Anda di halaman 1dari 19

NAMA : Gloria Veronika Liudongi

NIM. : 19041104015

RINGKASAN MATERI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KAWASAN ASIA PASIFIK


(INDONESIA)

POLA PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN RAKYAT


BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERMINYAKAN
KABUPATEN BLORA

Potensi Kawasan Perminyakan

Menurut data BPS kabupaten Blora terletak pada ketinggian 36 mm dpl


dengan suhu harian rata-rata 25-29 0C dan kelembaban relatif 73-86%. Kawasan
perminyakan di Kabupaten Blora tersebar di tiga tempat yaitu Cepu, Ledok dan
Nglobo. Daerah yang paling berpotensi untuk ternak sapi yaitu daerah Nglobo,
selain itu juga ada beberapa ekor kambing PE (Peranakan Ettawa) yang
dipelihara oleh penduduk. Daerah Nglobo merupakan kawasan pengeboran
minyak yang dikelilingi oleh hutan dan pemukiman penduduk. Mata pencaharian
yang dominan penduduk di sana adalah petani. Usaha yang dijalankan petani di
sana yaitu sistem pertanian campuran (Mix Farming). Beberapa petani kecil
memelihara beberapa ekor sapi dengan maksud digemukkan dengan bahan pakan
yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertaniannya.
Rata-rata setiap petani memiliki ternak sapi 1 hingga 5 ekor tetapi bahkan
ada yang memiliki hingga 15 ekor. Ternak hanya digunakan sebagi tabungan dan
sambilan saja. Ternak digembalakan pagi dan sore di tanah lapang di sekitar
tangki-tangki minyak di dalam kawasan perminyakan. Ada beberapa tempat yang
tidak boleh digunakan oleh untuk menggembalakan ternak karena ada jurang atau
mesin yang sedang beroperasi sehingga bisa membahayakan ternak. Pakan yang
diberikan pada ternak hanya berupa hijauan saja, pakan tambahan tidak diberikan
karena mereka tidak mampu untuk membelinya bahkan jika diberikan jumlahnya
juga sangat sedikit misalnya comboran dari dedak.
Sesuatu yang menarik dari peternak tradisonal di Nglobo ini adalah ternak
mereka tampak sehat dan jarang sakit, disisi lain ternak mereka hanya diberi
pakan hijauan saja dan hijauan itu pun diperoleh dari sekitar tempat pengeboran
minyak dan tangki-tangki penampungnya. Menurut Parakkasi (1999), ternak
yang digembalakan di pastora akan mendapat pakan yang sempurna karena
hijauan segar mengandung protein, vitamin dan mineral yang baik. Namun
kondisi hijauan disana tentu saja tidak sama dengan yang dimaksud pada
pernyataan tersebut. Tanah disekitar kawasan tersebut telah terkontaminasi
dengan minyak dan kemungkinan telah terserap oleh tanaman disekitarnya.
Apabila tanaman-tanaman tersebut terkonsumsi oleh ternak maka akan berdampak
pada kondisi fisiologisnya. Telah disebutkan bahwa minyak mengandung
Benzene, Toluene, Ethyl benzene dan Xylene (BTEX) yang bersifat toksik dan
karsinogenik (BPMIGAS, 2005). Senyawa-senyawa ini bisa terkonsumsi ternak
melalui hijauan yang termakan saat ternak digembalakan atau hijauan yang
diberikan oleh peternak bila hijauan tersebut dipotong disekitar tempat yang
terkontaminasi oleh minyak. Efek lingkungan dari kawasan perminyakan ini
tidak terlalu dirasakan oleh para peternak karena mereka tidak mengetahui bahwa
limbah dari pengeboran minyak bisa membawa dampak negatif bagi ternaknya.

Alternatif Pola Pengembangan

Kebutuhan daging akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya


jumlah penduduk di Negara kita. Namun peningkatan kebutuhan daging ini tidak
seimbang dengan populasi ternak yang ada. Telah disebutkan sebelumnya bahwa
menurut Ditjennak (1999) kekurangan produksi daging nasional sekitar 90 %
dipenuhi dari peternakan perusahaan (feedlotter) yang menggunakan sapi bakalan
impor yang rata-rata per tahun mencapai 350 ribu ekor. Selama ini kebutuhan
hanya dipenuhi dari peternak lokal dengan populasi yang kecil. Untuk itu perlu
dikembangkan sistem usaha ternak yang maju, efisien dan tangguh serta
berorientasi pada profitabilitas.
Berkaitan dengan hal tersebut, daerah Nglobo merupakan salah satu lokasi
yang representatif untuk didirikan sebuah farm yang bergerak dalam usaha
penggemukan sapi potong. Dasar pemikiran dalam pengambilan lokasi di daerah
Nglobo yaitu :
1. Daerah Nglobo berpotensi untuk menghasilkan ternak sapi potong yang
produktif. Populasi ternak sapi di daerah Nglobo terhitung cukup banyak,
hampir setiap penduduk memiliki ternak sapi meskipun jumlahnya tidak
seragam.
2. Kawasan perminyakan mempunyai aset berharga yaitu sumber bahan pakan
berprotein tinggi berupa SCP (Single Cell Protein). Pakan tersebut bisa dijadikan
pakan alternatif untuk diberikan pada ternak. Disamping itu juga membantu para
petani ternak dalam penyediaan pakan berkualitas tinggi. Dengan begitu penerapan
dari penelitian mengenai SCP telah dilakukan sehingga penelitian tersebut tidak
hanya tersimpan rapi sebagai hidden knowledge tetapi main goal dari penelitian
tersebut juga benar- benar tercapai yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui produktivitas ternak.
3. Pendapatan per kapita penduduk di daerah Nglobo kebanyakan masih dibawah rata-
rata. Mata pencaharian pokok penduduk Nglobo adalah petani dan memelihara
ternak hanya sebagai usaha sambilan. Salah satu alternatif untuk meningkatkan
pendapatan penduduk Nglobo yaitu dengan mengoptimalkan pemeliharaan ternak
yang semula bersifat konvensional beralih menjadi usaha komersial yang
berorientasi pada profitabilitas dan potensi pasar.
4. Lahan di daerah Nglobo masih banyak yang terbengkalai, belum banyak
lahan yang dimanfaatkan secara optimal. Tersedianya lahan mendukung
didirikannya usaha ternak sapi potong. Lahan selain berfungsi sebagai
media hidup ternak tetapi juga sebagai media tumbuhnya hijauan makanan
ternak. Sebagian lahan yang ada bisa digunakan peternak sebagai pastura
yang bisa ditanami dengan rumput maupun legume.
Kendala-kendala yang dihadapi untuk mengembangkan usaha peternakan di
kawasan perminyakan antara lain :
1. Keadaan agroekologi kawasan perminyakan.
Suhu rata-rata di kawasan perminyakan 25 – 29 0C dengan
kelembaban relatif 73-86%. Kondisi demikian kurang mendukung
kehidupan ternak. Zone comfort untuk ternak sapi berkisar 22,5 – 27 0C
dengan kelembaban relatif maksimal 80%. Apabila ternak dipelihara
pada dibawah atau diatas kisaran tersebut maka ternak akan menderita
cekaman dingin atau cekaman panas. Cekaman yang diderita akan
menyebabkan ternak menjadi stress. Pada kondisi yang stress ternak akan
mengubah pola konsumsinya sehingga berubah pula tampilan
produksinya. Saat ternak mengalami cekaman panas, ternak akan
cenderung mengurangi konsumsinya dan banyak minum untuk mengatur
panas tubuhnya. Sebaliknya, pada saat ternak menderita cekaman dingin
maka konsumsinya akan meningkat untuk mempertahankan panas
tubuhnya.
Lahan di sekitar kawasan perminyakan merupakan lahan yang kurang
subur. Pada tanah yang kurang subur, unsur hara yang terkandung
jumlahnya terbatas. Perlu penanganan intensif untuk mengolah lahan
kering menjadi lahan yang produktif. Di samping itu pemilikan lahan
yang relatif, tersebar dan banyak diantaranya yang masih terisolir
merupakan kendala untuk mengembangkan usaha peternakan yang
intensif.
2. Kendala sumberdaya manusia dan ketrampilan petani masih sangat kurang
dan itu berkaitan dengan kondisi sosio-ekonomi para petani.
Petani mempunyai ketrampilan yang kurang dan kurang berorientasi
pada pasar. Untuk mengusahakan semua kebutuhannya terpenuhi, petani
cenderung melakukan berbagai macam usaha dan merasa puas jika
hasilnya dapat dinikmati sendiri, jadi tidak ada komoditas unggulan yang
diandalkan dan diperlukan oleh pasar.
3. Pemeliharaan ternak oleh petani masih dalam skala rumah tangga. Pemilikan ternak
oleh petani relatif dalam jumlah yang kecil dan semuanya masih dikembangkan
secara tradisional. Ternak hanya sebagai tabungan saja, dan sebagai cadangan
apabila petani mengalami gagal panen.
Dari gambaran diatas, bisa disimpulkan bahwa untuk mengembangkan
suatu usaha peternakan rakyat di kawasan perminyakan diperlukan penanganan
yang intensif agar tercipta suasana yang kondusif untuk didirikan usaha
peternakan yang perspektif. Mengingat kemampuan modal dan ketrampilan
petani terbatas, maka dalam pengembangan usaha ini petani memerlukan mitra
kerja. Dalam pelaksanaannya diperlukan keterlibatan dari pihak pemerintah,
swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Alternatif pola pengembangan
di kawasan perminyakan digambarkan dengan ilustrasi berikut ini.

ALTERNATIF POLA PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN


RAKYAT BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN
PERMINYAKAN

Pemerintah Perguruan Inovasi


tinggi Badan Teknologi
Swasta Litbang “PST dari
BUMN Limbah
Minyak”

CHANGE AGENT
(Petugas penyuluh)

Modal Ternak
Pakan Peralatan Penyuluhan
Pemasaran Pengenalan
teknologi
Teaching Farm
Training

Petani ternak
- lahan
- ternak

ADOPSI
TEKNOLOGI

Pendapatan Produktivitas
Meningkatkan
petani ternak ternak
produksi
meningkat
meningkat daging
Tiga Aktor Pemerintah, Swasta dan BUMN

Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan


perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan
mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang,
yang dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh partisipasi masyarakatnya
dengan menggunakan teknologi terpilih (Mardikanto, 1993). Dari pengertian
tersebut tampak bahwa pemerintah merupakan aktor yang memegang peran utama
dalam melaksanakan pembangunan. Tugas pokok pemerintah yaitu
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, dan pemerintah sendiri membutuhkan
dukungan dari rakyatnya untuk dapat mencapai tujuan tersebut.
Pada diagram alur diatas ditunjukkan bahwa pemerintah bekerjasama
dengan pihak swasta dan BUMN mempunyai peran ganda yang sangat esensial
dalam pengembangan usaha peternakan rakyat di kawasan perminyakan.
Pemerintah bekerjasama dengan swasta dan BUMN membantu dalam
pengembangan teknologi yaitu teknologi bioremediasi yang memanfaatkan
bakteri pemakan minyak. Proses bioremediasi sebenarnya telah dikembangkan
dan diuji-coba di berbagai negara sejak tahun 1980-an , khususnya di Amerika
Serikat. Di Indonesia sendiri, aplikasi bioremediasi masih dalam tahap
pengembangan. Menurut LAPI (Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri) ITB,
PT Caltex Pacific Indonesia (Caltex) merupakan perusahaan eksplorasi dan
produksi migas yang memelopori penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia.
Bermula dari partisipasi Caltex pada sebuah seminar internasional
mengenai bioremediasi tahun 1994. Caltex adalah perusahaan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKS) BPMIGAS yang beroperasi di Riau sejak tahun 1950-an.
Sejak tahun 1994, Caltex mulai melakukan uji coba bioremediasi pada tanah yang
mengandung minyak di lapangan Minas yang memproduksi minyak ringan
(Sumatran Light crude oil/SLC). Minas dipilih karena dalam kegiatan produksi di
lapangan minyak itu, terbawa juga tanah yang mengandung minyak ke atas
permukaan bumi. Caltex juga melibatkan pihak-pihak lain seperti: Lemigas
(Lembaga Penelitian Minyak dan Gas), ITB, serta mahasiswa-mahasiswa tingkat
pascasarjana dan doktoral untuk menilai dan mengevaluasi lokasi kegiatan dan
kinerja bioremediasi dalam pelaksanaan uji coba. Penelitian-penelitian yang
dilakukan menyangkut: aspek-aspek teknis dan manajemen, dan untuk
mendapatkan masukan serta gambaran menyeluruh mengenai bioremediasi di
Minas bagi pertimbangan BAPEDAL terhadap aplikasinya. Dari uji coba ini
diperoleh prospek yang baik untuk dapat diterapkan secara lebih luas
(BPMIGAS, 2005). Hasil pengembangan lebih lanjut dari proses bioremediasi ini
adalah SCP (Single Cell Protein) untuk pakan ternak. Sudah menjadi kewajiban
dari pihak pemerintah untuk mensosialisasikan temuan ini kepada para peternak.
Jalur sosialisasi yang bisa ditempuh oleh pemerintah yaitu melalui penyuluhan
kepada para petani ternak.

Kerja sama Peneliti dan Agen Penyuluhan

Penelitian di bidang peternakan sering dilakukan dan biaya yang


dikeluarkan juga tidak sedikit, namun penerapan dari hasil penelitian tersebut
sangat terbatas sekali. Hasil penelitian yang dipublikasikan melalui jurnal ilmiah
terkesan hanya sebagai suatu persyaratan untuk mempromosikan suatu organisasi
atau instansi. Para peneliti cukup puas dengan pujian dari sesama peneliti
mengenai hasil penelitiannya dan tidak sadar sumbangan apa yang telah dia
diberikan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para petani. Hal
ini terjadi karena lemahnya hubungan antara peneliti dengan agen penyuluh.
Penerapan hasil penelitian jarang yang terlaksana karena lemahnya komunikasi
antara pihak peneliti dan petugas penyuluh, di lain pihak petugas penyuluh yang
langsung terjun ke lapangan mempunyai kemampuan pengetahuan dan
pemahaman yang terbatas dibandingkan para peneliti, karena kurangnya sarana
transportasi dan pekerjaan tulis-menulis yang mengikat mereka di belakang meja
(Van den Ban dan Hawkins, 1999).
Dengan adanya kerja sama antara pihak penyuluh dan peneliti maka
diharapkan aplikasi dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat
memberikan kontribusi berupa solusi alternatif untuk memecahkan permasalahan
di kalangan petani. Kerjasama yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan
analisis bersama mengenai permasalahan yang dihadapi oleh para petani ternak.
Analisis ini dapat dilaksanakan dengan pendekatan FSR (Farming System
Research) dimana diperlukan keterlibatan tim peneliti dari berbagai ilmu pada
setiap tahap penelitian untuk mengetahui kekhususan lokasi dari rekomendasi
penelitian dan kebutuhan untuk mengembangkan teknologi berbeda bagi
lingkungan utama ekologi dan sosio-ekonomi. Kemudian tindak lanjut dari
kegiatan analisis ini adalah dilakukannya percobaan lapangan. Percobaan
lapangan ini merupakan tanggung jawab bersama antara peneliti dan agen
penyuluhan. Peneliti berperan untuk menentukan percobaan apa yang paling
diperlukan dan hasil-hasil yang mungkin didapat berdasarkan hasil penelitian atau
teori di lembaga mereka, sedangkan agen penyuluh memberikan gambaran kepada
peneliti mengenai kondisi petani, karena agen penyuluhan lebih mengetahui
informasi dan pengalaman apa saja yang dimiliki oleh petani.
Sementara itu pada percobaan lapangan, peneliti bertugas untuk
merencanakan rancangan penelitian yang baik serta menganalisis data yang
diperoleh, sedang agen penyuluh lebih banyak terjun ke lapangan. Agen
penyuluh bertugas mengawasi percobaan lapangan secara langsung dan
mengadakan observasi yang diperlukan. Dengan kerjasama ini diharapkan adanya
pembangunan pertanian yang mantap di wilayah tersebut dan tujuan dari
pembangunan akan tercapai sehingga kesenjangan antara pihak peneliti dan
penyuluh tidak lagi terjadi.
Kerjasama antara pihak peneliti dan agen penyuluh untuk mengadakan
percobaan lapangan, bisa diterapkan di daerah Nglobo sebagai langkah awal
untuk pengembangan usaha peternakan rakyat di kawasan tersebut. Adapun
percobaan lapangan yang bisa dilakukan adalah percobaan biologis menggunakan
ternak sapi sebagai ternak percobaan. Treatment yang dilakukan yaitu pemberian
pakan konsentrat dengan campuran SCP (Single Cell Protein) yang dihasilkan
dari olahan bakteri pemakan minyak. Parameter yang bisa diamati yaitu ADG
(Average Daily Gain), Feed Convertion dan Feed Cost per Gain. ADG yaitu
pertambahan bobot badan harian yang dicapai oleh ternak dan dapat diketahui dari
selisih dari bobot badan awal dan bobot badan akhir. Feed Convertion yaitu
jumlah pakan yang diperlukan oleh ternak untuk menghasilkan 1 kg daging dalam
hal ini adalah sapi pedaging, dan diketahui dari hasil perbandingan bobot badan
yang dicapai dengan jumlah pakan yang terkonsumsi ternak. Sedangkan Feed
Cost per Gain yaitu banyaknya biaya pakan yang dibutuhkan untuk setiap
peningkatan bobot badan ternak. Pihak penyuluh bertugas mengawasi
pelaksanaan percobaan tersebut misalnya dengan mengarahkan peternak
mengenai cara pemberian pakan campuran konsentrat dengan SCP, mengambil
data yang ada di lapangan, sedang pihak peneliti bertugas untuk menganalisis data
yang diperoleh dari agen penyuluh. Kerja sama yang baik antara peneliti dan
agen penyuluh menghasilkan tim yang solid, sehingga mampu menggerakkan
kembali roda usaha peternakan kita yang terkesan lamban.

Peran Penyuluh Sebagai Change Agent

Penyuluhan merupakan salah satu sarana untuk membantu masyarakat


desa mencapai kehidupan yang lebih layak, khususnya melalui pemanfaatan hasil-
hasil penelitian dan perealisasian kebijakan pembangunan pertanian (Van den Ban
dan Hawkins, 1999). Melalui penyuluhan diharapkan adanya perubahan perilaku
dari masyarakat. Perubahan perilaku yang bisa menuntun masyarakat untuk
menjadi lebih baik. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mengubah
perilaku dari masyarakat petani, karena mengubah perilaku seseorang tidak
semudah untuk membalikkan tangan. Masyarakat petani yang ada di desa tidak
akan menerima begitu saja kehadiran para petugas penyuluh, bahkan tidak sedikit
petugas penyuluh yang mendapat tanggapan kurang menyenangkan dari para
petani. Posisi yang demikian itulah yang menjadi tantangan bagi setiap petugas
penyuluh.
Menurut salah satu petani ternak di daerah Nglobo, di desa mereka belum
pernah diadakan kegiatan penyuluhan, yang ada hanyalah mantri hewan. Mantri
hewan tersebut bertugas memeriksa ternak yang sakit dari para petani hanya jika
ada pengaduan dari petani. Petani jarang memanggil mantri hewan karena jarak
rumah mantri dengan rumah mereka sangat jauh, bahkan jika ternak mereka sakit
tidak mantri hewan yang dipanggil melainkan dukun yang dipercaya bisa
mengobati hewan dan hanya diberikan garam. Gambaran kondisi diatas
diharapkan bisa membuka mata dari pemerintah bahwa daerah Nglobo sangat
menantikan sentuhan dari para petugas penyuluh, mengingat potensi ternak dari
daerah tersebut besar. Selama ini pemerintah kurang tahu dan tanggap mengenai
potensi daerahnya sendiri, di lain pihak program kerja dengan target pertumbuhan
ekonomi selalu menjadi prioritas utama.
Pemerintah bisa mengandalkan peternakan sebagai sumber pendapatan
daerah bila peternakan yang didirikan dikelola dengan manajemen yang tepat,
mulai dari manajemen pakan, manajemen pemeliharaan, kesehatan hewan hingga
manajemen pemasaran. Bila hal ini diterapkan di daerah Nglobo, maka
pemerintah akan mengalami kesulitan menerapkan manajemen tersebut karena
petani ternak di daerah Nglobo belum siap dengan semua itu. Dibutuhkan
peternak yang trampil dan berbekal pengetahuan yang cukup untuk mengelola
peternakan tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah agen untuk mengubah
perilaku peternak agar peternak menjadi trampil, memiliki pengetahuan yang
cukup sehingga mampu mengelola ternaknya agar produktivitasnya menjadi
semakin meningkat.
Alternatif metode penyuluhan yang bisa dilakukan bagi petani ternak di
daerah Nglobo yaitu metode Individu-kunci (Key Person) / Kontak- tani.
Individu–kunci (Key Person) adalah individu yang maju (inovatif), yang bersedia
bekerja sama sebagai rekan sekerja penyuluh untuk melaksanakan kegiatan
penyuluhan bagi warga masyarakat sekitar terutama di lingkungannya sendiri.
Jadi sasaran utama dari petugas penyuluh adalah individu-kunci yang biasanya
menjadi pimpinan lembaga-lembaga sosial (kelompok/organisasi) dan diakui
masyarakatnya sebagai panutan yang baik. Kemudian diharapkan dari individu-
individu kunci tersebut meneruskan penyuluhan kepada seluruh warga
masyarakatnya. Metode seperti ini lebih efisien karena penyuluh tidak perlu
berhadapan langsung dengan seluruh warga masyarakat, sehingga sangat
menghemat waktu dan biaya yang seringkali menjadi kendala untuk
melaksanakan kegiatan penyuluhan. Seperti di desa Nglobo, untuk menuju
rumah penduduk, kita harus menempuh perjalanan yang jauh terlebih harus
melewati kawasan perminyakan dan hutan jati. Jadi faktor geografis merupakan
kendala bagi para penyuluh untuk dapat terjun langsung menemui peternak.
Namun tidak dipungkiri, jika petugas penyuluh ingin melihat secara langsung
keadaan di lapangan untuk benar-benar meyakinkan para petani ternak mengenai
informasi yang mereka peroleh dari individu-kunci tadi.
Selain itu penyuluhan metode individu kunci lebih efektif, karena
penyuluhan yang dilakukan oleh individu-kunci lebih cepat diterima atau
dipercayai oleh masyarakat setempat yang karena individu sudah dikenal dan
diakui sebagai panutan yang baik. Apabila penyuluhan dilakukan oleh petugas
penyuluh sendiri maka warga setempat akan sulit menerima dan mempercayainya
karena informasi didapatkan dari orang luar lingkungannya yang belum mereka
kenal. Hambatan mungkin dihadapi oleh pelaksanaan metode ini yaitu sulit untuk
menemukan key person tersebut. Tidak semua individu kunci yang digunakan
penyuluh mendapat sambutan yang baik dari tokoh masyarakat setempat.
Alternatif yang bisa dilakukan penyuluh yaitu dengan menanyakan langsung
kepada warga setempat tentang siapa yang dianggap berpengaruh/ panutan yang
baik dari sebagian besar masyarakat di lingkungan tersebut, kemudian setelah
diketahui individu kunci yang terpilih tadi dikonsultasikan dengan tokoh formal
atau dengan pejabat setempat.
Materi penyuluhan yang bisa diberikan yaitu mengenai teknik budidaya
ternak sapi dan hijauan makanan ternak, cara pemilihan bibit unggul, penggunaan
sapronak, pemberian pakan yang berkualitas dan teknologi pascapanen.
Termasuk didalamnya mengenai masalah sosial ekonomi peternakan yang
meliputi ekonomi produksi, pemasaran hasil serta membuat perencanaan usaha
sendiri. Materi diberikan secara bertahap dan berkelanjutan, karena melihat
kondisi penduduk desa Nglobo yang status pendidikannya rata-rata masih rendah,
jadi perlu waktu yang agak lama untuk memahami materi yang belum pernah
mereka dapatkan sebelumnya.
Setelah petani ternak dirasa sudah bisa menerima materi penyuluhan,
maka untuk lebih membuat petani semakin mempercayai materi yang
disampaikan, langkah selanjutnya yaitu pelaksanaan demonstrasi oleh petugas
penyuluh. Demonstrasi yaitu menunjukkan, membuktikan atau meragakan
sesuatu yang nyata agar orang lain mempercayainya (Mardikanto, 1993). Metode
demonstrasi yang dilaksanakan pada tahap awal yaitu Demplot (Demonstrasi
plot). Demplot ini dilaksanakan oleh kontak tani dan keluarganya dengan lahan
kurang lebih 0,1 Ha. Materi yang dilakukan misalnya dengan cara menanam
rumput gajah, cara pemupukan serta teknologi pengawetan hijauan seperti Silase
dan pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami untuk diamoniasi, karena di
daerah Nglobo merupakan daerah yang panas dan kering sehingga sulit untuk
mendapatkan hijauan untuk pakan ternak. Dengan pelaksanaan Demplot ini
diharapkan para petani ternak semakin percaya karena dengan melihat mereka
akan dapat mengetahui secara langsung bukti-bukti nyata apa yang selama ini
mereka terima. Pada pelaksanaan demonstrasi, diharapkan timbul minat pada
setiap diri peternak, karena mereka bisa mengevaluasi dan mempertimbangkan
keuntungan yang bisa diperoleh dengan cara yang baru mereka terima disbanding
dengan cara lama yang dulu mereka lakukan.
Setelah timbul minat, maka langkah berikutnya yaitu mendirikan sebuah
kandang percontohan(Teaching Farm) sebagai pengembangan dari demplot tadi.
Kandang percontohan ini mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada yang
digunakan pada saat demplot. Kandang percontohan bisa diambil dari percobaan
lapangan yang merupakan hasil kerjasama antara peneliti dengan agen
penyuluhan. Setelah percobaan selesai dan mendapatkan hasil yang bagus, maka
bisa diterapkan lebih lanjut oleh para peternak dengan menggunakan fasilitas telah
ada di kandang percontohan tersebut. Penyuluh bisa melakukan training bagi
sebagian petani ternak untuk mempraktekkan materi yang telah mereka dapatkan.
Bagi petani ternak pria lebih banyak mengerjakan pekerjaan yang berkaitan
dengan ternak pengolahan lahan yang akan ditanami rumput gajah sebagai
tanaman makan ternak, sedangkan untuk kaum wanita lebih banyak membantu
untuk pemeliharaan rumput gajah, membuat silase atau pengawetan jerami dengan
cara amoniasi pada saat musim hujan, karena pada musim hujan produksi hijauan
mengalami surplus sedangkan pada musim kemarau petani ternak sulit
mendapatkan hijauan, jadi pengetahuan tentang pengawetan hijauan kepada petani
ternak sangat diperlukan sekali.
Training atau pelatihan bagi para petani ternak akan semakin menambah
ketrampilan dan pengetahuan mereka, paling tidak mereka sudah paham dan
mampu melaksanakan apa yang telah mereka dapatkan. Setelah materi terdahulu
sudah bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh petani ternak, maka
penyuluh bisa memberikan tambahan materi seperti pengenalan teknologi SCP
dan pembuatan pupuk dari kotoran ternak mereka. Pengenalan teknologi ini
tentunya juga dilakukan secara bertahap karena materi ini setingkat lebih tinggi
dari materi sebelumnya, jadi mungkin petani ternal lebih sulit untuk mencernanya.
Untuk memudahkan penyampaiannya, penyuluh bisa menggunakan gambar atau
film documenter mengenai manfaat SCP dan proses pembuatan pupuk dari
kotoran ternak sapi. Dengan media visual yang ditampilkan, diharapkan
mempermudah penyuluh untuk menyampaikan informasi tersebut kepada petani
ternak. Dari pengenalan teknologi ini diharapkan petani ternak mau dan mampu
untuk mengadopsi inovasi teknologi yang telah disampaikan. Proses adopsi ini
membutuhkan kerjasama antara pihak peneliti dan agen penyuluh, pihak peneliti
lebih menguasai mengenai inovasi teknologi yang disampaikan sedang agen
penyuluh membantu meyakinkan petani, hingga petani bisa mengadopsi teknologi
yang disampaikan kepadanya.

Pemasaran Produk

Setelah petani ternak dirasa sudah cukup mandiri, trampil dan mampu
mengadopsi teknologi dengan baik, maka giliran pemerintah untuk membantu
petani ternak untuk mengembangkan usaha peternakan. Petani ternak mampu
menyediakan lahan dan beberapa ekor ternak sapi, sedangkan pemerintah bisa
membantu dengan memberikan modal dengan kredit lunak, penyediaan sapronak
dan membantu petani ternak untuk memasarkan ternaknya. Selama ini petani
ternak menjual ternaknya melalui blantik tanpa memperhitungkan biaya produksi
yang dikeluarkan. Peternak cukup puas bila harga sapi dengan harga bibit yang
dibeli dulu mempunyai selisih yang agak besar, dengan begitu peternak sudah
merasa untung. Petani ternak mematok harga ternak pada nominal tertentu sesuai
dengan kondisi fisik ternak secara umum tanpa ada penimbangan terlebih dahulu.
Pemerintah bisa membantu petani ternak dalam memasarkan hasil ternaknya,
misal dengan pemotongan ternak di RPH milik pemerintah, dari RPH maka
produk yang dipasarkan berupa daging, jeroan (viscera), atau hasil ikutan ternak
lainnya seperti kulit dan darah.
Pemotongan hewan khususnya sapi, peternak di daerah Nglobo bisa
mengirimkan ternaknya ke RPH yang ada di Cepu. Peluang bagi peternak daerah
Nglobo untuk menjual ternaknya ke RPH Cepu, selain jalur transportasi mudah
juga jarak yang dekat sehingga tidak membuat ternak stress dalam perjalanan.
Hasil pemotongan tersebut bisa dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan daging
masyarakat sekitar kecamatan Cepu bahkan seluruh masyarakat yang ada di
kawasan kabupaten Blora. Dengan demikian selain bisa meningkatkan kualitas
gizi masyarakat khususnya yang ada di kawasan kabupaten Blora, pendapatan
petani ternak yang ada di Nglobo menjadi meningkat, setelah terjadi perubahan
perilaku dalam mengembangkan usaha peternakannya. Semakin meningkatnya
pendapatan petani ternak, maka modal pinjaman dari pemerintah akan semakin
cepat pula dikembalikan, sehingga dana dari pemerintah juga akan segera bisa
dialokasikan untuk kepentingan yang lain. Peternakan rakyat yang dikembangkan
di daerah Nglobo bisa dijadikan sumber pendapatan daerah khususnya kabupaten
Blora, apabila usaha peternakan tersebut sudah semakin maju dan mampu untuk
melakukan ekspansi keluar. Dengan demikian pendapatan daerah kabupaten
Blora bisa meningkat, karena ada tambahan pemasukan dari sektor peternakan.
Kesimpulan

Pengembangan usaha peternakan rakyat di kawasan perminyakan yang


berwawasan lingkungan yaitu pola budidaya ternak dimana kebutuhan ternak
dipenuhi dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada di sekitarnya namun tetap
dengan memperhatikan aspek konservasi, sumber daya alam yang digunakan tidak
rusak dan tetap terpelihara. Pengembangan usaha peternakan di kawasan
perminyakan Nglobo tidak akan berhasil tanpa melibatkan unsur pemerintah,
swasta dan BUMN. Dengan didirikannya usaha peternakan rakyat di daerah
Nglobo, maka akan dapat meningkatkan pendapatan petani ternak dan secara
tidak langsung membantu pemerintah terutama dalam sektor perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai