Anda di halaman 1dari 5

Ikterus fisiologis adlaah icterus yang timbul pada harfi kedua dan ketiga serta tidak memiliki dsar

patologis atau td mempunya potensii menjadi kern icterus. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat
metabolisme bilirubin neonatus belum sempurna. Icterus fisiologis kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.

Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi
preterm.

Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau

Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebut hyperbilirubinemia. Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk
diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi
patologik: Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam, Ikterus yang
disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)

Ikterus memiliki 3 tipe yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan
ikterus post hepatika (obstruksi).

Penyakit kuning pre-hepatik disebabkan kondisi yang meningkatkan tingkat hemolisis darah, proses
ketika sel darah merah dipecah, melepaskan hemoglobin, dan mengubahnya menjadi bilirubin.
Umumnya disebabkan oleh :

Malaria, infeksi darah yang disebabkan oleh parasit. Anemia sel sabit, kondisi genetik ketika sel darah
merah berbentuk menyerupai sel sabit.Thalasemia, kondisi genetik yang menyebabkan tubuh membuat
jenis hemoglobin tidak teratur yang membatasi jumlah sel darah merah sehat dalam aliran darah.

Pada icterus hepatic Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin
konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatik,
tumor, bahan kimia
Penyakit Kuning Post-Hepatik

Jenis penyakit kuning ini terjadi ketika bilirubin tidak dapat disalurkan dengan baik dalam saluran
empedu atau saluran pencernaan karena penyumbatan. Penyebab umum dari gangguan hati jenis ini
yaitu:

Batu empedu

Kanker pankreas

Kanker saluran empedu

Pankreatitis

Ada dua bentuk icterus obstuksi

Ikterus obstruksi intra hepatal dan ikterus obstruksi ekstra hepatal

Ikterus obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola
yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal
terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan tanda-tanda stasis
empedu .

Patofisio

Pada fase pembentukan bilirubin sekitar 250 sampai 350 mg atau sekitar 4 mg per kg berat badan
terbentuk setiap harinya dimana 70-80% berasal dari sel darah merah matang yang dipecah sedangkan
20-30% datang dari protein hem lain yang berada pada sumsum tulang dan hati. tahapan ini terjadi
pada sel sistem retikuloendotelial dimana peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab
utam peningkatan pembentukan bilirubin.

pada fase transport plasma bilirubin tidak larut dalam air karena bilirubin tidak terkonjugasi
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane glomerulus maka
dari itu tidak muncul dalam air seni.

Pada fase Intrahepatik terjadi liver uptake yang merupakan proses pengambilan bilirubin tak
terkonjugasi oleh hati secara rinci dengan menggunakan protein pengikat seperti ligandin atau protein Y.
Pengambilan bilirubin dilakukan dengan transport aktif yang berjalan cepat tetapi tidak termasuk
dengan pengambilan albumin. Konjugasi dimana bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati
mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konjugasi.
Pada fase pascahepatik, ekskresi bilirubin dimana bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanikulus
bersama bahan lain.

Gejala klinis

a. Tipe I : Obstruksi lengkap

Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Bisaanya terjadi karena tumor kaput pancreas, ligasi duktus
biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau sekunder.

b. Tipe II : Obstruksi intermiten

Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai atau tidak
dengan serangan ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis, tumor
periampularis,divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista koledokus, penyakit hati
polikistik,parasit intra bilier, hemobilia.

c. Tipe III : Obstruksi kronis tidak lengkap

Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atauhepar. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis (kongenital, traumatik, kolangitis sklerosing atau
post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik, stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis,
fibrosis kistik, diskinesia.

d. Tipe IV : Obstruksi segmental

Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris mengalamiobstruksi. Obstruksi
segmentalini dapat berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis.
Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis, kolangitis sklerosing,
kolangiokarsinoma.

Tata laksana

a. Resin pengikat asam empedu

Resin pengikat asam empedu seperti cholestyramine (4 g) dilarutkan dalam air atau jus, dikonsumsi 3
kali sehari, dapat membantu mengobati gejala pruritus yang berhubungan dengan obstruksi bilier.
Namun, kekurangan vitamin A, D, E, dan K yang terjadi pada steatorrhea, dapat diperburuk oleh
penggunaan cholestyramine atau colestipol ini. Rejimen individual kadang diperlukan dalam perawatan
pasien. Cholestyramine bekerja dengan cara mengikat asam empedu membentuk kompleks yang lebih
kurang larut di dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali oleh jalur reuptake garam empedu
enterohepatik.

b. Antihistamin
Antihistamin berguna dalam mengobati pasien dengan gejala pruritus, khususnya sebagai obat
penenang di malam hari. Efektivitas golongan obat ini sedang. Pengobatan dengan nalokson secara
parenteral, rejimen terbaru, nalmefene, terbukti membantu mengurangi pruritus pada beberapa pasien.

c. Rifampin

Rifampiin (Rifadin, Rifadin IV, Rimactane) tdisarankan sebagai tambahan medikasi untuk pengobatan
kolestasis. Dengan mengurangi flora usus, dapat memperlambat konversi garam empedu primer
menjadi sekunder sehingga dapat mengurangi kadar serum bilirubin, kadar ALP, dan pruritus pada
pasien tertentu. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri tergantung DNA dengan cara berikatan
dengan sub unit beta dari enzym RNA polymerase yang tergantung DNA, berujung pada penghambatan
proses transkripsi dan menghentikan pertumbuhan bakteri. Penghentian obat yang dapat menyebabkan
atau memperburuk kolestasis dan / atau obstruksi bilier bisa menyebabkan proses pemulihan yang total.

Terapi Bedah

• Kolesistektomi

Kolesistektomi dianjurkan pada kasus kolelitiasis yang disertai gejala klinis karena pada pasien
kolelitiasis dapat beresiko memiliki komplikasi yang lebih lanjut. Untuk kolesistektomi terbuka relative
aman dengan angka kematian 0.1-0.5% sementara kolesistektomi laparoskopi masih merupakan pilihan
terapi bedah untuk batu empedu simtomatik karena periode pemulihan pasca operasi lebih pendek,
penurunan tingkat ketidaknyamanan pasca operasi, meningkatkan hasil komestik dimana jaringan parut
minimal tetapi sekitar 5% dari kasus laparoskopi dikonversi menjadi prosedur terbuka sekunder sebab
dokter ahli bedah kesulitan untuk memvisualisasi anatomi atau komplikasi yang terjadi.

• Reseksi neoplasma dan PDT (photodynamic)

Resektabilitas penyebab neoplastic dari obstruksi bilier tergantung dari lokasi dan luasnya penyakit
maka dari itu sifatnya bervariasi. Terapi photodynamic terbukti baik dalam pengobatan paliatif
keganasan saluran empedu stadium lanjut dan lebih efektif jika digunakan bersama dengan prosedur
stenting bilier. PDT menggunakan agen photosensitizing untuk menghasilkan nekrosis jaringan lokal
dimana secara spesifik akan terakumulasi dalam jaringan tummmor. Setelah agen tersebut diaplikasikan
lalu daerah target akan diekspos dengan daerah sinar laser yang mengaktifkan pengobatan dan hasilnya
berupa penghancuran dari sel tumor.

• Transplantasi Hati

Tindakan ini hanya jika diperlukan oleh karena itu butuh perimbangan pada pasien yang tepat.

Non Medikamentosa

Pasien harus menjaga pola hidup diet seperti mengurangi asupan lemak jenuh dan asupan gula.
Pasien memerlukan asupan tinggi serat sehingga resiko batu empedu lebih rendah. Obesitas, asupan
berlebih dan penurunan badan yang cepat dianggap menjadi potensi obstruksi bilier karena dapat
menyebabkan terbentuknya batu. Jika pasien ingin menjaga berat badan harus dilakukan secara
bertahap dan sedang karena itu bermanfaat terhadap pasien yang beresiko. Pasien direkomendasi
untuk berolahraga dan latihan fisik secara teratur karena dapat mengurangi resiko batu empedu serta
komplikasi yang menyertainya.

Anda mungkin juga menyukai