Anda di halaman 1dari 30

REFARAT

KERACUNAN BINATANG

PEMBIMBING

Dr. AGUSTINUS SITEPU, M.Ked (For), Sp.F

DISUSUN OLEH :

M. FADHIL SATRIA

FADLIANSYAH SUTISNA

AIDIL FITRA

BAGIAN SMF FORENSIK

RSUD DR. RM. DJOELHAM KOTA BINJAI

BINJAI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana wata’ala yang telah memberikan berkah dan
pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat dengan judul “KERACUNAN
BINATANG” yang dianjurkan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS ILMU FORENSIK.
Sholawat teriring salam di curahkan kepada baginda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam yang telah
membawa kita dari alam yang penuh dengan kebodohan menuju alam yang penuh dengan
kerahmatan NYA.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Agustinus Sitepu,
M.Ked (For), Sp.F, yang telah bersedia membimbing kami, sehingga referat ini dapat selesai
pada waktunya.

Mohon maaf jika dalam penulisan referat ini terdapat kesalahan, dan mohon kritik dan
saran pembaca demi kesempurnaan referat ini. Atas perhatian dan saran penulis ucapkan terima
kasih.

Binjai, November 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut Saferstein
yang dimaksud dengan Forensic Science adalah ”the application of science to low”, maka secara
umum ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu
pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan.

Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi
untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis
kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya
ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang
dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan
interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan
hukum dan perundanganundangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat
disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat
dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk keperluan penegakan hukum dan
peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang dalam praktisnya sangat didukung
oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi,
farmakologitoksikologi, farmakokinetik, biotransformasi

Pengetahuan Toksikologi secara utuh disampaikan oleh bagian Kedokteran Forensik,


artinya yang disampaikan kepada mahasiswa tidak saja mengenai kelainan atau perubahan post
mortem pada kasus keracunan, tetapi juga mencakup bentuk dan sifat kimiawi zat-zat racun,
gejala keracunan, pemeriksaan laboratorium dan tindakan pengobatan yang dikenal sebagai
Toksikologi Klinis.

Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik smf forensikrsud dr. rm. djoelham kota binjai

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta pembaca, terutama
mengenai toksikologi forensik dengan keracunan hewan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Toksikologi
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia
atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Definisi lainnya dari toksikologi
forensik yaitu ilmu yang mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek
membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu mencari/menjelaskan
penyebab kematian pada penyelidikan kasus pembunuhan. 1,3

Toksikologi forensik mencangkup:


 terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal,
 mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari racun dan metabolitnya dalam materi
biologi
 menginterpretasikan temuan analisis ke dalam suatu argumentasi tentang penyebab
keracunan

B. Macam-Macam Toksikologi
Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap
penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan
toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia
yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik.
Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunan makanan/minuman dapat bersifat akut
atau kronis. Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun yang memiliki toksisitas
yang tinggi, dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat menimbulkan efek fisiologis yang
berat. Jenis keracunan ini umumnya mudah diidentifikasi dan menjadi perhatian masyarakat.
Sebaliknya keracunan yang bersifat kronis efek toksisitasnya baru dapat terlihat atau
teridentifikasi dalam waktu yang lama, umumnya tidak disadari dan tidak mendapat perhatian.
Peningkatan yang berarti terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh
bahan beracun seperti tumor (kanker), gangguan enzimatik, gangguan metabolisme, gangguan
sistem syaraf, mungkin saja merupakan akibat dari penggunaan berbagai jenis bahan kimia yang
bersifat toksis dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat.
 Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan
pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara
manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.

 Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai
efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu
mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan.

Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal), yang
jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek
kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun
adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk),
akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua
definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi
dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya
dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan
sakit, bahkan kematian.

C. Cara Diagnosa Keracunan


Kriteria diagnostik pada keracunan adalah
 Anamnesa kontak antara korban dengan racun

 Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan
racun yang diduga

 Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut, memang racun
yang dimaksud

 Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan
keracunan dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya
penyebab kematian lain

 Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya racun serta
metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik

D. Pemeriksaan Toksikologi
Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan di
jumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnose
atau menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak
harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setian kasus keracunan atau yang diduga
mati akibat racun. Setelah mayat si korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan
dikumpulkan jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti
dan bahan pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil
sebanyak-banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis.

Secara umum sampel yang harus diambil adalah :


1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak
sekitar 60cm.

3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a.
femoralis dan sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet
(NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet.

4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500gram.

5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila
urin tidak tersedia.

6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal
tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan
untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.

7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui
urin, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alcohol, dan stimulan.

8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama
narkotika.

9. Pada kasus khusus dapat diambil :

a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.


b. Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus psoas
sebanyak 200 gram.

c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.

d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.

e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.

f. Cairan otak sebanyak-banyaknya.

Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut, bahan
pengawet yang dianjurkan :
a. Alcohol absolute.

b. Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).

Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.


a. Natrium fluoride 1%

b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk setiap 10ml sampel)

Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru.


1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastic darah yang bersifat
asam dapat melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri, karena dapat membuat keliru
pada analisa gas kromatografi.
2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah:
a. Pembuluh darah femoral.
b. Jantung

Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :


1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditdarusuk pada trans-thoracic secara acak, secara
umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhatihati darah bisa terkontaminasi dengan cairan
dari esophagus, kantung pericardial, perut/cavitas pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukan pada bagian bawah
dinding perut terus sampai pada tulang pubis.
Pada mayat yang diotopsi :
1. Darah diambil dari vena femoral.
2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari: Vena subklavia, Aorta,
Arteri pulmonalis, Vena cava superior dan Jantung.
3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya berhubungan dengan trauma massif, darah tidak
dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan.
a. Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.

b. Jika dilakkukan tes untuk obat tersebut tidak dibawah efek obat pada saat kematian.

c. Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontaminsai.

d. Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk mengevaluasi
akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.

Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah
kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologik. Pengambilan sample untuk
pemeriksaan toksikologi adalah sebagai berikut :
1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya


3. Darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v. jugularis. A.
femoralis dsb).
4. Hati.
5. Ginjal, diambil keduanya.
6. Otak.
7. Urin.
8. Empedu bersama-sama dengan kantung empedu.
9. Limpa.
10. Paru-paru
11. Lemak badan.

Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :


1. Alcohol absolute.
2. Larutan garam jenuh.
3. Natrium fluoride 1%.
4. Natrium fuorida + natrium sitrat.
5. Natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate.
Alcohol dan larutan garan jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1% dan
campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate dan mercuric
nitrat khusus untuk pengawetan urin.
1. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi.

Untuk wadah pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9 wadah, karena masing-
masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu :
a. 2 buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan usus.

b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal.

c. 4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan empedu.

Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencuci dengan asam Kromat hangat lalu
dibilas dengan Aquades dan dikkeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan selain
penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat juga dilakukan pemeriksaan.

a. Kristalografi.
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung dimasukan ke
dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam
aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrate yang didapat, diteteskan di bawah mikroskop.
Bila bentuk Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.

b. Kromatografi lapisan tipis (TLC)


Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan alumunium
oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110° C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa (hasil
ekstraksi dari darah atau jaringan korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca, disertai
dengan tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak
boleh mengenai tetesan tersebut diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas
sambil melarutkan filitrat-filitrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan
reagensia Paladum klorida 0,5% dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam
alcohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi sedangkan
bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat.Untuk menentukan jenis
dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf masing-masing bercak. Angka yang
didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan
besar bercak dan intensitas warnanya dengan pembandingan, dapat diketahui konsentrasinya
secara semikuantatif.

2. Cara pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan
pemeriksaan harus memenuhi kriteria :
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.

b. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.

c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai
tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.

d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan
gejala klinis.

e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban
dengan lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.

f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada
kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap
persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.

g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara penyegelan dan
berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan
barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat
contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.

h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk
desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam
penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan
sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli kedokteran kehakiman maka hasil
pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam sebuah surat yaitu surat visum et repertum. Setelah
dibuat berdasarkan aturan yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat digunakan sebagai alat
bukti didalam proses peradilan .

E. Toksikologi Hewan

Seperti racun tanaman, racun hewan terdiri dari beragam struktur dan modus tindakan.
Sebuah contoh sederhana dan terkenal adalah asam formiat yang ditemukan pada semut (nama
ini berasal dari kata Latin, formika, untuk semut). Contoh lain adalah tetrodotoxin ditemukan
dalam ikan puffer dan saxitoxin ditemukan pada kerang dan ikan yang telah dikonsumsi certan
dinoflagellata. Racun hewan sering campuran protein kompleks. Sebagian besar dari kita
menderita racun hewan di beberapa waktu dalam kehidupan kita bahkan jika itu hanya sengatan
lebah waspor. Namun, di beberapa negara kematian dan penyakit akibat racun hewan
merupakan proporsi penting kasus keracunan dan penyebab signifikan penyakit dan kematian.

Dalam penggolongan permulaan ini meliputi bisa-bisa dan toxin-toxin yang dihasilkan
didalam organ-organ khusus dari ular, laba-laba dan binatang-biatang laut. Penggolongan
modern yang didasarkan atas pendekatan ini akan melibatkan organisme-organisme laut karena
racun ikan seperti toxin ciquatera adalah sebanding dengan organisme-organisme laut yang ada
dalam makanan ikan itu dan menurut penelitian mutakhir bahwa zat toksis yang ada dalam
organisme laut bisa dipekatkan dalam proses penyediaan makanan atau penyediaan sumber-
sumber protein.

Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa lainnya serta parasit


seperti cacing pita, dapat menginfeksi melali air dan makanan. Beberapa spesies dapat bertahan
pada lingkungan untuk beberapa minggu dan dapat klorinasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan
dapat sama dengan gejala gangguan perut yang ditimbulkan oleh bakteri dan penularannya
melalui rute fekal-oral.

Berikut senyawa tokin yang terdapat pada hewan antara lain:


1. Bisa ular

Gigitan ular adalah salah satu bentuk yang paling umum dari keracunan oleh racun alami
di seluruh dunia. Banyak bisa ular serupa dalam modus tindakan dan konstituen, menjadi
campuran protein atau polipeptida. Racun campuran dan akibatnya menimbulkan berbagai efek.
Misalnya, adanya protein asing dapat menyebabkan reaksi anafilaksis, meskipun hal ini jarang
terjadi, dan reaksi alergi tersebut dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Komponen enzim dapat mencerna berbagai konstituen jaringan baik di lokasi aksi,
menyebabkan nekrosis lokal, atau di tempat lain menyebabkan efek sistemik. Misalnya, gigitan
ular Diamondback, ular yang paling beracun di Amerika Serikat, memproduksi edema yang
sangat menyakitkan dalam beberapa menit. Mual, muntah dan diare dapat terjadi dan efek
jantung, seperti penurunan tekanan darah arteri sistemik dan lemah serta nadi cepat. Sistem
saraf pusat dapat dipengaruhi, menyebabkan kelumpuhan pernapasan. Anemia hemolitik dan
haemoglobinuria kadang-kadang terjadi, dan mungkin ada trombosis dan perdarahan.
Permeabilitas pembuluh darah dan konduksi saraf bisa berubah, dan anoksia serebral, edema
paru dan gagal jantung juga berkembang. Banyak fosfolipase ditemukan dalam racun ular
kadang-kadang menyebabkan intravaskular hemolisis dengan tindakan langsung pada membran
sel darah merah. Sebagian besar bisa ular mengandung phosphodiesterase yang menyerang
polinukleotida.

2. Tetrodotoxin

Racun ini ditemukan dalam ikan puffer, kadal dan bakteri dan telah dipelajari secara
ekstensif. Ikan dimakan sebagai makanan lezat di Jepang dan asalkan ikan tersebut dipersiapkan
dengan benar sehingga bisa dimakan dan aman. Namun, kematian yang terjadi yang dihasilkan
dari persiapan yang salah pada ikan dan sekitar 60 persen kasus keracunan yang fatal.
Tetrodotoxin dan ichthyocrinotoxin yang ditemukan dalam telur, hati dan kulit ikan.
Tetrodotoxin adalah racun saraf yang sangat kuat, mematikan pada dosis sekitar 10 G kg/ 1
berat badan. Efek awal adalah kesemutan di mulut diikuti dalam 10-45 menit dengan otot
inkoordinasi, air liur, kulit mati rasa, muntah, diare dan kejang-kejang. Hasil Kematian dari
kelumpuhan otot rangka. Sensorik serta saraf motorik terpengaruh dan diyakini bahwa
tetrodotoxin selektif menghambat saluran natrium sepanjang akson, mencegah potensial aksi.
3. Chlorotoxin

Chlorotoxin (Cltx) adalah senyawa aktif yang ditemukan di racun kalajengking. Memiliki
kemampuan untuk menghambat konduktansi saluran klorida. Terkena Cltx dalam dosis yang
banyak dapat mengakibatkan kelumpuhan melalui gangguan saluran ion. Mirip dengan toksin
botulinum, Cltx telah terbukti memiliki nilai terapeutik yang signifikan. Bukti menunjukkan
bahwa Cltx dapat menghambat kemampuan untuk glioma untuk menyusup jaringan saraf yang
sehat di otak, secara signifikan mengurangi kerugian invasif potensial yang disebabkan oleh
tumor.

4. Conotoxin

Conotoxin mewakili kategori racun yang dihasilkan oleh siput kerucut yang hidup di laut,
dan mampu menghambat aktivitas sejumlah saluran ion seperti kalsium, natrium, kalium atau
saluran. Dalam banyak kasus, racun yang dikeluarkan oleh berbagai jenis siput kerucut
mencakup berbagai jenis conotoxins, yang mungkin khusus untuk saluran ion yang berbeda,
sehingga menciptakan racun yang mampu meluas gangguan fungsi saraf. Salah satu bentuk unik
conotoxins, ω-conotoxin (. ω-CgTx) sangat spesifik untuk saluran Ca dan telah menunjukkan
kegunaan dalam mengisolasi racun dari sistem. Sebagai kalsium fluks diperlukan untuk
rangsangan yang tepat dari sel, setiap penghambatan signifikan dapat mencegah sejumlah besar
fungsionalitas. Secara signifikan, ω-CgTx mampu mengikat dan menghambat saluran kalsium
yang terletak di membran neuron tapi bukan dari sel-sel otot.

5. Apitoxin

Apitoxin atau madu racun lebah, adalah cairan tak berwarna dan pahit. Bagian aktif dari
racun adalah campuran kompleks protein, yang menyebabkan peradangan lokal dan bertindak
sebagai antikoagulan. Racun ini diproduksi dalam perut lebah pekerja dari campuran sekresi
asam dan basa. Apitoxin bersifat asam (pH 4,5-5,5). Sebuah lebah madu dapat menyuntikkan
0,1 mg racun melalui penyengat nya. Apitoxin mirip dengan jelatang toksin. Diperkirakan
bahwa 1% dari populasi alergi terhadap sengatan lebah. Racun lebah terapi digunakan oleh
beberapa sebagai pengobatan untuk rematik dan penyakit sendi karena antikoagulan dan sifat
anti-inflamasi. Hal ini juga digunakan untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh orang alergi
terhadap sengatan serangga. Terapi racun lebah juga dapat disampaikan dalam bentuk Bee
Venom Balm meskipun ini mungkin kurang ampuh daripada menggunakan sengatan lebah
hidup.

6. Stromatoxin

Pertama kali diidentifikasi dalam racun tarantula Afrika Stromatopelma calceatum (yang
featherleg babon laba-laba). Singkatan teknis untuk toksin adalah ScTx1. Stromatoxin adalah
peptida yang terdiri dari 34 asam amino yang dimiliki struktural 'inhibitor sistein simpul'
peptida laba-laba. Toksin diidentifikasi menggunakan skrining sistematis dari efek racun dari
beberapa spesies tarantula pada KV2-saluran Xenopus laevis (katak bercakar Afrika) . Bioassay
fraksinasi dipandu dan kromatografi diidentifikasi stromatoxin sebagai komponen fungsional.

Pengaruh stromatoxin pada saluran kalium, penghambatan maksimal tercapai antara -30
dan 0 mV, sedangkan penghambatan parsial pada nilai lebih positif dari +10 mV. Meskipun
saluran masih bisa diaktifkan, depolarisasi jauh lebih besar diperlukan. Dengan menghalangi
saluran kalium, stromatoxin memiliki berbagai macam tindakan. Saluran target dapat ditemukan
dalam jaringan jantung, neuron dan sel-sel otot polos. Dalam sel jantung, peran mereka lebih
terfokus pada ketinggian dan durasi dari fase plateau potensial aksi, repolarisasi membran sel,
refractoriness jantung dan otomatisitas. Dalam sistem saraf, tipe A dan saluran kalium
menentukan membran potensial istirahat, tindakan potensial durasi dan repolarisasi. Jadi, toksin
terlibat dalam rangsangan membran, pelepasan hormon, dan transduksi sinyal dan
pengolahan.Pengaruh toksin sangat bervariasi dengan jaringan di mana saluran disajikan.
Stromatoxin misalnya melarang apoptosis pada enterosit dan menghambat penyempitan
myogenic di (tikus) arteri serebral.

7. Vanillotoxins (VaTxs, subtipe VaTx1, VaTx2, dan VaTx3)

Vanillotoksin adalah neurotoksin yang ditemukan dalam racun tarantula Psalmopoeus


cambridgei. Vanillotoksin bertindak sebagai agonis untuk reseptor transien potensial kation
saluran subfamili anggota V 1 (TRPV1), mengaktifkan sistem sensorik nyeri. VaTx1 dan 2 juga
bertindak sebagai antagonis untuk KV2-jenis tegangan-gated saluran kalium (KV2), mendorong
perilaku lumpuh pada hewan kecil.
P. cambridgei, tarantula dari Trinidad, menggunakan racun untuk melumpuhkan
mangsanya. Di antara senyawa lain, racun ini memiliki semua tiga subtipe dari VaTxs: VaTx1,
VaTx2, dan VaTx3. Nama racun ini berasal dari reseptor vanilloid TRPV1, dimana VaTxs
mengikat..

Vanillotoxins memiliki homologi dekat dengan inhibitor sistein simpul (ICK) racun lain.
ICK racun yang paling dikenal sebagai blocker saluran kation. Struktur yang tepat dari VaTxs
belum disimpulkan, meskipun beberapa model awal telah diajukan.VaTxs adalah 53-82%
identik dalam urutan asam amino. VaTx1 dan VaTx2 memiliki struktur hampir sama, sementara
VaTx3 menunjukkan beberapa keragaman yang ekstrusi lingkaran protein.

Pada manusia, efek VaTxs belum sistematis dipelajari. Secara umum, racun P.
cambridgei dikenal untuk menghasilkan rasa sakit, tetapi jumlah toksin yang hadir dalam
gigitan terlalu rendah untuk menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Efek dari VaTxs pada
TRPV1 dan KV2 telah dipelajari dengan menyuntikkan VaTxs subkutan pada tikus. VaTxs
mengikat ke domain pori ekstraselular TRPV1 dalam sistem saraf perifer menyebabkan
pembukaan pori dan kation masuknya, sehingga memicu aktivasi sistem nyeri. Meskipun
arsitektur yang sama dari TRPV1 dan KV2, VaTx1 dan VaTx2 mengikat ke domain tegangan-
sensing dari KV2 daripada pori-domain. Dengan demikian, mereka meningkatkan potensi
ambang tindakan dalam sambungan neuromuskuler, memunculkan perilaku lumpuh..

8. Onchidal

Onchidal adalah racun alami yang diproduksi sebagai sekresi defensif oleh moluska
Onchidella binneyi dan beberapa spesies terkait lainnya di Onchidella. Onchidal bertindak
sebagai inhibitor acetylcholinesterase ireversibel, mekanisme yang sama pada aksi seperti yang
dari agen saraf yang mematikan, namun onchidal bukanlah suatu senyawa organofosfat atau
karbamat dan sedikit memiliki kemiripan dengan senyawa lain.

9. Batrachotoxins (BTX)

BTX sangat ampuh untuk kardiotoksik dan neurotoksik, alkaloid steroid ditemukan pada
spesies tertentu katak (racun katak panah), kumbang, dan burung (Ifrita kowaldi, Colluricincla
megarhyncha). BTX adalah neurotoxin non-peptidal dikenal paling kuat. Batrachotoxin berasal
dari kata Yunani "batrachos" (βάτραχος) yang berarti katak, dan "toxine" (τοξίνη) yang berarti
racun.

Lebih dari 100 racun telah diidentifikasi dari sekresi kulit katak anggota keluarga
Dendrobatidae, terutama Dendrobates dan Phyllobates. Anggota dari genus Dendrobates,
Ranitomeya, dan Oophaga juga dikenal sebagai "racun panah" atau "racun panah" katak.
Namun, hanya katak dari genus Phyllobates menghasilkan batrachotoxin sangat mematikan.
Salah satu contoh ini akan menjadi Phyllobates terribilis, juga dikenal sebagai Golden Poison
katak. Katak ini dianggap oleh beberapa orang untuk menjadi salah satu hewan paling beracun
di dunia. Racun merembes melalui pori-pori, folikel rambut, dan lecet.

Toksin dilepaskan melalui sekret berwarna atau susu dari kelenjar yang terletak di bagian
belakang dan di belakang telinga katak dari Phyllobates. Ketika salah satu dari katak ini adalah
gelisah, merasa terancam atau merasa sakit, toksin refleks dirilis melalui beberapa kanal.

BTX Sebagai neurotoxin yang mempengaruhi sistem saraf. Fungsi neurologis tergantung
pada depolarisasi saraf dan serat otot akibat peningkatan permeabilitas ion natrium dari
membran sel bersemangat. Racun larut dalam lemak seperti batrachotoxin tindakan langsung
pada saluran ion natrium terlibat dalam generasi potensial aksi dan dengan memodifikasi baik
selektivitas ion dan sensitivitas tegangan. Ini memiliki efek langsung pada sistem saraf perifer
(PNS). Batrachotoxin di PNS menghasilkan peningkatan permeabilitas (selektif dan ireversibel)
dari membran sel beristirahat untuk ion natrium, kalium tanpa mengubah atau konsentrasi
kalsium. Masuknya natrium depolarizes membran sel sebelumnya terpolarisasi. Batrachotoxin
juga mengubah selektivitas ion dengan meningkatkan permeabilitas saluran terhadap kation
yang lebih besar. Saluran natrium menjadi terus-menerus aktif pada potensial membran.
Batrachotoxin membunuh secara permanen dengan menghalangi transmisi sinyal saraf ke otot.

Dalam laymans, batrachotoxin mengikat dan tidak membuka saluran natrium sel saraf
tersebut. Neuron ini tidak lagi mampu 'menembak' (mengirim pesan) dan menyebabkan
kelumpuhan. Meskipun umumnya diklasifikasikan sebagai neurotoxin, batrachotoxin telah
menandai efek pada otot-otot jantung. Efek ini mirip dengan efek kardiotoksik digitalis
(digoxin), racun yang ditemukan di pabrik foxglove. Batrachotoxin mengganggu konduksi
jantung, menyebabkan aritmia, ekstrasistol, fibrilasi ventrikel dan perubahan lain yang
menyebabkan serangan jantung. Batrachotoxin menginduksi asetilkolin pada saraf dan otot dan
penghancuran vesikel sinaptik, juga. Batrachotoxin R lebih beracun dibandingkan terkait
batrachotoxinin A.

Perubahan struktural dalam saraf dan otot disebabkan oleh arus besar ion natrium, yang
menghasilkan perubahan osmotik. Kegiatan Batrachotoxin bergantung pada suhu, dengan
aktivitas maksimum pada 37 ° C (99 ° F). Kegiatannya juga lebih cepat pada pH basa, yang
menunjukkan bahwa bentuk unprotonated mungkin lebih aktif.

Saat ini tidak ada obat penawar yang efektif ada untuk pengobatan keracunan
batrachotoxin. Veratridine, aconitine dan grayanotoxin seperti batrachotoxin adalah racun larut
dalam lemak yang sama mengubah selektivitas ion dari saluran natrium, menunjukkan situs
umum tindakan. Karena kesamaan ini, pengobatan untuk keracunan batrachotoxin terbaik
mungkin mencontoh, atau berdasarkan, pengobatan untuk salah satu racun tersebut. Pengobatan
juga dapat dimodelkan setelah itu untuk digitalis, yang menghasilkan efek kardiotoksik agak
mirip.

10. Bufotoxins

Bufotoksin adalah keluarga zat beracun yang ditemukan di parotoid kelenjar, kulit dan
racun banyak kodok (genus Bufo); amfibi lainnya, dan beberapa tanaman dan jamur. Komposisi
yang tepat sangat bervariasi dengan sumber tertentu toksin. Bufotoxin dapat berisi: 5-Meo-
DMT, bufagins, bufotalin, bufotenine, bufothionine, epinefrin, norepinefrin, dan serotonin.
Istilah bufotoxin juga dapat digunakan secara khusus untuk menggambarkan konjugat dari
bufagin dengan suberylargine.

Kodok diketahui mensekresikan bufotoxin adalah Bufo alvarius, Bufo americanus, Bufo
arenarum, Bufo asper, Bufo blombergi, Bufo bufo, Bufo gargarizans, Bufo formosus, Bufo
fowleri, Bufo Marinus, Bufo melanostictus, Bufo peltocephalus, Bufo quercicus, Bufo regularis,
Bufo valliceps, Bufo viridis, dan Bufo vulgaris

F. Gigitan Ular

a). Definisi
Pengertian racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan
campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yangdapat menimbulkan beberapa reaksi
toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ,
beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang
bersangkutan. komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung
factor letal. racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae,
Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota
badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan
dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)


Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

b). Maninestasi klinik


Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular, rasa terbakar, nyeri
ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa
perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya
gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh
tubuh. pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria,
yaitu pendarahan melalui saluran kencing. pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus
dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai
keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus, badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.

c). Patofisiologi

Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. jumlah bisa, efek
letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil
dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa
bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding
pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma.Komponen peptida bisa
ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin
dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat
pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.

c). Komplikasi

a. Syok hipovolemik

b. Edema paru

c. Kematian

d. Gagal napas

d). pemeriksaan penunjang Diagnostik


pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu
retraksi bekuan.

e). Penatalaksanaan medis

a. pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila penanganan medis
tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan
pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti,
melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30
menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan,
merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas
setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.

b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung
sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan
elektrolit.

Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian keliru dan
envenomasi yang berat.

d. mulai larutan salin IV pada semua pasien, berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.

e. pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung, turniket di lepas hanya bila syok sudah
diatasi dan anti bisa diberikan.

f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan
jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
G. Gigitan Serangga

a). Definisi gigitan serangga

Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang
disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk
melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. Insect
Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali menyebabkan bengkak,
kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan
gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak
labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.

b). Etiologi

Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous (beracun)
dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun biasanya menyerang dengan cara
menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni
dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang
tidak beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang
menimbulkan rasa gatal. Gigitan dari lebah, lebah raksasa (hornets), tawon, dan semut api
biasanya adalah yang paling parah. Gigitan dari nyamuk, kut, lalat, semut, laba-laba, dan
beberapa jenis kalajengking juga dapat menyebabkan reaksi. Kalajengking dan gigitan semut
tertentu juga dapat sangat parah. Meskipun jarang, beberapa serangga dapat membawa virus
seperti West Nile atau penyakit Lyrne.

Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan kelainan kulit yang
signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :

I. Kelas Arachnida

1). Acarina

2). Araneae (Laba-Laba)

3). Scorpionidae (Kalajengking)

II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda

III. Kelas Insecta

1) Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)


2) Coleoptera (Kumbang)
3) Diptera (Nyamuk, lalat)
4) Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
5) Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
6) Lepidoptera ( Kupu-kupu)
7) Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex

c). Patofisiologi

Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat gigitan atau
sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari
serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan
melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh
respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga.
Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2
kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.

Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal atau
reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan
serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang
dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam
timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan
merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut.

d). Tanda dan Gejala

Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor yang
mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan
gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang
terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika
luka tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.

Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya suatu reaksi
alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat
sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada
sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan
bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh
permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira
0,4%, ada 40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai
60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya syok dan
kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan
yang cepat terhadap reaksi ini.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsan dan hampir
meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan
karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada
tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar
atau ratusan sengatan lebah jarang sekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan
gagal ginjal.

Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan serangga
didantaranya adalah:

1) Reaksi alergi berat (anaphylaxis).

Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan
pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:

a) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan
masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)

b) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan

c) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput
lendir (angioedema)

d) Pusing dan kacau

e) Mual, diare, dan nyeri pada perut

2) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.

Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:

• Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

• Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

• Laba-laba gembel (hobo)

• Kalajengking

3) Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.

a) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat. Lebah
madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
b) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si
jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi

c) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar
kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali

4) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.

5) Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.

6) Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk
mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan
bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah
penggunaan anti serum.

7) Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang,
menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).

8) Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

e). Penatalaksanaan Gigitan Serangga

1) Gigitan serangga reaksi ringan

a) Pindahkan ke daerah yang aman untuk menghindari serangan

b) Buang serangga atau lebah yang menyengat apabila masih menempel pada kulit. Hal ini
akan mencegah atau mengurangi pelepasan racun.

c) Cucilah daerah gigitan dengan sabun dan air

d) Kompres dingin atau diisi dengan es batu untuk mengurangi rasa sakit dan bengkak

e) Minum obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau acetaminophen (parasetamol) untuk
meringankan rasa sakit akibat gigitan serangga atau sengatan lebah

f) Oleskan krim/salep yang mengandung hydrocortisone, lidokain atau pramoxine. Krim


lainnnya, seperti lotion calamine atau yang mengandung oatmeal koloid atau baking soda dapat
membantu menenangkan kulit gatal.

g) Minum obat antihistamin yang mengandung diphenhydramine (contohnya Benadryl),


CTM, cetirizine dan lain-lain.

2) Gigitan seranga reaksi Berat


Reaksi berat/parah akibat gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan gejala lebih dari
sekedar di tempat gigitan dan dapat berkembang dengan cepat. Segera ke Dokter atau IGD jika
tanda-tanda atau gejala-gejala berikut terjadi:

a. Kesulitan bernafas

b. Pembengkakan pada bibir atau tenggorakan

c. Pingsan

d. Pusing

e. Kebingungan

f. Detak jantung cepat

g. Mual, muntah dan kram

Lakukan tindakkan pertolongan pertama sambil menunggu bantuan medis:

a. Kendurkan pakaian yang ketat, tutupi dengan selimut

b. Jangan memberi makanan atau minuman apapun

c. Miringkan kepala untuk mencegah tersedak jika ada mutah, atau perdarahan dari mulut.

H. Sengatan/Gigitan Hewan Laut

a. Gigitan ubur-ubur

Kelompok hewan-hewan laut ini menimbulkan cedera dengan sengatan dari sel-sel penyengat
dari alat-alat penangkap (tentakel-tentakel)-nya yang menyebabkan rasa panas terbakar dan
sedikitperdarahan ada kulit. Ubur-ubur ada banyak jenisnya dan hidup didaerah tropis. Racun
ubur-ubur di buat oleh beribu-ribu duri halusyang terdapat di permukaan badannya. Bila duri
halus itu di sentuholeh perenang di laut, ubur-ubur akan menyuntukkan racun melaluiduri halus
itu.Kulit yang bersentuhan dengan duri ubur-ubur, akan merasagatal bercampur panas. Beberapa
menit kemudian akan timbulurtikaria yang dapat berubah menjadi (lepuh-lepuh visikel).
Perasaansakit biasanya akan hilang sendiri dalam beberapa jam, tetapi dapatkambuh lagi
beberapa hari kemudian.

1. Tanda dan gejala

-Rasa panas dan terbakar serta sedikit perdarahan pada kulit.

-Urtikaria
- Mual-Muntah

-Kejang otot

-Syok

- Kesulitan bernafas

-Keluar air mata terus-menerus

-Mata menjadi merah bengkak, pupil melebar

2. Penanganan

-Aman diri dan lingkungan sekitar

-Nilai keadaan dari airway, breating, dan sirkulasi (ABC).

-Bebaskan anggota badan yang cedera dari tentakel-tentakel dengan handuk basah.

-Cuci luka dengan larutan Aromatic Ammonia Spirit atau alcohol 70%

-Berikan 10 ml larutan Na Glukonat.

-Asang tourniket dan berikan antidote Sea Wasp Antivenome (SWA) bila ada

-Bawa segera ke rumah sakit

b. Gigitan ikan pari (Sting ray)

Kelompok hewan-hewan laut ini menyuntikkan racunnya dengan menusukkan duri-duri /jarum-
jarumnya. Ikan pari termasuk klas Elasmobrachil mempunyai tulang rawan. Jenis ikan pari
yangterkenal adalah pari kembang, pari bendera, pari pasir, dan pariburung.Bentuk badannya
pipih seperti cakram dengan ekor menyerupaicambuk. Pada ekor itu terdapat satu atau lebih duri
yang berbisa. Ikanini hidup di sekitar pantai. Ikan pari pasir biasanya berbaring di dasarlaut dan
tertimbun pasir atau lumpur. Bila ada orang yang menginjak badan ikan pari, ekornya akan
memecut sambil memasukkan durinya.

Orang yang terkena duri ikan pari dalam 10 menit merasa sakitdi sekitar tusukan itu. Makin lama
perasaan sakit itu akan makinbertambah hebat dan menjalar keseluruh anggota badan yang
tertusuk.Perasaan sakit biasanya berlangsung antara 6 – 48 jam, lalu berkurang.Luka yang
ditimbulakan berupa luka tusuk atau lasersi. Untuk mengeluarkan duri dalam daging, biasanya
diperlukan insisi. Setelahduri di keluarkan biasanya luka akan membengkak, maka dari itu
jangan dilihat langsung, cukup di kompres dengan antiseptic (betadin).Bila peradangan telah
tenang, barulah dilakukan penjahitan sekunder.
1. Tanda dan gejala

-Pembengkakan

-Mual, muntah dan diare

-Tekanan darah menurun,

-Berkeringat

-Jantung berdenyut tidak teratur

-Kadang-kadang bisa menimbulakan kematian.

-Kejang-kejang bahkan terkadang di sertai kelumpuhan otot-otot.

2. Penanganan

-Aman diri dan lingkungan sekitar

-Nilai keadaan dari airway, breating,dan sirkulasi (ABC).

-Bersihkan luka dengan sabun dalam air hangat selam 30-60 menit.Cara ini efektif untuk me-
nonaktifkan racun yang tidak panas

-Bawa segera ke rumah sakit

c. Gigitan Gurita ( Blue Ringed Octopus)

Gurita tidak akan menggigit kecuali terinjak atau di ganggu.Gigitannya sangat beracun dan
seringkali menimbulakan kematian.

1. Tanda dan gejala

-Kegagalan nafas secara progresif terjdi dalam 10-15 menit.

-Luka bekas gigitan kecil, tidak terasa nyeri yang mungkin berwarnamerah dan benjolan (tampak
seperti meleuh berisi darah).

-Kehilangan rasa raba (di mulai sekitar mulut dan leher).

-Mual, muntah

-Kesulitan menelan

-Kesulitan bernafas
-Gangguan penglihatan

-Inkoordinasi

-Kelumpuhan otot

- Pernapasan berhenti

-Denyut nadi berhenti

-Dapat diikuti kematian

2. Penanganan

- Aman diri dan lingkungan sekitar

-Nilai keadaan dari airway, breating, dan sirkulasi (ABC).

-Tenangkan penderita

-Bersihkan/cuci luka bekas gigitan dengan air hangat

-Lakukan pressure imobilisasi pada bagian yang cidera

-Monitor tanda-tanda vital

-Lakukan RJP jika diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk 2000, Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika Aesculapius, Jakarta.
Sartono. 2002. Racun dan Keracunan cetakan 1. Jakarta : Widya Medika.

Warrel D. Guidelines for the management of snake-bites [Internet]. 2010 . Available


from: apps.searo.who.int.PDS_Docs.pdf.

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. Penatalaksanaan akibat gigitan ular


berbisa. 2015

Chen F, Wen J, Wang X, Lin Q, Lin C. Epidemiology and characteristic of acute


poisoning treated at an emergency center. World J Emerg Med. 2010;1(2):154–156.

Anda mungkin juga menyukai