Disusun Oleh :
METODE PENELITIAN
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio. Dalam bahasa
Inggris adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut corruption
dan dalam bahasa Belanda disebut dengan coruptie, dari bahasa Belanda itulah
lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia, yakni korup yang berarti busuk, buruk;
suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri
dan sebagainya) (Setiadi, 2018: 250). Selain itu, Menurut Van Den Berg dan
Noorderhaven (dalam Hubah, dkk, 2020: 48) korupsi seringkali dipersepsikan
sebagai fenomena kompleks yang dapat dipahami sepenuhnya dengan
memperhatikan konteks sosial.
Hampir setiap hari kita masih membaca atau mendengar adanya berita
terkait korupsi, misalnya adalah berita mengenai operasi tangkap tangan (OTT)
terhadap pelaku korupsi. Salah satu kasus yang cukup menggemparkan adalah
tertangkap tangannya 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang oleh KPK. Selain
itu, tidak kalah menggemparkannya adalah berita mengenai tertangkap tangannya
anggota DPRD Kota Mataram yang melakukan pemerasan terkait dengan dana
bantuan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang terdampak bencana gempa bumi
Lombok, NTB (Setiadi, 2018: 250).
Korupsi di Indonesia terjadi di berbagai sektor. Sektor yang paling rawan
korupsi menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 2018 adalah
anggaran desa. Terdapat 96 kasus korupsi anggaran desa yang melibatkan 133
tersangka dengan kerugian negara sebesar Rp 37,2 miliar (Hubah, dkk, 2020: 47).
Tindak pidana korupsi sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka hingga
masa reformasi. Fenomena ini dapat terjadi karena rendahnya akhlak dan
pendidikan moral bangsa Indonesia. Padahal korupsi berakibat sangat berbahaya
bagi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi,
dan individu. Selain itu, korupsi menunjukkan pada perbuatan yang rusak, busuk,
bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan. Sehingga keberhasilan
pemberantasan korupsi membawa dampak positif yang meluas bagi rakyat,
bangsa dan negara (Waluyo, 2014: 171).
Tindak pidana korupsi terjadi pada berbagai sektor dan juga kekuasaan baik
eksekutif, legislatif, dan yudikatif juga sektor swasta (private sector). Oleh karena
itu, pemberantasan korupsi merupakan salah satu hal yang harus menjadi fokus
utama pemerintah dan bangsa Indonesia (Waluyo, 2014: 169). Menurut Setiadi
(2018: 253) ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk memberantas tindak
pidana korupsi, yaitu sebagai berikut :
a. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-
hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan
pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani
biaya ekstra atau pungutan liar.
b. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan
pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia.
c. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip “rule of law,”
memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses
pemberantasan korupsi.
d. Adanya ketentuan untuk mengumumkan putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi melalui media masa. Ketentuan ini
selain untuk memberikan informasi kepada publik juga sekaligus sebagai
sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi.
e. Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi juga harus dilakukan
secara terpadu dan terintegrasi dengan satu tujuan, yaitu untuk memberantas
korupsi.
Korupsi sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka hingga masa reformasi
saat ini. Tindak pidana korupsi dapat terjadi karena rendahnya akhlak dan
pendidikan moral bangsa Indonesia. Sehingga dalam upaya mewujudkan
Indonesia yang bebas dari tindak pidana korupsi perlu adanya kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan hukum
terhadap penyelenggara negara dan memberikan sanksi bagi pelaku korupsi.
Selain itu, masyarakat juga perlu berperan serta dalam pencegahan atau
pemberantasan korupsi dengan tidak terlibat korupsi, melaporkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan korupsi kepada pihak berwenang serta mempercayai dan
mendukung program pemerintah yang mengarah pada terwujudnya Indonesia
yang bebas korupsi (Hubah, dkk, 2020: 48)
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Korupsi menyebabkan berkurangnya kualitas pelayanan pemerintah
sehingga menjadi salah satu penghambat terbesar dalam pembangunan ekonomi
dan manusia. Selain itu, korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
dasar negara dan hukum Indonesia serta merugikan negara dan menghilangkan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
harus dilaksanakan dengan maksimal dan komprehensif agar dapat mengatasi
permasalahan korupsi hingga ke akarnya.
Indonesia harus bisa meningkatkan upaya pencegahan tindak pidana
korupsi. Jika pencegahan korupsi dilakukan dengan baik, maka Indonesia tidak
akan mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan ketika tindak pidana
korupsi terjadi. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan
pencegahan pada sektor pemberdayaan publik, sosial, dan masyarakat. Melalui
upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi kerugian negara dan mewujudkan
kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.
4.2 Saran
Untuk tercapainya salah satu tujuan dalam penyusunan artikel ilmiah ini,
yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang bebas dari tindak pidana
korupsi, maka penulis merekomendasikan beberapa saran bagi peneliti berikutnya.
Yang pertama adalah mengadakan penelitian lanjutan mengenai fenomena tindak
pidana korupsi serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Yang kedua adalah mengimplementasikan pendidikan anti korupsi sejak dini di
seluruh penjuru Nusantara untuk menciptakan nilai-nilai karakter anti korupsi
pada bangsa Indonesia. Dengan melakukan hal ini, diharapkan dapat terwujud
Indonesia yang lebih bersih dan tercapai kesejahteraan bagi seluruh lapisan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA