Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan atau Leadership


1. Pengertian Kepemimpinan atau leadership

Ada beberapa macam pengertian mengenai kepemimpinan diantaranya


menurut Wukir (2013: 134) memberikan pengertian kepemimpinan yang merupakan
seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai
tujuan bersama. Sedangkan menurut Samsudin (2009: 287) kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau
bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.

Kemudian menurut Rachmawati (2004: 67) kepemimpinan dapat diartikan


sebagai kemampuan mempengaruhi kelompok ke arah pencapaian tujuan atau suatu
usaha menggunakan gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi
individu dalam mencapai tujuan. Berdasarkan definisi diatas maka, kepemimpinan
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan maupun keahlian yang ada pada seseorang
dalam menggerakkan atau memotivasi suatu individu maupun kelompok untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Ciri-Ciri Kepemimpinan atau Leadership

Seorang pemimpin paling sedikit harus memimpin bawahan untuk mencapai


tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan, 16 mempunyai
interaksi antarpersonel yang baik, mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan
diri dengan keadaan. Menurut Samsudin (2009: 293-294), ada beberapa sifat
pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a. Keinginan untuk Menerima Tanggung Jawab Seorang pemimpin yang menerima


kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada
pimpinannya atas segala yang dilakukan bawahannya.
b. Kemampuan untuk “Perceptive” Perceptive adalah menunjukkan kemampuan
untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap
pimpinan harus mengenal tujuan organisasi sehingga ia dapat bekerja untuk
membantu mencapai tujuan tersebut.
c. Kemampuan Bersikap Objektif Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat
suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Objektivitas
membantu pimpinan untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi
yang mungkin mengaburkan realitas.
d. Kemampuan untuk Menentukan Prioritas Kemampuan ini sangat diperlukan
karena pada kenyataanya masalahmasalah yang harus dipecahkan bukan datang
satu per satu, melainkan datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang
lainnya 5. Kemampuan untuk Berkomunikasi Kemampuan untuk memberikan dan
menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Oleh karena
itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak
perlu dikuasai
3. Keterampilan Pemimpin atau Leadership
Menurut Sunyoto (2013: 39) para pemimpin menggunakan jenis keterampilan
yang berbeda yaitu:
a. Keterampilan Teknis (Technical Skill)
Keterampilan ini mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam
salah satu jenis proses atau teknik. Keterampilan ini merupakan ciri yang
menonjol dari prestasi kerja pada tingkat operasional, tetapi pada saat pegawai
dipromosikan pada tanggung jawab kepemimpinan, keterampilan teknis secara
proporsional menjadi kurang penting.
b. Keterampilan Manusiawi (Human Skill)
Keterampilan manusiawi adalah kemampuan bekerja secara efektif dengan orang-
orang dan membina kerja tim. Setiap pemimpin pada semua tingkat organisasi
memerlukan keterampilan manusiawi yang efektif. Ini merupakan bagain penting
dari perilaku pemimpin.
c. Keterampilan Konseptual (Conseptual Skill)
Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk berpikir dan kaitannya dengan
model, kerangka, hubungan yang luas seperti rencana jangka panjang.
Keterampilan ini menjadi semakin penting dalam pekerjaan manajerial yang lebih
tinggi. Keterampilan konseptual berurusan dengan gagasan, sedangkan
keterampilan manusiawi berfokus pada orang dan keterampilan teknis pada benda.
B. Kesehatan masyarakat

Kesehatan Masyarakat Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan


masyarakat adalah upayaupaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang
mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama dengan
sanitasi. Upaya memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan adalah merupakan
kegiatan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Kesehatan masyarakat adalah kesatuan unit praktek kesehatan masyarakat yang


bertujuan untuk pengembangan dan peningkatan kemampuan hidup sehat bagi pendidikan
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) menggunakan konsep dan keterampilan
dan praktek kesehatan masyarakat (Freeman) (Syafrudi, 2009). Dari pengalaman-
pengalaman praktik kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai pada awal abad ke-
20, Winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan masyarakat (public health)
adalah ilmu dan seni: mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan
kesehatan, melalui ‘Usaha-usaha Pengorganisasi Masyarakat’ untuk (Notoatmodjo,
2007):

a. Perbaikan sanitasi
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
d. Pengorganisasi pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini
dan pengobatan.
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan
hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.

C. Aspek Leadership dalam Sistem Kesehatan Masyarakat


Core Function of Public Health (Fungsi Inti dari Kesehatan Masyarakat) terdiri
dari Assessment (penilaian) yang dalam hal ini terkait dengan identifikasi masalah
kesehatan, Policy Development (pembuatan kebijakan) yang bertugas untuk pembuatan
kebijakan yang berkaitan dengan identifikasi alternatif pemecahan masalah atau solusi
yang mungkin dapat dilakukan, dan Assurance (jaminan) yaitu jaminan yang
kemungkinan dapat berupa solusi (biasanya berbentuk program dan layanan).
Berdasarkan hal tersebut maka seorang pemimpin kesehatan masyarakat harus memiliki
tanggung jawab sesuai dengan apa yang menjadi fungsi inti dari kesehatan masyarakat itu
sendiri. Dalam hal ini maksud dari fungsi inti kesehatan masyarakat adalah tahapan
bagaimana sebuah program atau pelayanan kesehatan dapat terlaksana sesuai dengan apa
yang dibutuhkan masyarakat. Seorang kepala Dinkes kabupaten/ kota secara langsung
maupun tidak langsung memandu atau menetapkan sistem informasi untuk hingga
pengumpulan data masalah yang terkait hingga evaluasi dari program yang akan
dijalanakan.
Pada kenyataannya, seorang pemimpin kesehatan masyarakat sebagai contoh
seorarng kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam menjalankan fungsi inti berupa
assessment (penilaian) maka yang pertama kali ia lakukan adalah mengidentifikasi
masalah-masalah yang menjadi fokus utama dari program-program yang dijalankan oleh
Dinkes Kabupaten/ Kota. Dalam menangani beberapa maslah yang menjadi tanggung
jawab dari Dinkes Kabupaten/ Kota tersebut hendaknya dibuat penilaian agar selanjutnya
bisa ditentukan urutan prioritas maslah yang harus segera atau dapat ditunda sementara
penangannya.
Berdasarkan sistem informasi yang telah disusun, langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh Kepala Dinkes Kabupaten/ Kota sebagai pemimpim Kesehatan
Masyarakat yang melaksanakan fungsi inti selanjutnya yaitu Policy Development
(pembuatan kebijakan). Pembuatan kebijakan ini tetunya dengan berbagai macam
pertimbangan bai dari sisi negative dan positif adanya kebijakan tersebut jika digunakan
untuk menyelesaikan sutu maslaha yang dianggap menjadi prioritas utamnaya. Sebagai
contohnya yaitu masalah meningkatnaya angka kematian akibat DBD di suatu kelurahan.
Sebagai seorang Pemimpin Kesehatan Masyarakat, Kepala Dinkes Kabupaten/
Kota dalam pengambilan keputusan untuk akhirnya menetapkan suatu kebijakan tentu
sudah mempertimbangkan berbagai faktor yang mungkin bsa mendorong ataupun
menghambat keberjalanan kebijakan tersebut dan seorang pemimpin juga harus
menganalisa serta mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab utama
tingginya angka DBD di kelurahan tersebut dari sekian banyak penyebab dari penyebab
kasus DBD. Setelah tahu bahwa kebijakan sudah sesuai dengan keterbutuhan dari
masarakat di suatu kecamatan tertentu maka
Jika dalam keberjalanan suatu kebijakan diperlukan adanya mitra kerja dengan
pihak lain untuk membantu pendanaan ataupun mendukung secara aspek sumber daya,
maka seorang pemimpin harus bisa melakukan advokasi bersama dengan sie yang
memiliki tugas terkait bidang kehumasan. Dalam melakukan sebuah advokasi ataupun
menjalin kerjasama dengan mitra yang ditargetkan seorang pemimpin tentu harus
memiliki kemmapuan komunikasi yang baik agar penyampaian tujuan dari suatu
kebijakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan sebenarnya juga.
Setelah hasill ditetpakan, langkah selanjutna yaitu membuat program sesuai
keterbutuhan dan kebijakan yang sudah ada dan memastikan bahwa program yang dibuat
itu berjalan lancar dan mencapai target sesuai dengan hasil kesepakatan bersama. Hal itu
menunjukkan bahwa seorang pemimpin kesahatan dlam hal ini yaitu Kepala Dinkes
Kabupaten/ Kota telah melaksanakan fungsi inti kesmas yang ketiga berupa Assurance.
Salah satu program yang dapat dialakukan untuk pemberantasan DBD yaitu dengan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk). Pastikan pula bahwa kebijakan dan program yang
dibuta sudah sesuai dengn peraturan yang teah ditetapka secara nasional dan dilindungi
oleh hokum agar kemanan dari program tersebut dapat terjamin. Pemimpin juga harus
memastikan bahwa segala hal yang berkaitan dengan PSN termasuk fasilitas dan layanan
yang diberikan sudah tepat. Jikalau ada kesalahan maka itu sebagai bahan evalusi dan
untuk mengukur seberapa efektifitas dan kualitas layanan program yang dijalankan.
Pelaksanaan assessment, policy development dan assurance poleh seorang kepala Dinkes
secara keseluruhan yang artinya dilakukan sepenuhnya misalnya pada pelaksanaan
program PSN sebagai upaya pemberantasan DBD tentunya akan mendukung tercapainya
sistem kesehatan yang baik yang nantinya mampu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat terutama berkaitan dengan penyakit DBD. Hal ini menunjukkan bahwa suatu
sistem kesehatan membutuhkan peran leadership bagi pemimpin kesehatan masyarakat
pada umumya.

D. Aspek Berfikir Sistem dalam Sistem Kesehatan Masyarakat


Suatu sistem merupakan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk tujuan
tertentu. Dalam setiap elemen-elemennya saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama
lainnya yang terorganisir membentuk suatu kumpulan yang menunjukkan sifat secara
keseluruan. Di dalam sistem kesehatan pada umumnya terdapat sub sistem-sub sistem
atau elemen-elemen yang saling bekerja sama sistem kesehatan yaitu derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Sistem kesehatan masyarakat dapat berjalan dengan baik
apabila sebagai petugas kesehatan masyarakat mampu menerapkan prinsip berpikir sistem
pula.
Hal ini dikarenakan berfikir sistem dalam kesehatan masyarakat merupakan hal
terpenting yang harus dimiliki setiap individu untuk melakukan kegiatan yang ada di
dalam organisasi kesehatan masyarakat karena sistem memiliki prinsip bersama dan
saling berkaitan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Misalnya seorang kepala Dinas
Kesehatan Kota/ Kabupaten, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mampu
berpikir sistem agar ia dapat menjalanka semua kegiatan dan membawahi semua petugas
dibawah naungannya. Apabila memiliki konsep berpikir sistem tidak dimiliki maka akan
cenderung akan berjalan sendiri-sendiri tidak seirama antara kegiatan dan petugasnya
sehingga program yang sudah ada akan sulit terlaksana. Contohnya dalan prgram PSN
untuk upaya pemberantasan DBD. Kepala Dinkes harus bisa megantur antara kegiatan
tersebut dengan ketersediaan petugas pelaksana program.
Pemimpin juga harus memikirkan apakah jika program tersebut dilaksanakan
petugas mampu untuk melaksanakannya dengan baik?, hal tersebut juga berkaitan dengan
sistem yang kita kenal yaitu input, proses, output, dan feedback. Dalam program PSN
yang akan dilaksanakan di sebuah puskesmas, seorang kepala puskesmas yang menjadi
tonggak pusat kesehatan masyarakat harus berpikir dari awal hingga akhir apakah sumber
daya (man, money, method, material, machine) tersedia dan apabila belum bagaimana
penindakannya. Lalu setelah memikirkan sumber daya sebagai input program PSN seperti
petugas kesehatan (man), kepala Dinkes seharusnya juga memikirkan proses apa yang
akan dilaksanakannya untuk menyelenggarakan program tersebut dan bagaimana sistem
memonitoring dalam setiap tahap dari keberjalan program tersebut sehingga outputnya
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari program tersebut.
Keberhasilan program data dilihat melalui perbandingan ketercapaian antara
output dengan indikator yang sudah ditetapkann bersama sebelum program dilaksanakan
dan setelah program dilaksanakan. Melalui hal tersebut berhasil atau tidaknya program
PSN dalam upaya pemberantasan DBD di suatu kecamatan atau daerah. Hasil ini juga
bisa menjadi feedback yang nantinya akan menjadi input kembali atau sebagai bahan
evaluasi, pertimbangan, dan indikator dalam menentukkan suatu program di masa
mendatang.
Berfikir Sistem ini dapat dijalankan jika pemimpin menguasai dan mampu untuk
menerapkan disiplin 5 dari Peter Senge. Disiplin 5 terdiri dari personal mastery, mental
model, system thinking, shared vision, team learning. Setiap bagian atau tahap dari
disiplin 5 ini memiliki keterkaitan dan tidak dapat berdiri secara sendiri-sendiri. Seorang
pemimpin kesmas harus memiliki penguasaan pribadi (personal mastery) artinya dia
mampu mengontrol emosi yang ada dalam dirinya agar tercipta organisasi yang dan
bagaiaman ia menghargai pekrjaan setiap anggotanya. Penguasaan diri ini merupakan
hasil dari proses belajar, bukan sesuatu yang sudah dimiliki. Penguasaan diri akan
mempengaruhi mental model , yaitu gambaran proses penilaian pribadi berdasarkan
asumsi dan generalisasi yang ditangkap yang dapat mempengaruhi individu (kepala
Dinkes) dalam melakukan sebuah tindakan dan pengambilan keputusan. Mental model
digunakan sebagai sara untuk menyampaiakna hasil pemikiran atau asumsi secara efektif
melalu komunikasi yang nantinya diharapkan mampu untuk memperngaruhi orang lain
sebagai sasarannya. Bagi seorang pemimin kesmas seperi kepala Dinkes mental model
dapat digunakan untuk menyalurkan hasil pemikirannya berdasarkan pengamatan yang
terjadi kapada sub divisi dalam menetukkan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Dalam proses penilaian dan pengambilan keputusan ini tentunya juga diperlukan
personal mastery yang baik bagi seorang Kepala Puskesmas agar ia mampu
melakukannya. Jika kedua hal tersebut sudah dipenuhi oleh seorang Kepala Dinkes
selanjutnya ia akan mampu membuat visi bersama (shared vision) bagi seluruh
bawahannya. Dengan visi bersama tersebut akan memiliki komitmen yang juga berkaitan
satu sama lain sehingga akan timbul sebuah hubungan yang baik anatar pemimpin dan
bawahan. Hubungan baik itulah yang akan menjadikan sebuah program dapat terlaksana
dengan baik pula. Saat visi bersama ini terbentuk maka akan menjadi tim yang solid
karena mereka acuan yang sam dalam menentukan arah keberjalanan dari organisasi
tersebut. Sehingga akan memunculkan disiplin 5 selanjutnya yaitu team learning. dengan
disiplin ini diharapkan antara pemimpin dan bawahan mampu bersama-sama untuk
mencapai tujaunnya dan terus mengembangkan kompetensi yang dimiliki oleh setiap
individu.

E. Leadership, System Thinking dalam Sistem Kesehatan Masyarakat


Seorang ahli Kesehatan Masyarakat harusnya memiliki konsep kepemimpinan
yang baik karena pada dasarnya seorang ahli kesehatan masyarakat adalah mengatur
masyarakat terutama di bidang kesehatan. Misalnya seorang Kepala Dinkes, ia harus
memiliki leadership yang baiak untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dan kemudian
mencarikan alternatif pemecahan masalah melalui pembentukan program serta
memastikan bahwa program tersebut dapat terlaksana dan memiliki perlindungan hokum.
Teratasinya masalah kesehatan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan yang tentunya
hal ini mendukung sistem kesehatan yang ada. Selain itu, kepemimpinan juga
berhubungan erat dengan berpikir sistem karena pola berpikir sistem yang baik akan
melahirkan pemimpin yang berkualitas baik pula ataupun sebaliknya. Seorang Kepala
Dinkes juga harus mampu menerapkan disiplin 5 dalam memimpin, yang meliputi
personal mastery, mental model, system thinking, shared vision, team learning. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwan kelima disiplin tersebut memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Maka sebagai seorang pemimpin harus menguasai dan
mampu menerapkan selurruh displin 5. Diharapkan semua hal diatas mampu diterapkan
oleh seorang pemimpin Kesehatan Masyarkat

Dafpus

Wukir, 2013, Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Sekolah. Yogyakarta :


Multi Presindo.

Samsudin, Sadili. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.

Rachmawati, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM

Sunyoto, Danang. Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta : CAPS.

Syafrudin dkk. 2009. kebidanan komunitas. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta.

Winslow CEA (1920). The untilled fields of public health (Jurnal).Science


1920;51(1306):23-33.

Anda mungkin juga menyukai