Anda di halaman 1dari 21

WORKSHEET PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

SEMESTER GENAP 2020-2021

Nama : Nabila Putri Ayuandari

NIM : 2008010021

Golongan : A1

LABORATORIUM FARMAKOLOGI & TOKSIKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
PERCOBAAN 2

METABOLISME OBAT DAN EFEK SEDATIF

A. Tujuan:
- Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat
dengan mengukur efek farmakologinya
- Mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat

B. Pendahuluan

Metabolisme Obat
Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi. Walaupun antara keduanya juga
sering dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan
bagi perubahan-perubahan biokimiawi/ kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa
endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama bagi senyawa eksogen (xenobiotika).
Pengetahuan tentang metabolisme obat menempati posisi penting dalam evaluasi
keamanan dan kemanfaatan suatu obat. Selain untuk mengetahui bagaimana obat
dimetabolisme dan di deaktivasi, juga untuk mengenal jalur dan kecepatan distribusi dan
eliminasi obat serta metabolitnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua yakni :
Reaksi fase I meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis; dan fase II atau reaksi
konjugasi (tabel I). Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut sebagian
besar terjadi di dalam sel-sel hepar, dan sisanya terjadi di organ-organ lain seperti saluran
cerna, baru, ginjal dan darah. Mikroflora gastrointestinal lebih berperan dalam reduksi
daripada oksidasi dan hidrolisis daripada konjugasi.
Tempat terjadinya reaksi reaksi oksidasi sebagian besar di dalam retikulum
endoplasmik sel. Namun proses tersebut juga bisa dikatalisir oleh enzim enzim yang berbeda
di dalam sitiosol ataupun mitokondria isi. Sedang reaksi fase II (konjugasi) umumnya terjadi
di dalam sitosol, kecuali reaksi glukuronidasi.
Tabel 1. Jalur metabolisme obat oleh enzim hepar

a. Reaksi fase 1 b. Reaksi fase II


1. Oksidasi 1. Konjugasi glukuronida
Hidroksilasi 2. Asilasi (termasuk asetilasi)
Dealkilasi 3. Metilasi
Pembentukan oksidasi 4. Pembentukan asam merkapturat
Desulfurisasi 5. Konjugasi sulfat
Dehalogenasi
Deaminasi
2. Reduksi
Reduksi aldehida
Reduksi Azo
Reduksi nitro
3. Hidrolisis
Deesterifikasi

Banyak obat-obatan yang mengalami deaktivasi dengan reaksi konjugasi, yaitu suatu
biosintesa dengan penempelan senyawa endogen (asam glukoronat, gugus-gugus sulfat, metil
dan asetil). Jika molekul obat sangat larut dalam lipid dan tidak mempunyai gugus aktif untuk
konjugasi, maka berbagai biotransformasi (oksidasi, reduksi, dan hidrolisis) akan terjadi
terlebih dahulu.

Dalam konjugasi dengan asam glukoronat (reaksi fase II yang paling lazim), koenzim
antara (uridine diphospho-glucuronic acid;UDPGA) bereaksi dengan obat dengan adanya
enzim glukoronil- transferase Untuk memindahkan glukuronida ke atom O pada alkohol,
phenol, atau asam karboksilat, atau atom S pada senyawa tiol atau senyawa N pada senyawa-
senyawa Amina dan sulfonamida.

Dalam konjugasi obat-obat dengan asam-asam amino (misal: glisih dan glutamin),
terjadi reaksi antara obat yang mempunyai gugus karboksilat dan telah diaktivasi dengan
koenzim A. Dalam konjugasi dengan glutation,epoksida atau aren oksida yang sangat reaktif
bereaksi dengan glutation, kemudian dimetabolisir lebih lanjut menjadi asam-asam
merkapturat (non-toksik).

Enzim-enzim mirosom hepar, mukosa usus dan jaringan lain, berperan dalam
oksigenasi xenobiotika dan senyawa-senyawa endogen (asam-asam lemak, kolesterol dan
hormon-hormon steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan berikatan dengan atom-atom
C, N dan S dari molekul obat. Reaksi ini dikatalisis oleh sekelompok enzim retikulum
endoplasmik hepar (mixed function oxidases system = MFO) yang mendekatkan sitokron P-
450 dan reduktase NADPH-sitokrom-C.

A. Induksi dan penghambatan enzim

Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi


enzim (menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikan Aktivitas enzim metabolisme ini
menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada umumnya merupakan proses
deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di dalam plasma dan memperpendek waktu
paro obat. Karena itu intensitas dan durasi efek farmakologinya berkurang.

Sekobartital, pentobarbital, alobartital, dan fenobartital menaikkan kadar sitokrom P-


450, serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme seperti deetilasi fenasetin,
demetilasi aminopirin, 4-hidroksilasi bifenil dan hidroksilasi heksabarbital.
Pengaruh induksi dan penghambatan enzim terhadap efek farmakologik dan toksisitas
cukup besar, sehingga perlu diperhatikan oleh para praktisi. Sebagai contoh pemberian
fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi efek antikoagulasianya.
Demikian pula pemberian simetidina suatu antagonis reseptor H-2, akan menghambat
aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisis obat-obat lain.

Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antar species, dan bahkan antar
keturunan dalam satu species. Selain itu variasi juga terjadi antara jaringan satu dengan yang
lain di dalam tubuh binatang.

Pengetahuan tentang pengaruh induktor dan inhibitor enzim terhadap laju


metabolisme obat akan sangat membantu dalam memperkirakan perubahan-perubahan yang
pada efek farmakodinamikanya.

EFEK SEDATIF
Sedatif dapat didefinisikan sebagai suatu penekanan an (supresi) dari iritabilitas
(kesiapsiagaan) terhadap suatu tingkat stimulasi tetap (katzung, 2002: 36). Efek sedatif bisa
berupa efek utama maupun efek samping dari obat-obat tertentu. Jika efek sedatif merupakan
efek utama maka obat tersebut digolongkan ke dalam kelompok sedatif-hipnotik.
Penggolongan suatu obat ke dalam kelompok sedatif-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa
hypnos=tidur) adalah zat dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk
tidur Dan mempermudah atau menyebabkan kantuk. Lazimnya obat ini diberikan pada
malam hari. Jika obat diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda). Sedativa berfungsi menurunkan
aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan penggunanya (Tan dan Rahardja, 2002:
357).
Efek sedasi diperoleh dari penekanan sistem saraf pusat yang bergantung pada dosis
obat yang digunakan (katzung, 2002:26;Tan dan Rahardja, 2002: 357; Ganiswarna et al,
1995: 124) bila digunakan dalam dosis yang meningkat, sedatif akan menimbulkan efek
berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesia); sedangkan pada dosis yang
lebih besar lagi akan menyebabkan koma, depresi pernafasan, dan kematian (Tan dan
Rahardja, 2002: 357).
Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba. Besar
kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut dapat menggambarkan besar
kecilnya efek sedatif. Efek sedatif ini akan kita amati melalui eksperimen dengan hewan
coba, menggunakan parameter rotarod, daya cengkeram, refleks kornea, dan diameter Pupil
mata. Obat yang digunakan dalam eksperimen ini adalah golongan obat sedatif meliputi
benzodiazepin (diazepam), barbiturat (luminal), dan hipnotik-sedatif lain ( kloralhidrat dan
meprobamat) dibandingkan dengan obat penenang (antipsikotik) yang juga mempunyai efek
sedatif tanpa menimbulkan efek anestetik berupa klorpromasin.
C. Cara percobaan

1. Bahan dan alat

Bahan:

Penghambat enzim : Simetidin

Obat : Diazepam

Alat:

Jarum suntik oral (ujung tumpul)


Alat suntik (1 ml)
Rotarod (batang berputar)
Stopwatch
Penggaris
2. Hewan uji : Mencit
C. Cara Kerja

Mencit dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing mendapat 3 ekor hewan uji.



Kelompok I (kontrol) : Hewan uji diberi aquadest p.o

Kelompok II : Hewan uji diberi diazepam dosis tunggal, secara i.m

Kelompok III : Seperti kelompok II, yang diberikan bersama-sama dengan simetidin per oral
1 jam sebelumnya.

Pengamatan : durasi efek, uji rotarod, diameter pupil, refleks balik badan

D. Perhitungan Dosis
1. Perhitungan Simetidin (PO)
a. Diketahui:
- Dosis Simetidin pada Manusia 6 mg/kgBB
- Berat Mencit : 21,6 gram = 0,0216 kg
- Konsentrasi Simetidin yang disediakan 5 mg/mL
b. Ditanyakan:
- Dosis pada mencit :
Jawab:
Dosis Simetidin = 6 mg/kgBB x 12,3 = 73,8 mg/kgBB mencit
73,8 mg/kgBB x 0,0216 kg = 1,594 mg

- Volume yang di berikan:


Jawab:
Konsentrasi Simetidin yang disediakan = 5 mg/mL
1,594 𝑚𝑔
1,594 mg → ( ) x 1 mL = 0,318 mL
5 𝑚𝑔

2. Perhitungan Diazepam (IM)


a. Diketahui:
- Dosis Diazepam pada Manusia 5 mg/kgBB
- Berat Mencit : 23,5 gram = 0,0235 kg
- Konsentrasi Diazepam yang disediakan 5 mg/mL
b. Ditanyakan:
- Dosis pada mencit :
Jawab:
Dosis Diazepam = 5 mg/kgBB x 12,3 = 61,5 mg/kgBB mencit
61,5 mg/kgBB x 0,0235 kg = 1,445 mg

- Volume yang di berikan:


Jawab:
Konsentrasi Dizepam yang disediakan 5 mg/mL
1,445 𝑚𝑔
1,445 mg → ( ) x 1 mL = 0,289 mL
5 𝑚𝑔
E. Hasil Pengamatan

Kelompok PraPerlakuan Obat Waktu Pengamatan Uji Rotarod (Jumlah


Durasi timbul efek (menit) Daya cengkram Diameter Pupil
Efek sedatif (menit Jatuh)
Mencit 1 2 3 ke-) 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0’ 0’ 0’ 15 0 1 1 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
30 0 0 1 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
- - (aquadest)
I 60 1 1 0 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
120 1 1 0 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
Rata-rata 0,5 0,75 0,5
80’ 75’ 60’ 15 8 5 6 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
Diazepam dosis 30 10 8 9 Lemah Lemah Lemah Lemah Mengecil Mengecil
-
II tunggal 60 12 10 11 Lemah Lemah Lemah Lemah Mengecil Mengecil
120 10 9 9 Kuat Kuat Kuat Kuat Normal Normal
Rata-rata 10 8 8,75
120’ 100’ 105’ 15 12 10 11 Kuat Kuat Kuat Normal Normal Normal
Simetidin P.O 1 jam Diazepam dosis 30 14 12 13 Lemah Lemah Lemah Mengecil Mengecil Mengecil
III sebelumnya tunggal 60 16 13 14 Lemah Lemah Lemah Mengecil Mengecil Mengecil
120 18 17 16 Lemah Lemah Lemah Mengecil Mengecil Mengecil
Rata-rata 15 13 13,5

F. Analisis Data

- Durasi
Mencit ke- X Kel I X Kel II Kel III X Kel I 2 X Kel II 2 X Kel III 2
1 0 80 120 0 6.400 14.400
2 0 75 100 0 5.625 10.000
3 0 60 105 0 3.600 11.025
TC 0 215 325 (ΣX) 540
NC 3 3 3 N 9
JUMLAH 0 15.625 35.425 (ΣX2) 51.050
KUADRAT

Jumlah kuadrat perlakuan (SST)

𝑇𝐶 2 (ΣX)2
SST= Σ 𝑁𝐶

𝑁

(0)2 (215)2 (325)2 (540)2


SST= ∑ [ + + ]-( )
3 3 3 9
0 46.225 105.625 291.600
SST= [3 + + ]-( )
3 3 9
151.850 291.600
SST= -
3 9
455.550 291.600
SST= -
9 9

SST= 50.616,666 – 32.400


SST= 18.216,666

Jumlah kuadrat kesalahan (SSE)

𝑇𝐶 2
SSE= (ΣX ) – Σ( 2
𝑁𝐶
)
SSE= 51.050 – 50.616,666
SSE= 433,334

Keseragaman total (SS Total)


SS Total = SST + SSE
SS Total = 18.216,666 + 433,334
SS Total = 18.650

Masukkan dalam tabel


Sumber Jumlah derajat Derajat bebas Kuadrat tengah
Keragaman
Antar perlakuan SST= 18.216,666 DK1= 3-1 MSTR= SST/DK1
18.216,666
= 3-1 MSTR=
2
=2
MSTR= 9.108,333
Kesalahan (dalam SSE= 433,334 DK2= N-K MSE= SSE/DK2
perlakuan) = 9-3 433,334
MSE=
6
=6
MSE= 72,222
SS Total 18.650

9.108,333
F Hitung = MSTR/MSE= = 126,115
72,222

F table pada α=0,05 DK1=2 dan DK2= 6 adalah 5, 143


- Fhitung < Ftabel untuk α = 0,05 maka Ho diterima
- Fhitung > Ftabel untuk α = 0,05 maka Ho ditolak
(Ho: rata-rata durasi pada Kelompok I, II, dan III tidak berbeda/ sama. H1: rata-rata durasi Kelompok I, II, dan III berbeda/ tidak sama)
Kesimpulan: Ho ditolak.

- Uji Rotarod (Rata-Rata Jumlah Jatuh)


Mencit ke- X Kel I X Kel II Kel III X Kel I 2 X Kel II 2 X Kel III 2
1 0,5 10 15 0,25 100 225
2 0,75 8 13 0,5625 64 169
3 0,5 8,75 13,5 0,25 76,5625 182,25
TC 1,75 26,75 41,5 (ΣX) 70
NC 3 3 3 N 9
JUMLAH 1,0625 240,5625 576,25 (ΣX2) 817,875
KUADRAT

Jumlah kuadrat perlakuan (SST)

𝑇𝐶 2 (ΣX)2
SST= Σ 𝑁𝐶

𝑁

(1,75)2 (26,75)2 (41,5)2 (70)2


SST= ∑ ( + + )-( )
3 3 3 9
3,0625 715,5625 1.722,25 4.900
SST= ( + + )-( )
3 3 3 9
2.440,875 4.900
SST= -
3 9
7.322,625 4.900
SST= -
9 9

SST= 813,625 – 544,444


SST= 269,181

Jumlah kuadrat kesalahan (SSE)

𝑇𝐶 2
SSE= (ΣX ) – Σ( 2
𝑁𝐶
)
SSE= 817,875 – 813,625
SSE= 4,25

Keseragaman total (SS Total)


SS Total = SST + SSE
SS Total = 269,181 + 4,25
SS Total = 273,431

Masukkan dalam tabel


Sumber Jumlah derajat Derajat bebas Kuadrat tengah
Keragaman
Antar perlakuan SST= 269,181 DK1= 3-1 MSTR= SST/DK1
= 3-1 269,181
MSTR=
2
=2 MSTR= 134,590
Kesalahan (dalam SSE= 4,25 DK2= N-K MSE= SSE/DK2
perlakuan) = 9-3 4,25
MSE=
6
=6
MSE= 0,708
SS Total 273,431

134,590
F Hitung = MSTR/MSE= = 190,098
0,708

F table pada α=0,05 DK1=2 dan DK2= 6 adalah 5, 143


- Fhitung < Ftabel untuk α = 0,05 maka Ho diterima
- Fhitung > Ftabel untuk α = 0,05 maka Ho ditolak
(Ho: rata-rata jumlah jatuh pada Kelompok I, II, dan III tidak berbeda/ sama. H1: rata-rata jumlah jatuh Kelompok I, II, dan III berbeda/
tidak sama)
Kesimpulan: Ho ditolak.
G. Pertanyaan:
1. Sebutkan senyawa-senyawa yang dapat menginduksi dan menghambat enzim-
enzim yang berperan dalam metabolisme obat!
Jawab :
a. INDUKSI ENZIM :
Senyawa-senyawa yang larut dalam lemak dengan masa kontak dalam hati
yang lama, mampi menginduksi peningkatan pembentukan enzim-enzim yang
terlibat pada biotransformasi.
o Fenobarbital, dapat menginduksi enzim mikrosom sehingga meningkatkan
metabolism warfarin & menurunkan efek antikoagulannya.
o Benzo(a)protein dapat menginduksi enzim mikrosom yaitu sitokrom P-450
sehingga meningkatkan oksidasi dari beberapa obat (teofilin, fenasetin,
pentazosin dan propoksifen)
o Fenitoin, dapat meningkatkan kecepatan metabolism kortisol, nortriptlin,
dan obat kontrasepsi oral.
o Fenilbutazon, dapat meningkatkan kecepatan metabolism aminopirin &
kortisol.
b. INHIBISI ENZIM :
o Simetidin menghambat metabolisme fenitoin, teofilin, dan warfarin.
o Eritromisin menghambat sitokrom P450 sehingga meningkatkan aktivitas
teoflin, warfarin, karbamazepin, dan digoxin.
o Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida, dan fenilbultazon dapat
menghambat enzim yang memetabolisme tolbutamid dan klorpopamid
sehingga meningkatkan respon glikemi.
o Fenilbutazon secara stereoselektif dapat menghambat metabolsime seperti
warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas antikoagulannya bila luka
terjadi pendarahan yang hebat.
o Fenilbutazon dapat meningkatkan kecepatan metabolisme aminopirin dan
kortisol
2. Jelaskan mekanisme inhibisi dan induksi enzim dan hubungkan dengan efek
farmakologinya!
Jawab :
a. MEKANISME INDUKSI ENZIM :
• Induktor jenis fenobarbital akan menaikkan proliferasi RE dan dengan
demikian bekerja menaikkan dengan jelas bobot hati. Induksi terutama
pada sitokrom P-450, dan juga pda glukuronil transferase, glutation
transferase, dan epoksida hydrolase. Induksi yang terjadi relative cepat
dalam waktu beberapa hari.
• Induktor metilkolantren yang termasuk disini kkhususnya, karbohidrat
aromatic (misalnya benzpiren, metilkolatren, triklordibenodioksi, fenatren)
dan beberapa herbisida, terutama meningkatkan kerja sitokrom P-450 dan
sintesis glukuronil transferase. Poliferasi Re dan dengan demikian
kenaikan bobot hati hanya sedikit.
• Sebagai akibat dari induksi enzim, maka kapasitass pemnguraian
meningkay, sehingga laju metabolism meningkat. Apabila inductor
dihentikan, kapasitas penguraian dalam waktu beberapa minggu menurun
hingga pada tingkat asalnya.

Hubungan dengan efek farmakologinya :

Induksi berarti peningkatan sintesis enzim metabolism pada tingkat transkripsi


sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolism obat yang menjadi substrar
enzim yang bersangkutan, akibatnya diperlukan peningkatan dosis obat tersebut,
berarti terjadi toleransi farmakokinetik karena melibatkan sintesis enzim maka
diperlukan waktu beberapa hari (3 hari sampai 1 minggu) sebelum dicapai efek
yang maksimal.

b. MEKANISME INHIBISI :
Pada penambahan inhibitor enzim yang terjadai pula mekanisme inhibisi enzim
dengan cara sebagai sebagai berikut. Bahan obat uang menyebabkan penurunan
sintesis atau menaikkan penguraian enzim RE atau antara 2 obat atau beberapa
obat terdapat persaingan tempat ikatan pada enzim. Akibatnya, terjadi
penghambatan penguraian secara kompetitif sehingga laju metabolisme menurun.
Hubungan dengan efek farmakologinya :
Inhibisi beraryi hambatan terjadi langsung, dengan akibat peningkatan kadar obat
yang menjadi substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung
untuk mencegah terjadinya toksisitas, diperlukan penurunan dosis obat yang
bersangkutan atau bahlan tidak bolleh diberikan bersama penghambatnya (konta
indikasi) jika akibatnya membahayakan. Hambatan pada umumnya bersifat non
kompetitif (bukan substrat dari enzim yang bersangkutan atau ikatnnya
irreversible).
3. Bagaimana interaksi yang terjadi antara simetidin dan diazepam? dan apakah
efeknya?
Jawab :
- Komponen obat yang menghinbisi enzim hepatik seperti simetidin akan
meningkatkan efek dan memperpanjang efek sedatif dari diazepam.
- Simetidine akan memperpanjang tindakan diazepam oleh yang menghambat
eliminasi.
4. Jelaskan pengaruh kekurangan konsumsi asam amino terhadap kapasitas enzim
yang berperan dalam metabolisme obat!
Jawab :
- Tidak adanya pengikat logam pentin yang diperlukan dalam rekasi enzimatik.
- Mempengaruhi biotransformasi obat.
Asam amino sangat berpengaruh pada proses pembentukan pprotein dan sebagai
enzim terbentuk dari protein. Apabila kekurangan asam amino amaka tidak
adanya pengikat logam penting yang diperlukan dalam reaksi enzimatik sehingga
proses pembentukan enzim terhambat, kekurangan asam amino mempengaruhi
biotransformasi obat sehingga metabolisme terhambat.
5. Tuliskan reaksi metabolisme senyawa obat diazepam!
Jawab :
Diazepam mengalami reaksi fase I. diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh
Demethyalation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4 dan 3A5), hidroklasi (CYP3A4 dan
2C19) serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim.
Diazepam dimetabolisme oleh enzim hepatik (hepatic cytochrome enzyme
isozyme/CYP450) menjadi bentuk metabolit aktif yaitu oxazepam, temazepam, dan
desmethyldiazepam.
6. Jelaskan mekanisme kerja diazepam sehingga dapat menimbulkan efek sedatif?
Jawab :
a) Bekerja pada system gaba, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA
b) Reseptor benzodiazepine dalam seluruh system saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipotalamus, dan otak kecil
c) Pada reseptor ini, benzodiazepine akan bekerja sebagai agonis
d) Terdapat korelasi sehingga terjadi aktivvitas farmakologi berbagai
benzodiazepine dengan afinitasnya pada tempat ikatan
e) Dengan adanya interaksi benzodiazepine, afinitas GABA terhadap reseptornya
akan meningkat dan dengan ini gaba akan meningkat
f) Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga
ion klorida akan lebih banyak mengalir masuk ke dalam sel
g) Meningkatnya ion klorida menyebabkan hiperppolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang.

H. Pembahasan

Praktikum farmakologi P2 dengan judul “Metabolisme Obat dan Efek Sedatif”


memiliki tujuan mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya dan mempelajari pengaruh
obat penekan susunan syaraf pusat.

Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolsime obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan duarasi dan intesitas khasiat
farmakologis obat. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-
sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran
pencernaan, paru-paru, ginjal dan kulit.

Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
reaksi fase I, meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Dan fase II atau
reaksi konjugasi. Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut Sebagian
terjadi didalam sel-sel hepar dan sisanya terjadi di organ-organ lain selain saluran cerna,
paru, ginjal dan darah.

Tujuan metabolisme obat adalah untuk mengubah obat yang non polar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal dan empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif. Tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik.

Hipnotik sedative merupakan golongan obat depresan system saraf pusat (SSP) yang
relative tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran,
keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi sedative
menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap perangsangan emosi dan menenangkan.
Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.

Obat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah obat yang memiliki kandungan
simetidin untuk mencermati metabolismenya dan diazepam untuk memberikan efek
sedative.

Mekanisme kerja diazepam dalam tubuh yaitu bekerja pada sistem GABA, yaitu
dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepine dalam
seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks
otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini,
benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat kolerasi tinggi antara aktiitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan
adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran
ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke
dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Mekanisme kerja simetidine dalam tubuh yaitu simetidine merupakan antagonis


kompetitif histamine pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif dapat
menghambat sekresi asam lambung. Simetidin juga memblok sekresi asam lambung yang
disababkan oleh rangsangan makanan, asetilkolin, kafein, dan isnuslin. Simetidin terikat
oleh sitokrom P450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati, sehingga obat
lain akan terakumulasi bila diberikan bersama simetidin.

Sebelum dilakukan penyuntikan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan dosis. Untuk


setiap hewan uji akan mendapatkan dosis yang berbeda-beda tergantung dari berat
mencit. Setelah didapatkan dosis, maka menghitung volume obat yang akan diberikan
dengan cara membandingkan dosis antara individu dengan larutan stock sehingga
didapatkan volume obat yang disuntikan.

Pada praktikum kali ini menggunakan mencit yang dibagi menjadi 3 kelompok,
diazepam dan simetidine. Untuk melihat efek dari pemberian obat, dapat dilihat dari
jumlah jatuh mencit pada rotaroad, daya cengkram mencit, dan diameter pupil mata
mencit. Pada kelompok 1, mencit diberikan aquades secara peroral dan memperlihatkan
bahwa respon mencit sebelum dan sesudah diberikan aquades tidak menunjukkan adanya
perbedaan dalam daya cengkram dan pupil mata mencit. Daya cengkram yang
menunjukkan selalu kuat dengan hasil yang hampir sama dan pupil mata dengan diameter
yang selalu normal.

Pada kelompok 2, mencit diberikan diazepam dosis tunggal secara IM (intramuskular)


dengan berat mencit 0,0235 kg sehingga volume diazepam yang diberikan yaitu sebesar
0,2885 ml. Fungsi pemberian diazepam disini adalah meningkatkan efek ansiolitik,
sedatif, hipnotik, relaksan, otot skelte dan antikonvulsan pada hewan uji. Di menit 30
sampai 60, daya cengkram pada mencit mulai lemah dan pupil mata dengan diameter
tidak normal menandakan bahwa efek dari pemberian diazepam sudah bekerja. Pupil
mata dengan diameter yang tidak normal atau kecil menandakan bahwa efek diazepam
yang menyebabkan rasa kantuk pada mencit. Jumlah jatuh mencit pada rotarod paling
banyak di menit 60.

Pada kelompok 3, mencit diberikan simetidin secara peroral. Pemberian simetidine


terhadap mencit disuntikkan 1 jam sebelum pemberian diazepam secara IM. Pemberian
simetidin disini adalah sebagai inhibisi enzim, yaitu untuk memperlambat metabolisme
dari diazepam sehingga kadar obat atau konsentrasi diazepam dalam darah hewan uji
meningkat dan efek diazepam akan meningkat (memperlambat durasi). Simetidin
merupakan inhibitor enzim yang dapat memperlama efek obat yang diberikan
selanjutnya. Dengan berat mencit sebesar 0,0216 kg maka volume simetidine yang
diberikan yaitu 0,318816 kg. Pada menit 30-120 daya cengkram mencit lemah dan
diameter pupil mata yang tidak normal. Jumlah jatuh mencit pada rotarod paling banyak
di menit 120.

Dari hasil pengamatan bahwa obat yang diberikan pada mencit metabolismenya lebih
cepat adalah yang diberikan diazepam dan simetidin yang dikarenakan pemberian kedua
obat tersebut jika diberikan bersama dapat mengubah obat menjadi lebih polar dan sukar
larut dalam lemak sehingga obat tersebut mudah larut dalam air sehingga metabolisme
nya menjadi lebih cepat.

I. Kesimpulan
Pada praktikum P2 yang berjudul “Metabolisme Obat dan Efek Sedatif” dapat
disimpulkan bahwa :
- Mahasiswa telah mempelajari pengaruh beberapa senyawa kiia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
- Mahasiswa telah mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat.
- Mekanisme kerja diazepam dalam tubuh yaitu bekerja pada sistem GABA, yaitu
dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.
- Mekanisme kerja simetidine dalam tubuh yaitu simetidine merupakan antagonis
kompetitif histamine pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif
dapat menghambat sekresi asam lambung.
- Pada kelompok 1, mencit sesudah diberikan aquades tidak menunjukkan adanya
perbedaan dalam daya cengkram dan pupil mata mencit. Daya cengkram yang
menunjukkan selalu kuat dengan hasil yang hampir sama dan pupil mata dengan
diameter yang selalu normal.
- Pada kelompok 2, mencit sesudah diberikan diazepam dosis tunggal secara IM
ditunjukkan pada menit 30 sampai 60, daya cengkram pada mencit mulai lemah
dan pupil mata dengan diameter tidak normal menandakan bahwa efek dari
pemberian diazepam sudah bekerja. Dan jumlah jatuh mencit pada rotarod paling
banyak di menit 60.
- Pada kelompok 3, sesudah mencit diberikan simetidin secara peroral ditunjukkan
pada menit 30-120 daya cengkram mencit lemah dan diameter pupil mata yang
tidak normal. Dan jumlah jatuh mencit pada rotarod paling banyak di menit 120.
J. DAFTAR ACUAN
H. sarjono, Santoso dan Hadi R.D., 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2007. Farmakologi dasar dan Klinik Edisi
10. Jakarta: EGC, hal 355-368
Syarif, Amin, 1995, Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakulatas KedokteranUniversitas Indonesia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai