Fix Modul Arcgis
Fix Modul Arcgis
ArcGIS ?
ArcGIS Desktop adalah sebuah paket terpadu dan komprehensif aplikasi SIG keluaran ESRI
(Environmental System Research Institute) –sebuah perusahaan yang fokus pada solusi pemetaan
digital. ArcGIS telah mencakup kemampuan tiga level fungsionalitas, yaitu ArcView, ArcEditor,
dan ArcInfo (lihat Gambar 1). ArcView memiliki keunggulan pada pembuatan dan analisis data
spasial; ArcEditor unggul dalam pembuatan, editing, dan manipulasi geodatabase; dan ArcInfo
unggul dalam kemampuan geoprcessing nya. Dengan terintegrasinya tiga fungsionalitas ini dalam
ArcGIS, menjadikan ArcGIS sebagai software SIG paling powerfull hingga saat ini (ESRI, 2008).
2. Bukalah folder Anda, kemudian klik kanan > pilih New > Shapefile
Shapefile inilah yang sering kita kenal dengan istilah .shp
3. Definisikan:
- Nama file .shp
- Tipe data
- Pemilihan sistem koordinat yang digunakan tergantung pada peta yang akan di-digitasi.
Dalam latihan ini sistem koordinat yang digunakan adalah UTM (Universal Transverse
Mercator). Untuk mendefinisikannya secara lengkap, pilih “Projected Coordinate
System” > UTM > WGS 1984 > Pilih zona
Pada zona berapakah zona Anda… ???
Untuk mengisi sistem koordinat, pilih Edit. Kemudian untuk memilih/mendefinisikan sendiri
sistem koordinatnya, pilih Select. Sedangkan jika kita ingin mengambil sistem koordinat yang
sudah terdefinisi pada suatu peta (.shp) yang lain, kita dapat mengklik Import.
Dalam praktek kali ini, peta yang dibuat dan di-digitasi adalah peta dengan sistem koordinat UTM.
Maka, pada kotak dialog Browse For Coordinate System, pilihlah “Projected Cordinate Systems”
> klik Add > kemudian pilih jenis sistem proyeksinya “UTM” > kemudian untuk datum-nya pilih
“WGS 1984” > dan pada kotak dialog pemilihan zona, pilih zona dimana peta yang akan Anda
buat berada (lihat lampiran gambar zona UTM).
Dalam praktek ini, peta yang akan dibuat berada pada zona 49 S.
Hasil dari pendefinisian yang telah dilakukan, maka pada kotak dialog “Spatial Reference
Properties” kini sudah terisi informasi sistem koordinat nya. Kemudian klik OK.
5. Klik OK. Selesai !
Dapat dilihat pada halaman ArcCatalog, telah tertambahkan 1 file .shp bertipe polygon, yaitu
Wil.Administrasi.shp
Kotak dialog “Create Pyramids” akan muncul saat kita baru pertama kali me-load suatu
data raster ke dalam ArcMap.
3. Setelah peta ditampilkan, langkah selanjutnya adalah mengaktifkan tool bar Georeferencing.
Mengklik kanan mouse pada lokasi tool bar yang kosong kemudian pilih georeferencing.
Atau klik manu Tools > Customize
4. Tentukan titik kontrol yang dipilih atau dibuat minimal 4 titik, kemudian catat berapa nilai
koordinatnya. Saran: Pilihlah titik yang berada pada pojok-pojok peta.
X1 :456000 Y1 : 9149000 Titik Ikat 1
X2 :461000 Y2 : 9149000 Titik Ikat 2
X3 :………………………..Y3 : …………… Titik Ikat 3
X4 :………………………..Y4 : …………… Titik Ikat 4
5. Buatlah titik kontrol yang telah ditentukan. Gunakan icon Dimana X (hijau) merupakan
source (koordinat image) dan X (merah) merupakan destination (koordinat sebenarnya)
- Zoom ke lokasi titik ikat > klik icon > klik kiri pada titik yang telah direncanakan >
kemudian tanpa menggeser mouse, langsung klik kanan > pilih Input X Y
- Maka akan muncul kotak dialog “Enter Coordinates”. Masukkan nilai titik ikat 1 yang telah
direncanakan tadi. Kemudian klik OK.
8. Selesai. Gambar/peta Anda telah memiliki nilai geografis, maka gambar/peta sudah siap
untuk di-digitasi.
ao b ’c ” = a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )
4) Pastikan dulu bahwa “Target” nya benar, yaitu adalah layer yang akan di-edit.
1) Sebelum memulai digitasi yang baru, pastikan view Anda telah mengganti “Target”. “Target”
mendefinisikan layer manakah yang akan Anda edit.
2) Zoom terlebih dahulu lokasi yang akan di-digitasi. Dalam contoh ini, desa yang akan didigitasi
hanyalah Desa Tambong Wetan dan Desa Krajan.
PENTING !!!!
- Dalam mendigitasi polygon, buatlah (digitasi-lah) terlebih dahulu
polygon terluar. Hal ini penting untuk menghindari “overlap”
polygon ataupun adanya ruang kosong antar polygon.
- Dalam mendigitasi polygon, dimulai dari titik awal & diakhiri pada
titik awal itu pula.
Hasil digitasi polygon terluar:
Hanya terbentuk 1 polygon, yaitu polygon terluar dari Desa Tambong Wetan & Desa Krajan.
MENAMBAH FIELD
4. Definisikan nama field pada “Name” & jenis field pada “Type”
Dalam contoh ini, tambahkan 2 field, yaitu:
Field “Nama”, dengan tipe “Text”, dan
Field “Ket”, dengan tipe “Text”
3. Pilih / klik (menggunakan tools ) feature yang akan Anda input atributnya.
4. Buka tabel atribut dari layer yang bersangkutan
5. Lalu isikan atribut dari feature tersebut.
Penambahan data atribut dapat dilakukan dengan menggabungkan data atribut dari Database
yang lain. Pada program ArcGIS dimungkinkan menggabungkan data atribut dengan ekstensi
**.mdb, **.dbf, **.xlsx
1. Masuk ke ArcMap, bukalah terlebih data yang akan digabungkan data atributnya.
Misalnya data Podes DIY.dbf
Meskipun file tersebut berekstensi .dbf, tetap gunakan icon untuk menambahkan data
tersebut pada halaman View pada ArcMap.
2. Pastikan .shp sebagai tempat hasil join (dengan kata lain berarti .shp yang akan ditambahkan
atribut nya) telah ditambahkan pada View.
3. Kemudian klik kanan pada nama layer .shp > pilih Join and Relates > Join. Maka akan muncul
kotak dialog “Join Data”
5. Jika semua data telah diisi, klik OK. Tampilkan data hasil join dengan membuka atribut data
View. Pada hasil penggabungan data ditampilkan sumber dari field yang ditampilkan, misalnya
kolom podes_diy1.JMLH_RMH_T, hal ini menunjukkan kolom data dengan nama
JMLH_RMH_T berasal dari database podes_diy1.dbf.
6. Data hasil join dapat digabungkan lagi dengan data lain, dengan langkah no.3 dan 4.
7. Penggabungan data dapat juga dilakukan melalui properties data, dengan cara klik kanan
data View, pilih Properties, aktifkan tab Join&Relates, klik Add…, kemudian lakukan
langkah yang sama seperti no.3 dan klik OK
8. Jika ingin menyimpan data hasil penggabungan lakukan ekspor data, klik kanan pada
data View, pilih Data > Export Data…
9. Data yang telah digabungkan dapat juga dipisahkan kembali. Klik kanan data View Join
and Relates > Remove Join(s) > pilih data yang akan dipisahkan
3. Klik kanan pada nama file tersebut, lalu pilih Display XY Data
Pada kotak dialog yang muncul, definisikan:
- X : filed yang memuat informasi koordinat X
- Y : filed yang memuat informasi koordinat Y
- Definisikan sistem koordinatnya. Klik Edit
Setelah semua terdefinisi, klik “Apply/OK”
Maka, point-point yang ada sudah muncul pada ArcMap
4. Akan tetapi, point-point tersebut belum permanen, dan belum dapat dilakukan operasi
apapun (termasuk query), karena layer tersebut masih bersifat “temporary”. Maka, layer
temporary tersebut harus diubah dulu menjadi .shp
Caranya:
- Buka atribut dari tabel .xlsx nya
- Pilih semua record pada tabel tersebut. Memilih semua record dapat dilakukan secara
manual dengan icon , kemudian di-klik kan pada kepala record semua record yang
ada. ATAU, memilih semua record dapat pula dilakukan dengan klik Option > Select All
5. Setelah semua record dipilih > klik kanan pada layer dimana point-point tadi
direpresentasikan (biasanya nama layernya “Sheet1$Event”) > pilih Data > Export Data >
definisikan Output-nya (simpan pada folder Anda sendiri) > OK
6. Selesai… ! Data point GPS Anda telah menjadi peta digital dalam format .shp
CATATAN !!!!!!
Nilai koordinat yang dapat diinput secara langsung (untuk selanjutnya dibuat menjadi
peta digital dalam format .shp) hanya bisa dalam 2 bentuk (setau saya sampe saat ini n_n), yaitu
dalam bentuk (i) koordinat UTM, atau (ii) koordinat geografis dalam format Decimal Degree.
Kalau nilai koordinat dalam UTM, bisa langsung di-input. Aman ^-^ Bisa langsung
dijadikan .shp
Tapi, kalau koordinatnya dalam sistem geografis, harus dilihat dulu format penulisannya
seperti apa. Kalau format penulisannya masih dalam format Derajat – Menit – Detik (misalnya: 6o
30 ’45” LU atau 145 o 10 ’45” BT), maka perlu diubah dulu formatnya menjadi format Decimal
Degree (misalnya: 6,5787). Bagaimana cara konversinya ??? Di aplikasi UTM Converter sudah
disediakan rumusnya, jadi bisa tinggal input nilai “derajat”, “menit”, dan “detik” nya. Tapi akan
lebih baik & supaya tidak bingung asal klik-klik gitu, berikut ini cara konversi Derajat – Menit –
Detik ke Decimal Degree secara manual.
ao b ’c ” = a + ( b : 60 ) + ( c : 3600 )
Jadi, walaupun kita sudah memiliki software UTM Converter, harus dipahami benar,
bahwa TIDAK SERTA MERTA nilai koordinat geographic kita dapat langsung diinput dan
dikonversi. Tapi lihat dulu format penulisannya. Jika sudah dalam format DECIMAL DEGREE,
langsung aja diinput !!! tapi kalau belum, diubah dulu menjadi format DECIMAL DEGREE.
2. Begitu sheet terbuka, saran saya tidak usah bingung-bingung (dulu waktu saya pertama kali
buka halaman tersebut, saya bingunggggg. Bingung banget, harus input dimana gitu, karena
ada banyak kolom). Abaikan saja halaman tersebut, karena tidak semua kolom-kolom
tersebut DIBUTUHKAN oleh kita. Fokus saja pada kolom yang kita butuhkan. Nah, kolom apa
saja yang kita butuhkan? Lanjut baca point ke-3
3. Jika nilai koordinat SUDAH dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolom L
dan M, dengan ketentuan:
4. Jika nilai koordinat BELUM dalam DECIMAL DEGREE, masukkan nilai tersebut pada kolom-
kolom berikut, dengan ketentuan:
LIHAT PADA NILAI KOORDINAT Y / LATITUDE / NORTHING (setiap GPS kadang2
menyebutnya dengan salah satu dari nama tersebut. Tapi intinya sama saja kok, yaitu
koordinat Y)
Misalnya tertulis : 6o 30 ’45”
Maka, masukkan nilai DERAJAT, yaitu 6 pada kolom D2
masukkan nilai MENIT, yaitu 30 pada kolom E2
masukkan nilai DETIK, yaitu 45 pada kolom F2
Lihat pada kolom J merupakan nilai hasil konversi , yaitu nilai koordinat Y geographic kita
yang telah dalam format DECIMAL DEGREE, lihatlah pada cell J2 , tertulis 6,5125 (sama kan,
dengan perhitungan manual yang tadi kita lakukan :)
5. SELESAIIIIII……………
Definisikan pula nama file yang menjadi Output. Simpan pada folder Anda.
Klik OK. Selesai.
4. Hasil intersect :
PERHATIAN…. !!!!
- Intersect mensyaratkan adanya “irisan” atau “tampalan”
antar peta yang di-overlay.
- Yang akan keluar sebagai output HANYA bagian peta yang
bertampalan.
Secara atribut, dapat pula dilihat hasil overlay nya:
Kini, masing-masing record memiliki informasi dari kedua layer. Field “Ket_1” berasal dari
layer Poly_1.shp dan Field “Ket” berasal dari layer Poly_2.shp
Pada operasi intersect ini terjadi “pemecahan” data atribut (data atribut menjadi lebih rinci”.
Perhatikan pada record dengan “Ket_1” = “D”. Pada layer aslinya (Poly_1.shp)
hanya terdapat 1 record “D”, tapi setelah di-intersect dengan Poly_2.shp, terdapat
3 record “D”. Mengapa demikian? Karena record “D” tersebut dirinci menjadi: D1,
D2, dan D4.
Dengan demikianm dapat dikatakan bahwa:
Operasi “intersect” itu memecah (merinci) data, baik
secara grafis maupun atribut
CLIP = PENGAMBILAN
1. Dalam contoh ini, kita akan melakukan “Clip” masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi “intersect”, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2. Jika jendela “Toolbox” belum muncul, klik terlebih dahulu .
3. Klik tab “Index” yang ada pada bagian bawah jendela “Toolbox” > lalu ketik “Clip”
Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Clip (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar pengambilan
data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
5. Hasil CLIP:
Hanya terbentuk 2 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang
menghasilkan 4 polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi Clip ini, tidak
dilakukan PEMECAHAN / PERINCIAN data. Operasi clip hanya melakukan “PENGAMBILAN
DATA”. Data siapa yang diambil? Yaitu data dari “Input Feature” (lihat kembali pada kotak
dialog “Clip”).
Karenanya, dalam pendefinisian “Input Feature” dan ”Clip Feature” ini jangan sampai
terbalik. Hati-hati…. !
Tidak adanya pemecahan data dapat dilihat pada Tabel Attribute.
Berikut ini tabel atribut dari output “clip” diatas.
Cermati… ! Berbeda dengan output dari operasi intersect, record “D” pada output Clip hanya
terdapat 1 saja (pada intersect record D ada 3). Mengapa? Karena operasi Clip TIDAK merinci
record “D” menjadi record D1 dan D2.
Operasi CLIP hanya “mengambil data”
TIDAK merinci data
UNION = PENGGABUNGAN
1. Dalam contoh ini, kita akan melakukan “Union” masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi “intersect”, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2. Jika jendela “Toolbox” belum muncul, klik terlebih dahulu .
3. Klik tab “Index” yang ada pada bagian bawah jendela “Toolbox” > lalu ketik “Union”
Double klik pada “Union (Analysis)”. Maka akan muncul kotak dialog “Clip”
4. Pada kotak dialog “Clip” ini, definisikan peta yang akan digabung & definisikan Output file.
Simpan pada folder Anda sendiri. :
Terbentuk 11 polygon pada output (bandingkan pada operasi intersect yang menghasilkan 4
polygon pada Output-nya). Mengapa? Karena pada operasi UNION, Union melakukan
“PENGGABUNGAN DATA” (dalam konteks ini, yaitu polygon), baik data (dalam konteks
contoh ini yaitu polygon) tersebut bertampalan atau tidak.
Berikut ini tabel atribut dari output “Union” diatas.
Ketika saya meng-klik area ini , terdapat 2 polygon lain yang ikut terpilih.
Meskipun begitu, coba lihat pada tabel atribut dari output “Merge” berikut ini.
Dari 2 perbandingan antara “Union” dan “Merge” ini, tersisa satu pertanyaan:
“Kapan kita menggunakan UNION dan kapan kita menggunakan MERGE?”
ERASE = MENGHAPUS
1. Dalam contoh ini, kita akan melakukan “Erase” masih dengan menggunakan data yang sama
seperti halnya pada operasi “intersect”, yaitu menggunakan data Poly_1.shp dan Poly_2.shp
Keluarkan data .shp tersebut pada ArcMap.
2. Jika jendela “Toolbox” belum muncul, klik terlebih dahulu .
3. Klik tab “Index” yang ada pada bagian bawah jendela “Toolbox” > lalu ketik “Erase”
Definisikan:
- Peta yang akan di-Clip (yaitu peta yang akan diambil datanya)
- Peta yang digunakan untuk meng-Erase (yaitu peta yang menjadi acuan/dasar
pengambilan data)
- Output file. Simpan pada folder Anda sendiri.
Setelah semua terdefinisi, klik OK
5. Hasil ERASE:
Double klik pada “Buffer (analysis)”, Maka akan muncul kotak dialog “Buffer”
Jarak buffer
Diganti “ALL”
Tabel atributnya:
DISSOLVE = MENG-GENERALISASI
Operasi dissolve membuat suatu generalisasi tertentu BERDASARKAN criteria tertentu
dari suatu feature.
Double klik pada “Dissolve (Management)”, Maka akan muncul kotak dialog “Dissolve”
Sebelum Dissolve :
Pembuatan layout peta dilakukan pada halaman “Layout View”. Pada halaman ini, kita
melakukan berbagai pengaturan untuk menyiapkan peta siap cetak, mulai dari pengaturan ukuran
kertas, tata letak peta dan komponen-komponennya, penyisipan logo instansi, dll.
Begitu “Layout View” kita pilih, kemudian akan muncul toolbar Layout akan muncul. Tool ini
dapat digunakan untuk navigasi di sekitar layout peta.
Unsur-unsur peta dapat diatur dalam berbagai ukuran kertas dan orientasi kertas dapat
landscape atau portrait. Lebih baik kita menentukan hal ini lebih dulu sebelum memulai
proses layout peta. Ukuran peta dan orientasinya dapat dipilih dengan klik pada menu File dan
pilih Page and Print Setup. Dialog box Page and Print Setup akan muncul.
2. Warna Background peta dapat diubah dengan memilih data frame dan klik tombol Fill
Color pada Toolbar Draw. Jika kita sudah memilih warna background yang diinginkan, map
background color akan di-updated.
MENAMBAHKAN LEGENDA
Legenda dapat ditambahkan dengan mengklik menu Insert > Legend. Kemudian
dialog box Legend Wizard akan muncul.
Secara default, legenda mencakup semua layer dalam peta, dan jumlah
kolom l egenda menjadi satu. Kita dapat memilih layer mana yang akan ditampilkan dalam
legenda dengan memilih layer dari Map Layer box dan klik tanda panah kanan (>>).
Layer yang terpilih akan ditampilkan dalam box Legend Items. Jika sudah memilih,
tombol Next di-klik. Frame wizard yang kedua akan muncul.
Dalam frame ini, kita memasukan judul legenda, mengatur properties, dan
mengatur posisi judul. Kemudian tekan tombol Preview untuk melihat sampel
legenda yang tampil di peta. Kita harus mengklik tombol Preview lagi sebelum ke frame
dialog legend wizard berikutnya. Setelah semua parameter terpilih, klik Next. Dalam
frame ini, kita dapat memilih Legend Frame border, background color, dan drop shadow.
Jika sudah, tekan Next. Frame berikutnya akan muncul.
1) Buka ArcMap
2) Keluarkan data .dwg
Setelah tanda
+ di-klik, akan
mjd
Kontrol on-off layer pada .dwg sebenarnya pada check box ini. Maka akan muncul peta-peta nya.
4) Selanjutnya, untuk menconvert (.dwg) menjadi .shp, pada prinsipnya adalah dengan melakukan
export data.
5) Pertama-tama, Select terlebih dahulu feature yang akan di-convert. Untuk convert kali ini, saya
ingin mengconvert layer point nya. Maka, saya men-select dulu semua feature point.
- Matikan (jangan di-centang) layer-layer selain point
- Kemudian select feature nya menggunakan icon select feature . Supaya cepat, memilih
feature nya di-drag aja pemilihannya.
- Kemudian, klik kanan pada nama layer point >> pilih Export >> Data
Maka, layer point.shp yang tadi telah saya buat, telah terbentuk dan dapat tampil di ArcMap
Layer point.dwg
6) Lakukan cara yang sama (langkah 5-6) untuk mengconvert feature-feature yang lain n_n,…
Pada intinya langkah nya itu hanya memilih feature, lalu export !!!!
11# 3D ANALYST
Sejauh ini sistem koordinat kita hanya membahas bentuk 2D yaitu penggambaran lokasi
pada peta dengan koordinat X (lintang) dan koordinat Y (bujur). Sebenarnya ada satu lagi
aspek lokasi yang kita abaikan, yaitu koordinat Z atau informasi ketinggian. Dengan
bertambah majunya teknologi SIG, maka sekarang kita bisa menyimpan dan menampilkan
ketiga unsur tadi pada setiap titik yang ada pada peta digital di komputer menjadi tampilan
yang lebih mendekati kenyataan. Pada perangkat lunak SIG saat ini, suatu bidang 3D bisa
dihasilkan dari berbagai macam data dan berbagai cara.
Model medan digital (Digital Terrain Model/DTM) adalah data digital yang
menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi (atau bagiannya) yang terdiri dari
himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dan dari algoritma yang
mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli,1991).
Variasi dari permukaan bumi, seperti relief dapat disajikan secara matematis sebagi fungsi
dari posisi. Posisi dapat didefinisikan sebagai koordinat geografi (f,I), atau koordinat empat
persegi panjang (X,Y) pada peta berproyeksi misal, UTM. Data elevasi bisa mengacu pada
datum (seperti: mean sea level).
DTM juga merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan,
prosessing, dan menyajikan informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili
distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial diwakili oleh nilai-nilai pada
sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakilioleh ketingggian medan
dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991).
Sumber data DEM adalah data evaluasi yang dapat berupa garis dan titik yang dapat
diperoleh dari: foto udara tegak stereo, citra satelit stereo, maupun data pengukuran
lapangan; GPS, Thepdolith, EDM, Total Station, Echounsounder, peta topografi, linier array
image.
DEM umumnya menyajikan permukaan medan sebagai fungsi nilai tunggal:
Z = f (x,y)
dimana : x,y = posisi
Z = satu nilai ketinggian
Langkah awal untuk melakukan 3D analyst adalah membangun model elevasi digital (DEM, TIN).
Membuat DEM dari titik elevasi
1. Jalankan program ArcMap
2. Keluarkan data yang diperlukan, yaitu data
titik ketinggian.
3. Mengaktifkan 3D Analyst, dengan menu
View > Toolbar > 3D Analyst
4. Membangun DEM
(i) Membangun DEM dapat dilakukan
dengan beberapa cara, untuk data ketinggian tipe
titik, dapat dilakukan Krigging interpolation
Caranya: 3D Analyst > Interpolate to Raster >
Krigging
(ii) Surface Analyst Aspect caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Aspect
(iii) Surface Analyst Hillshade caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Hillshade
(iv) Surface Analyst Slope caranya sama dengan point (i) namun yang dpilih adalah
fungsi/fitur Slope
Sebagai tambahan, saat menggunakan surface analyst slope ini, sistem secara
otomatis akan mengkelaskan nilai (klasifikasi) kemiringan lerengnya. Namun, user
dapat mengubah sendiri klasifikasinya sesuai kebutuhan. Untuk mengubah klasifikasi
kemiringan lereng, caranya :
- Buka Data frame properties shapefile terkait, dengan cara double klik shapefile
- Masuk tab symbology > tentukan banyaknya kelas > klik Classify
Pastikan method-nya “Manual”
Tuliskan
kelas baru
di sini.
Diketik
manual
- Jadi:
(v) Surface Analyst Viewshade (Visibility) Untuk melakukan surface analyst visibility
dibutuhkan 2 data, yaitu peta dasar dan lokasi amatan. Maka, sebelum melakukan
analisa ini, praktikan terlebih dahulu membuat shapefile baru dan menentukan titik
amatan sembarang, dalam hal ini diumpamakan sebuah resort. Setelah itu, caranya
sama dengan cara-cara sebelumnya. Tinggal memilih 3D Analyst > Surface Analyst >
Viewshade
6. Berbagai turunan DEM dapat pula dilakukan dari data TIN. TIN dapat dibuat dari data
ketinggian baik yang berupa titik maupun garis (kontur).
Caranya: 3D Analyst > pilih Create/Modify TIN > Create TIN from feature
----------oo0o----------
REFERENSI :
ESRI (Environmental System Research Institute). 2008. What Is ArcGIS 9.3. New York:
ESRI.
Raharjo, Beni. Tutorial ArcGIS Bagi Pemula: Versi ArcGIS 9.3.1. Dipublikasikan oleh
GISTutorial.NET. Diakses dari situs www.gistutorial.net tanggal 16 Juni 2011.
Tim Penyusun. 2009. Petunjuk Praktikum Sistem Informasi Geografis Pemodelan Spasial.
Yogyakarta : Lab. SIG Fakultas Geografi, UGM.