Anda di halaman 1dari 78

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Daftar Tabel ......................................................................................................... v
Daftar Gambar ..................................................................................................... vi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup ............................................................................... 2
1.4 Mamfaat Penulisan ......................................................................... 2
1.5 Sistematika Pembahasan ................................................................ 3
Bab II Kriteria Desain
2.1 Klasifikasi Medan (Terrain) ........................................................... 5
2.2 Kelas dan Fungsi Jalan
2.2.1 Kelas Jalan ............................................................................. 6
2.2.2 Fungsi Jalan ........................................................................... 7
2.2.3 Tipe dan Status Jalan ............................................................. 8
2.3 Tipe Daerah .................................................................................... 8
2.4 Kriteria Desain dan Standar Perancangan Geometrik Jalan ........... 9
Bab III Perhitungan Awal
3.1 Penentuan Koordinat Awal Patok .................................................. 18
3.2 Perhitungan Jarak Lurus (d) ........................................................... 19
3.3 Perhitungan Sudut Azimuth (A) ..................................................... 19
3.4 Peritungan Sudut Tikungan (Δ) ...................................................... 20
Bab IV Alinyemen Horizontal
4.1 Pemilihan Jenis Tikungan .............................................................. 22
4.2 Perhitungan Properti Tikungan....................................................... 23
4.2.1 Tikungan Full Circle (FC) ..................................................... 23
4.2.2 Tikungan Spiral-Spiral (SS) .................................................. 26
4.2.3 Tikungan Spiral-Circle-Spiral (SCS) .................................... 27
4.3 Pelebaran Samping ........................................................................ 29
4.4 Stationing (STA) ........................................................................... 30
Bab V Diagram Superelevasi ....................................................................... 32
Bab VI Alinyemen Vertikal
6.1 Profil Tanah Asli ........................................................................... 41
6.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal dan Elevasi Titik Penting ......... 42
6.3 Perhitungan Stationing dan Elevasi Titik Penting ........................ 46
6.4 Koordinasi Trase Alinyemen Horizontal dan Vertikal ................. 50
6.5 Pengukuran Ketersediaan Jarak Tiap 100 meter ........................... 52
6.5.1 Jarak Pandang Henti (Jh) ..................................................... 52
6.5.2 Jarak Pandang Mendahului (Jd) ........................................... 54
Bab VII Potongan Melintang (Cross Section)
7.1 Tipikal Potongan Melintang Jalan ................................................ 55
7.2 Rumija, Rumaja, dan Ruwasja ...................................................... 56
7.3 Komposisi Potongan Melintang Jalan yang Didesain .................. 57
7.4 Potongan Melintang Jalan ............................................................. 58
7.5 Bangunan Pelengkap Jalan ............................................................ 64
Bab VIII Galian dan Timbunan
8.1 Pekerjaan Tanah ........................................................................... 65
8.2 Volume Galian dan Timbunan....................................................... 66
Bab IX Kesimpulan .......................................................................................... 68
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman


Tabel 2.1 Perhitungan Kemiringan Melintang Medan Jalan 6
Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan 6
Tabel 2.3 Klasifikasi Kelas Jalan 7
Tabel 2.4 Klasifikasi Sistem Jaringan Jalan dan Fungsi Jalan 7
Tabel 2.5 Spefisikasi Umum Jalan Rencana 8
Tabel 2.6 Kriteria Desain Geometrik Jalan 9
Tabel Rekapitulasi Koordinat-koordinat 13
Tabel Rekapitulasi Perhitungan 19
Tabel Penentuan Nilai e dan Ls (AASHTO, 2001) 22,23,24
Tabel Rekapitulasi Perhitungan Properti Tikungan
Full Circle 23
Tabel Rekapitulasi Perhitungan SCS 26
Tabel Penentuan Dimensi Pelebaran Samping 26
Tabel Rekapitulasi Dimensi Pelebaran Samping 27
Tabel Stationing Titik Penting Tiap Tikungan 27
Tabel 5.1 Rekapitulasi R Desain dan Superelevasi Setiap
Tikungan 32
Tabel 5.2 Tabel Penentuan Superelevasi (AASHTO, 2001) 33
Tabel 6.1 Tabelisasi Pemilihan Panjang Lengkung Vertikal
Maksimum dari Beberapa Kriteria 44
Tabel 6.2 Tabelisasi Perhitungan Jarak, Gradien, Nilai A
(Perbedaan Aljabar untuk Kelandaian) dan Panjang
Lengkung 45
Tabel 6.3 Tabelisasi Perhitungan Stasiun dan Elevasi Titik-titik
Penting 49
Tabel 6.4 Tabel Koordinat Alinyemen Vertikal dan Horizontal 51
DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman


Tinggi Ruang bebas Vertikal Minimum 12
Jari-Jari Tikungan Minimum dengan Kemiringan
Normal 13
Gambar Trase Koordinat Patok 19
Gambar Sudut Azimuth tiap Patok 19
Perhitungan Sudut Tikungan 20
Gambar Properti Tikungan Full Circle 24
Gambar Properti Tikungan Spiral-Spiral 26
Gambar Properti Tikungan Spiral-Circle-Spiral 28
Gambar Profil Tanah Asli 42
Gambar Profil Memanjang Rencana Jalan 45
Gambar Koordinasi Alinyemen Vertikal dan Horixontal 51
Gambar 5.1 Diagram Superelevasi Tikungan PI1 33
Gambar 5.2 Diagram Superelevasi Tikungan PI2 34
Gambar 5.3 Diagram Superelevasi Tikungan PI3 35
Gambar 5.4 Diagram Superelevasi Tikungan PI4 36
Gambar 5.5 Diagram Superelevasi Tikungan B 37
Gambar 5.6 Diagram Superelevasi Tikungan PI5 38
Gambar 5.7 Diagram Superelevasi Tikungan PI6 39
Gambar 5.8 Diagram Superelevasi Tikungan PI7 40
Gambar 7.1 Defenisi Bagian Jalan 56
Gambar 7.2 Sketsa Potongan Melintang Jalan Rencana 57
Gambar 7.3 Penampang Melintang Saluran Drainase jalan 58
Gambar 7.4 Tipikal Potongan Melintang Timbunan 59
Gambar 7.5 Tipikal Potongan Melintang Galian 58
Gambar 7.6 Tipikal Jembatan 64
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam
kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya
adalah jalan raya.

Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu


lintas perekonomian suatu daerah karena perkembangan prasarana jalan
berfungsi meunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga
dapat memperlancar pemerataan hasil pembangunan dalam suatu Negara.
Disamping hal ini tersebur pembangunan prasarana jalan juga merupakan
upaya dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah tersebut akan
meningkatkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian, jalan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan sarta mempercepat
proses pembangunan. Kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik tidaknya suatu
jalan.

Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencaaan jalan


dimana geometrik atau di mensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-
bagian disesuikan dengan tuntunan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Jadi, dengan
ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang sehubungan
dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan efisiensi
keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas pertimbangan
ekonomi yang layak.

Atas dasar itulah dirasa perlu untuk mengangkat Geometrik Jalan Raya
sebagai Tugas Besar yang wajib untuk di selesaikan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari penyusunan Tugas Besar Geometrik Jalan Raya ini
adalah sebagai syarat kelulusan mata kuliah Geomterik Jalan Raya
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan Tugas Besar Geometrik Jalan Raya ini
adalah :
1. Dapat mendesain geometrik jalan sesuai dengan aturan standar yang
berlaku di Indonesia.
2. Dapat merencanakan jalan yang didasarkan kepada kebutuhan dan
analisa pengaruh jalan terhadap perkembangan wilayah sekitar.
3. Dapat merencanakan jalan yang berorientasi pada efisiensi tingkat
pelayanan jalan dengan mengutamakan faktor kenyamanan dan
keselamatan pengguna jalan.
4. Dapat menghasilkan desain geometrik jalan yang memaksimalkan
rasio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan.
5. Mahasiswa mampu memahami perancangan Geometrik Jalan, serta
mampu merencanakan jalan dengan baik dan benar dikemudian hari.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup Geometrik jalan raya, meliputi :
1. Perencanaan trase, alinyemen horizontal dan alinyemen vertical
2. Penetapan jari-jari tikungan, kecepatan tikungan, kemiringan melintang
(super elevasi), lenkung peralihan, dan jarak pandang bebas.
3. Penggambaran profil memajang dan melintang

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Secara teoritis manfaat penulisan dan penyusunan tugas besar ini
adalah mahasiswa mampu memahami berbagai hal yang perlu di
perhatikan dalam merancang geometrik jalan raya.
1.4.2 Aplikatif
Secara aplikatif manfaat penulisan dan penyusunan tugas besar ini
adalah mahasiswa mampu menciptakan rancangan jalan raya yang dapat
memberikan pelayanan optimal berupa keamanan dan kenyamanan bagi
pengguna jalan sesuai dengan fungsi jalan.

1.5 Sistematika Pembahasan


BAB I – PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penyusunan tugas besar Geomterik Jalan Raya, Maksud
dan tujuan penyusunan tugas, serta ruang lingkup

BAB II – KRITERIA PERANCANGAN


Bab ini berisi klasifikasi medan (terrain), klas dan fungsi jalan, tipe daerah dan
kristeria desain dan standar perancangan Geomterik Jalan Raya.

BAB III - PERHITUNGAN AWAL


Bab ini berisi penetapan titik awal dan akhir besertas koridor jalan, penentuan
trase alinyemen horizontal, perhitungan koodinat, azimuth,
Serta sudut tikungan.

BAB IV – PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL


Bab ini berisi perhitungan, stationing, pelebaran samping

BAB V – DIAGRAM SUPER ELEVASI


Bab ini berisi diagram super elevasi

BAB VI - PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL


Bab ini berisi profil tanah asli, perhitungan aliyemen vertikel dan elevasi titik
penting, koordinasi trase aliyemen horizontal dan vertikel, serta pengkuran
ketersediaan jarak pandang tiap 100 meter.
BAB VII – POTONGAN MELNTANG
Bab ini berisi tipikal potongan melintang jalan, rumija, rumaja, rumasja,
komposisi melintang jalan yang didesain, bangunan perlengkapan jalan.

BAB VIII – GALIAN DAN TIMBUNAN


Bab ini berisi volume galian dan timbunan yang akan di hitung sesaui yang
direncanakan

BAB IX – PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan penyusunan tugas besar
geometric jalan raya.
BAB II
KRITERIA PERANCANGAN

Penetapan Desain Kriteria Jalan meliputi pemilihan ketentuan-ketentuan yang


akan digunakan dalam perancangan geometrik jalan. Acuan yang digunakan dalam
penentuan kriteria desain jalan ini adalah A Policy on Geometric Design of
Highways and Street (AASHTO, 2004), UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan, dan
peraturan lainnya. Jalan yang akan dirancang pada tugas ini adalah jalan antar kota
yang menghubungkan titik A dan titik B, sehingga harus mengikuti kriteria
perancangan jalan antar kota. Kriteria perancangan meliputi beberapa hal, antara lain

2.1 Klasifikasi Medan (Terrain)


Penentuan klasifikasi medan tempat perancangan jalan diperlukan sebagai
salah satu kriteria awal penentuan kriteria desain jalan yang akan dirancang
berkaitan dengan pencapaian tingkat keamanan dan efektivitas jalan rencana
baik dari segi kemudahan pelaksanaan, efisiensi biaya, dan aspek estetis jalan.
Klasifikasi medan didasarkan pada kemiringan melintang tegak lurus dari
trase rencana jalan. Metode yang dilakukan adalah dengan menghitung nilai
rata-rata kemiringan melintang garis bantu yang memotong tegak lurus trase
jalan setiap jarak 100 m. Nilai inilah yang dijadikan dasar untuk
mengklasifikasikan medan jalan sesuai dengan peraturan yang ada.
Adapun langkah penentuan klasifikasi medan ini adalah:
a. Membuat garis tegak lurus as jalan sepanjang 50 m yaitu 25 m ke sisi kiri as
jalan dan 25 m sisi kanan as jalan. Garis ini dibuat setiap jarak 100 m di
sepanjang trase.
b. Mengumpulkan data elevasi setiap ujung garis bantu tadi lalu dimasukkan ke
dalam tabel perhitungan kelandaian medan jalan.
c. Menghitung kemiringan setiap garis dengan menggunakan rumus:
Elevasi 25m kiri - Elevasi 25 m kanan
% Kemiringan = x100 %
Jarak antar titik
d. Menghitung nilai rata-rata persentase kemiringan jalan
e. Menetapkan klasifikasi medan jalan dengan membandingkan antara nilai
rata-rata yang diperoleh dengan nilai yang sesuai pada tabel standar
penentuan kelandaian jalan.

Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

Datar D <3

Bukit B 3 – 25

Pegunungan G >25

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jadi, berdasarkan Soal Geometrik Jalan Raya maka aturan klasifikasi Medan
jalan yang di rencanakan termasuk dalam klasifikasi Bukit karena Kelandaian
daerah > 10%

2.2 Kelas dan Fungsi Jalan


2.2.1 Kelas Jalan
Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan
prasarana jalan. Kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Kelas jalan
berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas:
Tabel 2.2 Klasifikasi Kelas Jalan
Kelas Jalan

Jalan bebas Jalan Raya Jalan Sedang Jalan kecil


hambatan
(Highways) (Roads)
(freeways)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Kelas jalan yang akan direncanakan adalah Jalan Sedang (Roads).
Spesifikasi jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang
dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua)
lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.

2.2.2 Fungsi Jalan

Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan,
fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Fungsi
jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder.
Tabel 2.3 Klasifikasi Sistem Jaringan Jalan dan Fungsi Jalan
Sistem Jaringan Jalan
Primer Sekunder
S Fungsi Jalan
u Arteri Arteri Primer Arteri Sekunder

b
Kolektor Kolektor Primer Kolektor Sekunder
e Lokal Lokal Primer Lokal Sekunder
r
Lingkungan Lingkungan Primer Lingkungan Sekunder
:
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Fungsi jalan yang akan direncanakan adalah jalan Kolektor Primer.


Jalan kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan
wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

2.2.3 Tipe dan status Jalan


Tipe jalan ditentukan berdasarkan kebutuhan lalu lintas pada ruas jalan
tersebut. Tipe jalan yang dipilih adalah tipe 2 Lajur 2 Arah Tidak
Terbagi (2/2 UD) .
2. 3 Tipe Daerah
Tujuan penentuan tipe daerah yakni untuk memperoleh salah satu kriteria
perancangan yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan batas superelevasi dan
berpengaruh terhadap detail komponen desain perencanaan geometrik jalan.
Adapun tipe daerah pada medan ini adalah daerah rural (antar kota).

2.4 Kriteria Desain dan Standar Perancangan Geometrik Jalan


Penentuan kriteria desain dan standar perancangan geometrik jalan
dilakukan dengan mengkaji spesifikasi jalan rencana pada acuan dan ketentuan
yang berlaku. Adapun spesifikasi umum jalan yang akan direncanakan adalah
sebagai berikut.

Tabel 2.4 Spesifikasi umum jalan rencana

Kelas Jalan Jalan Sedang

Fungsi Jalan Kolektor Primer

Tipe Jalan 2/2 UD

Status Jalan Jalan Antar Kota

Klasifikasi Medan Bukit

Adapun peraturan yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:


a. UU No. 38 tahun 2004
b. Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota (Departemen PU DirJen
Bina Marga)
c. Standar Jalan perkotaan tahun 1992
d. A Policy on Geometric Design of Highways and Street (AASHTO, 2004)
Tabel 2.5 Kriteria Desain Geometrik Jalan

No Parameter Geometrik Satuan KRIT Acuan

1. Kecepatan Rencana km/jam 60 Tabel 2.6

2. Parameter Potongan Melintang

Lebar Lajur Lalu Lintas


M 2 x 3,5 Pasal 10 Ayat 3

Lebar Bahu Luar Tabel 2.7


M 1,5

Kemiringan Melintang
Normal Jalur Lalulintas % 2 b

Kemiringan Melintang
Normal Bahu Luar % 4 b

Superelavasi Maksimum
% 10 Soal

Tinggi Ruang Bebas


Vertikal Minimum M 5,1 c

3. Jarak Pandang

Jarak Pandang Henti M 75 Tabel 2.8


Minimum

Jarak Pandang Menyiap M 350 Tabel 2.9


No Parameter Geometrik Satuan KRIT Acuan

4. Parameter Alinemen Horizontal

Jari-jari Tikungan M Tabel 2.10


Minimum 110

Jari-jari Tikungan
Minimum Dengan M 1200 d hal 158
Kemiringan Normal
Panjang Tikungan M Tabel 2.11
Minimum 100

Panjang Lengkung M Tabel 2.12


Peralihan Minimum 50

Jari-jari Tikungan Tanpa M Tabel 2.13


Lengkung Peralihan 500

Kemiringan Permukaan - Tabel 2.14


Relatif Maksimum 1/150

5.
Parameter Alinemen Vertikal

Landai Maksimum % 8
Tabel 2.15

Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal :

- Cembung M 2000 Tabel 2.16

- Cekung M 1500 Tabel 2.16

Panjang Minimum M 60 Tabel 2.17


Lengkung Vertikal
Lampiran Referensi

Kecepatan Rencana
Tabel 2.6. Kecepatan Rencana V R, Sesuai Klasfifikasi Fungsi dan Klasifikasi Medan
Jalan

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997, Hal 11, Tabel II.6

Lebar Lajur Lalu Lintas


UU 38 tahun 2004 pasal 10 ayat 3
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua)
arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter;

Lebar Bahu Luar


Tabel 2.7. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Kemiringan Melintang Normal Jalur Lalu lintas & Bahu Luar

Tata cara jalan antar kota


Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut :
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil
Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%.

Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997,
Jarak Pandang Henti Minimum
Tabel 2.8. Jarak Pandang Henti (J h ) minimum

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jarak Pandang Menyiap


Tabel 2.9. Panjang Jarak Pandang Mendahului

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jari-jari Tikungan Minimum


Tabel 2.10. Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jari-jari Tikungan Minimum Dengan Kemiringan Normal

Sumber :
A Policy on Geometric Design
of Highways and Street
(AASHTO, 2004)
Panjang Tikungan Minimum
Tabel 2.11. Panjang Tikungan Minumum

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Panjang Lengkung Peralihan Minimum


Tabel 2.12. Panjang Lengkung Peralihan (L), Dan Panjang Pencapaian Superelevasi
(L e ) Untuk Jalan 1 Jalur – 2 Lajur – 2 Arah

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Jari-jari Tikungan Tanpa Lengkung Peralihan
Tabel 2.13. Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkungan peralihan

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum

Tabel 2.14. Kemiringan Permukaaan Relative Maksimum Antara Tepi dan As Jalan Dengan
Pekerasan 2 Jalur

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Landai Maksimum

Tabel 2.15. Kelandaian maksimum yang diizinkan

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung

Tabel 2.16. Panjang Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Tabel 2.17. Panjang Minumum Lengkung Vertikel

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Adapun skala gambar yang digunakan adalah sebagai berikut:

SKALA GAMBAR

PLAN (ALINYEMEN HORIZONTAL) = SKALA HORIZONTAL (1:1000)

PROFILE (ALINYEMEN VERTICAL) = SKALA HORIZONTAL (1:1000)

SKALA VERTICAL 1:100

CROSS SECTION = SKALA HORIZONTAL(1:100)

SKALA VERTIKAL (1:100)


BAB III
PERHITUNGAN AWAL

3.1 Penentuan Koordinat Patok


Berdasarkan trase yang telah di buat sesuai keadaan medan/ topografi
lapangan, kemudian di buat koordinat antar patoknya:

3525

3025

2525

2025

1525

1025

505

505 1025 1525 2025 2525 3025 3525 4025 4525 5025 5525

Tabel 3.1. Rekapitulasi Koordinat - Koordinat

No. Titik X Y
1 A 615 2001
2 PI₁ 865 1592
3 PI₂ 1533 1535
4 PI₃ 2040 680
5 PI₄ 2485 780
6 PI₅ 568 945
7 B 3278 659
8 PI₆ 3721 634
9 PI₇ 4129 284
10 C 4926 894
1.2 Perhitungan Jarak Lurus (d)
Setelah di dapatkan koordinat antar patoknya, maka dapat dihitung jarak
antar titik sebagai berikut:

2 2
d=√
( X 2−X 1 ) + ( Y 2−Y 1 )

\Patok A -PI₁
(X2-X1)² + (Y2-Y1)²
d=

(865-615)² + (1592-2001)²
=

= 500 m
3.3 Perhitungan Sudut Azimuth (α)
Sudut azimuth dihitung berdasarkan arah utara. Jadi arah utara
(x2 - x1)
α₁ = 180 - arc tan
(y2 - y1)

= 180 - arc tan 250


433
= 150°

3.4 Perhitungan Sudut Tikungan (Δ)


Sudut tikungan adalah selisih antara sudut azimuth dari titik sebelum dan sudut
azimuth titik sesudah.

Δ₁ = │α₁ - α₂│

Δ₁ = │α₁ - α₂│
= 150 - 95
= 55°
Tabel 3.2. Rekapitulasi Perhitungan

Koordinator
Patok Jarak (m) α (°) Δ (°)
X Y

A 611 2001 147


500 55
PI₁ 861 1568 95
651 30
PI₂ 1509 1511 125
619 48
PI₃ 2016 1156 77
456 10
PI₄ 2461 1256 67
417 51
PI₅ 2844 1421 118
462 31
B 3254 1635 87
444 22
PI₆ 3697 1610 65
450 20
PI₇ 4105 1800 85
800
C 4902 1870
BAB IV
ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.


Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-
garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah
busur peralihan, busur peralihan saja ataupun busur lingkaran saja

4.1 Pemilihan Jenis Tikungan


Pemilihan tikungan berdasarkan bagan alir di bawah ini:

Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral

Ya
Lc < 20 Tikungan Spiral-Spiral

Tidak
Ya
p < 0.2 m
Tikungan Lingkaran

Tidak

Ya
e < min (0.04
Tikungan Lingkaran
atau 1.5 en)

Tidak

Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral

Gambar 4.1. Diagram alir pemilihan jenis tikungan.


Tabel 4.1. Rekapitulasi Jenis Tikungan

Tikungan Jenis Tikungan

PI 1 Full Circle (FC)


PI 2 Full Circle (FC)
PI 3 Full Circle (FC)
PI 4 Full Circle (FC)
PI 5 Full Circle (FC)
B Full Circle (FC)
PI 6 Full Circle (FC)
PI 7 Full Circle (FC)

4.2 Perhitungan Properti Tikungan


4.2.1 Tikungan Full Circle (FC)

Tabel 4.2 Tabel Penentuan Nilai e dan Ls (AASHTO, 2001)


Gambar 4.2. Tikungan Full Circle (FC)

Keterangan Gambar:

VR = Kecepatan Kendaraan

Δ = Sudut Tikungan

TC = Panjang tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC)

Lc = Panjang Busur Lingkaran

Ec = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran

Semua Tikungan yang direncanakan tergolong Full Circle (FC)

Contoh Perhitungan:

Ditinjau PI 1

Diketahui: VR = 60 km/jam

Δ = 52°

Rd = 400 m
Tc = Rd tan ½ ∆

= 400 x tan ( ½ . 55)

= 208,227 m

Lc =
180 𝑥𝑥 𝜋𝜋 𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑅𝑅
55
= 180
𝑥𝑥 3,14 𝑥𝑥 400

= 383,972 m

Ec = Tc tan ¼ ∆

= 208,227 tan ( ¼ x 55)

= 50,952 m

Tabel 4.3. Rekapitulasi Perhitungan Properti Tikungan Full Circle

DATA FULL CIRCLE


∆ (°)
Rd E Ls Tc Lc Ec
PI 1 55 400 0.050 30 208.227 383.972 50.953

PI 2 30 1000 0.022 13 267.949 523.499 35.276

PI 3 44 500 0.042 25 202.013 383.972 39.267

PI 4 18 1300 RC 12 205.900 408.407 16.205

PI 5 62 300 0.063 38 180.258 324,631 49.990

B 82 250 0.056 31 217.322 357,793 81.253

PI 6 22 1000 0.022 13 194.380 383.972 18.717

PI 7 20 1200 RC 12 211.592 418.879 18.511


4.2.2 Tikungan Spiral – Spiral (SS)

Tabel 4.4 Tabel Penentuan Nilai e dan Ls (AASHTO, 2001)

Gambar 4.3. Tikungan Spiral-spiral (FC)


Keterangan gambar :
Δ = Sudut Tikungan
TS = Titik dari tangen ke spiral
E = Jarak dari PI ke busur lingkaran
θc = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
Rc = Jari-jari lingkaran

Tikungan yang direncanakan tidak ada yang tergolong tikungan Spiral


Spiral (SS) karena tidak memenuhi syarat untuk digunakan

4.2.3. Tikungan Spiral - Circle - Spiral (SCS)


Tikungan yang direncanakan tidak ada yang tergolong

tikungan SpiraSpiral (SS) karena tidak memenuhi syarat untuk digunakan

Tabel 4.5. Tabel Penentuan Nilai e dan Ls (AASHTO, 2001)


Gambar 4.4. Tikungan Full Circle (FC)

Keterangan gambar :

Tt = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST

TS = Titik dari tangen ke spiral

SC = Titik dari spiral ke lingkaran

θc = Sudut lengkung spiral terhadap tangen

K = Absis dari P pada garis tangen spiral

Rr = Jari-jari lingkaran

Tikungan yang direncanakan tidak ada yang tergolong tikungan Spiral

Circle Spiral (SCS) karena tidak memenuhi syarat untuk digunakan


4.3 Pelebaran Samping
Penentuan dimensi pelebaran samping ini ditentukan berdasarkan tabel
penentuan pelebaran samping menurut AASHTO 2001 dengan memperhatikan
parameter kecepatan rencana, jari-jari tikungan, dan lebar lajur.

Tabel 4.6. Pelebaran Samping (AASHTO, 2001)


Tabel 4.7. Nilai di interpolasi

VR Rd Lebar jalan
Tikungan Nilai
(km/jam) (m) (m)

PI 1 400 0.6
PI 2 1000 0.3
PI 3 500 0.5
PI 4 1300 0.1
60 7
PI 5 300 0.8
B 250 0.9
PI 6 1000 0.3
PI 7 1200 0.2

Catatan: Semua Tikungan nilainya diinterpolasikan

4.4 Stationing (STA)


Jarak pada stationing diambil berdasarkan titik-titik penting pada tiap
tikungan. Berikut stationing ditabelkan dibawah ini:
Tabel 4.7. Jarak Pada Stationing

PATOK JENIS TIKUNGAN STA

A A 0+000

TC 0+291,773
PI 1 F-C
CT 0+675,745

TC 0+850,569
PI 2 F-C
CT 1+374,068

TC 1+523,106
PI 3 F-C
CT 1+907,078
TC 1+949,165
PI 4 F-C
CT 2+357,572

TC 2+401,414
PI 5 F-C
CT 2+726,045

TC 2+828,465
B F-C
CT 3+186,258

TC 3+424,556
PI 6 F-C
CT 3+808,528

TC 3+852,556
PI 7 F-C
CT 4+271,435

C 5+071,435

Keterangan :

A = Titik awal jalan

B = Titik Tengan Jalan

C = Titik Akhir jalan

FC = Full Circle

SCS = Spiral - Circle – Spiral

SS = Spiral Spiral

TC = Titik Awal Lengkung

CT = Titik akhir lengkung


BAB V
DIAGRAM SUPERELEVASI

Setiap tikungan dalam perancangan alinement horizontal mengalami


perubahan superelevasi. Superelevasi pada tikungan merupakan besaran yang
dipengaruhi oleh variabel kecepatan rencana dan jari-jari tikungan (AASHTO 2001).
Adapun superelevasi untuk setiap tikungan adalah sebagai berikut.
Tabel 5.1 Rekapitulasi R desain dan superelevasi setiap tikungan
Tikungan Jenis Tikungan R Desain (m) Superelevasi e (%)

PI₁ F-C 400 0,050 5,0


PI₂ F-C 1000 0,022 2,2
PI₃ F-C 500 0,042 4,2
PI₄ F-C 1300 RC RC
PI 5 F-C 300 0,063 6,3
B F-C 250 0,056 5,6
PI₆ F-C 1000 0,022 2,2
PI 7 F-C 1200 RC RC
Tabel 5.2 Tabel penentuan superelevasi AASHTO 2001
Diagram Superelevasi direncanakan dengan metode AASHTO 2001:
Tikungan PI₁ (Full Circle)

Gambar 5.1 Diagram Superelevasi Tikungan PI₁


Tikungan PI 2 (Full Circle)

Gambar 5.2 Diagram Superelevasi Tikungan PI 2


Tikungan PI 3 (Full Circle)

Gambar 5.3 Diagram Superelevasi Tikungan PI 3


Tikungan PI 4 (Full Circle)

Gambar 5.4 Diagram Superelevasi Tikungan PI 4


Tikungan PI 5 (Full Circle)

Gambar 5.5 Diagram Superelevasi Tikungan PI 5


Tikungan B (Full Circle)

Gambar 5.6 Diagram Superelevasi Tikungan B


Tikungan PI 6 (Full Circle)

Gambar 5.7 Diagram Superelevasi Tikungan PI 6


Tikungan PI7 (Full Circle)

Gambar 5.8 Diagram Superelevasi Tikungan PI 7


BAB VI ALINYEMEN
VERTIKAL

Alinement vertikal merupakan perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap

titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinement vertikal

akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga

kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua

lengkung tersebut ditemui pula permukaan jalan yang datar.Jenis kelandaian yang

digunakan dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh rute jalan rencana.

Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinement horizontal,

tetapi juga mempengaruhi perencanan alinement vertikal.

6.1 Profil Tanah Asli

Data profil tanah asli diperoleh dari alinyemen horisontal dimana garis as

jalan yang memotong kontur diplot pada kertas berskala setelah itu dihubungkan

titik-titik tersebut dengan garis sehingga garis yang menghubungkan titik-titik

itu dapat membentuk cekungan atau cembung dengan demikian profil tanah asli

tersebut mendekati profil yang sebenarnya. Selanjutnya untuk kebutuhan

perencanaan alinemen vertikal maka ditarik garis dengan asumsi tidak

melampaui kelandaian maksimum yang sudah ditentukan.

Profil tanah asli dari topografi lokasi perencanaan jalan dari stasiun 0+000

hingga statiun 5+071,435memiliki perubahan kelandaian tidak ekstrim (Bukit)

Elevasi tertinggi profil berada pada statiun 5+071,435 yaitu setinggi 1869 m,

sedangkan elevasi terendah berada pada statiun 0+000 yaitu setinggi 2000 m.
Gambar 6.1 Profil Tanah Asli

6.2 Perhitungan Alinement Vertikal dan Elevasi Titik Penting

Perhitungan Jarak, Gradien, nilai A (Perbedaan Aljabar untuk


Kelandaian), dan Panjang Lengkung (Lv)

Contoh Perhitungan

Diketahui:

Titik A : Statiun : 0+000 = 0 m

Elevasi : 263 m

Titik PI 1 : Statiun : 0+500 = 500 m

Elevasi : 277 m

Titik PI 2 : Statiun : 1+151 = 1151 m

Elevasi : 283 m

Perhitungan Jarak Antar Titik

Jarak A- PI 1 = 500 – 0 = 500 m

Jarak PI1 – PI 2 = 651 – 500 = 151 m

Perhitungan Gradien

𝑠��𝑠��𝑠��𝑠𝑠 ��𝑠 ℎ 𝑘𝑘𝑠��𝑘𝑘𝑠 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑠𝑠𝑘��𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘��𝑎𝑎 𝑘 𝑠 𝑘 𝑠 𝑘


g= 𝑗��𝑘𝑘𝑎��𝑘𝑘 𝑘
𝑥 100 %
(277−263) 𝑚𝑚
g A- PI1 = x 100 % = 2,800 %
500 𝑚𝑚
(283−277) 𝑚𝑚
g PI1- PI2 = 651 𝑚𝑚
x 100 % = 0,922%

Perhitungan nilai Perbedaan Aljabar untuk Kelandaian (A) untuk PI1:

A= g (i) - g (i-1)

A PI 1 = g (PI1- PI2) - g ( A- PI1) = 0,922 %- 2,800 % = -1.878 %

Perhitungan panjang lengkung (Lv) untuk PI 1:

Nilai panjang lengkung yang dipilih untuk digunakan pada perencanaan


alinement vertikal ini merupakan nilai maksimum dari beberapa kriteria
penentuan nilai Lv berikut:

1. Nilai panjang minimum lengkung vertikal (Lv minimum) yang disyaratkan


berdasarkan desain kriteria yang bersumber dari tata cara perencanaan
geometrik jalan antar kota Tabel II. 24 yaitu sebesar 60 m.

2. Nilai Lv menurut syarat keluwesan


Lv = 0,6 x V R
Dimana V R (kecepatan rencana) = 60 km/ jam
Nilai Lv untuk PI1 = 0,6 x 50 = 30 m

3. Nilai Lv menurut Bina Marga ditentukan dengan rumus


𝐴𝐴 𝑠��²
Lv = dimana s : jarak pandang henti minimum = 55 m
450 −1,878 x 55²
Lv untuk PI1 = = -12,627 m
450

4. Panjang Lengkung minimum berdasarkan kenyamanan:


𝑉𝑉𝑉��² 𝑋𝑋 𝐴𝐴
Lv = 390
V R = Kecepatan rencana = 60 km / jam

A = Perbedaan Aljabar untuk Kelandaian

502 𝑋��−1.878
Lv untuk PI1= 390
= -12,041 m

5. Panjang Lengkung minimum untuk kebutuhan drainase


Lv = 40 x A
Lv untuk PI1 = 40 x -1,878 = -75,134 m

Dari beberapa nilai Lv yang ada dipilih nilai Lv maksimum untuk PI 1


yaitu berdasarkan kriteria 5 (Panjang Lengkung untuk kebutuhan drainase)
sebesar -75,134 m. Panjang lengkung tersebut kemudian dijadikan sebagai
panjang lengkung vertikal yang digunakan untuk menghitung stationing dan
elevasi titik – titik penting setiap lengkung.

Perhitungan nilai Lv untuk titik-titik lainnya ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 6.1 Tabelisasi pemilihan panjang lengkung vertikal maksimum


dari beberapa kriteria

LV
Titik A (%) Maks
Min Kr.1 Kr.2 Kr.3 Kr.4
PI1 -1.878 60 30 -12.627 -12.041 -75.134 60
PI2 -0.275 60 30 -1.852 -1.766 -11.018 60
PI3 0.909 60 30 6.113 5.829 36.374 60
PI4 -0.625 60 30 -4.204 -4.008 -25.013 60
PI5 -1.330 60 30 -8.942 -8.527 -53.209 60
B 1.015 60 30 6.826 6.509 40.615 60
PI6 -1.282 60 30 -8.618 -8.218 -51.282 60
PI7 0.542 60 30 3.641 3.472 21.667 60
C 0.125 60 30 0.840 0.801 5.000 60
Nilai Lv yang diperoleh kemudian diinput dalam gambar profil alinement
vertikal sebagai berikut:

Gambar 5.2 Profil Memanjang Rencana Jalan

Tabel 6.2 Tabelisasi Perhitungan Jarak, Gradien, nilai A (Perbedaan


Aljabar untuk Kelandaian), dan Panjang Lengkung (Lv)

Elevasi Jarak Gradien A Lv Tipe


Titik Statiun
(m) (m) (%) (%) (m) Lengkung
A 0+000 263
500 2,800
PI1 0+500 277 -1,878 60 Cembung
651 0,922
-0,275 60
PI2 1+151 283 Cembung
619 0,646
PI3 1+770 287 0,909 60 Cekung
450 1,556
PI4 2+220 294 -0,625 60 Cembung
430 0,930
PI5 2+650 298 -1,330 60 Cembung
500 -0,400
B 3+150 296 1,015 60 Cekung
650 -0,6
PI6 3+800 300 1,015 60 Cekung
450 1,009
-1,282
PI7 4+250 297 60 Cembung

800
C 12+250 296 0.542 60 Cekung
6.3 Perhitungan Stationing dan Elevasi Titik-titik Penting
Contoh Perhitungan Lengkung Cekung (PI1)

Elevasi 263 Elevasi 277 0,922% Elevasi 283

2,800%

A PI1 PI2

Sta: 0+000 Sta: 0+500 Sta: 1+151

500 651

Diketahui Lv PI1 = 60 m

A = -1,878%

g1 = 2,800%

g2 = 0,922%

Perhitungan Ev, x , dan y Lengkung PI1

Ev = 1/8 x A x Lv = 1/8 x (-1,878/100) x 60 = -0,1409 m

x = ¼ x Lv = ¼ x 60 = 15 m

y = (½ . A) Lv = ½ x (-1,878//100) x 60 = -0,5635 m

Statiun BCPI1 = Statiun PI1 – 0,5 x Lv = 395 – (0,5 x 60 m)

= 367 m = 0+367

Statiun ECPI1 = Statiun PI1 + 0,5 x Lv = 395 + (0,5 x 60 m)

= 427 m = 0+427
Elevasi BCPI1 = Elevasi PI1 – (0,5 x Lv) x (g1)

= 277 – (0,5 x 60)x (2,800/100)

= 226 m

Elevasi PI 1 = Elevasi asli PI1 –Ev = 277 – (-0,1409) = 227,104 m

Elevasi ECPI1 = Elevasi PI1 + (0,5 x Lv) x (g1)

= 277 + (0,5 x 60)x (2.800/100)

= 277 m

Contoh Perhitungan Lengkung Cembung (PI 2)

Elev. 277 Elev. 283 Elev. 287

0,922 0,646

PI1 PI2 PI3

Sta:0+500 Sta: 1+151 Sta: 1+770

651 m 619 m

Diketahui Lv PI2 = 60 m

A = 0,646 %

g1 = 0,922 %

g2 = 0,646 %
Perhitungan Ev, x , dan y Lengkung PI2

Ev = 1/8 x A x Lv = 1/8 x (-0,275 /100) x 60 = -0,207 m

x = ¼ x Lv = ¼ x 60= 15 m

y = (½ . A) Lv = ½ x (-0,275/100) x 60 = -0,0826 m

Statiun BCPI 2 = Statiun PI 2 – 0,5 x Lv = 1045,14 - 0,5 x 60 m = 1015,140 m

= 1+015,140 m

Statiun ECPI 2 = Statiun PI 2 + 0,5 x Lv = 1150 + 0,5 x 60 m = 1075 m

= 1+075 m

Elevasi BCPI 2 = Elevasi PI 2 - (0,5 x Lv) x (g1)

= 283 - (0,5 x 60) x (0,922 /100)

= 282,938 m

Elevasi PI 2 = Elevasi asli PI 2 + Ev = 283 + -0,0207 = 283,020 m

Elevasi ECPI 2 = Elevasi PI 2 + (0,5 x Lv) x (g1)

= 283 + (0,5 x 60)x (-0,275/100)

= 283,103 m
Tabel 6.3 Tabelisasi Perhitungan Statiun dan Elevasi Titik-Titik Penting

Properti Lengkung
Titik Stationing Vertikal Elevasi
Ev x y
A 0 - - - 263
BCPI1 365.790 276.301
PI1 395.790 0.1409 15 -0.564 277.141
ECPI1 425.790 277.981
BCPI2 1015.140 282.938
PI2 1045.140 0.021 15 -0.083 283.021
ECPI2 1075.140 283.103
BCPI3 1964.090 286.738
PI3 1994.09 0.068 15 0.273 286.932
ECPI2 2024.090 287.126
BCB 2477.050 293.486
PI4 2507.050 0.047 15 0.188 293.953
ECB 2537.050 294.000
BCPI4 2839.300 297.621
PI5 2869.300 0.100 15 0.399 297.900
ECPI4 2899.300 298.179
BCPI5 3220.780 295.956
B 3250.78 0.076 15 -0.305 296.076
ECPI5 3280.780 296.196
BCPI6 3825.970 300.281
PI6 3855.970 0.096 15 -0.385 300.096
ECPI6 3885.970 299.912
BCPI6 4151.820 296.759
PI7 4151.820 0.041 15 0.163 296.959
ECPI7 4151.820 297.159
BCPI7 4645.290 295.953
C 4675.290 0.009 15 0.038 295.991
ECPC 4705.290 296.028
6.4 Koordinasi Trase Alinement Horizontal dan Vertikal
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam koordinasi alinemen vertikal dan
alinemen horizontal adalah sebagai berikut :
1. Alinemen vertikal, alinemen horizontal dan potongan melintang jalan
adalah elemen-elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan
yang baik dalam arti memudahkan pengemudi dengan aman dan nyaman.
Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat
memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan
yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi melakukan antisipasi
lebih awal.
2. Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memnuhi
ketentuan sbb :
a. Alinemen horizontal harus berimpit dengan alinemen vertikal dan
secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit dari alinemen
vertikal.
b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung
atau bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan.
c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus harus
dihindarkan.
d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal
harus dihindarkan.
e. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
Gambar 6.3 Koordinasi Alinyemen Vertikal dan Horizontal

Tabel 6.4 Tabelisasi Koordinasi Alinyemen Vertikal dan Horizontal

Alinement Horizontal Alinement Vertikal

Tikungan Stationing Lengkung Stationing

PI1 PI1 (0+365,790) s.d (0+425,790)


(0+291,773) s.d (0+675,745)

PI2 PI2 (1+015,140) s.d (1+075,140)


(0+850,569) s.d (1+374,068)

PI3 PI3 (1+964,090) s.d (2+024,090)


(1+523,106) s.d (1+907,078)

PI4 PI4 (2+477,050) s.d (2+537,050)


(1+949,165) s.d (2+357,572)

PI5 PI5 (2+839,300) s.d (2+899,300)


(2+401,414) s.d (2+726,045)

B B (3+220,780) s.d (3+280,780)


(2+828,465) s.d (3+186,258)

PI6 PI6 (3+825,780) s.d (3+885,970)


(3+424,556) s.d (3+808,528)

PI7 (3+852,556) s.d (4+271,435) PI7 (4+151,820) s.d (4+645,290)


Komentar Koordinasi Trase Alinement Horizontal dan Vertikal:

Berdasarkan tabel dan gambar koordinasi alinyemen vertikal dan horizotal di

atas dapat dilihat bahwa beberapa posisi penempatan aliement vertikal tidak

sepenuhnya berimpit dengan lokasi penempatan alinement horizontal. Hal ini

disebabkan karena beberapa tikungan memiliki jarak lurus yang cenderung kecil

sehingga untuk mengurangi kemungkinan kelelahan pengemudi melewati tanjakan

dan turunan akibat keberadaan banyak lengkung baik cembung dan cekung, maka

penempatan lengkung diefisienkan pada jarak lurus yang pendek antara dua tikungan

tersebut.

Selain itu, beberapa tikungan memiliki jari-jari yang relatif kecil (tikungan

tajam) sehingga lengkung vertikal tidak ditempatkan pada tikungan tersebut

mengingat persyaratan koordinasi ideal adalah lengkung horizontal lebih panjang

daripada lengkung vertikal.

Mengingat ada beberapa titik yang memerlukan perhatian tinggi pengemudi

untuk melewatinya, maka diperlukan pemanfaatan informasi rambu dan marka pada

lokasi tertentu pada rencana jalan ini. Hal ini dilakukan untuk menjaga faktor safety

pengendara.

6.5 Pengukuran ketersediaan jarak pandang tiap 100 meter

6.5.1 Jarak pandangan henti (Jh)

• Jh adalah jarak pandangan henti yang diperlukan setiap pengemudi

untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya


halangan di depan mata. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi

Jh.

• Jh diukur dengan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 Cm

dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.

• Jh terdiri dari 2 elemen jarak, yaitu :

Jarak tanggap (J ht ) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak

pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti

sampai saat pengemudi harus menginjak rem.

Jarak pengereman (J hr ) adalah jarak yang dibutuhkan untuk

menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai

kendaraan berhenti.

Persamaan untuk menghitung J h :


𝑉��
𝑉��𝑅𝑅 ( .6 𝑅𝑅 )2
Jh = . 𝑇𝑇 + 3
............................ Pers
3.6 2𝑘��𝑔𝑔

(1)

Di mana :

VR = Kecepatan rencana (km/jam)

T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = percepatan grafitasi 9,8 m/det2

f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal,

ditetapkan 0,3 - 0,55.

Pers.(1) disederhanakan :
2
J h = 0,694 V r + 0,004 ............................. Pers
𝑉��𝑅𝑅
𝑔𝑔

(2)

Berdasarkan rumus di atas, maka jarak pandang henti minimum

untuk kecepatan rencana = 60 km/ jam yaitu 75 m

6.5.2 Jarak Pandangan Mendahului (Jd)

• J D adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului

kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut

kembali ke lajur semula.

• Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah

105 cm dan tinggi halangan adalah 15 cm.

• J d dalam satuan meter ditentukan dengan :

Jd = d1 + d2 + d3 + d4

d 1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)

d 2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke

jalur semula (m)

d 3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang

datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)

d 4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah


2
berlawanan yang besarnya diambil = 3 𝑑𝑑 2 (m)

J d yang sesuai dengan V R ditetapkan dengan tabel :

V R (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


J d minimum (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

• Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah

panjang minimum 30% dari panjang total ruas jalan tersebut.


BAB VII
POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION)

7.1 Tipikal potongan melintang jalan


Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus
sumbu jalan. Salah satu tujuan penggambaran potongan melintang jalan adalah
sebagai tinjauan untuk memudahkan perhitungan galian dan timbunan, yaitu
dalam menentukan luas dan volume galian dan timbunan.
Pada potongan melintang jalan dapat terlihat bagian-bagian jalan yang
memiliki fungsi dan pruntukannya masing-masing. Bagian-bagian jalan
yang utama dapat dikelompokkan sebagai berikut :

• Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas


1. Jalur lalu lintas. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan
untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.
2. Lajur lalu lintas. Lajur lalu lintas adalah bagian jalur lalu lintas yang
memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup
untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Lebar
lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana
3. Bahu jalan. Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu
lintas yang berfungsi untuk :
a. Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, atau tempat parkir
darurat
b. Ruang bebas samping bagi lalu lintas
c. Penyangga samping untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
4. Median (dalam perencanaan ini tidak diperlukan). Median adalah bagian
bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas yang
berlawanan arah
• Bagian yang berguna untuk drainase jalan, terdiri dari:
1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
3. Kemiringan melintang bahu
4. Kemiringan lereng

• Bagian konstruksi jalan


1. Lapisan perkerasan jalan
2. Lapisan pondasi atas
3. Lapisan pondasi bawah
4. Lapisan tanah dasar

7.2 Rumija, Rumaja, dan Ruwasja

Gambar 7.1 Defenisi Bagian Jalan

Ruang Manfaat Jalan (Rumaja), dibatasi oleh :


o Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi
jalan o Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
o Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan
Ruang Milik Jalan (Rumija), dibatasi oleh lebar yang sama dengan
Rumaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan
kedalaman 1,5 meter. Ruang Pengawasan Jalan(Ruwasja), adalah ruang
sepanjang jalan di luar Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu,
diukur dari sumbu jalan, sebagai berikut :
o Jalan Arteri, minimum 20 meter
o Jalan Kolektor, minimum 15 meter
o jalan Lokal, minimum 10 meter
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan
d itentukan oleh jarak pandang bebas

7.3 Komposisi Potongan Melintang Jalan yang didesain


Penampang melintang jalan yang akan didesain adalah dengan
mengikuti kriteria desain yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perencanaan jalan antar kota (bab II).

Gambar 7.2 Sketsa Potongan melintang Jalan Rencana

Jalan yang direncanakan adalah jalan kolektor primer 2 lajur 2 arah tak

terbagi dengan kriteria perencanaan sebagai berikut:

a: Jalur lalu lintas dengan lebar 3.5 m tiap lajur. Kemiringan normal =

2% dengan superelevasi maksimum = 10%.

b: Bahu Jalan dengan lebar 1.5 m dengan kemiringan rencana= 4%


Saluran Samping

Untuk drainase jalan dalam perencanaan ini telah ditentukan dengan

menggunakan penampang melintang trapesium, dengan lebar sisi bawah = 50

cm dan tinggi saluran = 1 m

c: Tinggi saluran samping = 1 m

d: Lebar sisi bawah saluran = 0.5 m

Gambar 7.3 Penampang melintang Saluran Drainase Jalan

7.4 Potongan Melintang Jalan Rencana

Potongan Melintang jalan dibuat untuk daerah tikungan. Selain itu,

potongan melintang juga dibuat pada titik-titik penting di tikungan yaitu TC

dan CT untuk tipe Full Circle, TS, SC,CS dan ST untuk tipe S-C-S, serta TS

dan SS untuk tipe tikungan Spriral-Spiral.

Berikut ini contoh poongan melintang yang diambil pada dua statiun

dengan tipikal potongan yang berbeda yaitu galian dan timbunan


TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
PADA DAERAH TIMBUNAN STA 0+960 m

Gambar 7.4 Tipikal Potongan Melintang Timbunan


TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
PADA DAERAH GALIAN STA 4+700 m

Gambar 7.5 Tipikal Potongan Melintang Galian


TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
PADA DAERAH NC STA 1+651 m

Gambar 7.6 Tipikal Potongan Melintang NC


TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
PADA DAERAH RC STA 2+585 m

Gambar 7.7 Tipikal Potongan Melintang RC


TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
PADA DAERAH SUPERELEVASI STA 0+250 m

Gambar 7.8 Tipikal Potongan Melintang Superlevasi


7.5. Bangunan Pelengkap Jalan
Bangunan pelengkap yang digunakan, yaitu jembatan.

Penempatannya pada STA 2+720 s.d STA 3+150 (Panjang 50 m)

Gambar 7.9 Tipikal Jembatan


BAB VIII
GALIAN DAN TIMBUNAN

8.1 Pekerjaan Tanah


Pekerjaan tanah merupakan tahapan penting dalam pelaksanaan konstruksi
khususnya konstruksi jalan. Untuk kasus ini galian dan timbunan merupakan
salah satu variabel yang berpengaruh banyak terhadap biaya konstruksi. Jumlah
galian dan timbunan akan menentukan harga pekerjaan pembangunan jalan
secara keseluruhan. Sehingga pekerjaan galian dan timbunan harus dilaksanakan
seoptimal mungkin.
Banyaknya dan biaya dari pekerjaan ini dihitung dalam meter kubik (m3)
pada keadaan asalnya dan sudah termasuk dipindahkannya pada tempat
dan bentuk yang dikehendaki. Kalau pekerjaan galian dan timbunan
tidak banyak atau berat dengan tebalnya kira-kira 15 cm, banyaknya
pekerjaan ini hanya dihitung dalam m2.
Pekerjaan galian dan timbunan tanah meliputi:
• Perhitungan di kantor, galian dan timbunan pada jalur-jalur yang
direncanakan.
• Pekerjaan di lapangan dengan mengambil cross-sections sepanjang as-
jalan.
• Pekerjaan di kantor berdasarkan pekerjaan di lapangan tersebur,
dengan menghitung volume yang lebih tepat daripada pekerjaan di
kantor sebelumnya (economical grading schedule).
• Pekerjaan lapangan dengan memasang patok-patok untuk menentukan
hitungan- hitungan pembayaran tahap-tahap biaya.
• Hitungan-hitungan terakhir dari semua pekerjaan.

Dalam hitungan harus dimasukkan faktor-faktor susutan dan pengembangan


(shrinkage and swell factor); kepadatan dari timbunan; side slopes yang
tergantung dari material; penampang dan bantalan. Penggunaan tenaga
biasa menggunakan tenaga manusia dengan memakai pacul dan pikulan,
sampai
dengan alat-alat berat.
8.2 Volume Galian dan Timbunan
Dalam menghitung volume galian dan timbunan diusahakan volume galian

sama dengan volume timbunan untuk menekan biaya pengerjaan pembangunan

jalan.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan antara

lain a) Susutan dan pengembangan (shrinkage dan swell faktor)

b) Kepadatan timbunan

c) Side slope yang tergantung dari material.

d) Penampang dan bantalan.

Penggunaan tenaga bisa mengunakan tenaga manusia memakai pacul dan

pikulan, sampai dengan mengunakan alat–alat besar seperti excavator, buldoser,

tractor dan yang lainnya.

Nilai volume galian dan timbunan pada jalan yng direncanakan

selengkapnya dapat dilihat paa tabel berikut.

Ringkasan: Total Volume Cut and Fill with Curve Correction 1, with
Avgendreia Method (dari Land Desktop Companion):
- Total Galian : 3,466,071 m3

- Total Timbunan : 15,659,184 m3

- Selisih : 12,193,113 m3
Tabel 8.1 Tabel volume galian dan timbunan Jalan rencana

Luas (m2 ) Volume (m3) Volume komulatif (m3 )


STA
Galian Timbunan Galian Timbunan Galian Timbunan
0+000
0 63.632 0 445,424 0 445,424
0+500
0 52.730 0 404,110 0 849,534
1+151
0 27.542 0 192,829 0 1042,363
1+770
0 25.875 0 181,125 0 1223,488
2+220
0 31.604 0 221,228 0 1447,716
2+650
0 43.996 0 307,972 0 1752,688
3+150
0 55.900 0 391,300 0 2143,908
3+800
15,450 14.869 108,150 104,083 108,150 2248,071
4+250
464,253 0 3249,771 0 3357,921 4505,992
5+050
Total 3,466,071 15,659,184
Selisih 12,193,113

Nilai luasan galian timbunan di dapatkan pada profil potongan memanjang,


sedangkan volume galian dan timbunan di dapatkan dari luasan galian dikali dengan
lebar jalur yang direncanakan, dengan asumsi lebar jalur yaitu 7 meter.

Total volume galian yang diperoleh ialah sebesar 3,466,071 m3 dan total
volume timbunan diperoleh sebesar 15,659,184 m3 yang dimana volume timbunan
lebih besar dari pada volume galian dan mendapatkan selisih sebesar 12,193,113 m3.

Jadi dalam pelaksanaannya dilapangan perlu adanya didatangkan tanah


timbunan sebesar 12,193,113 m3, dikarenakan volume galian lebih kecil dari pada
volume timbunan.
BAB IX

PENUTUP

9.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil, yaitu:

1. Tujuannya Perencangan Geomtrik Jalan dalah menciptakan hubungan yang

baik antara waktu dan ruang menurut kebutuhan kendaraan yang

bersangkutan, menghasilkan bagian-bagian jalan yang memenuhi

persyaratan kenyamanan, keamanan, serta nilai efisiensi yang optimal.

Dalam membangun jalan raya itu dipengaruhi oleh topografi, sosial,

ekonomi dan masyarakatnya.

2. Berdasarkan berdasarkan Soal Geometrik Jalan Raya maka klasifikasi


Medan jalan yang di rencanakan termasuk dalam klasifikasi Bukit karena
Kelandaian daerah > 10%
3. Kelas jalan yang didesain adalah kelas jalan sedang

4. Berdasarkan fungsi jalan, yang digunakan adalah jalan kolektor primer.

5. Tipe dan status jalan yang didesain adalah 2 lajur dan 2 arah tidak terbagi

(2/2 UD).

6. Berdasarkan trase yang dibuat, didapatkan jumlah tikungan sebanyak 7

buah. Semua tergolong Full Circle

7. Pekerjaan galian dan timbunan didapat sebesar:

- Total Galian : 3.466,071 m3

- Total Timbunan : 15.659,184 m3


9.2 Saran

Dari semua kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran dalam

perencanaan jalan, antara lain sebagai berikut :

1. Pada perencanaan trase jalan sebaiknya dalam mendesain tikungannya

jangan terlalu melengkung karna selain jaraknya semakin pendek

pengguna jalan juga semakin merasa tidak nyaman.

2. Dalam perencanaan geometrik jalan hendaknya jangan terlalu banyak

memotong kontur sehingga jalan yang akan direncanakan tidak terlalu

mendaki atau menurun. Selain itu dalam merencanakan trase jalan juga

harus memperhatikan banyaknya pekerjaan galian dan timbunan yang akan

dihasilkan, hal ini untuk mengurangi besarnya biaya pekerjaan.


DAFTAR PUSTAKA

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Nova

AASHTO. 2001. A Policy on Geometric Design of Highways and Streets.

Washington D.C: AASHTO.


GAMBAR
PROFIL
MEMANJANG

BLANGKO
SOAL

TRASE

1
ii

Anda mungkin juga menyukai