Etika Birokrasi Pemerintah
Etika Birokrasi Pemerintah
A. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti kebiasaan atau watak dan
dalam bahasa prancis disebut etiquet atau etiket yang dapat diartikan sebagai kebiasaan
atau cara bergaul dan berperilaku yang baik. Secara konsep, etika dipahami sebagai
“suatu sistem nilai yang mengatur mana yang baik dan mana yang buruk dalam suatu
kelompok atau masyarakat ”. Etika menurut Bertens (1977) “seperangkat nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok dalam
prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang
B. Birokrasi
Birokrasi secara etimologis juga berasal dari bahasa Yunani yakni “Bureau”,
yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi sendiri adalah
tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah untuk
Yahya Muhaimin Birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun
militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan
menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu, sedangkan Hegel melihat, bahwa
masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab
itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan
perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
Jadi dari kedua konsep diatas berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat kami
simpulkan bahwa etika birokrasi yaitu tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara
kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan
hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah
sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia
dalam organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua
fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara
dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi
publik dinilai abik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika
birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi
publik dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan
Dwiyanto, bahwa :
yang berkembang, birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang
jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada
pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi
yang saling berbenturan satu sama lain. Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya
pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan
“grey area “seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan
Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau
kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi
kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui
agar mampu menjalankan fungsinya dengan tulus, jujur dan berpihak pada
demokrasi.
1. efisiensi, artinya tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik
2. membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak
yang satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan
menghindari urusan perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa
yang salah harus diberi sanksi dan yang berprestasi selayaknya mendapatkan
penghargaan;
4. merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai,
artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas
6. accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab
sepak terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki
itu berasal dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik
keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha
pelayanan.
E. Tindakan yang harusnya dihindari oleh pejabat birokrasi serta sangsi yang
diterimah oleh birokrat yang melanggar.
Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh Drs.
a. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk
b. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swsta pada saat ia melaksanakan
c. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat it berada
F. Jenis sangsi.
Jenis sangsi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri
sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sangsi tersebut menurut
b. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain : - penundaan kenaikkan gaji berkala
untuk paling lama satu tahun - penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala
untuk paling lama satu tahun. - Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama
satu tahun.
c. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari : - penurunan pangkat pada pangkat
yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun. - Pembebasan dari jabatan.
negeri sipil. - Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Dari sangsi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja
pelanggar Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di
atas, jelaslah bagi kita beratnya sangsi atau hukuamn yang telah ditentukan, namun
sekarang kembali lagi kepada penegakkan sangsi atas pelanggaran Etika tersebut, apa
betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya
sebatas retorika ataupun sangsi social saja, karena sangsi social hanya efektif apabila
aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara apabila dalam
organisasi Birokrasi harus tegas berupa sangsi hukuman sesuai peraturan perundang-
undangan tersebut di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Admnistras Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.