Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN KERJA PRAKTIK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK


PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (BEGAL) DI
WILAYAH KOTA BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN
PENYIDIKAN TAHUN 2020

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Mata Kuliah Kerja Praktik
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia

Oleh :
Yolandita Putri
31617007

Pembimbing :
Dr. Musa Darwin Pane, S.H, M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2021

i
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Yolandita Putri

NIM : 31617007

Program Studi : Ilmu hukum

Judul Laporan : Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana


Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di Wilayah Kota Bandung Dihubungkan
Dengan Standar Operasional Prosedur Manajemen Penyidikan Tahun 2020

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Kerja Praktik yang telah


dilaksanakan merupakan hasil karya saya sendiri dan benar keasliannya. Apabila
ternyata dikemudian hari Laporan Kerja Praktik ini merupakan hasil plagiat atau
penjiplakan karya orang atau institusi lain, maka saya bersedia bertanggungjawab
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan dan/atau keputusaan
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan


sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun,

Bandung, 17 Februari 2021

Yang membuat pernyataan

Yolandita Putri
31617007

ii
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA


PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (BEGAL) DI WILAYAH KOTA
BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR MANAJEMEN PENYIDIKAN TAHUN 2020

Oleh :
Yolandita Putri
31617007

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Mata Kuliah Kerja Praktik
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia

Bandung, 17 Februari 2021


Menyetujui

Pembimbing KP Koordinator KP

Dr. Musa Darwin Pane, S.H., M.H. Wahyudi, SH., MH


NIP 4127.33.00.017 NIP 4127.33.00.019

Mengetahui/Mengesahkan
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Dr. Sahat Maruli T. Situmeang, SH., MH


NIP 4127.33.00.015

ii
ABSTRAK

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan tindak pidana


pencurian dengan kekerasan (begal) yang marak diberitakan sehingga
meresahkan warga Kota Bandung, berkaitan kasus kejahatan tersebut
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penanggulangan
pencurian dengan kekerasan (begal) serta faktor penghambat dalam
menanggulanginya oleh pihak Kepolisian Polrestabes Bandung. Adapun
metode dari penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
hukum yuridis normatif. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data
primer sebagai data utama, serta data sekunder sebagai pelengkap. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan, dan data
sekunder diperoleh dari kepustakaan, perundang-undangan, serta KBBI.
Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang bersangkut paut dengan permasalahan,
dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan Aparat Kepolisian
Polrestabes Bandung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian
dengan kekerasan (begal) di Wilayah Kota Bandung dihubungkan
dengan SOP Manajemen Penyidikan yaitu upaya preventif dan represif.
Upaya preventif meliputi patroli rutin, melakukan kegiatan kepolisian
yang ditingkatkan (KRYD) dengan melibatkan intansi, melakukan
sosialisasi dan mengefektifkan peran sistem keamanan lingkungan
(siskamling). Upaya represif dilakukan dengan tindakan penyelidikan
dan penyidikan yang ketat sesuai dengan ketentuan SOP tindak pidana
umum. Faktor penghambat dalam menanggulanginya meliputi
ketidakpatuhan masyarakat terhadap himbauan kepolisian dalam hal
pengamanan dan kewaspadaan dalam berkendara, modus operandi yang
bervariasi, dan tidak adanya saksi pada kebanyakan kasus sehingga sulit
diteruskan ke pengadilan.

Kata kunci : Upaya Penanggulangan, Tindak Pidana, Pencurian Dengan


Kekerasan

iii
ABSTRACT

This paper is based by the problem of violent theft (begal) which


is widely reported so that it is unsettling for Bandung City residents, in
relation to this crime case, this study aims to determine the efforts to
overcome violent theft (begal) as well as the inhibiting factors in
overcoming it by the Bandung Police. The method of this research use a
qualitative method with a normative juridical legal approach. Sources of
data in this study are primary data as the main data, and secondary data
as a complement. Primary data is obtained from interviews with
informants, and secondary data is obtained from literature, legislation,
and KBBI. Data analysis was carried out by using qualitative descriptive
analysis method. Based on the results of research related to the problem,
it can be concluded that the efforts made by the Bandung Police in
overcoming violent theft (begal) in the Bandung City area are linked to
the Investigation Management SOP, namely preventive and repressive
measures. Preventive efforts include routine patrols, carrying out
enhanced police activities (KRYD) by involving agencies, disseminating
information and making the role of the environmental security system
(siskamling) effective. Repressive measures are carried out by rigorous
investigations and investigations in accordance with the provisions of the
SOP for general crimes. Barring factors in overcoming this include
community disobedience to police calls for safety and vigilance in
driving, varying modus operandi, and the absence of witnesses in most
cases making it difficult to forward them to court.

Keywords: Prevention Efforts, Crime, Violent Theft

iv
KATA PENGHANTAR

Segala Puji dan Syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas segala

karunia, rahmat, nikmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,

sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik dengan judul

“UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (BEGAL) DI WILAYAH KOTA

BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR MANAJEMEN PENYIDIKAN TAHUN 2020” yang merupakan

salah satu syarat kelulusan mata kuliah Kerja Praktik jurusan Ilmu Hukum

UNIKOM.

Selama melaksanakan Laporan Kerja Praktik dan dalam menyelesaikan

laporan ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, pengarahan, dan petunjuk,

serta saran yang membantu hingga akhir dari penulisan laporan ini. Untuk itu

penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat :

1. Yang terhormat Ibu Dr. Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Dekan

Fakultas Hukum Unikom.

2. Yang terhormat Bapak Dr. Sahat Maruli T. Situmeang, SH., MH selaku

Ketua Prodi Jurusan Ilmu Hukum S1 Universitas Komputer Indonesia.

v
3. Yang terhormat Bapak Dr. Musa Darwin Pane, S.H., M.H. selaku Dosen

Pembimbing kerja praktik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,

petunjuk serta saran dalam menyelesaikan laporan ini.

4. Yang terhormat Bapak Wahyudi, S.H., M.H. selaku Dosen Koordinator

KP yang telah memberikan pengarahan, petunjuk dan dorongan dalam

penyusunan laporan ini.

5. Bapak Aiptu Teddy Yuliadi selaku BA Satreskrim Polrestabes Bandung

yang telah meluangkan waktu atas wawancara dan memberikan informasi

serta data-data.

6. Mochammad Farid selaku Anggota Intelkam Polsek Sumur Bandung

sebagai kekasih saya yang telah membantu, berkorban, memberikan

dukungan selama proses pengerjaan laporan ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa UNIKOM khususnya FH angkatan 2017 yang

telah memberikan bantuan serta dukungan selama proses pengerjaan

laporan ini.

8. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, motivasi serta dukungan

moril dan materil.

Penulis berharap semoga laporan ini dikemudian hari bermanfaat bagi

semua pihak yang membantu, meskipun dalam laporan ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun tetap penulis

harapkan. Semoga amal kebaikan semua pihak mendapat ganjaran yang berlipat

dari Allah SWT.

vi
Akhir kata, Penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua

pihak atas terselesaikannya Laporan Kerja Praktik ini. Semoga laporan

ini dapat memenuhi tugas matakuliah Kerja Praktik dan bermanfaat

khususnya bagi penulis dan semua yang membaca Laporan Kerja Praktik

ini.

Bandung, 26 Januari 2021

Penulis, YolanditaPutri

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

ABSTRAK.............................................................................................................iii

ABSTRACT............................................................................................................iv

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL...................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah...................................................................................................9

C. Tujuan Penelitian........................................................................................................9

D. Kegunaan Penelitian.................................................................................................10

BAB II METODE PENELITIAN.......................................................................11

A. Jenis Penelitian.........................................................................................................11

B. Lokasi Penelitian......................................................................................................12

C. Sumber Data.............................................................................................................12

viii
D. Prosedur Pengumpulan Data.....................................................................................14

E. Teknik Analisis Data................................................................................................15

F. Pengecekan Keabsahan Data....................................................................................15

G. Tahap-Tahap Penelitian............................................................................................17

1. Pembuatan Rancangan Penelitian.....................................................................17

2. Pelaksanaan Penelitian.....................................................................................18

3. Pembuatan Laporan Penelitian.........................................................................19

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN...........................20

A. Data Perkembangan Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di Kota Bandung.........20

B. Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Di

Kota Bandung...........................................................................................................26

C. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pencurian Dengan Kekerasan Di

Indonesia..................................................................................................................27

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................32

A. Upaya Aparat Kepolisian Polrestabes Bandung Dalam Menanggulangi Tindak

Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di Wilayah Kota Bandung

Dihubungkan Dengan Standar Operasional Prosedur Manajemen Penyidikan Tahun

2020..........................................................................................................................32

B. Faktor Penghambat Pihak Kepolisian Polrestabes Bandung Dalam Menanggulangi

Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di Wilayah Kota Bandung....67

BAB V PENUTUP................................................................................................70

A. Kesimpulan...............................................................................................................70

B. Saran.........................................................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................72

LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................74

ix
x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Tindak Pidana Curas Tahun 2016-2020 Yang Ditangani oleh

Satreskrim Polrestabes Bandung Dan Jajaran.......................................20

Tabel 2. Usia Pelaku Pencurian dan Kekerasan di Kota Bandung Periode Januari

s/d September Tahun 2020....................................................................23

Tabel 3. Tempat Kejadian Perkara Di Kota Bandung Periode Januari s/d

September Tahun 2020..........................................................................24

Tabel 4. Pola Pencurian Dengan Kekerasan Berdasarkan Waktu Kejadian Di

Kota Bandung Periode Januari s/d September Tahun 2002..................25

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Satreskrim Polrestabes Bandung..............................................21

Gambar 2. Wawancara dengan BA Satreskrim Polrestabes Bandung...................26


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Berita Acara Wawancara...................................................................74

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara..........................................................75

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi

Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini

terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar

ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah

penduduk.1 Kota Bandung sebagai kota metropolitan Jawa Barat yang

besar tidak terlepas dari tindak kejahatan atau kriminalitas, hal itu terjadi

karena di perkotaan sering terjadi persaingan yang ketat bahkan tidak

sehat. Kriminalitas di perkotaan berkembang sejalan dengan

bertambahnya penduduk, pembangunan, dan modernisasi. Dengan

demikian, dikatakan bahwa perkembangan kota selalu disertai dengan

perkembangan kualitas dan kuantitas kriminalitas. Seiring dengan

perkembangan zaman yang semakin modern, banyak perilaku manusia

dalam bermasyarakat telah melanggar norma-norma hukum yang

berlaku, sehingga menyebabkan kekacauan dalam kehidupan

bermasyarakat. Akibatnya perkembangan keadaan itu menimbulkan

keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut. Maka dibutuhkan

kerjasama yang baik antara aparat kepolisian dengan pemerintah dan

1
West java incorporated, https://westjavainc.org diakses pada 10 November 2020 pukul 15.00
WIB

1
2

masyarakat sehingga kriminalitas yang tidak dapat dihilangkan tersebut

dapat dikurangi intensitasnya semaksimal mungkin.

Kriminalitas atau tindak kejahatan merupakan suatu pelanggaran

hukum yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial serta aturan yang

terdapat di lingkungan masyarakat. Pelaku kriminal atau tindak kejahatan

bisa dilakukan oleh siapapun baik wanita maupun pria pada usia remaja,

dewasa ataupun lanjut usia. Tindakan kriminalitas dapat dilakukan secara

sadar maupun tidak sadar.2 Banyak dari media cetak dan online melansir

bahwa akhir-akhir ini di tengah-tengah masyarakat Kota Bandung sering

terjadi tindakan kriminalitas, yaitu tindak pidana pencurian dengan

kekerasan atau biasa dikenal dengan sebutan begal. Faktor penyebab

yang melatarbelakangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah

dari faktor ekonomi, faktor lingkungan, rendahnya tingkat pendidikan,

meningkatnya pengangguran, kurangnya pengawasan sosial dan

kurangnya kesadaran hukum. Seiring dengan kemajuan teknologi dan

ilmu pengetahuan, seseorang dituntut untuk berpendidikan tinggi dan

mempunyai keterampilan yang merupakan modal utama untuk

mendapatkan pekerjaan yang layak, akan tetapi lapangan pekerjaan yang

terbatas tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia

yang semakin banyak. Masyarakat yang kurang memiliki keterampilan,

berpendidikan rendah dan pengangguran justru lebih memilih

menggunakan langkah cepat dan praktis guna mendapatkan penghasilan

yakni dengan melakukan tindakan kriminalitas seperti pembegalan.


2
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hal.139.
3

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), begal diartikan

sebagai penyamun, sementara membegal adalah merampas dijalan

kemudian pembegalan adalah proses, cara, perbuatan membegal atau

perampasan dijalan. Jadi begal merupakan suatu tindak pidana pencurian

atau perampasan kendaraan bermotor disertai dengan kekerasan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat 3

(tiga) jenis pencurian atau yang biasa disingkat dengan 3C. Tiga jenis

pencurian tersebut adalah, pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan

(curat), dan pencurian dengan kekerasan (curas). Dari ketiga jenis

pencurian tersebut, pencurian dengan kekerasan (curas) paling

meresahkan masyarakat3 dan paling berbahaya, karena “pengambilan

barang orang lain” didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan terhadap korban dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian.4

Pelaku pencurian dengan kekerasan sebagian besar dilakukan

lebih dari seorang atau secara berkelompok dan setiap pelaku mempunyai

peran dan tugas yang berbeda-beda, dampak yang ditimbulkan dari

tindak pidana pencurian dengan kekerasan yakni menimbulkan luka-luka

baik luka ringan maupun luka berat hingga menyebabkan kematian,

selain mengalami kerugian fisik korban juga mengalami kerugian

materiil dan psikis, oleh karena itu tindak pidana pencurian dengan
3
Kara, Sarah Dewi; Suardana, I Wayan; Damadi, Anak Agung Ngurah Yusa. “Penanggulangan
Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anak di Wilayah Hukum
Polda Bali”, Jurnal Kertha Wicara, 08, No. 05 (2019):12 - 14
4
Basitha, Rinanda; Wirasila, AA Ngurah; Widhiyaastuti, I Gusti Agung Ayu Dike. “Peranan Saksi
Mahkota (Kroongetuide) Dalam Persidangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai
Alat Bukti (Studi di Pengadilan Negeri Denpasar)”, Jurnal Kertha Wicara 06 No. 05 (2017): 9-16
4

kekerasan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang ringan.

Modus operandi pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan

bervariasi, berbagai macam modus operandi salah satunya dengan

melihat pada tempat atau lokasi yang akan dijadikan sasaran serta

sebelum melakukan aksinya biasanya sudah direncanakan secara

terorganisir dengan baik.

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

(rechtsstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan

ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan bagi warga negaranya.5 Hukum

adalah keseluruhan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu

kehidupan bersama yang dapat di paksakan pelaksanaannya dengan suatu

sanksi.6 Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang

berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan

untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

5
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cetakan ke-8, Balai Pusataka,
Jakarta,1898, hlm346.
6
Ibid., hlm 2.
5

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut7.

Tindak pidana begal atau pembegalan dapat dikategorikan sebagai

pencurian dengan kekerasan, hal tersebut sesuai dengan unsur-unsur

pidana yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Pasal 365 yaitu terdapat unsur “didahului”, “disertai” atau

“diikuti” dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang

dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau

dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasi barang curiannya.8

Berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau

begal yang meresahkan masyarakat, Negara Indonesia memiliki instansi

negara salah satunya yaitu kepolisian yang tugasnya adalah memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan kepada masyarakat. Hal ini tertuang dalam

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang berbunyi:

“Kepolisian ialah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”.9

Peran dan fungsi Kepolisian dalam mewujudkan suatu

7
Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 1
8
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia Bogor, 1991, hlm 253-254
9
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
6

masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan

berdaulat dan berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa

yang aman, tentram, tertib dalam lingkungan pergaulan dunia yang

bersahabat dan damai. Pelayanan yang diberikan Polri kepada

masyarakat yaitu dengan cara menerima laporan dan pengaduan apapun

dari masyarakat dalam waktu 1x24 jam, Polri secara langsung telah

memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam

menjalankan segala aktifitasnya sehari-hari.10

Kemudian dalam rangka pencegahan tindak pidana terhadap

masyarakat maka Kepolisian mempunyai kewenangan dan tugas yang

telah disusun dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tersebut, dapat dilihat tugas pokok Kepolisian berdasarkan

pasal 13 yaitu:11

a) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b) Menegakan hukum.

c) Memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana

(kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan) dapat ditempuh dengan pendekatan

kebijakan diantaranya adalah adanya keterpaduan antara politik kriminal, politik


10
Untung S. Rajab, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem
Ketatanegaraan (berdasarkan UUD 1945), CV. Utomo, Bandung, 2003, hlm. 1
11
Op.Cit, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7

sosial dan penanggulangan kejahatan dengan penal policy dan non penal policy.

Penal Policy merupakan suatu ilmu sekaligus seni yang memiliki tujuan untuk

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik agar dapat

memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang saja tetapi

juga kepada para penyelenggara atau pelaksanaan putusan pengadilan. Non Penal

Policy merupakan pencegahan tanpa pidana dan mempengaruhi persepsi

masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan melalui media massa.12

Bentuk kebijakan tindak kriminal dalam penegakan hukum, dapat di

bedakan menjadi 2 (dua) kebijakan, yaitu:13

1. Kebijakan Penal

Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana penal dalam mengatur

masyarakat lewat perundang-undangan pada hakikatnya merupakan wujud

suatu langkah kebijakan (policy). Upaya penanggulangan kejahatan

dengan hukum pidana (sarana penal) lebih menitik beratkan pada sifat

represif (penindasan/ pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan atau

tindak pidana terjadi. Sarana penal pada hakikatnya merupakan bagian dari

usaha penegakkan hukum, oleh karena itu kebijakan hukum pidana

merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (Law Enforcement).

Penanggulangan kejahatan dengan kata lain dapat dilakukan dengan cara

menyerahkan kasus kejahatan yang terjadi kepada pihak penegak hukum,

dalam hal ini polisi, jaksa, hakim untuk diproses sesuai dengan ketentuan

12
Situmeang, SMT. “KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENEGAKAN HUKUM UNTUK
MEWUJUDKAN KEADILAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA”, Res Nullius
Law Journal, Vol. 1, No. 1 (2019): 26-36, Tersedia di https://doi.org/10.34010/rnlj.v1i1.2492
13
Ibid.
8

hukum yang berlaku. Hukuman atau sanksi pidana yang dijatuhkan kepada

pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku sesuai

dengan tujuan pemidanaan, sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi

masyarakat serta dapat memberikan perlindungan berupa rasa aman

kepada masyarakat.

2. Kebijakan Non Penal

Kebijakan “non penal” lebih menitik beratkan pada sifat “preventif”

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, Upaya

non penal yang paling strategis adalah upaya untuk menjadikan

masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat

(secara materiil dan immateriil) dari faktor–faktor kriminogen. Hal ini

berarti bahwa masyarakat dengan seluruh potensinya harus dijadikan

sebagai faktor penangkal kejahatan atau faktor anti kriminogen yang

merupakan bagian integral dari keseluruhan kebijakan kriminal. Upaya

non penal juga dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat melalui

kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam

masyarakat itu sendiri. Upaya non penal juga dapat digali dari berbagai

sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif. Sumber lain

tersebut antara lain adalah media pers/media massa, pemanfaatan

kemajuan teknologi. Hal ini dikenal dengan istilah techno-prevention” dan

pemanfaatan potensiefek-preventif dari aparat penegak hukum.

Untuk itulah kemudian perlu dilakukan tinjauan terhadap tindak

pidana yang dilakukan oleh begal, agar kemudian dapat ditentukan solusi
9

efektif untuk menanggulangi dan memberantas atau paling tidak

meminimalisir tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh begal guna

terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan di tengah-tengah

masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menganggap penting

untuk mengangkat masalah tersebut sebagai bahan penulisan hukum

dengan judul: “UPAYA KEPOLISIAN DALAM

MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN

KEKERASAN (BEGAL) DI WILAYAH KOTA BANDUNG

DIHUBUNGKAN DENGAN STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR MANAJEMEN PENYIDIKAN TAHUN 2020”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis

menentukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya Aparat Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana

pencurian dengan kekerasan (begal) di wilayah Kota Bandung

dihubungkan dengan Standar Operasional Prosedur Manajemen

Penyidikan Tahun 2020?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat pihak Kepolisian Polrestabes

Bandung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan

(begal)?
10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dimuat, adapun yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mempelajari dan menganalisis apa saja upaya Kepolisian dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal).

b. Untuk mengetahui dan menganalisis apa yang menjadi faktor penghambat

Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan

kekerasan (begal).

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dibuat ini diharapkan dapat memberikan

kegunaan secara teoritis dan praktis. Adapun kegunaannya sebagai

berikut :

1. Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan pengetahuan

ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya hukum pidana yang

berkaitan dengan upaya pihak Kepolisian dalam penanggulangan

kejahatan pencurian dengan kekerasan (begal) di Kepolisian Polrestabes

Bandung.

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi, masukan data ataupun

literature bagi peneliti serta dapat menambahkan wawasan bagi kepolisian

dan masyarakat luas terkait upaya kepolisian dalam penanggulangan


11

kejahatan pencurian dengan kekerasan (begal) khususnya di wilayah Kota

Bandung.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah pengetahuan tentang langkah-langkah

sistematis dan logis, yang digunakan untuk mencari data terkait masalah

tertentu untuk diolah, dianalisis, ditarik/disimpulkan, dan kemudian

dicari metode pencegahannya. Dalam penelitian ini metode yang

digunakan peneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan hukum

yuridis normatif. Menurut Moleong Lexy J, pengertian metode kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lain dari orang-orang dan perilaku yang telah

diamati.14 Dengan kata lain penelitian kualitatif yaitu penelitan yang

dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll,

secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.15

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan

berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,

konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula


14
Moleong Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), hal 7.
15
Ibid.
13

dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku,

peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan

dengan penelitian ini.

Penelitian ini dikemas dalam bentuk deskriptif yaitu memerlukan

tindakan yang teliti pada setiap komponennya agar dapat

menggambarkan subjek atau objek yang diteliti.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang ditetapkan atau dipilih oleh peneliti dalam

rangka penulisan laporan penelitan ini adalah di Satreskrim Polrestabes

Bandung yang beralamat di Jl. Merdeka No. 18-21, Babakan Ciamis,

Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.

C. Sumber Data

Sumber Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh

peneliti dari 2 (dua) jenis data, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang

berfungsi sebagai data utama yaitu berupa wawancara kepada pihak-pihak

yang terkait khususnya pihak kepolisian Polrestabes Bandung.

b. Sumber Data Sekunder

Semua data sekunder yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer berupa

pendapat para ahli sarjana literatur-literatur yang relevan dengan objek


14

penelitian. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku atau ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Sehubungan dengan itu maka bahan hukum primer yang digunakan

peneliti adalah:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mendukung bahan hukum

primer, diantaranya yang berasal dari jurnal, artiker, data yang

diperoleh dari instansi, serta buku-buku kepustakaan yang berkaitan

dengan pembahasan “Upaya Aparat Kepolisian Polrestabes Bandung

Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

(Begal)” yang dapat dijadikan referensi yang dapat menunjang

penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder yang berasal dari KBBI, kamus hukum, internet.


15

D. Prosedur Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data yang telah dimuat, adapun prosedur

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan mengacu pada penelusuran, pengumpulan dan penelaahan

peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, jurnal ilmiah dan artikel

ilmiah yang berkaitan dengan judul. Maksud dan kegunaan penelitian

kepustakaan pada dasarnya adalah untuk menunjukkan metode pemecahan

masalah penelitian, memperoleh penelitian terkait yang serupa dan

ringkasan atau informasi terkait dengan masalah penelitian tersebut, serta

sebagai sumber data sekunder.16

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan yang digunakan dalam bentuk wawancara. Wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertertentu. Dalam wawancara ada dua pihak,

yaitu pewawancara dan orang yang diwawancarai. Pewawancara adalah

orang yang mencari informasi serta orang yang mengajukan pertanyaan,

sedangkan orang yang diwawancarai adalah orang yang memberi

informasi dan juga orang yang mejawab pertanyaan yang diajukan oleh

pewawancara.17 Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh keterangan

dari pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti,

dalam hal ini yang diwawancarai adalah petugas kepolisian dan pihak yang

terkait lainnya.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2016, hlm.
112.
17
Ibid.
16

E. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif

adalah suatu analisa dengan cara pengumpulan data dan informasi yang

diperoleh dari data primer dan sekunder secara jelas, sehingga nantinya

dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai masalah yang ada.18

Berdasarkan data tersebut peneliti dapat melakukan analisis kriminologis

tentang Upaya Aparat Kepolisian Polrestabes Bandung Dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di

Wilayah Kota Bandung Dihubungankan Dengan SOP Manajemen

Penyidikan Tahun 2020.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan teknik yang dipergunakan agar

penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam

penelitian ini peneliti pengujian keabsahan data dengan menggunakan

pengamatan dan triagulasi. Adapun langkah-langkah yang akan

dilakukan peneliti sebagai berikut :

1. Meningkatkan ketekunan/keajengan pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti ‟melakukan pengamatan secara cermat dan

berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan

peristiwa akan direkam secara pasti dan sestematis”.19 Kemudian Moleong


18
Sudikno Mertokusumo, 2004, Penemuan Hukum Sebagai Sebuah Pengantar, Penerbit Andi,
Yogyakarta, hlm. 65
19
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif , Afabeta, Bandung, 2009, hlm 371
17

Lexy J, mengungkapkan bahwa “ketekunan pengamatan bermaksud

menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan

dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri

pada hal-hal tersebut secara rinci”20 dengan ketekunan pengamatan ini,

maka peneliti akan mendapatkan data yang rinci dan mendalam.

2. Triagulasi

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar

data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu.21 Dengan triagulasi ini, peneliti mampu menarik

kesimpulan tidak hanya dari satu cara pandang, sehingga kebenaran data

lebih bisa di terima. Dalam praktiknya peneliti menggunakan 3 (tiga)

macam triagulasi yaitu :

a. Triagulasi dengan sumber

Peneliti akan membandingkan data hasil wawancara dari satu narasumber

dengan narasumber yang lain dengan pertanyaan yang sama. Seperti

yang dikemukakan oleh Sugiono bahwa “triagulasi dengan sumber

berarti, membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan

suatu informasi melalui beberapa sumber”.22

b. Triagulasi teknik

Menurut Sugiono teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

yang sama tetapi dengan teknik berbeda.23 Disini peneliti akan

20
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif.... hal,329.
21
ibid, hal 330.
22
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif.... hal, 373
23
Ibid, hal 377.
18

membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

data dari hasil observasi dan juga data dari hasil dokumentasi.

c. Triagulasi dengan teori

yaitu “apakah ada keparalelan penjelaan dan analisis atau tidak diantara satu

teori dengan teori yang lain terhadap data hasil penelitian”. 24 Dalam

penggunaan teknik ini penulis akan melakukan pengecekan dengan

membandingkan teori yang sepadan melalui rival explanation

(penjelasan banding), dan hasilnya akan dikonsultasikan lebih lanjut

dengan subjek studi sebelum penulis dianggap cukup.

G. Tahap-Tahap Penelitian

1. Pembuatan Rancangan Penelitian

1) Memilih Masalah

Melakukan pemilihan masalah yang akan diteliti dengan membaca literatur-

literatur yang sudah ada sebelumnya.

2) Studi Pendahuluan

Melakukan studi literatur terhadap teori yang relevan mengenai Upaya Aparat

Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan (Begal).

3) Merumuskan Masalah

Dalam perumusan masalah, peneliti melakukan observasi literatur yang relevan

mengenai Upaya Aparat Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif; Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan
24

Penelitian, (Malang: UMM Perss, 2004), hal.83.


19

Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Begal), dan menghubungi pihak

yang akan dijadikan sebagai informan dalam penelitian.

4) Memilih Pendekatan

Pemilihan pendekatan ini dilakukan setelah merumuskan identifikasi masalah.

Peneliti memilih metode penelitian kualitatif dengan pendekatan

hukum yuridis normatif dan juga melakukan penelitian deskriptif.

5) Menentukan Variabel dan Sumber Data

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu Upaya Aparat Kepolisian

Polrestabes Bandung Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian

Dengan Kekerasan (Begal) Di Wilayah Kota Bandung

Dihubungankan Dengan SOP Manajemen Penyidikan Tahun 2020.

Adapun sumber data ini diperoleh dari buku, jurnal, dan wawancara.

2. Pelaksanaan Penelitian

1) Menentukan dan Menyusun Instrumen

Penyusunan perangkat berupa buku, jurnal yang berisi soal Upaya Aparat

Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan (Begal) Di Wilayah Kota Bandung, dilengkapi dengan data

dari Satreskrim Polrestabes Bandung, juga pertanyaan-pertanyaan

yang dijadikan sebagai pedoman wawancara.

2) Mengumpulkan Data
20

Melakukan wawancara terhadap pihak kepolisian Satreskrim Polrestabes

Bandung, juga mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kasus

pencurian dengan kekerasan (begal).

3) Analisis Data

Pada tahap ini, peneliti mengamati atau menganalis semua data yang telah

diperoleh dari hasil penelitian. Analisis data ini dilakukan untuk

mencari dan menyusun semua data dari hasil penelitian, informasi dan

informan dan data lainnya secara teratur guna untuk meningkatan

pemahaman peneliti tentang permasalahan yang sedang diteliti dan

bisa dijadikan temuan dan pedoman bagi orang lain dalam

permasalahan yang sama jika dikaitkan dengan teori yang ada.

3. Pembuatan Laporan Penelitian

1) Menarik Kesimpulan

Menyimpulkan hasil pengolahan data pengamatan serta menganalisis

instrumen lain seperti dokumentasi. Memberikan kesimpulan

berdasarkan hasil pengolahan data.

2) Menyusun Laporan

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses penelitian, yaitu menulis

laporan hasil dari keseluruhan penelitian. Penulisan laporan ini

dilakukan diakhir agar ketika penelitian selesai data yang sudah

diperoleh tidak ada perubahan lagi jadi dalam penulisan laporan sudah

tidak ada kesalahan lagi berkaitan dengan data yang diperoleh.


BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Data Perkembangan Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Di Kota

Bandung

Tindakan kejahatan khususnya pencurian dengan kekerasan atau biasa

dikenal dengan istilah begal yaitu sudah menjadi salah satu bentuk tindak kriminal

yang sekarang marak terjadi di kota Bandung. Hal tersebut disebabkan oleh faktor

ekonomi, meningkatnya pengangguran, pengaruh buruk dari lingkungan sekitar,

kurangnya pengawasan sosial, kurangnya kesadaran hukum sehingga semakin

beraninya pelaku pencurian dengan kekerasan dalam melakukan aksinya tidak

peduli korbannya laki-laki maupun perempuan.

Berikut penulis akan memaparkan data pencurian dengan kekerasan di

kota Bandung yang terdiri dari data jumlah kasus dan penyelesaian kasus

sebagaimana penulis dapatkan dari hasil penelitian di Polrestabes Bandung yang

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1
Data Tindak Pidana Curas Tahun 2016-2020 Yang Ditangani oleh Satreskrim
Polrestabes Bandung Dan Jajaran

No Tahun Jumlah Kasus Penyelesaian


1. 2016 187 78
2. 2017 178 115
3. 2018 181 161
4. 2019 206 110
5. 2020 146 89
JUMLAH 745 553
Sumber Data : Polrestabes Bandung tahun 2020
22

Tabel 1 di atas menunjukkan jumlah kasus pencurian dengan kekerasan di

Kota Bandung dan penyelesaian kasus, selama 5 tahun kasus pencurian dengan

kekerasan mengalami naik turun akan tetapi justru pada tahun 2019 jumlah kasus

yang diselesaikan paling banyak. Apabila diuji maka dapat dijabarkan bahwa pada

tahun 2016 sebanyak 187 kasus dan yang diselesaikan 78 kasus, pada tahun 2017

sebanyak 178 kasus dan yang diselesaikan 115 kasus, pada tahun 2018 sebanyak

181 kasus dan yang diselesaikan 161 kasus, pada tahun 2019 sebanyak 206 dan

yang diselesaikan 110 kasus, pada tahun 2020 sebanyak 146 kasus dan yang

diselesaikan 89 kasus. Dapat dilihat dari kolom diatas bahwa ada perbedaan

signifikan antara jumlah kasus dengan penyelesaian kasus.

Gambar 1. Lokasi Satreskrim Polrestabes Bandung


23

Menurut Aiptu Teddy Yuliadi (wawancara 14 Januari 2021) ada beberapa

kendala yang membuat beberapa kasus pencurian dengan kekerasan tidak dapat

terselesaikan, diantaranya :

a. Alat bukti tidak mencukupi

b. Tersangka tidak diketahui keberadaannya

c. Perkara tersebut belum dapat dibuktikan oleh penyidik

Menurut wawancara dengan Aiptu Teddy Yuliadi, dapat disimpulkan

bahwa kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam memberantas pelaku

kejahatan pembegalan adalah kurangnya keterangan saksi yang jelas dari korban

atau masyarakat sekitar lokasi kejadian berlangsung. Kurangnya keterangan dari

saksi tersebut menghambat terjadinya penangkapan pelaku karena minimnya bukti

untuk melakukan pencarian sehingga perkara tersebut dianggap belum selesai.

Banyak masyarakat yang tidak mau memberikan keterangan sebagai saksi atau

banyak masyarakat menutup mata atas kejadian tersebut karena melakukan

laporan kekepolisian dianggap percuma dan membuang waktu saksi dan

kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi aturan hukum tersebut.

Kendala yang kedua yaitu tidak diketahui keberadaan tersangka, pihak

kepolisian sering mengalami kesulitan dalam mencari pelakunya, kesulitan

tersebut disebabkan oleh kurangnya ciri-ciri yang disebutkan oleh saksi atau

korban, seringnya pelaku berpindah-pindah tempat dan kurangnya informasi

tentang keberadaan pelaku, kendala selanjutnya yaitu perkara tersebut tidak dapat

dibuktikan oleh penyidik, perkara yang tidak dapat dibuktikan oleh penyidik
24

karena kurangnya alat bukti atau pelakunya tidak memenuhi ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 365 KUHP.

Untuk penelitian lebih lanjut para pelaku kasus pencurian dengan

kekerasan mengenai usia pelaku pencurian di Kota Bandung yaitu :

Tabel 2
Usia Pelaku Pencurian dan Kekerasan di Kota Bandung Periode Januari s/d
September Tahun 2020

Usia Pelaku Bulan


Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Jumlah
0 – 17 4 - 1 2 4 4 - 2 10 27
18 – 25 34 47 29 37 41 41 27 33 44 333
26 – 35 48 39 34 31 37 37 42 46 36 350
36 – 45 18 20 27 15 17 17 19 21 18 172
46 – 55 5 10 11 8 9 9 7 5 8 72
>56 4 6 7 7 3 3 - 2 33 65
Sumber Data : Polrestabes Bandung 2020

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa pencurian dengan kekerasan ini

mayoritas dilakukan oleh pelaku yang berumur antara 18-35 tahun sebanyak 683

orang selama periode januari s/d september tahun 2020.

Menurut Aiptu Teddy Yuliadi (wawancara 14 Januari 2020), berbagai

macam modus operandi yang digunakan pelaku untuk melakukan tindak kriminal

pencurian dengan kekerasan antara lain dengan cara pelaku memukul korban atau

membawa senjata tanjam dengan melakukan penusukan terhadap korban hingga

melukai bahkan mengakibatkan kematian apabila korban melakukan perlawanan.

Sehubungan dengan usia pelaku, hal tersebut disebabkan karena pada tiap

tingkatan umur mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan sehingga

pemikiran masih terpengaruhi oleh lingkungan, perubahan sosial dan


25

perkembangan masyarakat. Untuk itu di dalam perkembangan usia mempengaruhi

cara berpikir untuk melakukan sesuatu, karena pada usia yang masih muda/cara

berpikir yang belum dewasa terkadang perilakunya menyimpang atau melanggar

hukum karena ingin memiliki sesuatu tetapi belum mampu untuk

mendapatkannya disebabkan penghasilan yang rendah sehingga mereka tidak

dapat mengontrol diri dan mengambil jalan pintas yakni dengan melakukan tindak

kejahatan pencurian secara individu maupun berkelompok disertai dengan

ancaman kekerasan terhadap korban atau biasa disebut begal.

Berdasarkan pada hasil penelitian di lapangan dapat diketahui mengenai

pelaku dalam menjalankan aksinya pada tempat yang dijadikan sebagai sasaran

yakni :

Tabel 3
Tempat Kejadian Perkara Di Kota Bandung Periode Januari s/d September Tahun
2020

TKP Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Jumlah
Pemukiman 32 106 147 133 154 162 115 153 147 1149
Jalan Umum 25 57 46 27 34 76 76 74 94 509
Toko/Pasar 10 16 14 17 17 24 18 27 15 158
Tempat Parkir 2 8 10 4 3 4 5 4 1 41
Kantor 9 38 24 27 22 32 28 32 27 239
Sumber Data : Polrestabes Bandung 2020

Pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pelaku dalam menjalani aksinya

pada tempat yang dijadikan sasaran pertama untuk melakukan tindakan pencurian

paling banyak berada dipemukiman dan tempat sasaran kedua berada dijalan

umum. Apabila dijabarkan selama periode januari s/d september tahun 2020

tempat yang dijadikan sasaran setiap bulannya yaitu pemukiman dengan jumlah
26

1149, dijalan umum dengan jumlah 509, toko/pasar dengan jumlah 158, tempat

parkir dengan jumlah 41 dan kantor dengan jumlah 239.

Berdasarkan hasil penelitian pola waktu kasus pelaku pencurian dengan

kekerasan dalam menjalankan aksinya yakni :

Tabel 4
Pola Pencurian Dengan Kekerasan Berdasarkan Waktu Kejadian Di Kota
Bandung Periode Januari s/d September Tahun 2002

Waktu Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Jumlah

06.00 – 12.00
40 63 48 28 27 62 42 29 46 385
12.00 – 18.00
34 83 75 84 88 99 87 110 97 757
18.00 – 24.00
45 94 102 101 96 130 77 113 84 842
24.00 – 06.00 63 48 57 60 69 69 66 70 81 583
Sumber Data : Polrestabes Bandung 2020

Menurut Aiptu Teddy Yuliadi, pola waktu pencurian dengan kekerasan di

Kota Bandung bervariasi, antara pukul 12.00 sampai pukul 18.00 WIB mengalami

peningkatan. Frekuensi mulai meningkat drastis pada pukul 18.00 sampai 24.00

WIB, menurun perlahan dari pukul 24.00 sampai 06.00 WIB (waktu pagi hari),

namun sesungguhnya masih tergolong tinggi. Hasil penelitian ini terdapat dua

waktu periode sangat rawan terjadinya pencurian dengan kekerasan.


27

Gambar 2. Wawancara dengan BA Satreskrim Polrestabes Bandung

B. Kasus Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Pelaku Pencurian Dengan

Kekerasan Di Kota Bandung

Telah terjadi tindak pidana pencurian dengan kekerasan pada hari kamis

tanggal 19 Januari 2020 sekitar jam 03.15 WIB di Jl. Layang Pasupati, Tamansari,

Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40116 oleh para pelaku yang

berinisal RW, FL dan RZ laki-laki, asal Bandung, masing-masing berusia 18

tahun, tidak bekerja. Saat itu, korban tengah mengendarai sepeda motor matic

untuk pulang ke arah rumahnya dikawasan Jalan Tamansari. Para pelaku

melakukan perbuatannya dengan cara menyerempet kendaraan korban yang

berinisial AR, kemudian korban langsung dianiaya dengan cara dipukul oleh

tersangka, karena korban ingin melawan akhirnya tersangka mengeluarkan

kampak dibalik bajunya dan langsung dikampakan ke arah kepala korban secara

berulang-ulang, usai menganiaya korban, para pelaku yang berjumlah lebih dari
28

dua orang ini merampas harta benda milik saksi berupa 1 (satu) unit motor honda

warna hitam, ponsel dan uang tunai yang ada didalam saku celana korban

sebanyak Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah), setelah itu para pelaku pergi

meninggalkan korban dan langsung pulang kerumahnya dengan hasil

kejahatannya yang telah pelaku lakukan tersebut.

Berdasarkan pembahasan terhadap fakta-fakta / bukti dalam analisa kasus

dan analisis yuridis tersebut maka terhadap tersangka RW, FL dan RZ telah cukup

bukti dan patut diduga telah melakukan Tindak Pidana Pencurian dengan

Kekerasan yang dilakukan pada hari kamis tanggal 19 Januari 2020 sekitar jam

03.15 WIB di Jl. Layang Pasupati, Tamansari, Kec. Bandung Wetan, Kota

Bandung, Jawa Barat 40116.

Oleh karena itu tersangka RW, FL dan RZ dapat disangka telah melakukan

tindak pidana Pencurian Dengan Kekerasan sebagaimana dimaksud dalam

rumusan Pasal 365 ayat 1 dan ayat 2 ke (1) KUHP dan perkaranya dapat

disidangkan di Pengadilan Negeri kelas 1 A Bandung.

C. Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pencurian Dengan

Kekerasan Di Indonesia

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat beberapa

pasal yang mengatur tentang pencurian, yaitu Pasal 362 sampai dengan pasal 367

KUHP. Pasal 362 tentang pencurian yang menyebutkan bahwa :25

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian


kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan

Hafiz Dwisyah Putra, Nurhafifah, “TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DISERTAI


25

DENGAN KEKERASAN”, JIM Bidang Hukum Pidana, Vol.2, No.1, Februari 2018, hal. 8-14
29

hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama


lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:

1. Unsur objektif, terdiri dari :

a. Perbuatan mengambil

b. Objeknya suatu benda

c. Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda

tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari :

a. Adanya maksud

b. Yang ditujukan untuk memiliki

c. Dengan melawan hukum

Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai

pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas. Selain itu diatur pula

dalam Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, yang

merumuskan:

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1. pencurian ternak;

2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau

gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal

terdampar,kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau

bahaya perang;
30

3. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di

situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih;

5. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau

untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak,

memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu

hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun.

Pasal 364 KUHP tentang pencurian dengan peringanan, yang merumuskan :

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun

perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak

dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada

rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima

rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling

lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh

rupiah.”

Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, yang merumuskan :

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian

yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu


31

mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk

memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk

tetap menguasai barang yang dicuri.

2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;

2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau

pakaian jabatan palsu.

4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tuhun.

4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan

mengakihntkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang

atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang

diterangkan dalam no 1 dan 3.

Pasal 367 KUHP pencurian di lingkungan keluarga, yang merumuskan :

1) Jika pembuat atau pemhantu ciari salah satu kejahatan dalam bab ini

adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah

meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat

atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.


32

2) Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah

harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik

dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua maka terhadap

orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang

terkena kejahatan.

3) Jika menurut lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang

lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat di atas berlaku

juga bagi orang itu.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. UPAYA APARAT KEPOLISIAN POLRESTABES BANDUNG

DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN

DENGAN KEKERASAN (BEGAL) DI WILAYAH KOTA BANDUNG

DIHUBUNGKAN DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

MANAJEMEN PENYIDIKAN TAHUN 2020

Berdasarkan hasil wawancara dengan Aiptu Teddy Yuliadi selaku BA

Satreskrim Polrestabes Bandung pada tanggal 14 Januari 2021, pukul 10.30 WIB,

penanggulangan pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polrestabes Kota

Bandung sudah dilakukan dengan optimal. Dalam rangka memelihara keamanan

dan ketertiban masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 13 UU No. 2

Tahun 2002 yang berbunyi “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

kepada masyarakat”26, penanggulangan pencurian dan kekerasan dilakukan oleh

pihak kepolisian dengan cara yaitu, upaya preventif dan represif.

Upaya preventif merupakan tindakan pencegahan, penangkalan dan

pengendalian sebelum terjadi kejahatan. Menurut Aiptu Teddy Yuliadi,

pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polrestabes Bandung dengan

cara sebagai berikut :

Tasaripa, Kasman. “ Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum
26

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian”, Jurnal Ilmu Hukum Legal
Opinion, 02,Vol. 1 (2013): 4-9
34

1. Pihak Polrestabes Kota Bandung juga menerapkan patroli rutin disetiap

kecamatan di wilayah hukum, terutama di area yang dianggap rawan serta

melakukan kegiatan operasi kepolisian dalam memberantas tindak

kejahatan pencurian dengan kekerasan dan atau tindak pidana lainnya guna

menjaga terjadinya gangguan keamanan, ketertiban masyarakat

(kamtibmas) di Kota Bandung.

2. Melaksanakan kegiatan kepolisian rutin yang ditingkatkan (KRYD)

dengan melibatkan intansi terkait lainnya dalam menjaga kondusifitas di

Kota Bandung.

3. Melakukan sosialisasi dan himbauan ke tokoh masyarakat, tokoh agama,

sekolah, perumahan, maupun komunitas-komunitas tertentu guna

meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap begal dijalan raya

supaya tidak menjadi korban curas, serta dapat membuat masyarakat

berperan aktif untuk mencegah situasi ini.

4. Pihak kepolisian juga memberikan himbauan kepada warga di lingkungan-

lingkungan perumahan untuk mengaktifkan sistem keamanan lingkungan

(siskamling) dengan membentuk pos keamanan lingkungan (poskamling)

di area-area rawan begal.

Upaya represif yang dapat diartikan sebagai tindakan penindasan atau

pemberantasan sesudah terjadinya tindak pidana. Menurut Aiptu Teddy Yuliadi,

upaya represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian khususnya bagian reserse

kriminal (reskrim) Polrestabes Bandung dengan melakukan tindakan penyelidikan

yaitu respons terhadap laporan/pengaduan (sikap penerimaan atau tindak lanjut),


35

serta mencari keterangan saksi dan barang bukti. Berdasarkan hasil penyelidikan

tersebut, apabila ternyata diperoleh keterangan dan bukti yang cukup untuk

dilakukan penyidikan, barulah terhadap suatu peristiwa tersebut dilakukan

kegiatan penyidikan oleh penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyidikan yang

dilakukan penyidik dalam rangka penanganan perkara pidana diperlukan adanya

Standar Operasional Prosedur (SOP) Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Umum sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Beberapa kegiatan dalam rangka proses penyidikan perkara tindak pidana yang

memerlukan adanya SOP, antara lain :27

1. SOP Persiapan Penyidikan

a) Penyidik sebelum melaksanakan penyidikan, melakukan penelitian

perkara bersama tim penyidik dalam rangka:

1) menentukan klasifikasi perkara yang ditangani;

2) menyusun rencana kegiatan penyidikan;

3) membuat rencana kebutuhan anggaran penyidikan;

4) menetapkan target waktu penyelesaian penanganan perkara.

b) Penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap Laporan Polisi yang

ditangani mempertimbangkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan

dan telah dibahas dalam gelar perkara sehingga penyidik bisa

mendapatkan bahan keterangan secara maksimal untuk menentukan

kegiatan penyidikan yang akan dilakukan.

c) Penyidik melaksanakan penyidikan sesuai limit waktu berdasarkan

kriteria perkara sebagai berikut :


27
Dokumen Polrestabes Bandung
36

1) perkara mudah, dilaksanakan dalam waktu 30 hari;

2) perkara Sedang, dilaksanakan dalam waktu 60 hari;

3) perkara Sulit, dilaksanakan dalam waktu 90 hari;

4) perkara Sangat Sulit, dilaksanakan dalam waktu 120 hari.

d) Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat diselesaikan oleh

penyidik, maka Penyidik dapat mengajukan permohonan

perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi

perintah setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kabag

Wassidik.

e) Dalam hal diberikan perpanjangan waktu penyidikan, maka

diterbitkan Surat Perintah dengan mencantumkan waktu

perpanjangan.

f) Sebelum melakukan penyidikan, maka penyidik wajib menyiapkan

administrasi penyidikan sebagai berikut :

1) laporan Polisi (LP);

2) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP);

3) Surat Perintah Penyidikan sesuai batas waktu berdasarkan kriteria

bobot perkara;

4) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP);

5) rencana kegiatan penyidikan;

6) rencana kebutuhan anggaran penyidikan.

2. SOP Pemanggilan
37

a) Pemanggilan terhadap saksi, ahli maupun tersangka merupakan bagian

upaya paksa sehingga dapat dilakukan setelah diterbitkannya Surat

Perintah Penyidikan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

(SPDP) telah dikirim ke JPU.

b) Surat panggilan terhadap saksi, ahli maupun tersangka wajib di berikan

tenggang waktu paling singkat 2 (dua) hari setelah panggilan diterima

oleh orang yang dipanggil, keluarga atau penasehat hukumnya dengan

bukti penerimaan surat panggilan.

c) Dalam hal saksi yang dipanggil berhalangan hadir dengan alasan yang

sah, maka Penyidik dapat melaksanakan pemeriksaan ditempat saksi

berada.

d) Sebelum melakukan pemanggilan terhadap saksi maupun ahli terlebih

dahulu penyidik menghubungi yang bersangkutan untuk

menyampaikan rencana pemanggilan dengan memberikan penjelasan

keterangan yang ingin diperoleh terkait perkara pidana yang ditangani

dan kesiapan saksi mapupun ahli untuk memenuhi maksud tersebut.

e) Dalam hal terhadap tersangka yang dikhawatirkan akan melarikan diri,

menghilangkan barang bukti atau menyulitkan penyidikan,

pemanggilan dapat dikesampingkan dan dapat dilakukan penangkapan.

f) Surat panggilan dan/atau penangkapan terhadap tersangka dapat

dilakukan setelah penyidik memperoleh alat bukti yang cukup

menyatakan bahwa perkara tersebut adalah perkara pidana dan


38

menunjuk kepada seseorang sebagai tersangka setelah melalui proses

gelar perkara.

g) Penyidik dapat melakukan pemanggilan terhadap tersangka dalam hal

tersangka yang tidak dilakukan penangkapan guna kepentingan

pemeriksaan, dimana pemanggilan paling banyak 2 (dua) kali, dan

apabila panggilan tersebut tidak diindahkan maka dilakukan

pemanggilan ketiga yang disertai surat perintah membawa dan atau

dilakukan penangkapan.

h) Dalam hal orang yang dipanggil tidak memenuhi panggilan, penyidik

wajib memperhatikan alasan yang patut dan wajar dari orang yang

dipanggil guna menentukan tindakan selanjutnya.

i) Penyidik dalam hal melakukan pemanggilan terhadap Ahli, yaitu

seseorang karena keahlian khusus yang dimilikinya untuk membuat

terang suatu perkara, agar terlebih dahulu menyampaikan daftar

pertanyaan yang terkait dengan materi perkara dan keahlian yang

bersangkutan.

j) Dalam hal saksi atau ahli bersedia hadir untuk memberikan keterangan

tanpa surat panggilan, surat panggilan dapat dibuat dan ditandatangani

oleh penyidik dan saksi atau ahli, sesaat sebelum pemeriksaan

dilakukan.

k) Surat panggilan baik saksi maupun tersangka dibuat oleh penyidik dan

ditanda tangani oleh Kasubdit.


39

l) Dalam hal tersangka atau saksi yang telah dipanggil 2 (dua) kali tidak

hadir tanpa alasan yang patut dan wajar, dapat dibawa secara paksa

oleh penyidik ke tempat pemeriksaan dengan surat perintah membawa.

m) Surat Perintah Membawa ditandatangani oleh Direktur/Wakil Direktur

Reserse Krimunal Umum, tembusannya wajib disampaikan kepada

Atasan Langsung.

3. SOP Pencarian Orang

a) Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka

penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak

jelas keberadaannya, dapat dicatat dalam DPO dan dibuatkan Surat

Pencarian Orang.

b) Pejabat yang berwenang menandatangani DPO adalah Direktur

Reserse Kriminal Umum.

c) Dalam hal tersangka dan/atau orang yang dicari sudah ditemukan atau

tidak diperlukan lagi dalam penyidikan maka wajib dikeluarkan

Pencabutan DPO.

d) Pejabat yang berwenang menerbitkan pencabutan DPO adalah Dir

Reskrimum dan melaporkan kepadanya kepada Kapolda.

4. SOP Pencegahan dan Penangkalan

a) Dalam hal tersangka yang tidak ditahan dan diperkirakan akan

melarikan diri dan wilayah Indonesia, dapat dikenakan tindakan

pencegahan.
40

b) Dalam hal setiap orang yang berada di luar negeri dan diduga akan

melakukan tindak pidana di Indonesia, dapat dikenakan tindakan

penangkalan.

c) Dalam keadaan mendesak atau mendadak, untuk kepentingan

penyidikan, penyidik dapat mengajukan permintaan secara langsung

kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan

imigrasi untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka

melakukan tindak pidana.

d) Pejabat yang berwenang mengajukan surat permintaan pencegahan

dan/atau penangkalan adalah Dir Reskrimum atau Wadir Reskrimum

dan melaporkan kepada Kapolri paling lambat 20 (dua puluh) hari.

5. SOP Penangkapan

a) Penyidik dapat melakukan penangkapan berdasarkan bukti permulaan

yang cukup, ditentukan oleh sekurang-kurangnya adanya Laporan

polisi ditambah 2 (dua) alat bukti sebagaimana ditentukan dalam pasal

184 KUHAP sebagai berikut:

1) saksi;

2) ahIi;

3) surat;

4) petunjuk;

b) Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan

pertimbangan:
41

1) tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir

tanpa alasan yang patut dan wajar;

2) tersangka diperkirakan akan melarikan diri;

3) tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;

4) tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;

5) tersangka diperkirakan akan mempersulit penyidikan;

c) Penangkapan terhadap 1 (satu) orang tersangka menggunakan surat

perintah penangkapan yang identitasnya tercantum didalamnya.

d) Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap seseorang yang

terdaftar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan setiap pejabat

berwenang sesuai kompetensinya wajib untuk membuat Sprin

Penangkapannya.

e) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Tugas dan

Surat Perintah Penangkapan adalah Dir Reskrim.

f) Dalam melaksanakan penangkapan penyidik wajib

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) keseimbanganantara tindakan yang dilakukan dengan bobot

ancaman;

2) senantiasa menghargai, menghormati hak-hak tersangka yang di

tangkap;

3) tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi

tersangka, terhadap tersangka yang di tangkap di perlakukan


42

sebagai orang yang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah

di Pengadilan;

4) penyidik/petugas yang melakukan penangkapan wajib untuk:

a. Memberitahu/menunjukkan tanda pengenal/ identitasnya

sebagai petugas polri;

b. Menunjukkan Sprin Penangkapan, kecuali dalam keadaan

tertangkap tangan;

c. Memberitahukan alasan penangkapan;

d. Menjelaskan tindak pidana yang di persangkakan termasuk

ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan;

e. Senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap

dan memberitahu hak-hak tersangkanya sesuai yang diatur

dalam KUHAP;

f. Dalam hal orang yang di tangkap tidak memahami / tidak

mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka orang

tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa di

pungut biaya;

g) Dalam hal orang asing di tangkap, penangkapan tersebut segera

diberitahukan kepada kedutaan atau misi diplomatik negaranya.

h) Dalam hal perempuan yang di tangkap petugas/penyidik wajib

memperhatikan perlakuan khusus sebagai berikut:

1) sedapat mungkin di tangkap dan di periksa oleh petugas

perempuan / petugas yang berperspektif gender;


43

2) diperiksa diruang pelayanan khusus;

3) perlindungan hak privasi untuk tidak di publikasikan, mendapat

perlakuan khusus, dipisahkan penempatannya dari ruang

tersangka laki-laki;

4) penerapan prosedur khusus untuk perlindungan sebagai

perempuan;

i) Penyidik/petugas wajib membuat Berita Acara (BA) Penangkapan

j) Penyidik/petugas yang melakukan penangkapan wajib:

1) menyerahkan arsip Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka

dan mengirimkan tembusannya kepada keluarganya.

2) wajib memeriksakan kesehatan tersangka;

3) terhadap tersangka dalam keadaan luka parah, penyidik wajib

memberikan pertolongan kesehatan dan membuat Berita Acara

tentang keadaan kesehatan Tersangka;

4) dalam hal tertangkap tangan penyidik harus segera melaksanakan

pemeriksaan paling lama1x 24 jam guna menentukan perlu

tidaknya dilakukan penàhanan;

k) Dalam hal tersangka yang ditangkap ternyata salah orangnya atau

tidak cukup bukti, penyidik wajib membebaskan tersangka dengan

membuat Sprin dan Berita Acara Pembebasan Penangkapan yang

ditandatangani oleh Penyidik, Tersangka dan pihak lain yang

menyaksikannya.
44

6. SOP Penahanan

a) Penyidik dapat melakukan penahanan berdasarkan pertimbangan untuk

kepentingan penyidikan dan menurut tata cara yang diatur didalam

KUHAP;

b) Penahanan pada dasarnya telah merampas kemerdekaan seseorang,

maka harus tetap diberlakukan azas praduga tak bersalah sebelum ada

keputusan hukum yang tetap;

c) Dalam rangka menghormati HAM tindakan penahanan harus

memperhatikan standar sebagai berikut:

1) setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dan keamanan pribadi;

2) tidak seorangpun dapat ditangkap/ditahan dengan sewenang-

wenang;

3) tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya kecuali dengan

alasan-alasan tertentu seperti yang ditentukan oleh hukum;

d) Penyidik dalam hal melakukan penahanan wajib dilengkapi dengan

surat perintah penahanan.

e) Surat perintah penahanan dikeluarkan setelah melalui mekanisme gelar

perkara yang dilaksanakan oleh tim penyidik dan di laporkan kepada

pejabat yang berwenang mengelurkan Surat Perintah Penahanan.

f) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penahanan

adalah Dir Reskrim.


45

g) Tembusan Surat Perintah Penahanan yang ditandatangani oleh pejabat

yang berwenang, wajib disampaikan kepada keluarga tersangka atau

penasehat hukumnya sesaat setelah dilakukan penahanan.

h) Penyidik dapat melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka

dengan dilengkapi Surat Perintah Penangguhan Penahananyang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

i) Surat Perintah Penangguhan Penahanan dikeluarkan setelah melalui

mekanisme gelar perkara oleh Tim penyidik bersama pawasdik untuk

menentukan perlu/tidaknya dilakukan penangguhan penahanan

terhadap tersangka.

j) Penangguhan penahanan wajib dilaporkan kepada atasan pejabat yang

berwenang menangguhkan penahanan.

k) Penyidik dapat melakukan pengeluaran penahanan terhadap tersangka

dengan pertimbangan sebagal berikut:

1) masa penahanan tersangka sudah habis (demi hukum);

2) tersangka akan dipindahkan ke rumah tahanan negara Iainnya;

3) tersangka ditangguhkan penahanan;

4) tersangka dibantarkan penahanan karena sakit;

5) tersangka telah selesai dilakukan pemeriksaan;

6) pengeluaran penahanan wajib dilengkapi dengan sprin yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;

7) pengeluaran penahanan wajib dibuatkan BA pengeluaran

penahanan dengan substansi sekurang-kurangnya meliputi:


46

a. nama dan identitas tersangka yang di keluarkan dari tahanan;

b. tempat darimana tahanan dikeluarkan;

c. keadaan kesehatan tahanan yang dikeluarkan;

d. tanda tangan saksi dan pejabat yang mengelurkan penahanan;

7. SOP Penggeledahan

a) Penggeledahan wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Penggeledahan

yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Dir

Reskrimum;

b) Penggeledahan rumah/alat angkutan serta tempat tertutup Iainnya

hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Ketua Pengadilan

Negeri setempat, kecuali dalam keadaan mendesak;

c) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Permintaan Izin

Penggeledahan Rumah/Alat angkutan serta tempat tertutup Iainnya dan

Surat Perintah Penggeledahan adalah Dir Reskrimum dan melaporkan

kepada Kapolda;

d) Dalam hal keadaan sangat perlu dan mendesak, bilamana penyidik

harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat

izin dari Ketua PN setempat terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan

penggeledahan dengan Surat Perintah yang ditandatangani oleh

Perwira Pengawas Penyidik, wajib disaksikan oleh Ketua Lingkungan

(RT/RW, Kepala Desa) atau tokoh masyarakat setempat. Setelah

dilakukan penggeledahan, penyidik wajib membuat Berita Acara

Penggeledahan dan melapor kepada Perwira Pengawas Penyidik serta


47

mengirimkan Surat Pemberitahuan tentang pelaksanaan penggeledahan

kepada Ketua PN setempat;

e) Data untuk melakukan tindakan penggeledahan terhadap orang,

petugas wajib:

1) memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas

dan sopan;

2) berkomunikasi yang santun dan meminta kesediaan orang yang

digeledah untuk mendukung kegiatan yang dilakukan dan

disampikan ucapan permohonan maaf atas terganggunya hak

privasinya karena harus dilakukan pemeriksaan;

3) menunjukkan Surat Perintah Tugas dan atau identitas petugas.

4) melakukan penggeledahan untuk mencari barang bukti yang

diperlukan dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik;

5) melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik

penggeledahan untuk kepentingan tugas sesuai dengan batas

kewenangannya;

6) memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah;

7) melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas

perempuan;

8) melaksanakan penggeledahan dalam waktu yang secukupnya;

f) Dalam melakukan penggeledahan orang, petugas dilarang :

1) melakukan penggeledahan tanpa memberitahukan kepentingan

tindakan penggeledahan secara jelas;


48

2) melakukan tindakan penggeledahan secara berlebihan dan

mengakibatkan terganggunya hak privasi yang digeledah;

3) melakukan penggeledahan dengan cara yang tidak sopan dan

melanggar etika;

4) melakukan penggeledahan dengan cara yang menyimpang dari

teknik dan taktik pemeriksaan, tindakan yang diluar batas

kewenangannya;

5) melecehkan dan/atau tidak menghargai hak-hak orang yang

digeledah;

6) memperlambat pelaksanaan penggeledahan sehingga merugikan

yang digeledah;

7) melakukan penggeledahan orang perempuan oleh petugas laki-laki

di tempat terbuka dan melanggar etika;

g) Dalam hal melakukan tindakan penggeledahan tempat/rumah petugas

wajib :

1) melengkapi administrasi penyidikan;

2) memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan

dan sasaran penggeledahan;

3) memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran

penggeledahan;

4) menunjukkan surat perintah tugas dan atau kartu identitas petugas;


49

5) melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang

dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik serta harus

didampingi oleh penghuni;

6) melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik

pemeriksaan untuk kepentingan tugas sesuai dengan batas

kewenangannya;

7) menerapkan taktik penggeledahan untuk mendapatkan hasil

seoptimal mungkin dengan cara sedikit mungkin menimbulkan

kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak

lain;

8) dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yang dicari,

tindakan untuk menangani barang bukti wajib disaksikan oleh

orang yang digeledah disaksikan oleh 2 (dua) orang lainnya.

9) menyampaikan terimakasih atas terlaksananya penggeledahan;.

10) membuat berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh

petugas, pihak yang digeledah dan para saksi;

h) Dalam hal melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang :

1) tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;

2) tidak memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang

kepentingan dan sasaran penggeledahan;

3) tanpa memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran

penggeledahan tanpa alasan yang sah;


50

4) melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenang-wenang

sehingga merusak barang atau merugikan pihak yang digeledah;

5) melakukan tindakan yang menyimpang dari kepentingan tugas

yang diluar batas kewenangannya;

6) melakukan penggeledahan dengan cara yang berlebihan sehingga

menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap hak-hak yang

digeledah;

7) melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang

digeledah atau saksi lainnya.

8) melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan

tindak pidana yang terjadi;

9) bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang

yang digeledah;

10) melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk

mendapatkan barang yang direkayasa menjadi barang bukti;

11) tidak membuat berita acara setelah melakukan penggeledahan;

i) Kecuali dalam hal tertangkap tangan penyidik tidak diperkenankan

memasuki :

1) ruang dimana sedang berlangsung sidang DPRD;

2) tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan/atau upacara

keagamaan;

3) ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan;


51

4) dalam hal penggeledahan rumah dilakukan diluar daerah hukum

penyidik, penggeledahan harus diketahui oleh ketua PN setempat

dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum dimana

penggeledahan itu dilakukan;

8. SOP Penyitaan

a) Penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang

terkait dengan tindak pidana yang sedang ditangani, dengan

persyaratan dilengkapi dengan Surat Perintah Penyitaan yang

dikeluarkan oleh pejabat Dir Reskrimum dan melaporkan kepada

Kapolda.

b) Penyitaan terhadap benda yang tidak bergerak, surat maupun tulisan

lainnya harus dilengkapi dengan ijin khusus dari Ketua Pengadilan

Negeri setempat.

c) Dalam hal melakukan penyitaan, penyidik wajib :

1) melengkapi administrasi penyidikan;

2) melakukan penyitaan terhadap benda yang ada hubungannya

dengan perkara yang sedang dilakukan penyidikan;

3) memberitahu tujuan penyitaan kepada pemilik dan/atau yang

menguasai benda tersebut pada saat dilakukan penyitaan;

4) menerapkan teknik dan taktik penyitaan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan;

5) merawat barang bukti yang disita sesuai dengan peraturan

perundang-undangan;
52

6) menyimpan barang bukti dirumah penyimpanan benda sitaan

Negara (Rupbasan) dan/atau dititipkan pada Direktorat Tahti atau

diruang penyimpanan barang bukti pada Dit Reskrimum;

7) membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan tanda terima

barang yang disita kepada yang menyerahkan/menguasai barang

yang disita;

8) barang bukti yang telah disita agar dikelola berdasarkan Pedoman

Pelaksanaan Pengelolaan dan Penyimpanan Barang Bukti tindak

pidana yang disita oleh penyidik Polri.

9) dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang :

a. melakukan penyitaan tanpa dilengkapi administrasi

penyidikan;

b. tidak memberitahu tujuan penyitaan;

c. melakukan penyitaan terhadap benda yang tidak ada

hubungannya dengan perkara yang sedang dilakukan

penyidikan;

d. melakukan penyitaan dengan cara yang bertentangan dengan

hukum;

e. tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada

yang berhak;

f. tidak membuat berita acara penyitaan setelah selesai

melaksanakan penyitaan;
53

g. menelantarkan barang bukti yang disita atau tidak melakukan

perawatan barang bukti sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;

h. mengambil, memiliki, menggunakan, dan menjual barang

bukti secara melawan hak;

9. SOP Pemeriksaan Saksi/Tersangka

a) Sebelum melakukan pemeriksaan diwajibkan kepada penyidik untuk

mempersiapkan diri, materi pertanyaan yang terkait dengan tindak

pidana yang ditangani dan mempersiapkan ruang pemeriksaan.

b) Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik wajib

menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan serta keterkaitan saksi

dalam perkara dimaksud agar dimengerti oleh saksi.

c) Konsisten terhadap waktu, sedapat mungkin dihindari perbuatan yang

mengecewakan saksi atas keberadaan penyidik yang tidak berada

ditempat.

d) Terlebih dahulu kepada saksi dijelaskan berkaitan dengan hak-hak

individu yang dijamin oleh KUHAP yang harus diperhatikan oleh

penyidik.

e) Memperhatikan persyaratan formal yang harus dipenuhi dan

dituangkan didalam BAP saksi.

f) Penyidik dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi harus

menggunakan bahasa yang santun dan mudah dimengerti.


54

g) Apabila saksi tidak bias berbahasa Indonesia, maka penyidik dapat

mendatangkan juru bahasa/penterjemah.

h) Saksi dalam pemeriksaan dalam rangka proses penyidikan dapat

didampingi oleh Penasehat Hukum yang ditunjuk oleh yang

bersangkutan.

i) Semua keterangan saksi dituangkan kedalam BAP dan setelah selesai

melaksanakan pemeriksaan, diwajibkan kepada penyidik untuk

memberikan kesempatan kepada saksi untuk membaca kembali

keteranganya dan/atau dibacakan kembali oleh penyidik dengan bahasa

yang mudah dimengerti, dan apabila terhadap saksi telah

membenarkan keterangannya, maka ditanda tangani oleh saksi yang

diperiksa.

j) Pemeriksaan terhadap tersangka dilaksanakan di kantor kesatuan

penyidik sesuai yang dinyatakan dalam surat panggilan tanpa

pengecualian.

k) Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap saksi/tersangka, petugas

dilarang :

1) memeriksa saksi/tersangka sebelum didampingi oleh Penasehat

Hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa;

2) menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah,

sehingga merugikan kepentingan saksi/tersangka;

3) tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa

pada awaI pemeriksaan;


55

4) tidak menjelaskan status keperluan saksi/tersangka dan tujuan

pemeriksaan;

5) mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami saksi/tersangka, atau

dengan cara membentak-bentak, menakuti atau mengancam

saksi/tersangka;

6) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan

tujuan pemeriksaan;

7) melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak

saksi/tersangka;

8) melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan baik bersifat fisik

atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan,

informasi atau pengakuan;

9) memaksa saksi/tersangka untuk memberikan informasi mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;

10) membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa

untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang

dapat merugikan hak-hak saksi/tersangka;

11) melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh

penasehat hukum dan/atau tanpa alasan yang sah;

12) tidak memberikan kesempatan kepada saksi/tersangka untuk

istirahat, melaksanakan ibadah, makan dan keperluan pribadi

lainnya tanpa alasan yang sah;


56

13) merekayasa hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian

keterangan atau mengubah keterangan yang diberikan

saksi/tersangka yang menyimpang dari tujuan pemeriksaan;

14) menolak saksi yang meringankan tersangka.

15) menghalang-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan

hukum kepada saksi/tersangka yang diperiksa;

16) tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada

saksi/tersangka dengan bahasa yang mudah dimengerti, sebelum

pemeriksaan diakhiri;

10. SOP Pemeriksaan Ahli

a) Pada tingkat penyidikan apabila diperlukannya keterangan ahli

dalam penanganan perkara, maka penyidik dapat meminta

pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

b) Sebelum melakukan pemanggilan ahli, agar penyidik telah

dapat menentukan kompetensi ahli yang dibutuhkan yang

terkait dengan tindak pidana yang ditangani.

c) Permintaan ahli yang bersumber dari akademisi agar dilakukan

koordinasi terlebih dahulu dengan pihak rektorat universitas

yang bersangkutan baik secara lisan maupun secara tertulis.

d) Surat panggilan ahli agar disertai penjelasan tentang kasus

posisi perkara yang ditangani dan dilampiri daftar

pertanyaannya guna :
57

1) memberikan informasi tentang perkara yang sedang

disidik;

2) memberikan informasi tentang penjelasan yang

diharapkan dapat diperoleh dari ahli;

3) untuk menentukan waktu dan tempat pemeriksaan ahli.

11. SOP Gelar Perkara

a) Dalam penanganan perkara yang dilaporkan, diadukan dan/atau

ditemukan oleh Polri, maka diwajibkan untuk dilakukan gelar perkara

biasa dan bila diperlukan dapat dilaksanakan gelar perkara luar biasa.

b) Gelar perkara biasa dilaksanakan oleh tim penyidik atau pengemban

fungsi analis dimasing-masing kesatuan reserse yang dipimpin oleh

perwira pengawas atau pejabat yang berwenang sesuai dengan jenis

gelar yang dilaksanakan.

c) Dalam hal sangat diperlukan penyelengaraan gelar perkara biasa dapat

menghadirkan unsur-unsur terkait lainnya dari fungsi internal polri,

unsur dari CJS, instansi terkait lainnya dan/atau pihak-pihak yang

melapor dan yang dilaporkan sesuai dengan kebutuhan gelar perkara.

d) Penyidik melaksanakan gelar perkara untuk kepentingan penyidikan

yang dilaksanakan dalam awal penyidikan, pertengahan penyidikan,

dan akhir penyidikan, gelar perkara intern dipimpin oleh Kanit atau

Kasubdit dan tahap pertama bertujuan untuk :

1) menganalisis LHP untuk menentukan dapat tidaknya ditingkatkan

keproses penyidikan;
58

2) menentukan kriteria kesulitan penyidikan;

3) merumuskan rencana penyidikan;

4) menentukan skala prioritas penindakan dalam proses penyidikan;

5) menentukan target penyidikan.

e) Penyidik melaksanakan gelar perkara biasa pada tahap pertengahan

penyidikan untuk :

1) menentukan tersangka;

2) pemantapan pasal-pasal yang dapat diterapkan;

3) pembahasan dan pemecahan masalah penghambat penyidikan;

4) mengembangkan sasaran penyidikan

5) supervisi pencapaian target penyidikan;

6) percepatan penyelesaian/penuntasan penyidikan;

f) Gelar perkara biasa yang dilaksanakan pada tahap akhir penyidikan

oleh tim penyidik dan dipimpin oleh perwira pengawas penyidik dan

dapat dihadiri oleh penyidik atau pejabat lainnya yang diperlukan yang

bertujuan untuk :

1) penyempurnaan Berkas Perkara;

2) pengembangan penyidikan;

3) memutuskan perpanjangan penyidikan;

4) melanjutkan kembali penyidikan yang telah dihentikan oleh

penyidik;

5) memutuskan untuk penyerahan berkas perkara kepada JPU.


59

g) Penyidik dapat melaksanakan gelar perkara luar biasa yang dipimpin

oleh Dir Reskrimum dalam keadaan tertentu, mendesak atau untuk

mengatasi masalah yang membutuhkan koordinasi intensif antara

penyidik dengan instansi terkait, dengan tujuan :

1) menanggapi/mengkaji adanya keluhan dari pelapor, tersangka,

keluarga tersangka, penasehat hukumnya maupun pihak-pihak

lain yang terkait dengan perkara yang disidik;

2) melakukan tindakan kepolisian terhadap seseorang yang

mendapat perlakuan khusus menurut peraturan perundang

undangan;

3) menentukan langkah-langkah penyidikan terhadap perkara pidana

yang luar biasa;

4) memutuskan penghentian penyidikan;

5) melakukan tindakan koreksi/evaluasi terhadap dugaan terjadinya

penyimpangan; dan/atau menentukan pemusnahan dan pelelangan

barang sitaan.

h) Penyelenggaraan gelar perkara meliputi tiga tahapan yaitu:

Tahap persiapan gelar perkara meliputi:

1) penyiapan bahan gelar perkara oleh tim penyidik;

2) penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara;

3) pengiriman surat undangan gelar perkara.


60

Tahap pelaksanaan gelar perkara meliputi:

1) pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar perkara;

2) paparan tim penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan

penyidikan, dan hasil penyidikan yang telah dilaksanakan;

3) tanggapan para peserta gelar perkara;

4) diskusi permasalahan dalam penyidikan perkara;

5) kesimpulan gelar pekara.

Tahap kelanjutan hasil gelar perkara meliputi:

1) pembuatan laporan hasil gelar perkara;

2) penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang;

3) pelaksanaan hasil gelar perkara oleh tim penyidik;

4) pengecekan pelaksanaan hasil gelar perkara oleh pewira

pengawas penyidik.

i) Keputusan hasil gelar pekara tahap awal penyidikan dilaporkan kepada

pejabat yang membuat surat perintah penyidikan dan menjadi pedoman

bagi penyidik untuk melanjutkan tindakan penanganan perkara.

j) Keputusan hasil gelar perkara tahap pertengahan penyidikan dilaporkan

kepada pejabat yang membuat surat perintah penyidikan dan harus

dipedomani oleh tim penyidik untuk melanjutkan langkah-langkah

penyidikan sesuai dengan hasil gelar.

k) Keputusan hasil gelar perkara tahap akhir penyidikan dilaporkan kepada

pejabat yang membuat surat perintah penyidikan dan harus ditaati oleh
61

tim penyidik untuk menyelesaikan penyidikan sesuai dengan hasil gelar

perkara.

l) Dalam hal terjadi hambatan atau kendala dalam pelaksanaan keputusan

hasil gelar perkara, penyidik melaporkan kepada pejabat yang

berwenang melalui perwira pengawas penyidik.

12. SOP Pengiriman Berkas Perkara

a) Berkas Perkara yang dinyatakan telah selesai dan telah diteliti oleh

perwira pengawas penyidik, wajib segera dikirim kepada JPU dan

dilaporkan kepada Kabag Binopsnal Dit Reskrimum untuk didatakan.

b) Pejabat yang berwenang menentukan dan menandatangani penyerahan

Berkas Perkara adalah Dir Reskrimum.

c) Surat penyerahan Berkas Perkara wajib ditembuskan kepada Kapolda.

d) Surat Pengantar Berkas perkara diserahkan oleh penyidik kepada JPU

wajib dicatat dalam expedisi.

e) Dalam hal Berkas Perkara yang diserahkan kepada JPU yang

dinyatakan belum Iengkap (P-19), penyidik wajib segera melengkapi

kekurangan Berkas Perkara sesuai dengan petunjuk JPU dalam waktu

yang tidak melampaui limit waktu 14 hari dan dikirim kembali kepada

JPU dengan surat pengantar pengiriman Berkas Perkara.

13. SOP Pengiriman Tahap II

a) Penyidik wajib menyerahkan/melimpahkan tersangka dan barang bukti

setelah menerima surat pemberitahuan hasil penyidikan yang

dinyatakan telah lengkap (P-21) oleh JPU.


62

b) Penyidik membuat berita acara penyerahan tersangka. dan barang bukti

yang disaksikan oleh petugas polri, JPU, danyang menyaksikan

penyerahan tersebut.

c) Melaporkan kembali kepada petugas pengelola penyimpan barang

buktidan tahanan tentang telah diterimanya barang buktidan tahanan

tersebut oleh JPU.

d) Menyerahkan Berkas Perkara yang sudah dinyatakan penyidikannya

selesai kepada Kabag Binopsnal Dit Reskrimum untuk disimpan.

14. SOP Penghentian Penyidikan

a) Pertimbangan untuk melakukan Penghentian Penyidikan perkara antara

lain :

1) tidak cukup bukti;

2) perkaranya bukan perkara pidana; dan/atau

3) demi hukum yang meliputi :

a. karena kadaluarsa;

b. perkaranya nebis in idem;

c. pengaduan dicabut bagi delik aduan; dan/atau

d. tersangka meninggal dunia.

b) Pelaksanaan penghentian penyidikan oleh penyidik, dilakukan dalam

bentuk :

1) penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKP2) oleh

pejabat yang berwenang;


63

2) pembuatan Berita Acara Penghentian Penyidikan yang dibuat oleh

penyidik dan disahkan oleh Pengawas Penyidik;

3) mengirim Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3)

perkara kepada tersangka/ keluarganya dan JPU

c) Sebelum menerbitkan SKP2 dan mengirimkan SP3 penyidik wajib

melaksanakan gelar perkara luar biasa minimal 2 (dua) kali untuk

menentukan dapat tidaknya proses penyidikan yang sedang dilakukan

untuk dihentikan penyidikannya.

d) Pejabat yang berwenang menandatangani surat pemberitahuan

Penghentian Penyidikan (SP3) serendah rendahnya Dir Reskrimum.

e) Berita Acara Penghentian Penyidikan harus dibuat oleh penyidik paling

lambat 2 (dua) hari setelah diterbitkan SP3.

f) Keputusan penghentian Penyidikan hanya dapat dilaksanakan setelah

melalui 2 (dua) tahapan gelar perkara luar biasa yang dipimpin oleh

pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Dir Direskrim.

g) Gelar perkara luar biasa tahap pertama untuk penghentian penyidikan

dihadiri sekurang-kurangnya :

1) penyidik dan pengawas penyidik;

2) pejabat atasan perwira pengawas penyidik atau pejabat yang

membuat Surat Perintah Penyidikan;

3) Itwasda;

4) Bid Binkum;

5) Bid Propam;
64

6) Saksi AhIi;

7) Dapat menghadirkan pihak pelapor dan terlapor.

h) Gelar Perkara luar biasa tahap kedua untuk Penghentian Penyidikan

dihadiri sekurang-kurangnya :

1) penyidik dan pengawas penyidik;

2) pejabat atasan perwira pengawas penyidik atau pejabat yang

membuat Surat Perintah Penyidikan;

3) Itwasda;

4) Bid Binkum;

5) Bid Propam;

6) pihak pelapor beserta penasehat hukumnya;

7) pihak terlapor beserta penasehat hukumnya;

8) pejabat JPU bila sangat diperlukan.

i) Pelaksanaan gelar perkara luar biasa untuk penghentian Penyidikan

perkara meliputi :

1) pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar;

2) paparan Tim Penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan

penyidikan, dan kesimpulan hasil penyidikan yang telah

dilaksanakan;

3) tanggapan dan diskusi para peserta gelar perkara;

4) kesimpulan hasil gelar perkara.

j) Tahap kelanjutan hasil gelar perkara meliputi :

1) pembuatan laporan hasil gelar perkara;


65

2) penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang dengan

melampirkan notulen hasil gelar perkara;

3) arahan dan disposisi pejabat yang berwenang;

4) pelaksanan hasil gelar oleh Tim Penyidik;

5) pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hasil gelar oleh

Perwira Pengawas Penyidik.

k) Hasil gelar perkara penghentian penyidikan dilaporkan kepada pejabat

atasan pimpinan gelar perkara untuk mendapatkan arahan dan keputusan

tindak lanjut hasil gelar perkara.

l) Dalam hal pejabat atasan pimpinan gelar perkara menyetujui untuk

dilaksanakan penghentian penyidikan, penyidik dapat segera

melaksanakan penghentian penyidikan.

m) Dalam hal pejabat atasan pimpinan gelar perkara tidak menyetujui hasil

keputusan gelar perkara, maka atasan penyidik membuat sanggahan

tertulis terhadap hasil gelar perkara dengan argumentasi yang rasional

obyektif selanjutnya diajukan kepada pimpinan kesatuan atas.

n) Pengawas penyidik kesatuan atas melakukan supervisi terhadap sanggahan

hasil gelar.

o) Administrasi Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) yang

diajukan kepada Dir Rekrimum dengan ketentuan :

1) melampirkan nota dinas tentang hasil gelar perkara;

2) takah pendapat penyidik, Kanit, Kasubdit tentang penghentian

penyidikan;
66

3) Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan;

4) Surat Perintah Penghentian Penyidikan.

p) Mengirimkan SP2HP kepada pelapor tentang penghentian penyidikan

yang dilakukan dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan

dilakukannya penghentian penyidikan.

q) Dalam hal perkara yang telah dihentikan penyidikan, dapat dilanjutkan

proses penyidikan berdasarkan :

1) keputusan pra peradilan yang menyatakan bahwa penghentian

penyidikan tidak sah dan wajib melanjutkan penyidikan;

2) diketemukannya bukti baru (novum) untuk pemenuhan unsur pasal

yang dipersangkakan untuk selanjutnya diserahkan ke JPU;

3) hasil gelar perkara luar biasa yang dihadiri dan diputuskan oleh

pejabat yang berwenang untuk membatalkan keputusan penghentian

penyidikan yang diduga terdapat kekeliruan, cacat hukum, atau

terdapat penyimpangan.

r) Gelar perkara luar biasa untuk melanjutkan penyidikan sekurang-

kurangnya dihadiri oleh :

1) penyidik dan perwira pengawas penyidik yang menghentikan

penyidikan;

2) pejabat yang mengelurkan keputusan penghentian penyidikan;

3) atasan pejabat yang mengelurkan keputusan penghentian penyidikan

atau yang mewakili;

4) Itwasda;
67

5) Bid binkum;

6) Bid propam;

7) pihak pelapor;

8) pihak terlapor.

s) Pejabat yang berwenang untuk melanjutkan proses penyidikan adalah

Kapolda.

Menurut OW Wilson ada 3 (tiga) kegiatan pokok polisi dalam mengatasi

tindak kejahatan yaitu, layanan panggilan, layanan inspeksi dan patroli rutin. 28

Layanan panggilan merupakan tindakan yang dilakukan apabila kejahatan telah

terjadi. Suatu peristiwa yang memerlukan tindakan polisi apabila terjadi kejahatan

dan dilaporkan oleh si korban atau saksi atau mungkin diketahui oleh polisi yang

sedang bertugas. Perlunya tindakan polisi dalam setiap hal yang bersifat

pelanggaran dengan memberikan teguran, peringatan atau bila perlu dengan

penahanan. Layanan inspeksi merupakan tindakan pemeriksaan atau pengontrolan

di area-area rawan yang bertujuan untuk mengurangi resiko terhadap

kemungkinan timbulnya kejahatan. Patroli rutin merupakan tindakan pengawasan

sehari-hari, tujuan utamanya untuk mengurangi risiko yang tidak nyata atau tidak

mudah diketahui sehingga akan mengurangi kesempatan dilakukannya tindak

kejahatan.29

Wilson, OW. “Progress in Police Administration”, J. Crim. L. & Criminology (1951): 141.
28

Putra, I Nyoman Budi Perdana dan Mertha, I Ketut. “ Penanggulangan Terhadap Pencurian
29

Kendaraan Bermotor Di Denpasar (Studi Kasus Polresta Denpasar) “, Jurnal Kertha Wicara, 06,
No. 04 (2017): 10-16
68

B. FAKTOR PENGHAMBAT PIHAK KEPOLISIAN POLRESTABES

BANDUNG DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (BEGAL) DI WILAYAH

KOTA BANDUNG

Berdasarkan hasil wawancara dengan Aiptu Teddy Yuliadi selaku BA

Satreskrim Polrestabes Bandung pada tanggal 14 Januari 2021, pukul 10.30 WIB,

berikut adalah faktor-faktor yang menghambat pihak kepolisian dalam

menanggulangi pencurian dengan kekerasan (begal) di wilayah hukum

Polrestabes Kota Bandung, antara lain :

1. Faktor Masyarakat

Sebagian masyarakat justru masih ada yang kurang peduli atau tidak patuh terhadap

himbauan polisi dalam hal pengamanan dan kewaspadaan berkendara.

Salah satu contoh adalah masih banyaknya warga yang tetap berkendara

pada malam hari di area-area rawan. Hal ini tentu saja secara tidak

langsung menghambat pihak kepolisian karena salah satu alasan terjadinya

begal yaitu adanya niat pelaku serta kesempatan untuk melakukan

pencurian di jalan-jalan sepi. Ketidakpeduliannya masyarakat terhadap

himbauan polisi, tentu pelaku-pelaku kejahatan begal akan terus

bermunculan walaupun pihak kepolisian Polrestabes Bandung dalam

menanganinya telah berkeja maksimal.

2. Modus Operandi

Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan curas bervariasi, karena

modus yang digunakan berbeda-beda bergantung pada lokasi yang akan


69

dijadikan sebagai sasaran untuk melakukan kejahatan. Para pelaku tindak

pidana curas sebelum melakukan aksinya biasanya sudah direncanakan

secara terorganisir dengan baik karena para pelaku memiliki peran dan

tugasnya masing-masing, sehingga memudahkan pelaku untuk melarikan

diri. Rencana secara terorganisir yaitu pelaku telah melakukan pengamatan

atau survei terlebih dahulu terhadap lokasi, waktu-waktu tertentu dan

korban yang akan dijadikan sasaran agar pelaku nanti bisa melancarkan

aksinya dengan cepat saat sudah melakukan kejahatan tersebut sehingga

pelaku dapat melarikan diri serta meminimalisir kemungkinan tertangkap.

Hal tersebut tentu sangat mempersulit pihak kepolisian dalam

mengidentifikasi pelaku serta mengumpulkan bukti untuk menjerat pelaku

kejahatan pencurian dengan kekerasan. Hal yang bisa dilakukan oleh pihak

kepolisian Polrestabes bandung adalah dengan melakukan pemeriksaan

terhadap tempat kejadian perkara, melakukan olah tempat kejadian perkara

seperti memeriksa korban, mengumpulkan bukti-bukti dan mengamati hal-

hal yang bisa menjadi petunjuk untuk menemukan si pelaku.

3. Masalah saksi

Salah satu unsur yang harus dipenuhi pihak penyidik agar bisa membawa pelaku

kejahatan pencurian dengan kekerasan ke proses pengadilan adalah adanya

saksi. Dalam mengungkapan kejahatan pencurian dengan kekerasan,

terutama saat mengumpulkan alat bukti, pihak penyidik seringkali

kesulitan atau bahkan tidak dapat menemukan saksi, dikarenakan

masyarakat dan korban kejahatan curas yang berada di TKP saat kejadian
70

berlangsung kurang memperhatikan pelaku dengan seksama, karena

pelaku kejahatan seringkali menggunakan alat-alat untuk menyamarkan

identitas seperti helm, masker serta menggunakan motor dengan plat palsu

sehinggan pelaku semakin sulit untuk dikenali korban atau saksi di lokasi

kejadian. Selain itu masyarakat juga banyak yang tidak melaporkan pada

saat peristiwa kejahatan terjadi, hal tersebut disebabkan masyarakat

enggan memberikan kesaksian kepada pihak kepolisian Polrestabes

Bandung. Berdasarkan kejadian tersebut, Aiptu Teddy Yuliadi

menjelaskan pihak polisi Polrestabes bandung telah melakukan berbagai

pendekatan, termasuk salah satunya yaitu memberikan edukasi oleh Sat

Binmas terhadap masyarakat untuk segera melaporkan pelaku kejahatan

curas apabila mengetahui identitas pelaku pada saat perisitiwa kejahatan

terjadi kepada pihak polisi Polrestabes Bandung dan berani bersedia untuk

memberikan keterangan terkait peristiwa kejahatan curas, serta pihak

polisi Polrestabes Bandung juga akan menjamin keselamatan setiap saksi

dalam penanganan pencurian dengan kekerasan(begal).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan pada BAB IV sebelumnya

dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

1. Upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal)

oleh pihak Kepolisian Polrestabes Bandung dilakukan dengan 2 (dua) cara

yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif meliputi patroli

rutin, melakukan kegiatan kepolisian yang ditingkatkan (KRYD) dengan

melibatkan intansi, melakukan sosialisasi dan mengefektifkan peran sistem

keamanan lingkungan (siskamling). Upaya represif dilakukan dengan

tindakan penyelidikan dan penyidikan yang ketat sesuai dengan ketentuan

Standar Prosedur Operasional (SOP) tindak pidana umum.

2. Faktor penghambat pihak Kepolisian Polrestabes Bandung dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal) di

wilayah kota Bandung yaitu meliputi ketidakpatuhan masyarakat terhadap

himbauan kepolisian dalam hal pengamanan dan kewaspadaan dalam

berkendara, modus operandi yang bervariasi juga menjadi hambatan pihak

polisi, dan dalam mengungkapkan tindak pidana pencurian dengan

kekerasan pihak penyidik seringkali kesulitan atau bahkan tidak dapat

menemukan saksi sehingga kasus tersebut sulit diteruskan ke pengadilan.


72

B. Saran

Upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana dapat diartikan

sebagai upaya mencegah dan mengurangi kasus pencurian dengan kekerasan serta

meningkatkan penyelesaian perkara khususnya di wilayah Kota Bandung. Tugas

dan peran kepolisian sangat penting, karena polisi merupakan garda terdepan

dalam penegakan hukum dan sangat menentukan keberhasilan dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal) di kota

Bandung, oleh karena itu penulis memberikan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Guna menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal)

yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, tidak hanya dilakukan oleh aparat

kepolisian saja tetapi juga kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat

juga diperlukan demi meningkatkan kesejahteraan, agar faktor-faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan

(begal) dapat diatasi.

2. Sangat diharapkan kepada aparat kepolisian serta para penegak hukum

lainnya untuk konsisten memberikan himbauan dan melakukan berbagai

pendekatan dengan cara memberi edukasi terhadap masyarakat Kota

Bandung agar dapat meminimalisir faktor-faktor penghambat pihak

Kepolisian.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

C.S.T Kansil. (1898). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pusataka.

Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif; Aplikasi Praktis Pembuatan


Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Perss.

Kartini, Kartono. (2005). Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Moeljatno. (2009). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, Lexy J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sudikno Mertokusumo. (2004). Penemuan Hukum Sebagai Sebuah Pengantar.


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Untung S. Rajab. (2003). Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia


Dalam Sistem Ketatanegaraan (berdasarkan UUD 1945). Bandung: CV.
Utomo.

JURNAL
Basitha, Rinanda; Wirasila, AA Ngurah; Widhiyaastuti, I Gusti Agung Ayu Dike.
(2017). Peranan Saksi Mahkota (Kroongetuide) Dalam Persidangan
Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Alat Bukti (Studi di
Pengadilan Negeri Denpasar). Jurnal Kertha Wicara. Vol. 06 No. 05.

Hafiz Dwisyah Putra, Nurhafifah. (2018). TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG


DISERTAI DENGAN KEKERASAN. JIM Bidang Hukum Pidana. Vol. 2,
No.1, Februari.

Kara, Sarah Dewi; Suardana, I Wayan; Damadi, Anak Agung Ngurah Yusa.
(2019). Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan
Yang Dilakukan Oleh Anak di Wilayah Hukum Polda Bali, Jurnal Kertha
Wicara. Vol. 08, No. 05.
74

Putra, I Nyoman Budi Perdana dan Mertha, I Ketut. (2017). Penanggulangan


Terhadap Pencurian Kendaraan Bermotor Di Denpasar (Studi Kasus
Polresta Denpasar). Jurnal Kertha Wicara. Vol. 06, No. 04.

Situmeang, SMT. (2019). KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENEGAKAN


HUKUM UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN DALAM PERSPEKTIF
HAK ASASI MANUSIA. Res Nullius Law Journal. Vol. 1, No. 1.

Tasaripa, Kasman. (2013). Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya


Sebagai Penegak Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. 02,Vol. 1.

Wilson, OW. (1951). Progress in Police Administration. J. Crim. L. &


Criminology.

UNDANG-UNDANG

R. Soesilo. (1991). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor:


Politeia
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia

INTERNET
West java incorporated, https://westjavainc.org diakses kamis, 10 November 2020, pukul
15.00WIB
75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Berita Acara Wawancara


76

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara


77

Anda mungkin juga menyukai