P2 - A1 - 2008010021 - Nabila Putri Ayuandari
P2 - A1 - 2008010021 - Nabila Putri Ayuandari
NIM : 2008010021
Golongan : A1
FAKULTAS FARMASI
2021
PERCOBAAN 2
A. Tujuan:
- Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat
dengan mengukur efek farmakologinya
- Mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat
B. Pendahuluan
Metabolisme Obat
Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi. Walaupun antara keduanya juga
sering dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan
bagi perubahan-perubahan biokimiawi/ kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa
endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama bagi senyawa eksogen (xenobiotika).
Pengetahuan tentang metabolisme obat menempati posisi penting dalam evaluasi
keamanan dan kemanfaatan suatu obat. Selain untuk mengetahui bagaimana obat
dimetabolisme dan di deaktivasi, juga untuk mengenal jalur dan kecepatan distribusi dan
eliminasi obat serta metabolitnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua yakni :
Reaksi fase I meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis; dan fase II atau reaksi
konjugasi (tabel I). Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut sebagian
besar terjadi di dalam sel-sel hepar, dan sisanya terjadi di organ-organ lain seperti saluran
cerna, baru, ginjal dan darah. Mikroflora gastrointestinal lebih berperan dalam reduksi
daripada oksidasi dan hidrolisis daripada konjugasi.
Tempat terjadinya reaksi reaksi oksidasi sebagian besar di dalam retikulum
endoplasmik sel. Namun proses tersebut juga bisa dikatalisir oleh enzim enzim yang berbeda
di dalam sitiosol ataupun mitokondria isi. Sedang reaksi fase II (konjugasi) umumnya terjadi
di dalam sitosol, kecuali reaksi glukuronidasi.
Tabel 1. Jalur metabolisme obat oleh enzim hepar
Banyak obat-obatan yang mengalami deaktivasi dengan reaksi konjugasi, yaitu suatu
biosintesa dengan penempelan senyawa endogen (asam glukoronat, gugus-gugus sulfat, metil
dan asetil). Jika molekul obat sangat larut dalam lipid dan tidak mempunyai gugus aktif untuk
konjugasi, maka berbagai biotransformasi (oksidasi, reduksi, dan hidrolisis) akan terjadi
terlebih dahulu.
Dalam konjugasi dengan asam glukoronat (reaksi fase II yang paling lazim), koenzim
antara (uridine diphospho-glucuronic acid;UDPGA) bereaksi dengan obat dengan adanya
enzim glukoronil- transferase Untuk memindahkan glukuronida ke atom O pada alkohol,
phenol, atau asam karboksilat, atau atom S pada senyawa tiol atau senyawa N pada senyawa-
senyawa Amina dan sulfonamida.
Dalam konjugasi obat-obat dengan asam-asam amino (misal: glisih dan glutamin),
terjadi reaksi antara obat yang mempunyai gugus karboksilat dan telah diaktivasi dengan
koenzim A. Dalam konjugasi dengan glutation,epoksida atau aren oksida yang sangat reaktif
bereaksi dengan glutation, kemudian dimetabolisir lebih lanjut menjadi asam-asam
merkapturat (non-toksik).
Enzim-enzim mirosom hepar, mukosa usus dan jaringan lain, berperan dalam
oksigenasi xenobiotika dan senyawa-senyawa endogen (asam-asam lemak, kolesterol dan
hormon-hormon steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan berikatan dengan atom-atom
C, N dan S dari molekul obat. Reaksi ini dikatalisis oleh sekelompok enzim retikulum
endoplasmik hepar (mixed function oxidases system = MFO) yang mendekatkan sitokron P-
450 dan reduktase NADPH-sitokrom-C.
Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antar species, dan bahkan antar
keturunan dalam satu species. Selain itu variasi juga terjadi antara jaringan satu dengan yang
lain di dalam tubuh binatang.
EFEK SEDATIF
Sedatif dapat didefinisikan sebagai suatu penekanan an (supresi) dari iritabilitas
(kesiapsiagaan) terhadap suatu tingkat stimulasi tetap (katzung, 2002: 36). Efek sedatif bisa
berupa efek utama maupun efek samping dari obat-obat tertentu. Jika efek sedatif merupakan
efek utama maka obat tersebut digolongkan ke dalam kelompok sedatif-hipnotik.
Penggolongan suatu obat ke dalam kelompok sedatif-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai hilangnya rasa
hypnos=tidur) adalah zat dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk
tidur Dan mempermudah atau menyebabkan kantuk. Lazimnya obat ini diberikan pada
malam hari. Jika obat diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda). Sedativa berfungsi menurunkan
aktivitas, mengurangi ketegangan, dan menenangkan penggunanya (Tan dan Rahardja, 2002:
357).
Efek sedasi diperoleh dari penekanan sistem saraf pusat yang bergantung pada dosis
obat yang digunakan (katzung, 2002:26;Tan dan Rahardja, 2002: 357; Ganiswarna et al,
1995: 124) bila digunakan dalam dosis yang meningkat, sedatif akan menimbulkan efek
berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesia); sedangkan pada dosis yang
lebih besar lagi akan menyebabkan koma, depresi pernafasan, dan kematian (Tan dan
Rahardja, 2002: 357).
Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba. Besar
kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut dapat menggambarkan besar
kecilnya efek sedatif. Efek sedatif ini akan kita amati melalui eksperimen dengan hewan
coba, menggunakan parameter rotarod, daya cengkeram, refleks kornea, dan diameter Pupil
mata. Obat yang digunakan dalam eksperimen ini adalah golongan obat sedatif meliputi
benzodiazepin (diazepam), barbiturat (luminal), dan hipnotik-sedatif lain ( kloralhidrat dan
meprobamat) dibandingkan dengan obat penenang (antipsikotik) yang juga mempunyai efek
sedatif tanpa menimbulkan efek anestetik berupa klorpromasin.
C. Cara percobaan
Bahan:
Obat : Diazepam
Alat:
D. Perhitungan Dosis
1. Perhitungan Simetidin (PO)
a. Diketahui:
- Dosis Simetidin pada Manusia 6 mg/kgBB
- Berat Mencit : 21,6 gram = 0,0216 kg
- Konsentrasi Simetidin yang disediakan 5 mg/mL
b. Ditanyakan:
- Dosis pada mencit :
Jawab:
Dosis Simetidin = 6 mg/kgBB x 12,3 = 73,8 mg/kgBB mencit
73,8 mg/kgBB x 0,0216 kg = 1,594 mg
F. Analisis Data
- Durasi
Mencit ke- X Kel I X Kel II Kel III X Kel I 2 X Kel II 2 X Kel III 2
1 0 80 120 0 6.400 14.400
2 0 75 100 0 5.625 10.000
3 0 60 105 0 3.600 11.025
TC 0 215 325 (ΣX) 540
NC 3 3 3 N 9
JUMLAH 0 15.625 35.425 (ΣX2) 51.050
KUADRAT
𝑇𝐶 2 (ΣX)2
SST= Σ 𝑁𝐶
−
𝑁
𝑇𝐶 2
SSE= (ΣX ) – Σ( 2
𝑁𝐶
)
SSE= 51.050 – 50.616,666
SSE= 433,334
9.108,333
F Hitung = MSTR/MSE= = 126,115
72,222
𝑇𝐶 2 (ΣX)2
SST= Σ 𝑁𝐶
−
𝑁
𝑇𝐶 2
SSE= (ΣX ) – Σ( 2
𝑁𝐶
)
SSE= 817,875 – 813,625
SSE= 4,25
134,590
F Hitung = MSTR/MSE= = 190,098
0,708
b. MEKANISME INHIBISI :
Pada penambahan inhibitor enzim yang terjadai pula mekanisme inhibisi enzim
dengan cara sebagai sebagai berikut. Bahan obat uang menyebabkan penurunan
sintesis atau menaikkan penguraian enzim RE atau antara 2 obat atau beberapa
obat terdapat persaingan tempat ikatan pada enzim. Akibatnya, terjadi
penghambatan penguraian secara kompetitif sehingga laju metabolisme menurun.
Hubungan dengan efek farmakologinya :
Inhibisi beraryi hambatan terjadi langsung, dengan akibat peningkatan kadar obat
yang menjadi substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung
untuk mencegah terjadinya toksisitas, diperlukan penurunan dosis obat yang
bersangkutan atau bahlan tidak bolleh diberikan bersama penghambatnya (konta
indikasi) jika akibatnya membahayakan. Hambatan pada umumnya bersifat non
kompetitif (bukan substrat dari enzim yang bersangkutan atau ikatnnya
irreversible).
3. Bagaimana interaksi yang terjadi antara simetidin dan diazepam? dan apakah
efeknya?
Jawab :
- Komponen obat yang menghinbisi enzim hepatik seperti simetidin akan
meningkatkan efek dan memperpanjang efek sedatif dari diazepam.
- Simetidine akan memperpanjang tindakan diazepam oleh yang menghambat
eliminasi.
4. Jelaskan pengaruh kekurangan konsumsi asam amino terhadap kapasitas enzim
yang berperan dalam metabolisme obat!
Jawab :
- Tidak adanya pengikat logam pentin yang diperlukan dalam rekasi enzimatik.
- Mempengaruhi biotransformasi obat.
Asam amino sangat berpengaruh pada proses pembentukan pprotein dan sebagai
enzim terbentuk dari protein. Apabila kekurangan asam amino amaka tidak
adanya pengikat logam penting yang diperlukan dalam reaksi enzimatik sehingga
proses pembentukan enzim terhambat, kekurangan asam amino mempengaruhi
biotransformasi obat sehingga metabolisme terhambat.
5. Tuliskan reaksi metabolisme senyawa obat diazepam!
Jawab :
Diazepam mengalami reaksi fase I. diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh
Demethyalation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4 dan 3A5), hidroklasi (CYP3A4 dan
2C19) serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim.
Diazepam dimetabolisme oleh enzim hepatik (hepatic cytochrome enzyme
isozyme/CYP450) menjadi bentuk metabolit aktif yaitu oxazepam, temazepam, dan
desmethyldiazepam.
6. Jelaskan mekanisme kerja diazepam sehingga dapat menimbulkan efek sedatif?
Jawab :
a) Bekerja pada system gaba, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA
b) Reseptor benzodiazepine dalam seluruh system saraf pusat, terdapat dengan
kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipotalamus, dan otak kecil
c) Pada reseptor ini, benzodiazepine akan bekerja sebagai agonis
d) Terdapat korelasi sehingga terjadi aktivvitas farmakologi berbagai
benzodiazepine dengan afinitasnya pada tempat ikatan
e) Dengan adanya interaksi benzodiazepine, afinitas GABA terhadap reseptornya
akan meningkat dan dengan ini gaba akan meningkat
f) Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga
ion klorida akan lebih banyak mengalir masuk ke dalam sel
g) Meningkatnya ion klorida menyebabkan hiperppolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang.
H. Pembahasan
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolsime obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan duarasi dan intesitas khasiat
farmakologis obat. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-
sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran
pencernaan, paru-paru, ginjal dan kulit.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
reaksi fase I, meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Dan fase II atau
reaksi konjugasi. Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses tersebut Sebagian
terjadi didalam sel-sel hepar dan sisanya terjadi di organ-organ lain selain saluran cerna,
paru, ginjal dan darah.
Tujuan metabolisme obat adalah untuk mengubah obat yang non polar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal dan empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif. Tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik.
Hipnotik sedative merupakan golongan obat depresan system saraf pusat (SSP) yang
relative tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran,
keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi sedative
menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap perangsangan emosi dan menenangkan.
Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Obat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah obat yang memiliki kandungan
simetidin untuk mencermati metabolismenya dan diazepam untuk memberikan efek
sedative.
Mekanisme kerja diazepam dalam tubuh yaitu bekerja pada sistem GABA, yaitu
dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepine dalam
seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks
otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini,
benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat kolerasi tinggi antara aktiitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan
adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran
ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke
dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Pada praktikum kali ini menggunakan mencit yang dibagi menjadi 3 kelompok,
diazepam dan simetidine. Untuk melihat efek dari pemberian obat, dapat dilihat dari
jumlah jatuh mencit pada rotaroad, daya cengkram mencit, dan diameter pupil mata
mencit. Pada kelompok 1, mencit diberikan aquades secara peroral dan memperlihatkan
bahwa respon mencit sebelum dan sesudah diberikan aquades tidak menunjukkan adanya
perbedaan dalam daya cengkram dan pupil mata mencit. Daya cengkram yang
menunjukkan selalu kuat dengan hasil yang hampir sama dan pupil mata dengan diameter
yang selalu normal.
Dari hasil pengamatan bahwa obat yang diberikan pada mencit metabolismenya lebih
cepat adalah yang diberikan diazepam dan simetidin yang dikarenakan pemberian kedua
obat tersebut jika diberikan bersama dapat mengubah obat menjadi lebih polar dan sukar
larut dalam lemak sehingga obat tersebut mudah larut dalam air sehingga metabolisme
nya menjadi lebih cepat.
I. Kesimpulan
Pada praktikum P2 yang berjudul “Metabolisme Obat dan Efek Sedatif” dapat
disimpulkan bahwa :
- Mahasiswa telah mempelajari pengaruh beberapa senyawa kiia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
- Mahasiswa telah mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat.
- Mekanisme kerja diazepam dalam tubuh yaitu bekerja pada sistem GABA, yaitu
dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.
- Mekanisme kerja simetidine dalam tubuh yaitu simetidine merupakan antagonis
kompetitif histamine pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif
dapat menghambat sekresi asam lambung.
- Pada kelompok 1, mencit sesudah diberikan aquades tidak menunjukkan adanya
perbedaan dalam daya cengkram dan pupil mata mencit. Daya cengkram yang
menunjukkan selalu kuat dengan hasil yang hampir sama dan pupil mata dengan
diameter yang selalu normal.
- Pada kelompok 2, mencit sesudah diberikan diazepam dosis tunggal secara IM
ditunjukkan pada menit 30 sampai 60, daya cengkram pada mencit mulai lemah
dan pupil mata dengan diameter tidak normal menandakan bahwa efek dari
pemberian diazepam sudah bekerja. Dan jumlah jatuh mencit pada rotarod paling
banyak di menit 60.
- Pada kelompok 3, sesudah mencit diberikan simetidin secara peroral ditunjukkan
pada menit 30-120 daya cengkram mencit lemah dan diameter pupil mata yang
tidak normal. Dan jumlah jatuh mencit pada rotarod paling banyak di menit 120.
J. DAFTAR ACUAN
H. sarjono, Santoso dan Hadi R.D., 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2007. Farmakologi dasar dan Klinik Edisi
10. Jakarta: EGC, hal 355-368
Syarif, Amin, 1995, Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakulatas KedokteranUniversitas Indonesia: Jakarta.