuliah,
Arifin mulai menggiatkan kegiatannya untuk terjun penuh dalam bidang seni peran. Ia bergabung
dengan teater Muslim dan telah menelurkan karya pertamanya yang berjudul Mega, mega : sandiwara
tiga bagian pada tahun 1966.

Selanjutnya,seolah mengalir, karya-karyanya semakin banyak dipublikasikan setelah ia


mendirikan Teater Ketjil di Jakarta.Bahkan banyak karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa Internasional. Karyanya dianggap menarik dan ia dianggap sebagai pengembang seni teater
eksperimental yang menjadikan rupa-rupa teater Indonesia sebagai sumber kreativitas.

Beberapa karyanya juga telah banyak menyabet penghargaan baik lokal maupun internasional.
Salah satu karyanya yang berhasil menembus pasar internasional dan telah memenangkan penghargaan
perfilman bergengsi adalah Pemberang yang membawa pulang piala The Golden Harvest dalam Festival
Film Asia pada tahun 1972. Sebelumnya, ia juga sempat meraih penghargaan Anugerah Seni dari
pemerintah Indonesia tepat setahun sebelumnya. Filmnya yang paling terkenal adalah film yang menuai
banyak kontroversi, G 30 S/ PKI, namun melalui film tersebut suami dari Jajang C. Noer ini nyatanya
kembali berhasil meraih penghargaan bergengsi Piala Citra pada tahun 1985.

Pada tanggal 28 Mei 1995 Arifin meninggal karena penyakit kanker hati setelah sebelumnya
sempat menjalani operasi di Singapura. Lulusan Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto,
Yogyakarta, ini meninggal pada usia 54 tahun. Selama hidupnya, Arifin banyak dikenal sebagai sastrawan
yang membela kaum miskin. Banyak karyanya yang juga memasukkan unsur-unsur lenong, stambul,
boneka, wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir, instrumen-instrumen yang akrab dengan publik.

B.Riwayat Pendidikan

· SD Taman Siswa, Cirebon

· SMP Muhammadiyah, Cirebon

· SMA Negeri Cirebon (tidak selesai)


· SMA Jurnalistik, Solo

· Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta (1967)

· International Writing Program, Universitas Iowa, AS (1972)

C.Riwayat Organisasi

· Manajer Personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia

· Wartawan Harian Pelopor Baru

· Sutradara Teater Muslim (1962)

· Anggota Studi Grup Drama Yogyakarta (1962)

· Pendiri dan pemimpin Teater Kecil (1968-1995)

· Kepala Humas Dewan Kesenian Jakarta (1969-1972)

· Penulis skenario film (1971-1995)

· Sutradara film (1977-1995)

D.Riwayat Karya

· Rio Anakku (1973)

· Melawan Badai (1974)

· Suci Sang Primadona (1977)

· Petualang-Petualang (1978)

· Harmonikaku (1979)

· Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa (1979)

· Serangan Fajar (1981)

· Djakarta 1966 (1982)

· Pengkhianatan G-30-S PKI (1982)

· Pengkhianatan G-30-S/PKI (1984)


· Matahari-Matahari (1985)

· Biarkan Bulan Itu (1986)

· Cas Cis Cus (1989)

· Taksi (1990)

· Bibir Mer (1991)

· Tasi Oh Tasi (1992)


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sinopsis

Cerpen ini bercerita tentang Sepasang kakek dan nenek yang sedang mengingat masa mudanya dulu,
dan berbincang-bincang dengan romantisnya. Dan mereka berdua sedang merayakan perkawinan emas.
Tapi seketika pula sang nenek dan kakek perang bisu setelah kehadiran janda(Nyonya Wenas) bertamu.
Nyonya Wenas yang ternyata adalah mantan kekasih Kakek menjadi penyebab utama kemarahan nenek
kepada kakek.

Nenek dan kakek bertengkar sejadi-jadinya karena nenek meminta cerai kepada kakek. Akhirnya seolah
tidak ada masalah apapun nenek menasihati Novia yang ingin bercerai juga dengan suaminya. Akhirnya
masalah di antara Nenek dan kakek terhapus begitu saja karena permasalahan Novia.

B. Unsur Intrinsik

1. Judul

Judul naskah drama “Pada Suatu Hari” .

2. Tema

Tema dalam naskah drama Pada Suatu Hari adalah tentang kekeluargaan

3. Penokohan dan Perwatakan

a) Kakek yang bijak, penyayang, jujur, penasihat.

b) Nenek yang pencemburu, bijak, penyayang, jujur, penasihat.

c) Novia yang keras hati, penyayang.

d) Nita yang baik hati,bijak, penasihat.


e) Nyonya Wenas yang centil.

f) Pesuruh yang amanat, jujur, lalai.

g) Aba, supir yang amanat,jujur.

4. Alur

Alur yang digunakan pada cerpen di atas adalah alur maju.

5. Latar

Sofa ruang tamu.

6. Gaya bahasa

Naskah drama Pada Suatu Hari, penulis menggunakan bahasa percakapan sehari-hari dan mudah di
mengerti.

7. Amanat

Janganlah kau mudah terbakar api amarah, segala sesuatu hal harus di fikirkan jauh-jauh sebelum
mengambil keputusan secara tiba-tiba.

C. Analisis

1. Konteks Sosial Karya Sastra.

Di dalam teks drama “Pada Suatu Hari” karya : Arifin C. Noor terkandung beberapa konteks sosial
tentang realitas kehidupan masyarakat dan dirumah tangga. Realitas itu di antaranya :

a. Pasangan yang harmonis dan romantis

Kakek :Sekarang kau nyanyi.


Nenek : menggeleng sambil tersenyum manja.

Kakek : Seperti dulu.

Nenek menggeleng sambil tersenyum manja.

Dari kutipan tersebut tampak bahwa adanya keharmonisan dalam rumah tangga walaupun usia
pernikahan mereka sudah renta. Hal ini juga banyak terjadi di lingkungan masyarakat. Ketika salah satu
pasangan yang saling mencintai akan mempengaruhi pasangan lain untuk tetap harmonis dalam rumah
tangganya serta saling member perhatian satu sama lain.

2. Seseorang yang tiba-tiba muncul yang pernah memiliki hubungan yang special dengan suami kerap
kali menimbulkan konflik dalam rumah tangga.

Dalam drama “Pada Suatu Hari” karya : Arifin C. Noor ini terdapat tokoh bernama nyonya Wenas (janda)
sebagai seorang perempuan penggoda yang kaya dan pernah menjadi mantan pacar kakek datang ke
rumah kakek dan nenek. Sang isteri (nenek) merasa cemburu atas kedatangan janda tersebut yang
masih saja mengungkit-ngungkit tentang apa yang disukai kakek dan kakek yang masih ingat dengan
minuman kesukaan si janda.

· Kakek : Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru.

Nenek : Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga pesta kita dengan kaktus-kaktu pacar
kau.

b. Nilai – nilai karya sastra

· Nilai moral

Menjaga kesetiaan dengan pasangan hidup

Dalam teks drama nenek dan kakek sering mengucapkan cinta mereka masing-masing

- Kakek : Sekarang kau nyanyi.

Nenek menggeleng sambil tersenyum manja.

Kakek : Seperti dulu.


Nenek menggeleng sambil tersenyum manja.

- Nenek : Sayang, kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya. Sayang ,
berhenti kau berfikir tentang hal itu.

Kakek : Mati saya tidak bahagia karena kau tidak maumenyanyi. Ini memang salah saya. Tetapi kalau
ejak dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat memainkan kau, tentu kau bisa memaafkan
segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan, saya kira saya akan menghembuskan nafas saya yang terakhir
tatkala kau sedang menyanyikan sebuah lagu ditelinga saya.

Keharmosisan pasangan nenek dan kakek, tidak mengenal batas usia tetap mengutarakan
perasaannya dan menjaga keharmonisan hubungan mereka. Pernikahan yang sudah berjalan lama dan
waktu tidak mengikis cinta mereka.

b. Nilai Psikologis

Kecemburuan adalah tanda cinta

- Nenek : Berkomplot.

Kakek : Tidak baik mengada-ada.

Nenek : Bahkan kau diam-diam memelihara kaktus dalam kakus.

Kakek : Tidak melulu kaktus tapi beberapa jenis bunga lainnya, juga……

Nenek tiba-tiba menangis sangat kerasnya.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Drama sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu draomai yang berarti berbuat, bertindak, dan
sebagainya. Jadi, drama adalah penampilan kesenian yang menampilkan sifat dan manusia dengan gerak
yang mana melahirkan action- action.

Ada banyak jenis drama. Unsur Instrinsik dalam drama meliputi : Judul, tema, alur, tokoh dan
penokohan, gaya bahasa, latar, dan amanat.

Sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau
mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang
dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi
ekonomi serta khalayak yang ditujunya.). Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh
Wellek dan Werren dapat diteliti melalui:Sosiologi Pengarang, Sosiologi karya sastra, dan sosiolgi
pengrang.
Daftar Pustaka

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya sastra. Bandung: Sinar Baru dan YA3Malang.

Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi).
Magelang: Indonesia Tera.

Anda mungkin juga menyukai