Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TB PARU

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Medikal
Bedah
Dosen Pengampu: Ns. Fiora Ladesvita, M.Kep, Sp. Kep. MB

Disusun oleh:
Dila Sari Putri
1710711071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
JAKARTA
2021
HIV/AIDS

A. Definisi HIV/AIDS
Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus
dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma,
cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit
penyakit infeksi. (Pedoman Nasional Perawat, Dukungan Dan Pengobatan Bagi
ODHA, Jakarta, 2003, hal 1).
Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga
“sel CD – 4”.

B. Patofisiologis HIV/AIDS
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Jika virus
masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh
enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian
diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus. HIV menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan
CD4, terutama sekali limposit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan
mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi
sel monosit dan makrofag, sel langerhas pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar
limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak.
Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Sistem kekebalan
tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara besar-besaran yang
mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan
gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata
baru timbul 10 tahun sesudah infeksi

Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV:


1.Perilaku berisiko tinggi :
- Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa menggunakan kondom
- Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa
sterilisasi yang memadai.
- Hubungan seksual yang tidak aman : multipartner, pasangan seks individu yang
diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.
2.Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3.Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.
4.Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi.
Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan
keringat, air liur, air mata dan lain-lain.

C. Cara Penularan HIV/AIDS


Penularan HIV yang diketahui adalah melalui hubungan seksual (homo maupun
heteroseksual), darah (termasuk penggunaan jarum suntik), dan transplasental/perinatal
(dari ibu ke anak yang akan lahir). Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada penularan
suatu penyakit yaitu: sumber infeksi, vehikulum/media perantara, hospes yang rentan,
tempat keluar dan tempat masuk hospes baru
a.Transmisi Seksual
Hubungan seksual (penetrative sexual intercourse) baik vaginal maupun oral
merupakan cara transmisi yang paling sering terutama pada pasangan seksual
pasif yang menerima ejakulasi semen pengidap HIV. Diperkiran tiga per empat pengidap
HIV di dunia mendapatkan infeksi dengan cara ini. HIV dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dari pria-wanita, wanita-pria, dan pria-pria. Selama hubungan seksual
berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina,
penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran
darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan
mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual
b.Transmisi Nonseksual
Penularan virus HIV non seksual terjadi melalui jalur pemindahan darah atau
produk darah (transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dan melalui
luka kecil di kulit), jalur transplantasi alat tubuh, jalur transplasental yaitu penularan dari
ibu hamil dengan infeksi HIV kepada janinnya (Murtiastutik, 2008). Transmisi HIV non
seksual dapat terjadi pula pada petugas kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS dan
petugas laboratorium yang menangani spesimen cairan tubuh yang berasal dari penderita.
Penularan terjadi karena tertusuk jarum suntik yang sebelumnya digunakan penderita atau
kulit mukosa yang terkena cairan tubuh penderita
D. Gejala Klinis HIV/AIDS
Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV

Stadium klinis 1
 Asimtomatik
 Limfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2
 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana
 Erupsi pruritik papular
 Infeksi virus wart luas
 Angular cheilitis
 Moluskum kontagiosum luas
 Ulserasi oral berulang
 Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
 Eritema ginggival lineal
 Herpes zoster
 Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis,
tonsillitis )
 Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3
 Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat
terhadap terapi standara
 Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih )
 Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5 o C intermiten atau
konstan, > 1 bulan)
 Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan)
 Oral hairy leukoplakia
 Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
 TB kelenjar
 TB Paru
TB atau Tuberkulosis adalah penyakit yang menginfeksi saluran pernapasan dan
paru-paru. Gejala umum yang ditemui pada TB antara lain batuk parah, demam dan
kehilangan berat badan secara terus menerus. Penderita HIV/AIDS memiliki daya
tahan tubuh yang sangat rendah. karena virus HIV menyerang sistem kekebalan
tubuh mereka. Resikonya, selemah apa pun sel penyakit akan mudah masuk ke
dalam tubuh karena sistem kekebalan tubuh yang tidak bisa menangkal sehingga
akan mudah untuk terserang bakteri TB yang sangat kuat.
 Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
 Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
 Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis
 Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia (<500/mm 3) atau
trombositopenia (<50 000/ mm3)
Stadium klinis 4
 Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
berespons terhadap terapi standar
 Pneumonia pneumosistis
 Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis, infeksi
tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
 Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di
lokasi manapun)
 TB ekstrapulmonar
 Sarkoma Kaposi
 Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
 Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
 Ensefalopati HIV
 Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan
onset umur > 1bulan
 Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
 Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
 Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)
 Isosporiasis kronik
 Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
 Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik
 Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral
 Progressive multifocal leukoencephalopathy
Gejala klinis pada stadium AIDS juga dibagi menjadi gejala mayor dan minor. Gejala
mayor terdiri dari: penurunan berat badan >10% dalam tiga bulan, demam yang panjang
atau lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus
menerus, dan TBC. Gejala minor terdiri dari: batuk kronis selama lebih dari satu bulan,
infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albicans. Pembengkakan
kelenjar getah bening yang menetap, munculnya herpes zoster, berulang dan bercak-
bercak gatal diseluruh tubuh.

E. Diagnosis HIV/AIDS
Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan menyerupai
infeksi virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit tenggorokan, mialgia
(nyeri otot), demam dan berkeringat. Pasien mugkin mengalami beberapa gejala, tetapi
tidak mengalami keseluruhan gejala tersebut di atas. Pada stadium awal, pemeriksaan
laboratorium merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi virus HIV
atau tidak.
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode:
a) Metode langsung yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan
menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi
antigen virus yang makin popular belakangan ini adalah PCR (polymerase chain reaction).
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes
ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
b) Metode tidak Langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya
dengan ELISA, western blot, immunofluorescent assay (IFA), atau
radioimmunoprecipitation assay (RIPA).
Untuk diagnosis HIV yang lazim dipakai:
a) ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)
Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme linked
immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA
sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil
positif. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah
penyakit autoimun, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa
menyebabkan false positif. Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi yaitu sebesar 98,1%-
100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Hasil positif
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot.

b. Western Blot
Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk
mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang
ditemukan, berarti hasil tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein
ditemukan, berarti hasil tes positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa
menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi
setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika tes Western Blottetap tidak bisa
disimpulkan, maka tes Western Blotharus diulang lagi setelah enambulan. Jika tes tetap
negatif maka pasien dianggap HIV negatif. Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi
yaitu 99,6%-100%. Pemerikasaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar
24 jam.

F. Penanganan HIV/AIDS
a) Pengobatan suportif :
- Sebagian besar pasien dengan HIV/AIDS mengalami malnutrisi sehingga perlu
dukungan nutrisi yang sesuai
- Untuk mencegah sistem imunitas yang semakin menurun akibat terinfeksi HIV maka
dibutuhkan beberapa multivitamin seperti : B-complex, C, E

b) Pengobatan simptomatik: pada pasien dengan AIDS menunjukan beberapa gejala


klinis yang semakin parah ketika tidak ditindak lanjuti, sehingga diperlukan penanganan
atau pengobatan simptomatik sesuai kondisi pasien

c) Dukungan psikososial : pada pasien dengan HIV/ AIDS cenderung memiliki


permasalahan depresi dan atau ansietas dikarenakan faktor penyakit yang dialami,
sehingga perlu untuk mendapatkan penanganan untuk menurunkan adanya depresi atau
ansietas dari pasien dengan HIV/AIDS

d) Pengobatan antiretroviral ( ARV ): Terapi obat yang dikenal dengan nama


antiretroviral (ARV) berfungsi menghambat virus dalam merusak sistem kekebalan tubuh.
TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

DEFINISI
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru, agen
infeksius utama adalah Mycobakterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan
problem kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang.

A. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /µm dan tebal 0,3-0,6 /µm. sebagian besar
kuman terdiri dari asam lemak (lipid).
Sifat-sifat kuman:
1. Tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia karena
adanya lipid.
2. Bersifat aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya.
3. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
4. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu dalam sitoplasma
makrofag.

B. PATOFISIOLOGI
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus
atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru yang disebut granulomas diubah menjadi massa jaringan
fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bakteri dan makrofag
menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa ini mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bateri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit yang
aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman, dalam kasus ini,
tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki, bakteri
kemudian menyebar ke udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
PATHWAY

TANDA DAN GEJALA


1. Demam
Biasanya sub febril menyerupai demam influenza, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41ºC, penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif,
keadaan lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
3. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Maleise
Gejala maleise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan
makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

C. KOMPLIKASI
1. Hepatitis karena efek terapi obat-obatan
2. TB miliaris
3. Dermatitis
4. Gangguan GI
5. Hiperurisemia
6. Neuritis optika

D. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Pada apeks (puncak) paru, bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas,
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial, suara
nafas tambahan berupa ronkhi basah kasar dan nyaring.
Pada tuberkulosis paru yang yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila jaringan fibrotik amat luas,
lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran
darah paru-paru, meningkatnya tekanan arteri pulmonalis mengakibatkan cor
pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti: takipnea, takikardia, sianosis, right
ventricular lift, right atrial gallop, Graham-Steel murmur, bunyi P2 yang mengeras.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah
merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen
dengan densitas yang lebih pekat, dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas
dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Terdapat peningkatan laju endap darah, peningkatan jumlah leukosit, jumlah
limfosit di bawah normal.
b. Sputum
Pada pemeriksaan ini akan ditemukan kuman BTA, kriteria sputum BTA
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada
satu sediaan.
c. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5. T.U (intermediate
strength), setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaitu reaksi
persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.

E. TERAPI
Tuberkulosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama periode 6-12
bulan. 5 medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin (RIF), Streptomisin
(SM), etambutol (EMB), dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya sekresi bronkial
2. Hipertermia b/d proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang
tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
5. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaannya
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC RENCANA TINDAKAN/NIC


1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 1. Manajemen jalan nafas
b/d adanya transudat atau eksudat jam pasien mampu untuk mencapai skor 3 dalam: a. Buka jalan nafas dengan tehnik
pada rongga pleura chin lift atau jaw trust
1. Status pernafasan: ventilasi
b. Atur posisi klien untuk
a. Frekwensi pernafasan dalam batas yang
memaksimalkan ventilasi
diharapkan
c. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
b. Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan
d. Berikan terapi dada bila perlu
c. Kedalaman inspirasi
e. Kurangi sekresi dengan
d. Ekspansi dada
menganjurkan klien batuk atau
e. Kemudahan bernafas
laukan suction
f. Pengeluaran sputum
f. Ajarkan klien batuk efektif
g. Keadekuatan secara verbal
g. Auskultasi bunyi nafas, adanya
h. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
penurunan atau tidak adanya
i. Tidak ada suara nafas tambahan
ventilasi dan adanya suara nafas
j. Tidak ada pursed lip breathing
tambahan
k. Tidak ada dispnea saat istirahat dan saat
h. Berikan bronkhodilator sesuai
aktivitas
indikasi
l. Suara perkusi dalam batas yang diharapkan
i. Berikan terapi nebulizer, oksigen
m. Suara auskultasi dalam batas yang diharapkan
jika perlu
Skala:
j. Tingkatkan intake cairan untuk
1: sangat bermasalah
mempertahankan keseimbangan
2: bermasalah
cairan
3: sedang
k. Monitor status respirasi dan
4: sedikit bermasalah
oksigenasi
5: tidak bermasalah
2. Meningkatkan batuk
2. Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
a. Monitor hasil tes fungsi paru
NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC RENCANA TINDAKAN/NIC
a. Tidak ada demam b. Bantu klien dalam posisi duduk
b. Tidak ada ansietas dengan kepala sedikit fleksi, bahu
c. Frekwensi pernafasan dalam batas yang relaks dan lutut fleksi
diharapkan c. Anjurkan klien untuk nafas dalam
d. Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan dan tahan selama dua detik, lalu
e. Pengeluaran sputum batukkan saat ekspirasi dua atau
f. Tidak ada suara nafas tambahan tiga kali sekresi
Skala: d. Tingkatkan hidrasi cairan sistemik
1: sangat bermasalah jika perlu
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
2 Hipertermia b/d proses penyakit Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 24 Pengaturan suhu tubuh
jam pasien mampu mencapai skor 5 dalam: 1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
2. Monitor TD, nadi, respirasi
Termoregulasi:
3. Monitor warna kulit
1. Suhu tubuh 4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
2. Sakit kepala tidak tampak 5. Ajarkan pasien untuk mencegah
3. Tidak gelisah kelelahan karena panas
4. Perubahan warna kulit 6. Berikan kompres air biasa untuk
5. Berkeringat saat demam mengurangi demam
6. Menggigil ketika dingin 7. Berikan selimut hangat saat pasien
7. Nadi, pernafasan dalam batas yang diharapkan menggigil
8. Hidrasi adekuat 8. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC RENCANA TINDAKAN/NIC
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 1. Manajemen nutrisi
dari kebutuhan tubuh b/d intake jam pasien mampu mencapai skala 4 dalam hal: a. Kaji kemungkinan alergi makanan
nutrisi yang tidak adekuat b. Kaji makanan kesukaan klien
Status nutrisi:
c. Kerjasama dengan ahli gizi dalam
a. Intake makanan dan minuman
menentukan jumlah kalori, zat besi,
b. Intake nutrisi
protein dan vit.c
c. Kontrol BB
d. Tawarkan makanan ringan bila perlu
d. Masa tubuh
e. Berikan diet tinggi serat untuk
e. Ukuran biomekanik tubuh
mencegah konstipasi
f. Kebutuhan energi tercukupi
f. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi klien
Skala:
g. Pastikan kemampuan klien
1: sangat bermasalah
untuk memenuhi kebutuhan gizinya
2: bermasalah
3: sedang
2. Monitoring gizi
4: sedikit bermasalah
a. Timbang BB pasien pada interval
5: tidak bermasalah
waktu tertentu
b. Monitor kehilangan BB klien
c. Monitor turgor kulit, rambut rontok
dan kulit kering
d. Monitor mual muntah
e. Monitor albumin, total protein, Hb,
Ht
f. Monitor limfosit
g. Monitor tingkat energi, malaise,
kelemahan dan pucat
NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC RENCANA TINDAKAN/NIC
h. Catat adanya edema
4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 Manajemen Energi:
kelemahan jam pasien mampu mencapai skor 4 dalam: 1. Kaji kemampuan klien dalam
beraktivitas
Toleransi aktivitas:
2. Rencanakan aktivitas saat klien
1. Saturasi oksigen saat beraktivitas dalam batas mempunyai energi cukup
yang diharapkan 3. Berikan periode istirahat selama
2. Tanda-tanda vital saat beraktivitas dalam batas aktivitas
yang diharapkan 4. Monitor intake nutrisi untuk
3. Hasil EKG dalam batas yang diharapkan memastikan kecukupan energi
4. Warna kulit 5. Bantu klien memenuhi kebutuhan
5. Adanya usaha untuk bernafas akibat aktivitas perawatan diri
6. Berjalan dalam jarak yang jauh 6. Monitor TTV
7. Kekuatan 7. Evaluasi peningkatan aktivitas sesuai
8. Pemenuhan ADL dilaporkan toleransi

Skala:
1: sangat bermasalah
2: bermasalah
3: sedang
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
5 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 X 24 1. Pembelajaran: proses penyakit
regimen pengobatan dan tindakan jam pasien mampu meningkatkan: a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
kesehatan preventif b/d kurangnya 1. Pengetahuan: proses penyakit penyakit
informasi tentang proses penyakit a. Mengenal nama pemyakit b. Jelaskan patofisiologi penyait dan
dan penatalaksanaannya b. Deskripsi proses penyakit bagaimana kaitannya dengan anatomi
c. Deskripsi faktor penyebab atau faktor dan fisiologi tubuh
NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC RENCANA TINDAKAN/NIC
pencetus c. Deskripsikan tanda dan gejala umum
d. Deskripsi tanda dan gejala penyakit
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan d. Identifikasi kemungkinan penyebab
penyakit e. Berikan informasi tentang kondisi
f. Deskripsi komplikasi penyakit klien
g. Deskripsi tanda dan gejala omplikasi penyakit f. Berikan informasi tentang hasil
h. Deskripsi cara mencegah komplikasi pemeriksaan diagnostik
g. Diskusikan tentang pilihan terapi
Skala: h. Instruksikan klien untuk melaporkan
1: tidak ada tanda dan gejala kepada petugas
2: sedikit
3: sedang 2. Pembelajaran:
4: luas prosedur/perawatan
5: lengkap a. Informasian klien waktu pelaksanaan
prosedur/ perawatan
2. Pengetahuan: prosedur perawatan: b. Informasikan klien lama waktu
a. Deskripsi prosedur perawatan pelaksanaan prosedur/perawatan
b. Penjelasan tujuan perawatan c. Kaji pengalaman klien dan tingkat
c. Deskripsi langkah-langkah prosedur pengetahuan klien tentang prosedur
d. Deskripsi adanya pembatasan sehubungan yang dilakukan
dengan prosedur d. Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
e. Deskripsi alat-alat perawatan e. Instruksikan klien untuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
Skala: f. Instrusikan klien menggunakan tehnik
1: tidak ada koping untuk mengontrol beberapa
2: sedikit aspek selama prosedur/perawat
3: sedang
4: luas
5: lengkap
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier
Mosby.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:


Definition & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.

Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC.

Smeltzer, C. S. & Bare, G. B. 2008. Brunner & Suddarth’s Texbook of Medical-


Surgical Nursing11th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams &
Wilkins.

Wijaya, A. S., Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai