Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
rahmat-Nya yang berlimpah kepada kita semua. Dan shalawat serta salam
kepada Nabi besar kita Nabi MUHAMMAD SAW, yang telah membawa
kita dari kegelapan kedalam dunia yang terang.

Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT. kami telah menyusun makalah


yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Agregat pada Lansia“
dengan tepat waktu. Dalam makalah ini dijelaskan konsep lansia dan
asuhan keperawatannya. Dalam penyusunan makalah ini, kami mengambil
dari berbagai sumber seperti buku dan situs internet yang telah terpercaya.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna.Maka dari itu kami sebagai
penulis, meminta saran bagi pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.Tidak lupa pula, kami berterima kasih kepada sumber –sumber yang
terkait telah memberikan informasi terkait dengan penyusunan makalah ini.

Lhokseumawe, 23maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…..................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..............................................................2
C. Tujuan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 4

A. Konsep Lansia…................................................................ 4
B. Asuhan Keperawatan Agregat Lansia..............................16
BAB III PENUTUP................................................................................ 22

A. Simpulan….......................................................................22
B. Saran….............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agregat lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang termasuk


dalam ketegori rentan. Stanhope dan Lancaster (1996) mendefinisikan
kelompok rentan sebagai kelompok yang memiliki peningkatan risiko
mengalami masalah kesehatan yang akibat berkurangnya kemampuan untuk
menghindarkan diri dari penyakit dan tingginya paparan faktor risiko.
Sebagai kelompok rentan, lansia memiliki karakteristik terjadinya berbagai
perubahan pada seluruh aspek kehidupan yang mencakup perubahan
fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Perubahan ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada semua sistem organ tubuh.

Sebagaimana dilaporkan oleh Ekspert committee on Health of the erderly,


WHO yang telah mengadakan pertemuan tahun 1987 bahwa menjelang
tahun 2000 kurang lebih dua diantara tiga orang dari 600 juta orang lansia
berada di negara berkembang. Di Indonesia di perkirakan akan beranjak
dari peringkat ke-10 pada tahun 1980 menjadi peringkat ke- 6 pada tahun
2020, di atas Brasil yang menduduki peringkat ke11 pada tahun 1980.
Banyak kelainan atau penyakit yang prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia, sistem organ yang mengalami proses penuaan akan
rentan terhadap penyakit. Makin panjangnya usia harapan hidup seseorang
disamping sebagai suatu kebanggaan namun di pihak lain juga merupakan
tantangan yang sangat berat, mengingat tidak sedikit masalah yang timbul
akibat penuaan. Hal yang lebih ironis adalah keadaan ini belum didukung
oleh adaanya kualitas pelayanan kesehatan bagi lansia. Pengetahuan
perawat lansia dan pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi standart
praktik gerontik dan untuk membuat perencanaan di masa yang akan datang
(Stanley, 2006).

Perawat komunitas merupakan tenaga kesehatan yang berperan


utama dalam pemberian pelayanan perawatan kesehatan di rumah. Bentuk
pelayanan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
kebutuhan agregat lansia di rumah adalah kunjungan rumah (Rice, 2001).
Pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah yang diberikan antara lain
pendidikan kesehatan, coaching, dan konseling, pembentukan kelompok
swabantu dan pemberian terapi keperawatan yang ditujukan kepada
masyarakat khususnya agregat lansia sesuai dengan masalah kesehatan
yang dialami. Hasil akhir pelayanan kunjungan rumah yang diharapkan
adalah angka kesakitan pada lansia meng-alami penurunan sehingga beban
negara untuk pembiayaan kesehatan lansia berkurang. Penelitian yang
dilakukan oleh Sjattar, Nurrahmah, Bahar dan Wahyuni (2011) menyatakan
sampai saat ini, kunjungan rumah secara rutin belum banyak dilakukan
tenaga kesehatan khususnya perawat karena keterbatasan sumber daya
manusia yang dimiliki oleh institusi pelayanan kesehatan. Kondisi ini tidak
menunjang hasil kajian Departemen Kesehatan RI tahun 2000 yang
menemukann bahwa sebanyak 97,7 % menyatakan perlu dikembangkan
pelayanan kesehatan di rumah (Depkes RI, 2002).

A. Rumusan Masalah
1. Apa itu Lansia ?
2. Bagaimana melakukan Asuhan keperawatan komunitas kesehatan pada
Lansia?

B. Tujuan
1. Mengetahui tentang Lansia
2. Mengetahui pelaksanaan Asuhan keperawatan komunitas agregat pada
kesehatan Lansia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Masa lansia adalah periode perkembangan yang mulai masuk pada
usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa
menurunnya kekuatan dan kesehatan sehingga harus mulai menyesuaikan
diri (Santrock, 2006). Lanjut usia merupakan kejadian yang sudah pasti
akan dilalui oleh semua orang yang dikarunia usia panjang (Murwani,
2011). Tahap lansia adalah tahap siklus akhir hidup manusia dan
merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindari dan akan
dialami oleh siapapun.
Masuk pada tahap ini seseorang akan mengalami banyak perubahan
baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai
fungsi serta kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan
fisik sebagian dari proses penuaan yang normal, seperti rambut yang mulai
memutih, muncul kerutan di wajah, berkurangnya kemampuan melihat,
serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas
orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangannya peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan
orangorang yang dicintai. Semua perubahan tersebut membutuhkan
kemampuan beradaptasi yang cukup besar agar dapat menyikapi secara
bijak (Soejono, dkk., 2007).

2. Batasan-batasan Lansia
Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda,
umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Menurut WHO terdapat empat
tahap batasan umur yaitu masuk usia pertengahan (middle age)

antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia


lanjut usia (old) antara 75 - 90 tahun, serta usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut pendapat berbagai ahli dalam
Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia
adalah sebagai berikut:
a) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b) (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age) ialah 45 - 59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah
60 - 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75 - 90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.
c) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25 - 40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40 - 55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 14 55 - 65 tahun, keempat
(fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70 - 75 tahun), old
(75 - 80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008). Tipe tersebut
dapat dibagi sebagai berikut:

a) Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan
sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila
dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan
untukmelakukan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya,
lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri
dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial,
lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan
gangguan mental.
4. Teori Penuaan
Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007),
yaitu:
a) Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan
(overuse) dan disalahgunakan (abuse).
b) Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh
yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang
dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
c) Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia
hidup kita telah ditentukan secara genetik.
d) Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu.
Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki electron
yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi,
karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu
molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya
satu elektron pada molekul lain.

5. Tahapan Proses Penuaan


Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut
(Pangkahila, 2007):
a) Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai
mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar,
karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
b) Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa
tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai
merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner
dan diabetes.
c) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan
bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih
nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.

6. Tugas Perkembangan Lansia


Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil
konflik antara perbedaan integritas dan keputusasaan.
a) Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja.
Tugas ini membutuhkan pergeseran sistem nilai seseorang, yang
memungkinkan lansia untuk mengevaluasi ulang mendefinisikan kembali
pekerjaan mereka. penilaian ulang ini mengarahkan lansia untuk
mengganti peran yang sudah hilang dengan peran dan aktivitas baru.
selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-cara baru memandang diri
mereka sendiri sebagai orangtua dan okupasi.
b) Body transcendence versus preokupasi tubuh.
Sebagian besar lansia mengalami beberapa penurunan fisik. untuk
beberapa orang, kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik.
orang-orang tersebut mungkin mengalami kesulitan terbesar dalam
mengabaiakan status fisik mereka. orang lain memiliki kemampuan untuk
terlibat dalam kesenangan psikologi dan aktivitas sosial sekalipun mereka
mengalami perubahan dan ketidaknyamanan fisik. Peck mengemukakan
bahwa dalam sistem nilai mereka, “sumber-sumber kesenangan sosial dan
mental dan rasa menghormati diri sendiri mengabaikan kenyamanan fisik
semata”.
c) Transendensi ego versus preokupasi ego.
Peck mengemukakan bahwa cara paling konstruktif untuk hidup di tahun-
tahun terakhir dapat didefinisikan dengan: “hidup secara dermawan dan
tidak egois yang merupakan prospek dari kematian personal-the night of
the ego, yang bisa disebut-paras dan perasaan kurang penting dibanding
pengetahuan yang telah diperoleh seseorang untuk masa depan yang
lebih luas dan lebih panjang

daripada yang dapat dicakup oleh ego seseorang.” manusia


menyelesaikan hal ini melalui warisan mereka, anak-anak mereka,
kontribusi mereka pada masyarakat, dan persahabatan mereka. Mereka
“ingin membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau lebih bahagia
bagi orang-orang yang meneruskan hidup setelah kematian.” untuk
mengklarifikasi, “individu yang panjang umur cenderung lebih khawatir
tentang apa yang mereka lakukan daripada tentang siapa mereka
sebenarnya, mereka hidup di luar diri mereka sendiri daripada
kepribadian mereka sendiri secara egosentris.

7. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Seiring bertambahnya usia seseorang akan menimbulkan
perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga
menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau
perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak dkk., 2010; Putri
dkk., 2008).
a. perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi:
1) Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah
sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak
menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).
2) Sistem persarafan
Terjadi penurunan berat otak sebesar 10 hingga 20%, cepatnya menurun
hubungan persarafan, lambat dalam

respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stres, mengecilnya saraf


panca indra, serta kurang sensitifnya terhadap sentuhan. Pada sistem
pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)
hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi-bunyi atau nadanada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, otosklerosis, atrofi membran timpani, serta biasanya
pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres (Nugroho, 2008).
3) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya
membedakan warna biru atau hijau (Nugroho, 2008).
4) Sistem kardiovaskular
Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari
duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah
akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho, 2008).

5) Sistem pengaturan

Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme


yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun (Nugroho, 2008).

6) Sistem respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru


kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli
melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk
berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun
(Nugroho, 2008).

7) Sistem gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi


memburuk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, berkurangnya
sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau
pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, serta melemahnya daya
absorbsi (Nugroho, 2008).
8) Sistem reproduksi
Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofin
payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi
spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur,
kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik (Nugroho, 2008).

Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,
otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat danterkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho,
2008).
9) Sistem endokrin
Terjadi penurunan produksi hormon, meliputipenurunan aktivitas tiroid,
daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesteron, estrogen, dan
testosteron (Nugroho, 2008).
10) Sistem integument
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik kerana kehilangan proses keratinisasi,
serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut
menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang
jumlah dan fungsinya (Nugroho, 2008).
11) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan
pinggang, lutut, dan 20 jari-jari terbatas, persendian membesar dan
menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi
serabut otot (Nugroho, 2008).

b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum Tingkat pendidikan.
3) Hereditas.
4) Lingkungan.
5) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
6) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
7) Kenangan lama tidak berubah.
8) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan
rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering
bingung panik dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi.
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.
8. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lansia antara lain
Menurut (Setiabudi, 1999: 40-42):
a. Permasalahan Umum :
1) Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan
lansia.
5) Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan Khusus:
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lansia.
3) Rendahnya produktivitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

9. 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo


(2001) adalah sebagai berikut:
a. Makanan cukup dan sehat (healthy food).
b. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
c. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
d. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and
facilities).
e. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).
f. Transportasi umum (facilities for public transportations).
g. Kunsjungan/teman bicara/informasi (visitscompanies, informations).
h. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
i. Rasa aman dan tentram (safety feeling).
j. Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan
bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).

B. Askep Komunitas Pada Kelompok Khusus Lansia


1. Pengkajian
Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik,
fungsi tubuh, dan situasi sosial. Pengkajian yang difokuskan pada
pengkajian untuk etiologi fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari
kondisi gangguan mental pada lanjut usia yang dirawat (Kushariyadi,
2010)
Menurut Anderson E dan McFarlene, dalam model asuhan
keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas yaitu
penduduk serta delapan subsistem yang mempengaruhinya. inti
komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama, keyakinan.

a) Data inti
1) Demografi, Karekteristik Umur Dan Sex, vital statistik Data demograf
kelompok atau komunitas yang terdiri : jumlah penduduk lansia dalam
wilayah, umur, pendidikan, jenis kelamin, vital stastistik, pekerjaan,
agama, nilai – nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau
komunitas yang dapat dicontohkan sebagai berikut :
jumlah penduduk = 987 jiwa
 Laki – laki = 523 jiwa
 Perempuan 464
 jiwa penduduk : Para penduduk mayoritas berpendidikan hingga lulus
SLTA dan beberapa diantaranya perguruan tinggi.
 suku Bangsa : suku jawa
 Perkawinan = Menikah dan kebanyakan penduduk di komunitas tersebut
adalah janda (lansia) karena kebanyakan pasangannya meninggal.
 Kepercayaan = nilai dan norma para masyarakat masih mengenal nilai
kesopanan, gotong royong dan kerukunan antar warganya. Hal ini dapat
dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang masih terus
berjalan. Seperti: kerja bakti, arisan, dan takziyah.
 Mayoritas beragama islam dan beberapa diantaranya beragama nasrani

b) Data subsistem
1) Lingkungan fisik
 Kualitas udara = Keadaan udara di daerah tempat tinggal lansia beriklim
sejuk atau panas, apakah terdapat polusi udara yang dapat mengganggu
pernafasan warga atau tidak.
 Kualitas air = sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, keadaan saluran air disekitar rumah.
 Tingkat kebisingannya = adanya sumber suara /bising yang dapat
mengganggu keadaan lansia, contohnya seperti pabrik.
 Jarak antar rumah/kepadatan = Jarak antar rumah satu dengan yang
lainnya, apakah saling berdempetan.
2) Pendidikan
Riwayat pendidikan, pendidikan terakhir dan juga apakah ada sarana
pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
warga
3) Keamananan dan transportasi
Keadaan penjagaan lingkungan sekitar seperti adanya siskamling, satpam
atau polisi. apakah dari keamaan tersebut menimbulkan stress atau tidak.
sarana transportasi yang digunakan warga untuk mobilisasi sehari
menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi.
4) Politik
Kebijakan pemerintahan Kebijakan yang ada didaerah tersebut apakah
cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan
di berbagai bidang termasuk kesehatan.

5) Pelayanan sosial dan kesehatan


Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan) untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau
memantau apabila gangguan sudah terjadi serta karakteristik pemakaian
fasilitas pelayanan kesehatan.
6) Komunikasi
sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas
tersebut untuk saling berkomunikasi antar warga atau untuk mendapatkan
informasi dari luar misalnya televisi, radio, koran, atau leaflet yang
diberikan kepada komunitas.
7) Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan, masih bekerja atau
tidak, bagaimana dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8) Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya
terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan
komunitas untuk mengurangi stress.
2. Analisa Data
a. Diagnosa keperawatan
untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah dirumuskan
diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari :
• Masalah (Problem) yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan
normal yang terjadi.

Penyebab (Etiologi) yang meliputi perilaku individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat, lingkungan fisik dan biologis, psikologis dan
sosial serta interaksi perilaku dengan lingkungan.
• Tanda dan Gejala (Sign and Sympton) yaitu informasi yang perlu untuk
merumuskan diagnosa serta serangkaian petunjuk timbulnya masalah.
Contoh Analisa Data di Suatu Kelompok Lansia Di suatu Daerah
Binaan :
Kasus

Disuatu daerah binaan, tim perawat komunitas melakukan penyebaran


angket dan memperoleh data 40% lansia mengonsumsi makanan dengan
tidak terkontrol dan hanya berada di rumah setiap harinya. Setelah di
lakukan awancara dengan Kader posyandu, kader posyandu mengatakan
40% lansia menderita diabetes namun jarang memeriksakan kondisinya
serta hasil wawancara dengan kader kesehatan desa didapatkan informasi
mengatakan lansia banyak yang menderita hipertensi dan lansia malas
mengikuti posyandu lansia yang diselelnggarakan setiap bulannya.
No Data Problem Etiologi
1. Ds : Diabetes Kebiasaan
- Kader posyandu mengatakan pada lansia hidup
40% lansia menderita lansia
diabetes namun jarang yang tidak
memeriksakan kondisinya terkontrol
Do :
- Lansia mengonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya berada
di rumah setiap harinya
2. Ds : Hipertensi Ketidakpa
- Kader kesehatan desa tuhan
mengatakan lansia lansia
dalam
mengikuti
banyak yang menderita hipertensi dan posyandu
lansia malas mengikuti posyandu lansia
lansia yang diselelnggarakan setiap
bulannya
Diagnosa : Ketidakefektifan Manajemen kesehatan

3. Rencana tindakan

Diagnosa Tujuan jangka pendek Tujuan jangka panjang


Ketidakefektifan Setelah dilakukan Setelah dilakukan
Manajemen tindakan keperawatan tidakan keperawatan
kesehatan selama 4 minggu, selama 8 minggu,
komunitas diharapkan : komunitas diharapkan
1. Lansia mampu angka diabetes (kadar
mengontrol asupan glukosa) pada lansia
makanan sehari dapat menurun dan
harinya dan dapat lansia yang menderita
melakukan sedikit hipertensi bisa
aktivitas. mendapatkan
2. Lansia rutin setiap pengobatan dan lansia
bulannya yang menderita
menghindari hipertensi dapat
kegiatan posyandu berkurang
lansia yang
Diadakan
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Agregat lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang termasuk dalam
ketegori rentan. Stanhope dan Lancaster (1996) mendefinisikan
kelompok rentan sebagai kelompok yang memiliki peningkatan risiko
mengalami masalah kesehatan yang akibat berkurangnya kemampuan
untuk menghindarkan diri dari penyakit dan tingginya paparan faktor
risiko.
2. Sebagai kelompok rentan, lansia memiliki karakteristik terjadinya
berbagai perubahan pada seluruh aspek kehidupan yang mencakup
perubahan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Perubahan ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada semua sistem organ tubuh.
B. Saran
Setelah penyusun membuat makalah ini, penyusun menjadi tahu
tentang perkembangan yang terjadi pada lansia. Lansia adalah masa
dimana seseorang mengalami kemunduran, dimana fungsi tubuh kita
sudah tidak optimal lagi. Diharapkan Pengetahuan perawat lansia dan
pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi standart praktik gerontik untuk
membuat perencanaan di masa yang akan datang. Dengan demikian
diharapkan angka kesakitan pada lansia mengalami penurunan sehingga
beban negara untuk pembiayaan kesehatan lansia berkurang
DAFTAR ISI

Maryam, S dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta


: Salemba Medika

Nugroho, W. 2008. Gerontik dan Geriatik. Jakarta : EGC

Stanhope, M. & Lancaster, J. (1996). Community health nursing:


promoting health of aggregates, families, and individuals (4th Ed.). St.
Louis: Mosby

Klatz, R. & Goldman, R., 2007. The Official Anti Aging Revolution:
Stop the Clock, Time is on Your Side for a Younger, Stronger, Happier
You. 4th ed. United States: Basic Health Publications, Inc.

Pangkahila, W., 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan


Meningkatkan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Yadi.(2009). Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta :
Salemba Medika Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik
Edisi kedua. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai