Anda di halaman 1dari 2

1.

Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi UNCLOS (United Nation Convention in the
Law of the Sea) memiliki kewenangan dan kedaulatan untuk menegakkan hukum yang berkaitan
dengan kepentingan dalam negeri di wilayah perairan yang berbatasan dengan negara lain, dalam
upaya penegakan hukum tersebut Indonesia harus menyelaraskan ketentuan hukum nasional
dengan ketentuan hukum internasional. Berdasarkan pasal 73 ayat (4) UNCLOS 1982 ketika
terjadi penangkapan atau penahanan kapal asing, negara pantai harus segera pemberitahukan
secara resmi kepada negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil
dan mengenai setiap hukuman yang dijatuhkan.
Salah satu kasus illegal fishing di Tahun 2015 yang mengadili nahkoda kapal milik asing melalui
proses pengadilan yaitu kasus Zhu Nian Le berkebangsaan Cina (Tiongkok) Nahkoda kapal
M.V. Hai.Fa dijerat dengan pasal 100 juncto pasal 7 ayat (2) UU nomor 31 tahun 2004
sebagaimana dirubah dengan UU nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Putusan Pengadilan
Perikanan Ambon menetapkan denda sebesar Rp 200 juta kepada Nahkoda Kapal Hai Fa,
keputusan ini tidak memberikan efek jera karena pelanggaran yang dilakukan serta kejahatan
penangkapan 15 ton ikan hiu koboi (carcharhinius longimanus) dan hiu martil (sphyma spp)
tanpa Surat Layak Operasi (SLO) merupakan tindak pidana yang sangat merugikan sumber daya
laut juga melanggar kedaulatan negara.

Penenggelaman dan peledakan puluhan kapal asing yang di lakukan oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) tanpa melalui persidangan ini memang merupakan kewenangan negara
yang berlandaskan pada pasal 69 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang menyatakan, “Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas
perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal
perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

2. Maraknya illegal fishing di Indonesia lima tahun terakhir ini menimbulkan banyak permasalahan
di sektor kelautan dan perikanan, karena selain melecehkan kedaulatan negara juga menimbulkan
kerugian keuangan negara. Kerugian akibat illegal fishing mencapai US$ 20 Miliar atau Rp.240
Triliun per tahun . Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur diluar dan berbatasan dengan
laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku
tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan
batas terluar 200 mil laut diukur dari pangkal laut wilayah Indonesia. Dengan ZEE ini
pemerintah memiliki hak berdaulat untuk menggunakan kebijakannya dalam mengatur kapal-
kapal asing yang melakukan illegal fishing di wilayah laut Indonesia.

3. Pertama, Undang-undang tidak berlaku surut artinya perundang-undangan hanya berlaku ketika
produk hukum ini telah dinyatakan berlaku, sehingga segala perbuatan yang pernah terjadi
sebelumnya tidak dapat kemudian diterapkan dengan undang-undang yang baru ini.

Kedua, asas legalitas yang dikenal dengan doktrin Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia
Lege Poenali yang artinya tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas ketentuan ketentuan
pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. (Pasal 1
KUHP)

Ketiga asas Lex superior derogat legi inferiori. Yang artinya Peraturan perundang-undangan
bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah,
kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh
undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih
rendah.

Ke-empat asas Lex specialis derogat legi generalis yang artinya bahwa aturan hukum yang
khusus akan menggesampingkan aturan hukum yang umum.

Kelima Asas lex posterior derogat legi priori yang artinya Aturan hukum yang lebih baru
mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama. Asas ini mewajibkan
menggunakan hukum yang baru.

Dan Keenam asas Welvaarstaat, bahwa Undang-undang adalah sarana untuk mencapai
kesejahteraan bagi masyarakat maupun individu.

Sedangkan dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan


terdapat 7 Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a.
kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

Anda mungkin juga menyukai