Anda di halaman 1dari 4

NAMA : BELLA ANGGITA

NIM : 119211202
FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN : AKUNTANSI

Ujian Tengah Semester


Implementasi dan Dilematis Hak Hidup Warga Negara Indonesia

Jika kita melihat perkembangan HAM di Negara ini ternyata masih banyak bentuk pelanggaran HAM
yang sering kita temui. Mulai dari pelanggaran yang paling sederhana dalam keluarga sampai ke bentuk y
ang paling besar bersifat massal. Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia se
jak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan
gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kem
udian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap i
ndividu, ataupun sebaliknya.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi se
luruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegaka
n HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga serin
g terjadi di sekitar kita. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara k
odrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti
hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak b
erkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dira
mpas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
        Hak Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada adanya suatu Negara atau un
dang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena ha
k asasi manusia dimiliki manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan Karena
berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat pada eksistensi manusia, yang bersif
at universal, merata dan tidak dapat dialihkan. Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak mem
erlukan legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional maupun Internasio
nal. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dala
m setiap diri manusia. Gagasan HAM  yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang pal
ing hakiki dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat sekuler dan
positivistic, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehi
dupan manusia. Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan manapun yang dapat mencabut hak itu
dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta ti
dak ada kekuasaan apapun untuk membelenggungnya.
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara hukum. S
ehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM,  regulasi hukum HAM dengan ditet
apkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan le
bih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dap
at dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter.   Disadari atau tidak, dengan adanya political will da
ri pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih se
hat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegakn
ya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keber
adaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determina
nt) yang mendukung tegaknya HAM.                            
            Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bah
an perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun da
lam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelang
garan HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang b
erkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap h
ak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia berger
ak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena me
mang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran
HAM berat(gross human right violation). Disamping itu juga karena gigihnya organisasi-organisasi masy
arakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM. Masalah Hak Azasi Manusia (HAM)
“populer” di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru, Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai me
rupakan pelanggaran HAM. Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai
dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut maka masyarak
at Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakua
n yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1). 
maraknya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang kita ketahui, baru-baru ini terdapat
kasus penyekapan buruh pabrik kuali aluminium selama tiga bulan di Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sep
atan, Kabupaten Tangerang. Hal ini merupakan contoh nyata dari adanya kealpaan aparatur negara dan pe
merintahan dalam upaya penjaminan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Kasus yang mencuat ini pun menjadi buah bibir yang genjar dibicarakan, dimana aparat negara ikut dala
m melindungi dan menutupi kasus ini. Aparatur negara seharusnya memiliki kewajiban dalam penegakan
Hak Asasi Manusia (HAM) bukan malah menjadi jembatan dalam upaya perbudakan buruh ini. Selain itu
peran pemerintahan dalam upaya penjaminan terhadapa hak warga negara pun juga mulai dipertanyakan.
Kemana peran pemerintah selama ini? Mengapa kasus ini baru bisa terkuak setelah tiga bulan lamanya.
Dari adanya kasus ini menjadi pembelajaran hebat bagi pemerintah negara Republik Indonesia bahwa dal
am penjaminan hak warga negaranya terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) pemerintah masih memiliki P
R yang panjang untuk mewujudkan terciptanya keadilan. Selain itu, dalam hal keikutsertaan aparat negara
juga menjadi PR bagi pemerintah untuk menertibkan aparat negara yang bertindak sewenang-wenang dan
mendisiplinkan agar tidak terjadi lagi hal serupa. Uraian diatas menggambarkan masih kurangnya perhati
an pemerintah terhadap kepentingan warga negara dalam penjaminan terhadap hak-hak individu yang ber
sifat dasar. Dapat disimpulkan bahwa dari kasus ini, Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Indones
ia masih kurang dan belum tepat sasaran, dimana pemerintahan masih jauh dalam pemenuhan hak dasar
warga negaranya.
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bag
ian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem da
sar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum dite
mpatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusi
a (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Pol
itik (FDWP) di Wisma Surabaya PostJakarta. Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politi
k dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah. “Pelaksanaan HAM di
kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika
melihat sisi historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk me
wujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang
berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia memiliki krisis multi dimensional sebagai akibat menumpuknya masalah
ekonomi, social budaya, politik, hokum dan keamanan. Kondisi demikian sangat berpotensi untuk terjadi
nya sebuah pelanggaran HAM. Pelanggaran Hak Asasi Manusia banyak dilakukan oleh aparat terhadap w
arga negara dan sebaliknya, bahkan antar warga negara sendiri, hal tersebut sering kita saksikan baik seca
ra langsung maupun melalui media elektronik maupun media cetak seperti:

 Penganiayaan
 Pemerkosaan
 Kekerasan dalam rumah tangga
 Penjualan anak dan perempuan
 Pembakaran temapt ibadah.

Kondisi tersebut tidak boleh di biarkan begitu saja,karena akan berdampak pada mental anak cucu bangsa
ini.
Contoh penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

1. Melarang anggota masyarakat untuk tidak main hakim sendiri dalam menghadapi pelanggaran HA
M atau kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat setempat.
2. Memberi contoh/tauladan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat seharhhari dengan berperilak
u yang baik dan sopan misalnya dalam menjalankan kendaraan bermotor dijalan umum atau jalan
raya dengan tidak mentang-mentang bahwa ia aparat kepolisian.
3. Cepat tanggap dan membantu kesulitan yang terjadi di lingkungannya.
4. Memberi pertolongan baik di llingkungan tugasnya maupun di tempat-tempat lain bila ada orang/a
nggota masyarakat yang memerlukan pertolongan.
5. Sopan berkendaraan di jalan raya/umum, dengan mengikuti peraturan/rambu-rambu lalulintas yan
g berlaku.
6. Dalam menggunakan fasilitas Rumah Tangga di-usahakan tidak mengganggu lingkungan disekitar
nya.
7. Ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat dimana ia b
ertempat tinggal.
8. Menahan diri apabila terjadi pertengkaran diantara sesama rekan atau tetangga dan berupaya meny
elesaikan pertengkaran tersebut dengan baik dan terhormat, serta jangan ikut-ikutan main hakim s
endiri.
9. Melakukan kegiatan rumah tangga dengan tidak mengganggu ketenangan dan ketertiban tetangga
nya.
10. Mentaati tata tertib lingkungan hidup sehari-hari di lingkungan masyarakat masing-masing.
11. Menghindari pertengkaran/adu fisik karena masing-masing merasa dirinya benar.
12. Jangan mengembangkan perselisihan antar anak menjadi perselisihan antar orang tua.

Anda mungkin juga menyukai