Anda di halaman 1dari 15

NAMA : Nurul Fitria Baroroh

NPM : 1810631010054
KELAS : Hukum Pajak VII-F

RESUME HUKUM PAJAK

Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diciptakan oleh manusia untuk
menentukan tingkah laku manusia, aturan ini bersifat memaksa dan semua masyarakat dalam
suatu warga negara harus mematuhinya. (SoerojoWignjodiporeo)
Definisi Pajak
Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan : Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Unsur-unsur Pajak
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah;
2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya
sehingga dapat dipaksakan;
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara
individual yang diberikan oleh pemerintah;
4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah;
5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah;
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
Definisi Hukum Pajak
Hukum Pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang
mengatur hubungan hukum antara Negara dan orang atau badan yang berkewajiban membayar
pajak, selanjutnya sering disebut Wajib Pajak.
Fungsi Pajak
1. Fungsi Budgetair/Penerimaan :
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah.
Misalnya penerimaan APBN/APBD Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang
punggung penerimaan Negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN);
2. Fungsi Regulerend/Regulatoir/Mengatur: Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik
masyarakat di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu,
Misalnya : pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk
impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.
Sumber-sumber Penerimaan Negara
1. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk simpanan publik (public saving) yang
merupakan sumber utamauntukmembiayaiinvestasipublik(publicinvestment);
2. Kekayaan Alam Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi, Air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat
sebesarbesarnya”.
3. Bea dan Cukai merupakan pungutan Negara yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan
Cukai berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
a) Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas
barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pungutan bea masuk;
b) Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan
dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan
landasan kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang Pabean;
c) Bea masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Pabean yang
dikenakan terhadap barang yangdiimpor;
d) Bea keluar adalah bea yang dikenakan atas sejumlah harga barang yang dikeluarkan dari
daerah pabean;
e) Cukai adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan UU No.11 Tahun 1995
jo UU No.39 Tahun 2007 tentang Cukai
4. Retribusi ialah pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-
jasa yang disediakan oleh Negara. Disini nyata bahwa para pembayar mendapat jasa langsung
(kontraprestasi langsung) dari Negara. Orang-orang yang tidak menggunakan jasa yang telah
disediakan tidak diwajibkan membayar retribusi. Unsur yang melekat pada retribusi adalah;
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan Undang-Undang;
b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
c. Pungutannya dilakukan oleh Negara;
d. Digunakan untuk pengeluran bagi masyarakat umum;dan
e. Kontraprestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
5. Iuran adalah pungutan yang dilakukan oleh Negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa
atau fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk sekelompok orang. Disini nyata bahwa
kelompok pembayaran mendapat jasa langsung (kontra prestasi langsung) dari Negara.
6. Sumbangan adalah pungutannya tidak berdasarkan Undang-Undang tetapi lebih bersifat pada
gotong royong masyarakat setempat. Pada sumbangan tidak ada sifat paksaan tetapi unsur
sukarela, pemberi sumbangan dapat merasakan imbalan langsung atas hasil sumbangannya.
7. Laba dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) : BUMN adalah badan usaha yang sebagian
besar modalnya merupakan kekayaan Negara. BUMN dapat berbentuk PERSERO, PERUM dan
PERJAN. Laba yang diperoleh BUMN adalah pendapatan Negara yang dimasukan dalam
APBN.
8. Sumber-sumberlain. Yang termasuk dalam sumber-sumber lain misalnya percetakan uang
(deficit spending) dan pinjaman percetakan uang sering dilakukan oleh beberapa Negara, tetapi
cara ini tidaklah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam dibidang ekonomi, oleh
karena itu defisit tersebut ditutup melalui pinjaman atau kredit luar negeri.
Kedudukan Hukum Pajak
1. Hukum pajak termasuk dalam hukum public
2. Hubungan hukum pajak dengan jenis hukum public
a. Hubungan antara Hukum Pajak dengan Hukum Perdata

 Hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutan pajak atas dasar (kematian,
kelahiran) keadaan seseorang (tentang Kekayaan) serta atas dasar perbuatan dalam jual
beli, sewa menyewa yangdiaturdalamhukumperdataatauhukumprivat. ◦ Jadi hukum pajak
merupakan lex spesialis dari hukum perdata, contoh : Pasal 25 KUHPer tentang Domisili,
Hukum pajak menetapkan secara tersendiri apa yang dimaksud dengan domisili
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU tentang Ketentuan
Umum & Tata CaraPerpajakan (KUP)

Hubungan antara Hukum Pajak dengan Hukum Pidana

 Terdapat sanksi pidana terhadap pelanggaran atau kejahatan dibidang perpajakan, baik
dalam KUHP maupun dalam Undang-undang Perpajakan, contoh:
a. Rahasia jabatan Pasal 322 KUHP, rumusan tersebut juga terdapat dalam Pasal 41 UU
KUP;
b. Pemalsuan Pasal 263 KUHP dan Pasal 39 ayat (1) huruf f UU KUP

 Ketentuan KUHP yang mengancam sanksi tindak pidana dibidang perpajakan,yaitu:


a. KUHP Pasal 209 (menyuap), Pasal 418 (menerima hadiah), Pasal 419 ( PNS menerima
hadiah/pemberian);
b. Pasal 36 A ayat (3) UU KUP memuat sanksi pidana & Pasal 368 KUHP terhadap
pegawai pajak yang melawan hukum;
c. Pasal 36A ayat(4) UU KUP memuat sanksi tindak pidana korupsi &Pasal 12 UU Tipikor

Hubungan antara Hukum Pajak dengan HAN

 Seperti diketahui bahwa semua keputusan (KTUN) para pejabat di bidang perpajakan
adalah merupakan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara/ Hukum Tata Usaha
Negara, sehingga bila terjadi sengketa perpajakan seharusnya berdasarkan UU No.5
Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 jo UU No.51 Tahun 2009 menjadi kewenangan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
 Namun berdasarkan UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak berlaku ketentuan
khusus (Lex Specialist), dimana bila terjadi sengketa perpajakan yang berhak menangani
adalah PengadilanPajak.

Pembagian Hukum Pajak


1. HUKUM PAJAK MATERIIL Disebut hukum pajak materiil jika isinya memuat tentang
norma-norma yang menerangkan:
1) Objek dari pada suatu pajak, yaitu keadaan-keadaan, perbuatan- perbuatan dan peristiwa
peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak;
2) Subyek dari pada pajak yaitu menerangkan siapa-siapa yang harus dikenakan pajak;
3) Peraturan-peraturan yang memuat tarif-tarif pajak, sanksi-sanksi, pembebasan,
pengembalian pajak atau yang mengatur hubungan antara Pemerintah dengan Wajib
Pajak dan lain sebagainya.

2. HUKUM PAJAK FORMIL


Isi dari hukum pajak formil adalah:
1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu hutang pajak dan pemungutan
pajak;
2) Hak-hak fiscus atau Pemerintah untuk mengadakan pengawasan kepada para Wajib Pajak
mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa yang menimbulkan hutang pajak;
3) Kewajiban para wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak);

Mengapa Negara berhak memungut Pajak?


R Santoso Broto Diharjo, SH, dalam bukunya "Pengertian Ilmu Hukum Pajak",
memberikan beberapa teori untuk memberikan dasar alasan negara berhak memungut pajak.
Asas-asas Pemungutan Pajak, terdiri atas:
1. Asas Rechts filosofisch, terbagi menjadi beberapa teori yaitu :
1) Teori Asuransi;
2) Teori Kepentingan;
3) Teori Daya Pikul/Gaya Pikul;
4) Teori kewajiban pajak mutlak/teori bakti; dan
5)Teori GayaBeli;
2. Asas Yuridis;
3. Asas Ekonomis;
4. Asas Finansial.

 Dikenal sebagai The Four Maxims, dalam abad ke 18 Adam Smith dalam bukunya “An
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” (terkenal dengan nama :
Wealth of Nations) dengan melancarkan ajarannya sebagai Azas Pemungutan Pajak yang
dinamai: The Four Maxims.

1. ASAS RECHTSFILOSOFISCH/KEADILAN

 Asas Rechtsfilosofisch, untuk memberikan dasar keadilan maka terdapat teori-teori pajak
yang berkaitan untuk dilaksanakan yaitu Teori Asuransi, Teori Kepentingan, Teori Daya
Pikul/Gaya PikuldanTeori kewajiban pajak mutlak/Teoribakti.
 Azas Keadilan sebagai The First Maxim menurut falsafah hukum menyatakan bahwa
Hukum Pajak harus mengabdi kepada keadilan untuk memberikan dasar pada keadilan,
maka dijelaskan dengan bermacam-macam teori sebagai berikut:

1)TEORI ASURANSI
 Pajak = premi pada asuransi
 Negara melindungi orang dan segala kepentingannya termasuk keselamatan dan
keamanan jiwa maupun harta bendanya oleh sebab itu Negara bertindak sebagai
perusahaan asuransi, dan pembayaran pajak kepada Negara itu dianggap sebagai
pembayaran premi seperti pada asuransi.
 Teori ini banyak yang menentang karena pembayaran pajak tidak dapat disamakan
dengan pembayaran premi oleh seseorang kepada perusahaan pertanggungan, dan Negara
tidak dapat disamakan dengan perusahaan asuransi karena:
1) Tidak ada penggantian dari Negara bila timbul kerugian;
2) Antara jumlah pembayaran pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh Negara tidaklah
terdapat hubungan yang langsung.

2)TEORI KEPENTINGAN
◦ Besar pajak = besar kepentingan; mengacaukan pengertian pajak dengan retribusi
◦ Bahwa pembagian beban pajak pada penduduk harus didasarkan atas kepentingan orang
masing masing dalam tugas Pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan
jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya.
◦ Teori ini banyak yang menyanggahnya karena setiap orang yang mempunyai kepentingan lebih
besar harus membayar pajak yang lebih besar pula. Hal ini bertentangan dengan kenyataannya
karena mungkin sekali simiskin mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam hal-hal tertentu,
misal perlindungan jaminan sosial dsb sehingga sebagai konsekuensinya sebetulnya harus
membayar pajak yang lebih besar namun kenyataannya justru mereka ini tidak membayar pajak
3)TEORI DAYA PIKUL/GAYA PIKUL
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan
membayar dari si Wajib Pajak. Jadi tekanan semua pajak harus sesuai dengan daya pikul Si
Wajib Pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran
belanja si Wajib Pajak tersebut. Teori daya pikul ini diterapkan dalam Pajak Penghasilan, dimana
Wajib Pajak baru dikenakan Pajak Penghasilan bila memperoleh penghasilan melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
4) TEORI KEWAJIBAN PAJAK MUTLAK (TEORI BAKTI)
Teori ini didasarkan pada paham organisasi Negara (Organkche Staatsleer) yang
mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk
keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu maka Negara mempunyai hak mutlak untuk
memungut pajak dari rakyat
Jadi menurut teori ini dasar hukum pajak terletak dalarn hubungan rakyat dengan Negara
dan justru sifat Negara maka timbullah hak-hak mutlak untuk memungut pajak. Kelemahan dari
teori ini adalah Negara bisa menjadi otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam
pemungutan pajak.

5) TEORI GAYA BELI


Teori ini mengatakan bahwa pemungutan pajak dapat disamakan dengan Pompa yaitu
mengambil gaya beli dari rumah tangga-rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga
Negara dan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara
hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu.
Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat
dianggap sebagai dasar keadilannya pemungutan pajak, bukan kepentingan individual, juga
bukan pula kepentingan Negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu.
Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi pajak, yakni fungsi mengatur.
2. ASAS YURIDIS
Asas Yuridis sebagai The Second Maxim menyatakan bahwa Hukum Pajak harus dapat
memberikan jaminan hukum untuk mengabdi kepada keadilan, baik untuk Negara maupun untuk
Warga Negaranya. Jadi pengenaan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 23A UUD Tahun 1945 dikatakan bahwa : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang”. Jika tidak ada UU yang
mengaturnya maka tidak akan ada pajak.
3. ASAS EKONOMIS
Keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh terganggu karena adanya
pemungutan pajak. Oleh karena itu, politik pemungutan pajak harus diusahakan supaya tidak
menghambat lancarnya produksi dan perdagangan dan jangan sampai merugikan kepentingan
umum, dan tidak menghalang- halangi usaha rakyatnya dalam menuju kesejahteraan ekonomi.
Azas Ekonomi sebagai The Third Maxim, menyatakan bahwa Pajak mempunyai Fungsi
Budgetair disatu sisi dan sisi yang lain Pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan
politik perekonomian suatu Negara yang juga dikenal sebagai Fungsi Mengatur.
4. ASAS FINANSIAL
Hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup sebagian dari
pengeluaranpengeluaran Negara sesuai dengan Fungsi budgetair. Disamping itu untuk
melakukan pemungutan pajak hendaknya tidak memakan ongkos pemungutan yang besar dan
pemungutan pajak ini hendaknya dapat mencegah inflasi.
DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK
1. Pasal 23A UUD 1945 : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang;
2. UU No.6 Tahun 1983 jo UU No.9 Tahun 1994 jo UU No.16 Tahun 2000 jo UU No.28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan;
3. UU No. 7 Tahun 1983 jo UU No. 7 Tahun 1991 jo UU No. 10 Tahun 1994 jo UU No. 17
Tahun 2000 jo UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
4. UU No. 11 Tahun 1994 jo UU No. 18 Tahun 2000 jo UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
5. UU No. 12 Tahun 1985 jo UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
6. UU No. 21 Tahun 1997 jo UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
7. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo PP No.24 Tahun 2000;
8. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
9. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

PENDEKATAN PERPAJAKAN
1) Pendekatan Perpajakan dari segi hukum
Menitikberatkan pada segi hukumnya, pada hubungan hukumnya, sehingga pajak dilihat
dari segi hak dan kewajibannya.
Siapa yang berhak memungut pajak, apa kewajiban pemungut pajak terhadap wajib
pajak, siapa wajib pajak, apa hak dan kewajiban wajib pajak terhadap fiskus (negara). Dapat
didefiniskan sebagai Perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang
yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam UU untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada
negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
2) Pendekatan Perpajakan dari segi Ekonomi
Pendekatan dari segi Mikroekonomi ditekankan pada kebutuhan individu dan pada
income, kebutuhan masyarakat tidak terpikirkan mengakibatkan pengertian pajak yang salah
sebab pajak dilihat sebagai sesuatu yang mengurangi pendapatan individu tanpa mendapatkan
imbalan.
3) Pendekatan Perpajakan dari segi Keuangan
Pendekatan dikaitan dengan fungsi budgetair (penerimaan) dari pajak. Pendekatan ini
sebenarnya juga merupakan pendekatan dari segi ekonomi, tetapi dengan penekanan dari segi
keuangan negara, hanya sebagai alat untuk mengisi kas negara.
4) Pendekatan Perpajakan dari segi Akuntansi
menekankan dari segi Pembukuan yaitu pendekatan melalui proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
dan kas yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
untuk periode tahun pajak tersebut.
5) Pendekatan Perpajakan dari segi Sosiologi
Meninjau pajak dari segi Masyarakat, apa akibat pungutan pajak terhadap masyarakat,
dan apa hasil/manfaat yang diberikan kepada masyarakat.
6) Pendekatan Perpajakan dari segi Pembangunan
Pembangunan negara memerlukan dana yang berasal dari tabungan pemerintah dan
tabungan rakyat. Untuk memperbesar tabungan, pemerintah berusaha memperbesar penerimaan
pajak, hasil sumber alam, memperkecil pengeluaran rutin.
7) Pendekatan Perpajakan dari segi Administrasi
Pendekatan melalui proses kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan administrasi
perpajakan mulai dari perencanaan perpajakan hingga pengorganisasian perpajakan.
Pendekatan yang meliputi pekerjaan tata usaha perpajakan yang bersifat catat mencatat
dibidang perpajakan sebagai bahan keterangan bagi pemimpin perpajaan dalam pencapaian
tujuan dibidang perpajakan.
8) Pendekatan Perpajakan dari segi Manajemen
Pendekatan melalui fungsi-fungsi manajemen, yaitu fungsi perencanaan, fungsi
pengorganisasian, fungsi pelaksanaan hak dan kewajiban dan fungsi pengawasan.
9) Pendekatan Perpajakan dari segi Teknologi Informasi
Pendekatan perpajakan melalui kajian perpajakan dihubungkan dengan teknologi
informasi yaitu Sistem informasi perpajakan (SIP) diatur berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor : per-160/PJ/2006.
PENGGOLONGAN PAJAK
1. Menurut Golongannya
o Pajak Langsung : Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contoh : Pajak
penghasilan.
o Pajak Tidak Langsung : Pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain, contoh : Pajak pertambahan nilai

2. Menurut Sifatnya
o Pajak Subyektif : Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada Subyeknya,
contoh : pajak penghasilan. Pajak yang memperhatikan kondisi keadaan Wajib
Pajak. Dalam menentukan pajaknya ada memperhatikan gaya pikul.
o Pajak Obyektif : Pajak yang berpangkal pada Obyeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak, contoh : PPn, PPnBM dan PBB.

3. Menurut Lembaga Pemungut


o Pajak Pusat/Negara
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat
Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk
ke APBN.
Contoh :
a. Pajak Penghasilan;
b. Pajak pertambahan nilai (PPn);
c. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM);
d. Bea materai;
e. Pajak bumi dan bangunan;
f. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

o Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Pajak Daerah diatur dalam Undangundang dan hasilnya akan masuk ke
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dasar hukum pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah diatur di UU No.28 Tahun 2009. Pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Jenis-jenis pajak daerah, yaitu :
a. Pajak Provinsi : pajak kendaraan bermotor, pajak balik nama kendaraan
bermotor, pajak rokok
b. Pajak Kabupaten/Kota : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK


Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 4, yang pertama bernama Official Assessment System,
Self Assessment System, Fully Assessment System dan WithHolding Assessment System :
1. Official Assessment System, diantaranya :
a. Jumlah pajak terutang ditentuka fiscus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Hutang pajak timbul setelah dikeluarkannya SKP
2. Self Assessment System, diantaranya :
a. Memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayarkan.
b. Fiscus hanya memberi penyuluhan, penerangan, pengawasan
3. Semi Self Assessment System, diantaranya :
a. Diawal tahun wajib pajak bersifat aktif dalam menentukan besar pajak terutang
sebagai perhitungan sementara
b. Diakhir tahun fiscus aktif menentukan besarnya pajak terutang
4. Fully Assessment System, diantaranya :
a. Wajib pajak bersifat aktif
b. Fiscus pasif kecuali apabila wajib pajak menyalahi aturan perpajakan yang berlaku
5. WithHolding System, diantaranya :
a. Fiscus maupun wajib pajak pasif dalam menentukan pajak terutang
b. Pihak ketiga aktif untuk menentukan jumlah pajak terutang atau memotong besarnya
pajak terutang.
SAAT PEMUNGUTAN PAJAK
1. Pajak dipungut dimuka (voorheffing)
2. Pajak dipungut dibelakang (naheffing)
STELSEL PENGENAAN PAJAK
1. Stelsel Riil
Merupakan stelsel pemungutan pajak yang dikenakan pada penghasilan yang sesungguhnya
dalam waktu satu tahun pajak.
2. Stelsel Fiktif
Merupakan sistem pemungutan pajak yang didasarkan pada suatu fiksi atau anggapan
3. Stelsel Campuran
Merupakan gabungan dari stelsel fiksi dan stelsel riil. Diawal tahun diadakan penghitungan
dengan anggapan yang pada akhir tahun akan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya
dari wajib pajak.
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
1. Asas Domisili
Negara yang berhak memungut pajak adalah negara tempat domisili subjek pajak, subjek
pajak yang bertempat tanggal di negara tersebut menganut Asas Domisil. Pajak yang
dipungut adalah penghasilan yang diperoleh subjek pajak dari manapun ia memperoleh
penghasilan tersebut.
2. Asas Nasionalitas
Negara yang berhak memungut adalah negara asal kebangsaan subjek pajak, subjek pajak
yang memiliki kewarganegaraan/kebangsaan dari negara yang menganut asas nasionalitas
dimanapun subjek berada. Pajak yang dipungut adalah penghasilan yang diperoleh subjek
pajak dari manapum
3. Asas Sumber
Negara asal/sumber penghasilan subjek pajak didapat, subjek pajak yang mempunyai
penghasilan dari negara tertentu yang menganut asas ini dimanapun ia berada. Pajak yang
diambil adalah penghasilan yang diperoleh dari negara tertentu yang menganut asas ini.
PANCASILA SEBAGAI DASAR FALSAFAH PAJAK
1. Sila Pertama
Oranag beragama tidak hanya memikirkan diri sendiri saja, tetapi juga memikirkan
lingkungan sosial dan masyarakat tempat dimana ia hidup. Jadi, orang yang ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa selalu patuh kepada Tuhan dan akan melaksanakan perintah Tuhan.
Kepatuhan kepada Tuhan akan berdampak positif pada kep[atuhan perintah negara.
2. Sila Kedua
Para konseptor undang-undag perpajakan harus berkemanusiaan. Pelaksanaannya juga harus
dilandasi kemanusiaan dan keadilan yan manusiawi. Artinya, apa yang diterapkan dalam
undang-undang tidak boleh melampaui batas perikemanusiaan.
3. Sila Ketika
Pajak merupakan sumber keuangan utama untuk mempertahankan persatuan. Pajak
merupakan alat pemersatu mutlak.
4. Sila Keempat
Kerakyatan mengandung arti bahwa rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut
pajak melalui wakil-wakilnya di DPR yang dituangkan dalam bentuk undnag-undang.
5. Sila Kelima
Pajak memiliki fungsi sebagai alat pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang
sebagian besar dibiayai dari hasil pajak nantinya akan dinikmati oleh seluruh rakyat
Indonesia.
DASAR FALSAFAH PEMUNGUTAN PAJAK
1. Pasal 23 A UUD RI Tahun 1945 : Pajak dan pungutan lain yang bersfat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang.
2. Tujuan negara Indonesia (Alinea ke IV Pembukaan UUD RI Tahun 1945)
3. Negara memerlukan sejumlah dana guna membiayai pelaksaan pembangunan nasional,
baik untuk pengeluaran rutin maupun untuk pengeluaran pembangunan.
4. Pajak merupakan sumber penerimaan negara utama yang menduduki peranan strategis
dalam membiayai pengeluaran pemerintah.
5. Pajak merupakan iuran yang ditarik dari masyarakat dan kemudian dikembalikan lagi
kepad amasyarakat dalam bentuk pelayanan umum (public service). Pajak mempunyai
tujuan untuk mensejahterakan rakyat.
PENDEKATAN MANFAAT
1. Atas dasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pemungutan pajak
didasarkan atas pendekatan “Benefit Approach” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini
merupakan dasar fundamental atas dasar filosofis yang membenarkanm negara
melakukan pemungutan pajak sebagai yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai
wewennag dengan kekuatan pemaksa. Pendekatan manfaat (benefit approach) ini
mendasarkan suatu falsafah: oleh karena negara menciptakan manfaat yang dinikmati
oleh seluruh warga negara yang berdiam dalam negara, maka negara berwenang
memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dapat dipaksakan.
2. Di dalam literatur, dapat di temukan teori-teori yang memberikan dasar pembenaran atau
landasan filosofis daripada wewenang negara untuk memungut pajak dengan cara yang
dapat dipaksakan. Teori-teori tersebut adalah: teori asuransi, teori kepentingan, teori
kewajiban pajak mutlak, teori gaya beli, dan teori gaya pikul.
DASAR HUKUM PAJAK
Pasal 23A UUD RI Tahun 1945 (sumber hukum formal) pajak di Indoneisa : Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya
secara langsung dapat ditunjuk.
Supaya peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah tidak dikatakan sebagai pearmpokan,
maka pajak sebelum diberlakukan harus mendapatkan persetujuan dari rakyat terlebih dahulu
(DPR).
PAJAK HARUS DIPUNGUT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
1. Hadirnya pajak sebagai iuran wajib negaranya ini diharapkan dapat melindungi segenap
kepentingan dan hak warga negaranya, mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat,
melaksanakan ketertiban dan pertahanan kemanan engara sesuai dengan UUD RI Tahun
1945.
2. Penting dan strategisnya pajak bagi suatu negara, maka dalam proses pelaksanaan
pemungutan pajaknya harus diimbangi dengan instrumen hukum beserta penegakan
hukum yang jelas.
3. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena itu,
penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala
tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak harus ditetapkan dengan
undang-undang dengan persetujuabn wakil-wakil mereka yang duduk dilembaga
legislatif.
4. Di sisi lain dapat dikemukakan bahwa pengenaan pajak yang ditetapkan dengan undang-
undang merupakan wujud pelaksanaan asas demokrasi dalam perpajakan, hanya saja
dalam perwujudannya terjadi secara sistem perwakilan. Dengan itu, maka pemungutan
pajak oleh negara terhadap masyarakat adalah berdasarkan persetujuaannya sendiri, yang
diberikan melalui wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
5. Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
sektor pemerintahan (untuk membiayai pengeluaran negara) tanpa ada jasa timbal balik
yang langsung ditunjuk. Jadi pajak di sini adalah merupakan kekayaan raykat yang
diserahkan kepada negara.
6. Biasanya peralihan kekayaan dari sektor satu ke sektor lain tanpa adanya kontraprestasi
(jasa timbal), hanya dapat terjadi suatu hibah, kekerasan dan perampasan atau
perampokan.
7. Dengan ditetapkan pajak dalam bentuk undang-undang berarti pajak bukan perampasan
hak/kekayaan rakyat karena sudah disetujui oleh wakil-wakil rakyat. Juga tidak dapat
dikatakan sebagai pembayaran sukarela. Oleh karena pajak mengandung kewajiban bagi
rakyat untuk mematuhinya dan bila ia (rakyat) tidak memenuhi kewajibannya dapat
dikenakan sanksi.
8. Kalau pajak didasarkan kepada kesukarelaan saja maka sudah dapat dipastikan bahwa
uang yang masuk kas negara mungkin tidka berarti sama sekali, bahkan dapat dikatakan
rakyat tidak akan berkeinginan menyerahkan begitu saja hasil yang diperoleh dengan
susah payah tanpa ada jasa timbal (kontrasepsi).
9. Pemungutan pajak dengan undang-undang merupakan salah satu ciri dan unsur pajak.
Pemungutan pajak dengan undang-undang sudah merupakan asas universal dalam abad
modern ini. Dengan perkataan lain bahwa setiap penarikan pajak yang dikabulkan dengan
tidak berdasarkan ketentuan undang-undang adalah tindakan yang inskonstitusional.
10. Itulah sebabnya di Inggris berlaku suatu dalil yang berbunyi: No taxation without
representation (tidak ada pajak tanpa undang-undang) dan Amerika : taxation without
representation is robbery (Pajak tanpa undang-undang adlah perampokan.

Anda mungkin juga menyukai