Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KULIT YANG MENULAR (HERPES SIMPLEX)

OLEH :
KELOMPOK 2
LINA OKTARINA
RISKA FAUZANAH
WELLYA RESTY ALDRA
YOSA ULVIA
PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTI JAYA


2017
ii

ii
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan kulit yang menular (herpes simplex)”.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini guna memenuhi salah satu penilaian
tugas Ilmu Keperawatan Sistem Integumen Semester 3 Tahun 2011.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kerja keras berbagai pihak yang dengan
tulus dan ikhlas membantu penulis sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha untuk menyelesaikan
dengan sebaik-baiknya berdasar kemampuan yang ada pada penulis. Akan tetapi,
pengetahuan penulis masih kurang dan terbatas, maka makalah ini tidak luput dari
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pihak pembaca
pada umumnya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.

Padang , 12 desember 2017

Penulis

ii
4

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Definisi Herpes Simplex...............................................................................................4
2.2 Penyebab dan Epidemiologi.........................................................................................5
2.3 Patogenesis....................................................................................................................6
2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................12
2.6 Komplikasi..................................................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................................14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................16
3.1 Pengkajian...................................................................................................................16
3.2 WOC Herpes Simpleks...............................................................................................17
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................................18
3.4 Intervensi Keperawatan..............................................................................................18
BAB 4 PENUTUP................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................20
4.2 Saran...........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini penyakit herpes simplex terutama herpes genital menjadi salah satu
penyakit menular seksual dan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien
beserta pasangannya. Kebanyakan individu mengalami gangguan psikologis dan
psikososial sebagai akibat dari nyeri yang timbul, gejala lain yang menyertai ketika terjadi
infeksi aktif, kekambuhan yang tinggi, dan komplikasinya seperti meningitis aseptic serta
transmisi neonatus menyebabkan penyakit ini mendapat perhatian yang besar dari
penderita dan petugas kesehatan.
Penderita herpes genitalis kebanyakan adalah kalangan orang dewasa muda berusia
20 – 30 tahun dan penularannya melalui kontak seksual. Penyakit tersebut disebabkan oleh
HSV-1 (sekitar 16,1%) akibat hubungan kelamin secara orogenital atau penularan melalui
tangan. Risiko tinggi penularan HSV ini terutama terjadi pada wanita hamil dengan infeksi
primer, yaitu ibu yang belum memiliki antibodi terhadap HSV namun pasangannya
seropositif; atau dilakukannya prosedur invasif saat intrapartum (saat proses kelahiran)
terhadap bayi dari ibu dengan riwayat herpes genitalis atau seropositif HSV. Penularan
pada bayi sebagian besar (90%) terjadi saat proses kelahiran, 5% pada janin melalui
plasenta atau langsung mengenai fetus (janin). Selebihnya, 5%, infeksi HSV diperoleh
sehabis masa persalinan
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini
sebagian karena banyak orang dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat
menularkannya. Orang yang tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui
mereka dapat menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang
terbuka. Angka penularan HSV dapat dikurangi dengan penggunaan kondom.
Oleh karena penyakit herpes genital tidak dapat disembuhkan serta bersifat
kambuh-kambuhan, maka terapi sekarang difokuskan untuk meringankan gejala yang
timbul, menjarangkan kekambuhan, serta men ek1an angka penularan sehingga diharapkan
kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.
2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud herpes simplek genetalia ?


2. Bagaimana penyebab dan epidemiologi herpes simplek genetalia ?
3. Bagaimana patogenesis herpes simplek genetalia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis herpes simplek genetalia ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang herpes simplek genetalia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan herpes simplek genetalia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes simplek genetalia ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian herpes simplek genetalia .


2. Menjelaskan penyebab dan epidemiologi herpes simplek genetalia
3. Menjelaskan patogenesis herpes simplek genetalia
4. Menjelaskan manifestasi klinis herpes simplek genetalia
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang herpes simplek genetalia
6. Menjelaskan penatalaksanaan herpes simplek genetalia
7. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes simplek genetalia.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis
Mendapatkan informasi tentang herpes simplek genetalia.
2. Manfaat Praktis
Sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan herpes

simplek genetalia
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Simplex

Herpes adalah infeksi virus pada kulit yang paling umum. Kondisi yang muncul
karena infeksi ini sangat bervariasi meliputi infeksi tanpa gejala, pilek dan herpes pada
genital. Herpes genetalia merupakan infeksi akut pada genetalia dengan gambaran khas
berupa vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren.
Transmisi atau penularan infeksi virus herpes simpleks paling sering terjadi melalui
kontak erat dengan individu yang pada daerah permukaan kulit dan mukosanya
mengeluarkan virus, dalam sekresi oral atau genital. Inokulasi virus pada lesi kulit atau
mukosa akan menimbulkan respons imunitas seluler awal tetapi jika terjadi penghambatan
pada virus, maka akan terjadi reepitelisasi pada lesi ( Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto ).
Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual, dan mengenai organ-
organ seks tubuh seperti vagina dan daerah sekitamya (bokong, anal dan paha) atau melalui
aktivitas seksual oral (organ oral seks). Tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau
melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang.
Infeksi ini dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta
daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas adanya vesikel
berkelompok di atas dasar yang eritema. Di antara keduanya herpes genitalis merupakan salah
satu penyakit infeksi menular seksual yang sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering rekuren, juga karena penularan penyakit ini yang dapat terjadi pada
penderita yang tanpa gejala atau asimtomatis.

Gambar 2.1 Contoh lokasi


herpes simplek

3
4

2.2 Penyebab dan Epidemiologi

1. Penyebab : Herpes Simpleks Virus merupakan penyebab terjadinya infeksi herpes simpleks.
Sedangkan herpes simplex genetalia umumnya disebabkan oleh herpes simplek virus
tipe 2 ( herpes virus hominis tipe 2 ), sebagain kecil dapat pula oleh tipe 1.
2. Umur : dewasa muda / masa seksual aktif.
3. Jenis kelamin : insiden yang sama pada pria dan wanita.
4. Ras : kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
5. Risiko mendapatkan infeksi genetalia adalah keaktifan seksual yang bertambah, umur
muda pada saat pertama kali melakukan hubungan seks, bertambahnya jumlah
pasangan seksual, status imun penderita.
6. Faktor pencetus : menstruasi, koitus, gangguan pencernaan, stress emosi, kecapaian,
dan obat – obatan
7. Klasifikasi :
Herpes simpleks dibagi dalam 2 serogroup, yaitu:
 Herpes Simpleks tipe 1 ( HSV-1)

HSV-1 menyebabkan infeksi oral, ocular dan wajah.


 Herpes Simpleks tipe 2 ( HSV-2)

HSV-2 atau disebut dengan herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual
dan menyebabkan vagina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul
iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit
(jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang.
HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4 - 6 hari. Tetapi,
bagaimanapun kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dibagian tubuh
manapun
Gambar 2.2 Virus herpes simplex

2.3 Patogenesis

Infeksi herpes simpleks mengikuti pola yang biasa pada family virus herpes yaitu:
a. Infeksi primer
Hampir semua orang yang terinfeksi tidak mengetahui episode pertama dari infeksi
herpes simpleks. Pada gejala individu, infeksi primer adalah tahap di mana mungkin
rasa nyeri muncul dan gejala memanjang pada tahap ssesudah itu. Infeksi primer
mungkin berlangsung selama beberapa hari.
b. Masa laten (inkubasi)
Virus yang awalnya menginfeksi sel epitel membran mukosa dan kulit akan
menyerang sel saraf sensori selama masa laten. Pada masa ini virus tidak melakukan
replikasi tetapi hidup. Pada keadaan ini adanya stressor emosi atau fisiologik dapat
menyebabkan virus aktif kembali.
c. Infeksi sekunder (reaktivasi)
Virus melakukan replikasi pada reaktivasi dari infeksi baik dengan menunjukan
gejala atau tanpa gejala. Pada kasus lain dapat terjadi penyebaran virus pada orang
lain. Umumnya reinfeksi simtomatik tidak terlalu parah dan dalam waktu yang lebih
singkat dari infeksi primer. Gejala yang muncul kembali dari infeksi mempunyai
periode prodromal dan dapat diketahui dengan adanya sensasi gatal, panas,atau
kesemutan.
Infeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan
terpapar oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. HSV
menjadi inaktif, melekat pada sel epitel masuk dengan cara meleburkan diri di dalam
membran. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi replikasi menghasilkan banyak vinon
sehingga sel-selnya akan mati. Virus juga memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi
saluran genital. Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia sensorik.
Infeksi oleh virus herpes 1 atau 2 akafi menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada
permukaan sel-sel yang terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan
seluler akan terangsang oleh glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Pada
hewan coba tikus, antibodi spesifik akan muncul dalam serum setelah 3 hari, sel T
sitotoksik setelah 4 hari dan imunitas seluler fungsional setelah 5 hari.
Sifat virus berbeda dari bakteri, di mana bakten bersifat independent, dapat
bereproduksi sendiri sedangkan virus harus dibantu oleh sel untuk bereproduksi. Virus
masuk ke dalam sel manusia dan dapat membuat virus lain. Demikian juga pada sel
manusia yang terinfeksi oleh herpes simpleks, sel tersebut akan melepas virus baru sebelum
mati. Sel yang mati tersebut akan menghasilkan kerusakan pada jaringan yang ditandai atau
dimulai dengan munculnya gambaran vesikula.
Virus herpes dapat juga menginfeksi suatu sel yang kemudian akan membuat virus baru
lagi untuk kemudian virus tersebut akan bersembunyi di dalam sel. Bersifat hanya menunggu.
Virus yang tersembunyi dalam sel sistem saraf ini disebut sebagai neuron. Dan masa
menunggu tersebut kita sebut sebagai masa laten. Virus laten dapat menunggu dalam neuron
dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Infeksi aktif ini akan dikontrol oleh sistem imun tubuh kita, sampai fase penyembuhan dari
sakitnya. Di antara masa infeksi aktif dari virus tersebut, dapat timbul masa laten. Pada masa
laten selanjutnya virus menjadi aktif lagi dan sekali lagi menyebabkan terjadinya sakit. Dan
keadaan ini disebut sebagai rekurensi.
Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol, infeksi herpes simpleks dapat
menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama daripada infeksi herpes rekurens.
Keadaan ini memburuk secara klinis danNiibedakan dengan cara, menghitungjumlah din
melihat karakteristik dari imunitas seluler. Ketika imunitas tubuh seseorang dirangsang maka
gambaran infeksi herpes simpleks secara khas akan muncul sehingga fungsi antibodi
menjadi kurang berarti.
Seperti infeksi virus yang lain, pada infeksi virus herpes simpleks ini akan terbentuk
antibodi IgG, IgM dan IgA. Titer antibodi IgG dan IgM akan menurun lebih cepat setelah
infeksinya terkontrol. Titer IgG muncul secara indefinitif, yang menunjukkan bahwa imunitas
humoral protektif yang muncul adalah akibat dari rangsangan oleh virus hidup atau oleh
vaksinasi. Keberadaan antibodi terhadap virus herpes simpleks 1 merupakan peningkatan
perlindungan paling tinggi melawan infeksi yang disebabkan oleh herpes virus tipe 2 atau
sebaliknya, atau disebabkan oleh reaktivasi silang.
Faktor status imunologi seseorang pada beberapa kasus mungkin berhubungan dengan
efek dari faktor imunologi penyakit ini.4 Kekambuhan dibedakan dari infeksi primer dalam hal,
ukuran vesikelnya yang kecil dan dalam kelompok yang tersendiri juga tidak disertai gejala
konstitusional.
2.4 Manifestasi Klinis

Derajat keparahan penyakit dapat dilihat dari gambaran klinis dan frekuensi serta seringnya
kekambuhan dari herpes genitalis ini juga dipengaruhi oleh faktor hospes dan virus, seperti tipe
virus serta keadaan imunitas hospes. Faktor hospes yang ikut mempengaruhi derajat keparahan
penyakit adalah umur, suku, inokulasi atau latar belakang genetik.
Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode yang pertama
dengan episode kekambuhan herpes genitalis. Pada episode pertama herpes genitalis,
sering bersama-sama dengan gejala sistemik disertai gejala pada genital maupun
ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul seperti nyeri, sakit tenggorokan, panas, pusing, gatal,
kesemutan, limfadenopati, malaise dan myalgia dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan
70% pada wanita dengan HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya
pada hari ke-3—4 setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul berupa nyeri, gatal,
disuria dan adenopati inguinal. Discharge uretra dan disuria dapat muncul pada sepertiga
pasien laki-laki dengan infeksi HSV2.

1. Episode Primer Pertama Infeksi Herpes Simpleks Genitalis


Infeksi primer adalah infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak
dalam 2-1 hari setelah inokulasi.
a. Sering kali disertai gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan mialgia.
b. Sifat lesi dan pelepasan virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak tempat di
genital atau luar genital.
c. Gejala klinis berupa nyeri dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama
sakit dan men- capai puncaknya antara 7-11 hari sakit.
d. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di mana lesi di genital berupa papula,
berkembang menjadi vesikel berdingding tipis di atas dasar eritematosa sebelum pecah
menjadi ulkus. Ulkus basah akan menjadi krusta basah yang mengering. Reepitelisasi kulit
yang terkena terjadi di bawah krusta kering yang akhirnya lepas.
Pada masa laten dan masa infeksi aktif, adanya infeksi ini dapat dengan mudah
dipahami dengan melihat gambaran lesi yang muncul pada genital dan disebut sebagai
infeksi primer.
Gambar 2.3 Herpes simpleks genetalis, tampak vesikula bergerombol di atas kulit
yang eritematus.

Gambar 2.4 Herpes simpleks genetalis, tampak erosi multipel akibat vesikula yang
sudah pecah dan di beberapa tempat masih terdapat vesikula.

2. Episode nonprimer pertama infeksi herpes simpleks genitalis


Individu yang pernah terpapar dengan HSV1 dan 2 sebelumnya telah mempunyai
seropositif pada saat episode pertama yang disebut nonprimer. Episode ini menyerupai
masa rekurensi yaitu lebih ringan dan infeksi primer dengan masa tunas yang lebih panjang.
Sebagian besar orang, pada pemeriksaan serologisnya telah mendapat infeksi HSV1 jarang
didapatkan pada seorang yang pernah terinfeksi HSV2 sebelumnya.
Pada episode pertama nonprimer infeksi sudah berlangsung lama, tetapi belum
menimbulkan gejala klinis dan tubuh sudah membentuk zat anti sehingga gejala yang
muncul lebih ringan.
3. Herpes genitalis rekurens
a. Lebih bersifat ringan dan bersifat lokal.
b. Sebagian besar infeksi dengan HSV2 ini akan terjadi kekambuhan
Yaitu infeksi utama bersifat subklinis atau asimtomatis.Dikatakan bahwa kekambuhan
pada HSV2 terjadi 6 kali lebih sering daripada HSV1. Sebagian besar pasien yang
mempunyai seropositif untuk HSV2 tidak dapat dikenali adanya infeksi pada HSV. Dua
puluh persen pasien sering kambuh dan 60% dari lesi klinisnya mempunyai kultur positif
untuk HSV2.
Kekambuhan akan terjadi bila ada faktor pencetus yang akan menyebabkan reaktivasi
virus dalam ganglion sehingga virus turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit
yang dipersyarafinya. Untuk kemudian bereplikasi dan multiplikasi dan menimbulkan lesi
2. Virus akan terus-menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktoij pencetus
menyebabkan kelemahan pada daerar tersebut dan lesi menjadi rekurens. Faktor pencetus
kekambuhan:
1) Adanya trauma minor,
2) Infeksi lain termasuk panas yang bersifat ringan atau pasien tidak mengeluh panas,
3) Infeksi saluran nafas atas,
4) Radiasi ultraviolet,
5) Neuralgia trigeminal,
6) Juga pada kasus setelah operasi intrakranial karena penyakit ini, operasi gigi,
atau oleh tindakan dermabrasi.
7) Bahkan kadang-kadang seorang wanita mendapat kekambuhan dari keadaan
ini saat dirinya menstruasi.
Pada anak-anak biasanya mempunyai gambaran vesikel yang lebih besar walau
angka kejadian munculnya jarang. Rekurensi lebih sering terjadi pada bagian tubuh yang
sama. Meskipun vesikel biasanya berbentuk tidak teratur dalam satu garis atau satu
distribusi saraf.
Pada keadaan laten, bila ada faktor pencetus maka akan terjadi replikasi virus
sehingga terjadi lesi rekurens. Pada saat itu di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga gejalanya lebih ringan daripada saat infeksi primer.
c. Gejala Klinis:
1) Nyeri
2) Iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dari masa
sakitnya
3) Pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat nonf luktuasi
serta nyeri pada perabaan.
d. Gambaran klinis infeksi herpes genitalis yang rekuren sebagai berikut.
1) Vesikel kecil-kecil yang multipel bergerombol pada satu sisi muncul pada kulit yang
normal atau daerah kemerahan, berisi cairan jernih kemudian akan tampak keruh
dan purulen, kering dan berkrusta menyembuh setelah 7-10 hari, lesi yang matang
terdiri atas vesikel bergerombol dan atau pustula di atas kulit yang eritematosa
dengan dasar edema.
2) Adanya krusta yang kekuningan atau keemasan mengindikasikan adanya
superinfeksi dengan bakteri
3) Pembesaran kelenjar regional dengan nyeri sering ditemukan.
4) Gambaran eritema multiforme sering bersamaan dengan infeksi HIV dan
berespons dengan pemberian antivirus sebagai profilaksis.

4. Herpes genitalis atipikal


Atipikal adalah istilah yang menggambarkan manifestasi herpes simpleks genitalis yang
tidak khas atau atipikal. Tidak berupa vesikel sering berupa fisura, furunkel, ekskoriasi dan
eritema vulva nonspesifik disertai rasa nyeri dan gatal pada wanita sedangkan pada pria berupa
fisura linier pada preputium dan bercak merah pada glans penis.

5. Reaktivasi subklinis atau herpes simpleks genitalis asimtomatis


Episode transmisi seksual dan vertikal terjadi pada fase ini. Reaktivasi HSV
subklinis paling tinggi terjadi dalam 6 bulan setelah terinfeksi. Di mana jika seseorang yang
telah menderita herpes genitalis selama bertahun-tahun akan melepaskan virus secara subklinis
separuhnya dibandingkan wanita yang menderita kurang dari 2 tahun.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Pemeriksaan Kulit


1. Lokalisasi : pada wanita biasanya pada labia mayora, labia minora, klitoris dan
introitus vagina. Pada pria vesikel biasanya terdapat pada prepusium, glans penis
dan korpus penis.
2. Efloresensi : vesikel berkelompok diatas daerah eritematosa pada alat kelamin.
Vesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus – ulkus kecil, dangkal dan jika sembuh
tidak menimbulkan jaringan parut

2.5.2 Diagnosis Klinis


Dibedakan antara infeksi HSV genital dengan penyebab lain ulkus genital baik infeksi
atau bukan. Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran
sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri.

2.5.3 Diagnosis Laboratorium


1. Isolasi virus.
2. Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction (PCR).
3. Pemeriksaan serologi
a. Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay (EIA).
b. Peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum yang diambil segera dan sesudah
1 episode memiliki keterbatasan. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi.
4. Pemeriksaan histopatologi
Didapatkan gambaran yaitu Vesikel – vesikel pada lapisan stratum spinosum berisi
cairan yang mengandung sel – sel epitel akntolitik, leukosit, sel raksasa dan fibrin. Vesikel
mukosa berbeda dengan vesikel kulit yaitu vesikel mukosa relative tak berisi cairan,
jumlah fibrin lebih banyak serta sel – sel diatas vesikel lebih tebal dan edema.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan kasus
fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti pneumonia,
colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat
menimbulkan infeksi congenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi
lokal sampai dengan kelainan dan kadang meninggal.
Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan
pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan.

2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan herpes umumnya sama, di manapun herpes tersebut timbul. Yang


penting si penderita harus menjaga daerah tersebut tetap bersih dan kering. Anda dapat
membersihkan daerah sekitar dengan saline (larutan garam) dan sesudahnya harus segera
dikeringkan. Jika daerah terinfeksi terlalu lembab, dapat mengundang infeksi sekunder
(infeksi lanjutan).
1. Medis
a. Pengobatan lesi inisial / episode pertama yang diberikan dapat dibagi
menjadi 3 bagian.
1) Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya,
psikoterapi dan proteksi individual.
2) Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis
3) Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus
herpes.
Obat antivirus yang kini telah banyak dipakai adalah acyclovir, di samping itu ada 2
macam obat lagi antivirus baru yaitu valacyclovir dan famacyclovir. Efek obat antivirus
tersebut belum dapat mengeradikasi virus, yang ada hanya mengurangi viral shedding,
memperpendek hari sakit dan memperpendek rekurensi.
Pada keadaan imunokompeten resistensi terhadap asiklovir diperkirakan sekitar 3%.
Pada penderita dengan frekuensi rekurensi yang tinggi dapat diberikan terapi asiklovir sebagai
obat supresif kronis dalam dosis 400 mg dua kali sehari dan dapat menyembuhkan 50% dari
lesinya.
Pemberian terapi topikal juga mempunyai beberapa keuntungan dalam
penatalaksanaan herpes genitalis yang bersifat rekuren. Di Amerika Serikat preparat asiklovir
5% topikal dalam propiletilen glikol menghasilkan efek antivirus, tetapi hanya sedikit
keuntungan klinis yang didapat. Di Eropa dengan sediaan preparat asiklovir 5% dalam
krim aqua lebih efektif.

b. Lesi Rekurens
Jika lesi ringan: simtomatis
Jika lesi berat : dapat diberikan asiklovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X
400 mg/hari atau Valasiklovir 2 x 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 x 125-250 mg /hari.

2. Non Medis
a. Menjaga kebersihan local
b. Menghindari trauma atau factor predisposisi
13

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata.

Cantumkan semua identitas klien: umur (penyakit ini sering terjadi pada anak
usia di atas 10 tahun atau kelompok dewasa); jenis kelamin (tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan).

b. Keluhan utama.

Biasanya pasien datang dengan keluhan demam disertai dengan adanya lepuh
berisi air pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa
gatal/nyeri pada derma-tom yang terserang, klien juga mengeluh nyeri kepala
dan badan terasa lelah. Pada daerah yang terserang, mula-mula timbul papula
atau plakat berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula.

d. Riwayat penyakit keluarga.

Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes
zoster, atau klien pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.

e. Riwayat psikososial.

Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran/citra diri
dan harga diri. Sering kali kita jumpai gangguan konsep diri pada klien. Hal ini
karena herpes zoster merupakan penyakit yang merusak kulit dan mukosa,
14

terutama pada kasus herpes zoster berat. Di samping itu, perlu dikaji tingkat
kecemasan klien dan informasi/pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit ini.
f. TTV
1) Head To Toe
a) Kepala
b) Kulit kepala
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
3) Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada
penurunan penglihatan.
4) Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan
tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
5) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
b) Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
c) Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
d) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
e) Pemeriksaan pendengaran
f) Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
g) Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih
keras.
h) Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
6) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
7) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
8) Thorak
a) Bentuk : simetris
b) Pernafasan : regular
c) Tidak terdapat otot bantu pernafasan
9) Abdomen
a) Inspeksi
b) Bentuk : normal simetris
c) Benjolan : tidak terdapat benjolan
d) Palpasi
e) Tidak terdapat nyeri tekan
f) Tidak terdapat massa / benjolan
g) Tidak terdapat tanda tanda asites
h) Tidak terdapat pembesaran hepar
i) Perkusi
j) Suara abdomen : tympani.
10) Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional
11) Ekstremitas

Tidak terdapat luka dan spasme otot.


Integument ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema
di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
g. Pemeriksaan laboratorium.

Sitologi (64% zanck smear positif); adanya sel raksasa yang multilokuler dan
sel-sel okantolitik.
Tzanck’s smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel mengandung badan inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi yang
lain, kecuali virus herpes simpleks.
Isolasi virus: cairan vesikel, darah, cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi,
antigen VVZ.
Sitologi (64% zanck smear positif) : adanya sel raksasa yang multilokuler dan
sel-sel okantolitik.

h. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan,
anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas
pasien.
d. Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.

3.2 WOC Herpes Simpleks

Etiologi
Faktor pencetus reaktivasi virusHerpes
: Simpleks : Herpes Virus Hominis (HVH)/ Herpes
Transmisi/penularan Simplek
melalui Virus
: Kontak (HSV) dengan individu yang t
langsung
- Panas badan (demam) permukaan kulit dan mukosa dalam sekresi oral, genital
- ISPA
- Gangguan GIT (saluran cerna)
- Trauma local
- Paparan sinar matahari
- Menstruasi
Herpes Simpleks

Virus masuk melalui permukaan kulit dan secret genital tentang penyakit pasien yang kurang
Pengetahuan

Masuk ke sel epitel MK : Ansietas


mukosa/permukaan kulit
dan melebur dalam
membran sel

Terjadi Replikasi di dalam


sel

Menghasilkan banyak
Virion
Virion masuk ke dalam inti sel neuron dan ganglia

Menularkan melalui sensoris dan


Sistem imunitas menginfeksi
terangsang dan merespon
permukaan kulit dan Sel melepas virus baru
secret mukosa sebelum selnya mati
MK : Kerusakan
Integritas Kulit

 MK : Risiko
penyebaran
penyakit Timbul Vesikula dan
 MK : Gangguan Ulkus
fungsi sexsual

Demam, myalgia,
malaise

MK : Nyeri
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d adanya lesi kulit
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon peradangan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan fungsi barier kulit

3.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Pain control  Pain Management
Jelaskan faktor Lakukan pengkajian
berhubungan dengan penyebab. nyeri secara
Gunakan
adanya lesi kulit Kriteria komprehensif
tindakan
hasil termasuk lokasi,
pencegahan.
Mampu mengontrol nyeri karakteristik,
Gunakan
(tau penyebab nyeri, mampu durasi, frekuensi,
tindakan non
menggunakan tehnik non kualitas.
analgesic
Gunakan
farmakologi untuk Laporkan
komunikasi
mengurangi nyeri). perubahan gejala
Melaporkan bahwa nyeri terapeutik untuk
nyeri ke perawat.
berkurang dengan Catat serangan/ mengetahui
menggunakan manajemen tanda gejala nyeri. pengalam nyeri
nyeri pasien.
Mampu mengenali nyeri Kaji faktor yang
(skala, intensitas, tanda mempengaruhi
nyeri). respon nyeri.
Mengatakan rasa nyaman Evaluasi
setelah nyeri berkurang. pengalaman nyeri
masa lalu.
Evaluasi bersama
pasien dan tim
medis tentang
ketidakefektifan
 Control Nyeri
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
kebisingan.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, &
interpersonal).
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi.
Ajarkan tentang
tehnik
nonfarmakologi.
Berikan analgesic
untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi
ketidakefektifan
kontrol nyeri.
Tindakan istirahat
Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Observasi reaksi
nonverbal dan
ketidaknyamanan.
Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri. (Amin dkk,
2015)

2. Kerusakan integritas Tissue Pressure


kulit management
integrity (skin Jaga kebersihan
berhubungan dengan lesi
and
dan respon peradangan mucous kulit agar tetap
membranes) bersih dan kering
- Elastisitas Hindari kerutan

kembali normal pada tempat tidur


Monitor kulit akan
- Tidak terdapat
adanya kemerahan
Skin lesions Monitor aktivitas
- Texture kulit dan mobilisasi
kembali normal pasien
- Skin integrity Monitor status
kembali normal nutrisi pasien
Mobilisasi pasien
- Tidak terdapat
necrosis setiap dua jam
sekali
Oleskan lotion /
minyak pada
daerah yang
tertekan
Anjurkan pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
Kolaborasi dengan
tim medis lain jika
terjadi komplikasi
Risiko infeksi Infeksi Kontrol Infeksi
3. Bersihkan
berhubungan dengan yang
lingkungan setelah
kerusakan fungsi barier kulit hebat
Dahak kental dipakai pasien
Kriteria Hasil :
Pengambilan Pertahankan
Klien bebas dari tanda dan
teknik isolasi
 gejala infeksi nanah
Instruksikan pada
Mendeskripsikan proses Demam
Hypotermi pengunjung untuk
 penularan penyakit, factor Ketidakstabilan
mencuci tangan
yang mempengaruhi suhu
saat berkunjung
penularan serta Nyeri
Gejala
dan setelah
penatalaksanaanya
gastrointestinal
Rasa tidak enak
 Menunjukn kemampuan badan berkunjung
Mengerikkan
untuk mencegah timbulnya meningggalkan
infeksi pasien
 Jumlah leukosit dalam batas Cuci tangan
normal sebelum dan sesaat
 Menunjukan prilaku hidup
tindakan
sehat. Gunakan sarung
tangan,baju
sebagai alat
pelindung
Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotic
sesuai resep yang
diberikan
Berikan terapi
antibiotic bila perlu
Ajarkan cara
menghindari
inveksi
Laporkan kultur
positif
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Herpes simplek genetalia merupakan penyakit menular seksual, penularannya
melalui hubungan seksual maupun permukaan kulit.
2. Gejala yang sering adalah nyeri serta klien kebanyakan mengalami gangguan
psikologi maupun psikososial.
3. Penanganan dapat berupa medis maupun nnon medis dimana peran perawat disini
adalah penanganan non medis yaitu memberikan health education dalam mencegah
penularan herpes genetalia

4.2 Saran
1. Sebagai ilmu pengetahuan untuk memberikan intervensi pada pasien herpes
simplek genetalia.
2. Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada pada makalah ini, maka dapat
dikembangkan untuk penulisan lebihy lanjut.

20
DAFTAR PUSAKA

Braig ,Suzanne. 2004. Management of Genital Herpes during Pregnancy: the French
Experience. Herpes Journal of IHMF. http://www.ihmf.org/112Braig . Diakses
pada tanggal 17 Oktober 2009.

Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku
kedokteran EGC

Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto. 2007. Infeksi Menular Seksual: Herpes Genitalis edisi
ketiga, hal 125-139. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitasb Indonesia.

Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai