Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

DOSEN PEMBIMBING : LD. HERMAN HALIKA,S,IP.M.I.KOM

OLEH
NAMA: GILANG ARDIANSYAH
NIM: S1B120070
KELAS: 1B

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PANCASILA”
tepat pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan
Pancasila.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
LD. HERMAN HALIKA,S,IP.M.I.KOM.pada bidang studi Pendidikan Pancasila. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang etika Pancasila bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya berharap kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya
Makalah ini.      
Demikian harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan
menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

Baubau, 27 Januari 2021

Gilang
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari kebudayaan dan sejarah
masyarakat Indonesia yang telah ada jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri
bangsa berhasil menggali nilai-nilai luhur dan kemudian merumuskan menjadi sebuah
pedoman atau ideologi yakni Pancasila. Pancasila yang notabenya merupakan kebudayaan
yang telah ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia menjadikan tetap lestari hingga saat
ini. Eksistensi Pancasila seiring berjalanya waktu mengalami cobaan ketika terjadi gejolak
gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan PKI masa itu dapat
menjadi acuan bagaimana Pancasila tetap berdiri, hal ini membuktikan Pancasila memang
bukan hanya ideologi yang muncul secara tibatiba, namun merupakan nilai-nilai yang telah
melekat dalam diri bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar
negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila
juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan. Oleh karena itu, pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas
tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat.sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai
tersebut bersifat universal, dapat ditemukan dimanapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu
kesatuan nilai yang utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khususpada keindonesiaan
karena merupakan komponen utuh yang terkristalisasi pancasila.
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai luhur yang tercermin dalam
sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat pada sila pertama Pancasila
menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia menempatkan Tuhan pada kedudukan yang paling
tinggi dan hal ini bukanlah suatu nilai yang tiba-tiba muncul. Seperti yang kita ketahui
Indonesia secara sejarah merupakan masyarakat yang telah mengenal ajaran Tuhan, ini
terlihat dimana berbagai agama telah menyebar luas sebelum kemerdekaan Indonesia
dikumandangkan oleh Soekarno. Budaya gotong-royong serta sikap kekeluargaan masyarakat
Indonesia mencerminkan betapa nilai kemanusiaan telah ada jauh sebelum Pancasila
dirumuskan.
Meskipun para perumus Pancasila mendapat pendidikan dari barat, namun perumusan
pancasila digali dan bersumber dari agama, adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia.
Oleh karena itu, pancasila pada awalnya merupakan consensus politik yang memberi dasar
bagi berdirinya Negara Indonesia, berkembang menjadi consensus moral yang digunakan
sebagai sistem etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks
hubungan berbangsa dan bernegara.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu etika?
2.      Apa saja aliran-aliran dalam etika?
3.      Apa itu etika pancasila?
4.  Apa itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam studi kasus korupsi?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu etika.
2.      Untuk mengetahui aliran-aliran yang terdapat dalam etika.
3.      Untuk mengetahui tentang etika pancasila.
4.      Untuk mengetahui apa itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam studi
kasus korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, dalam bentuk
tunggal artinya padang rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-lain, dan dalam bentuk
jamak artinya kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang kebiasaan. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang
jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Dalam bahasa Indonesia, moral
diterjemahkan dengan arti susila. Moral ialah ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori, sedangkan moral menyatakan
ukuran. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari
dua kata ini digunakan secara berbeda.
Moral atau moralitas digunakan untuk pembuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab,
padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai,
tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20). Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam buku etika
islam, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal
pikiran. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
B.     Aliran-aliran Dalam Etika
Dalam kajian etika dikenal ada tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan diakatakan baik atau buruk.
1.    Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan
akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang
melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini
adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kan menolak akibat suatu tindakan tersebut karena
akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu
tindakan (Keraf, 2002: 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi hukum moraladalah sesuatu
yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal.
 Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpa
syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan
tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa
korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan
bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri,
tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras, dan
otonomi bebas.
2.    Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Jawaban yang
diberikan oleh etika teologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat
baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang lain. Etika teleologi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etnis dan utilitarianisme.
a.       Egoisme etnis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik
untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya
dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.
b.      Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana
akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan
kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi banyak orang. Etika
utilitarianisme lebih bersifat realistis,terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan
berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang.
Ada enam kelemahan utilitarisme, yaitu:
1.      Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan adanya
ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
2.      Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang kuantitas-
materialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayang,
nama baik, hak dan lain-lain.
3.      Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan
masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal seperti
nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misal atas nama memasukkan investor asing
aset-aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatkan devisa negara
pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang menimbulkan problem besar adalah ketika
lingkungan dirusak atas nama untuk menyejahterakan masyarakat.
4.      Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek,
tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misal dalam persoalan lingkungan, kebijakan
yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
5.      Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada
orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang
besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
6.      Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan
kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang
lebih banyak dirasakan banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.
Menyadari kelemahan itu, etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan,
yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka pertama, setiap kebijakan dan
tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak. Kalau
bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun memiliki
kemanfaatan yang besar. Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik
saja tetapi juga yang non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan
dsb. Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi
yang memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.
3.    Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat
dibangun melalui cerita, sejarah yang didalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar
dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi didalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga
konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan
menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada
figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan
ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter bermoral itu seperti apa.
C.    Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu
perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut,
namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila
meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun
adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat
universal yaitu dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun. Rumusan Pancasila yang otentik
dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang
disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok- pokok  pikiran  yang termuat dalam
Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut
kemanusiaan yang adildan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan
menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum.
Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih
dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan
kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah
tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal
di wilayah nusantara. Pancasila merupakan  hasil
kompromi  nasional  dan  pernyataan  resmi  bahwa bangsa Indonesia
menempatkan  kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara
penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain
seperti gender, budaya, dan daerah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang
memperlihatkan napas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh
siapa saja.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.    Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa
Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk
menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun
untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2.    Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga
Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas
Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang
berlaku di masyarakat.
3.    Sila Ketiga: Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang
mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah
membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia
adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4.    Sila Keempat: Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan
hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan
segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan
putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
5.    Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud
bahwa  setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai
dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil
terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang
merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan
bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat,
memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai
secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan
dalam hal mengenyam pendidikan. Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir
Pancasila di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan
di Negara kita yang namanya ketidak adilan, terorisme, koruptor, serta kemiskinan. Karena di
dalam Pancasila sudah tercemin semua norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa
dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan
Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
D.    Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara Dalam Studi Kasus Korupsi
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik
dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas sosial, demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup dilingkungan masyarakat
yang bermoral buruk bisa saja dapat terpengaruh. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi
pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang-orang yang bermoral
buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang
yang moral individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti.
Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh
bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Nilai-nilai pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati, dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan
mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan
diri melakukan kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding
kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam, dan jangka panjang. Keinginan
mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikan nilai-nilai agama
dikesampingkan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak
akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai
hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan
untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan, dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral
besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan dijadikan landasan moril dalam seluruh kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai pancasila tersebut paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.
Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh
pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarakat. Peran media juga sangat penting
karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media
harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang
maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
BAB  III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral
(Suseno, 1987). Dalam kajian etika, dikena adal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi,
teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai
apakah suatu perbuatan diakatakan baik atau buruk.
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu
perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut,
namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu
dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan
sistematis. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B.     Saran
1.      Etika yang terdapat dalam Pancasila harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan
adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2.      Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia.

DAFTAR  PUSTAKA

https://hot.liputan6.com/read/4412892/etika-adalah-ilmu-yang-penting-dipahami-oleh-tiap

manusia
Dirjen Dikti Kemendikbud RI. Materi ajar mata kuliah pancasila. 2013
Kaelan MS. 2002. Pendidikan pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Edisi Kedua. Jakarta : PT Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai