Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TERSTRUKTUR

HUKUM KEWARGANEGARAAN DAN HAM

PENYUSUN :
STEFFANI SARAH PRATIWI MEWENGKANG

3014210416

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. Sinopsis Film Hidden Figures

“Every time we get a chance to get ahead they always move the finish line. Evey single
time.” – Mary Jackson

Perkataan itu diucapkan oleh Mary Jackson, perempuan kulit hitam yang bekerja di
bagian komputasi NASA (lembaga Luar Angkasa AS), tepatnya dibagian gedung Area
Barat, khusus bagi pegawai perempuan “colored” atau berwarna, eufisme bagi kulit
hitam. Film “Hidden Figures” menampilkan perjuangan tiga perempuan berkulit hitam
(yang merupakan minoritas di Amerika Serikat), di NASA pada tahun 1961 yang ketika
itu dikenal akrab dengan iklim segregasi (pemisahan berdasarkan ras atau warna
kulit). Mary Jackson, salah satu dari perempuan itu, ahli teknik, yang karena warna kulit
dan gendernya mendapatkan penolakan untuk menjadi teknisi di NASA, kecuali bila dia
berhasil lulus di pendidikan tinggi yang khusus bagi kulit putih.

Selain Mary, Dorothy Vaughan, yang memiliki peran sebagai pelaksana tugas
Supervisor atau pengawas di Area Barat, namun tugas jabatan tersebut tidak pernah
didapatkan olehnya secara permanen atau tetap, lagi-lagi karena permasalahan warna
kulitnya. Disamping Mary dan Dorothy, terdapat pula Katherine Goble yang merupakan
tokoh sentral dari film berdurasi 127 menit itu. Dari awal film, diperlihatkan sosok
jenius sang Katherine kecil, yang mampu menyelesaikan soal persamaan aritmatika
yang nyaris tidak dipahami oleh anak-anak seusianya. Kecerdasannya yang cemerlang
membuatnya mendapatkan beasiswa, dan dia juga diterima di NASA sebagai salah satu
pegawai dalam Area Barat lembaga antariksawan tersebut.
Dorothy bekerja di departemen yang berbeda. Sudah lama ia melakukan sebagai
seorang supervisor, namun tidak pernah ia mendapatkan perlakuan, jabatan dan gaji
layaknya seperti seorang supervisorm meski sudah seringkali komplain kepada atasan
yang memperkerjakannya. Sama halnya yang dialami oleh Mary Jackson, ketika ia
ingin melamar diposisi insinyur antariksa, namun semuanya tidak dapat ia lakukan
karena Mary adalah seorang kulit hitam yang dilarang keras untuk bersekolah insinyur
yang mayoritas muridnya berkulit putih.

Namun jika dibandingkan dengan Mary dan Dorothy, Katherine lah yang paling
merasakan pahit dan sulitnya bekerja karena ia diposisikan oleh Ruth sebagai ahli
geometri wanita yang satu-satunya berkulit hitam. Sejak awal kedatangannya di tempat
kerjanya yang baru, seringkali Katherine mendapatkan perlakuan rasis dari teman-
teman kantornya. Bahkan tidak jarang pula Katherine harus bekerja lebih keras
dibanding pekerja yang lainnya karena ia harus menghitung hasil kalkulasi milik orang
lain yang seharusnya bukan menjadi pekerjaannya.
Tidak jarang Katherine harus berjalan sejauh 1 kilometer hanya untuk ke kamar
mandi, karena di tempat Katherine bekerja tidak ada kamar kecil yang disediakan untuk
wanita berkulit hitam. Karena hal itu Katherine harus dimarahi oleh atasannya Al-
Harrison karna Katherine selalu tidak ada saat dibutuhkan. Dikarenakan ia harus
berjalan sejauh 1 kilometer jauhnya hanya untuk sekedar ke kamar kecil. Begitulah
ketatnya pemisahan ras yang ada di Virginia pada tahun 1961 ketika John F. Kennedy
menjabat sebagai seorang presiden di Amerika Serikat.
Sebagai seorang warga negara yang berkulit hitam mereka hanya memiliki akses
fasilitas publik yang amat terbatas. Seperti contoh diadakan pemisahan gedung untuk
pekerja kulit putih dan pekerja kulit hitam sebagai tempat mereka bekerja. Tidak sampai
disitu, bahkan setiap fasilitias publik yang diadakan dibagi menjadi dua yaitu untuk non
colored atau kulit putih dan colored untuk kulit hitam. Dimulai dari tempat duduk di bis
kota, kamar mandi, tempa minum, sekolah, hingga perpustakaan umum. Namun pada
suatu kesempatan ketika Katherine mulai merasa terdesak dengan keadaan yang
dilaluinya, Katherine memutuskan untuk melawan dan membongkar atas apa yang
terjadi di lingkungan kerjanya saat itu. Ketika ia harus dimarahi oleh atasannya Al-
Harrison, dengan seluruh keberaniannya ia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi
kepadanya mengapa Katherine harus selalu menghilang dalam keadaan yang
dibutuhkan oleh pengawasnya tersebut.
Beruntung, ketika Katherine mengatakan hal tersebut, ia mendapatkan dukungan
bantuan secara moril dari sang pengawas di Space Task Group yaitu Al-Harrison.
Berkatnya, kini Katherine bisa untuk menggunakan fasilitas yang dulu hanya milik kulit
putih. Ketika Al-Harrison mencopot papan tulisan yang bertuliskan “colored only” kini
Katherine tidak lagi tertekan di lingkungan kerjanya berkat sikap kepedulian dari
pengawasnya yang amat mengandalkan Katherine dalam perhitungan analisa geometri.
Sama halnya perlawanan yang dilakukan oleh Mary. Ketika ia mengeluhkan bahwa ia
tidak dapat bersekolah di sekolah kulit putih, padahal sekolah tersebut adalah satu-
satunya sekolah yang menyediakan program insinyur. Berkat dorongan dari teman-
temannya, Mary memberanikan diri untuk membawa masalah tersebut ke persidangan
demi untuk mendapatkan haknya dan kesempatan untuk bersekolah di sekolah insinyur
tersebut.

Berkat keberaniannya, Mary pun diberikan kesempatan oleh hakim untuk bisbersekolah
sekolah tersebut walaupun hanya pada jam malam saja. Tidak hanya itu, berkat keberanian
Katherine dan Mary, akhirnya Dorothy pun berhasil mendapatkan posisi baru yakni sebagai
seorang pengawas tetap sekaligus satu-satunya wanita yang mampu mengoperasikan IBM
(International Business Machine). kejadian tersebut, Space Task Group memutuskan untuk
memindahkan seluruh staff kulit hitam dan meniadakan gedung khusus yang sebelumnya
disediakan hanya bagi pekerja kulit hitam saja. Berkat perjuangan mereka melawan sistem,
ketiga sosok wanita hebat tersebut dikenang oleh sejarah, bahkan kisah mereka dituliskan di
situs resmi milik NASA.
I. ANALISA FILM

Film Hidden Figure menggambarkan bagaimana begitu peliknya permasalahan


rasisme pada saat itu di Amerika Serikat. Dalam film ini terlihat jelas bagaimana
ketidakadilan yang dilakukan warga kulit putih terhadap warga kulit hitam sebagai
masyarakat yang menyandang status mayoritas memperlakukan warga kulit hitam di
Virginia, Amerika Serikat.
Film ini menceritakan sebuah kisah perjuangan tiga wanita jenius berkulit hitam asal
Afrika yang bekerja di NASA sebagai seorang computer.

ditengah-tengah pekerja dimana mayoritas pekerjanya ialah warga yang berkulit putih.
Katherine Goble, Mary Jackson, Dorothy Vaughan adalah tiga sosok wanita hebat asal
Afrika yang harus berhadapan dengan tantangan diskriminasi kulit putih pada masa itu.
Tekanan demi tekanan harus mereka rasakan sebagai seorang warga yang berstatus
kaum minoritas di negara tersebut.
Saat itu mereka menggunakan istilah colored yang merujuk kepada mereka yang
berkulit hitam dan istilah non-colored yang merujuk kepada mereka yang berkulit putih
untuk memberikan tanda bahwasannya pemisahan haruslah dilakukan di negara tersebut
saat itu. Dimulai dari pemisahan tempat tinggal, fasilitas publik, bahkan hingga termos
kopi sekalipun.
Dengan maraknya perilaku rasis tersebut, warga kulit hitam saat itulah yang paling
dirugikan. Pemisahan tersebut hanya menguntungkan warga kulit putih saja. Karena
fasilitas yang didapatkan oleh warga kulit hitam tidaklah sebagus fasilitas yang dimiliki
oleh warga kulit putih. Bahkan terkadang warga kulit hitam mendapatkan fasilitas yang
lebih jelek ketimbang fasilitas yang dimiliki kulit putih.

Banyak film yang telah mengangkat isu-isu yang pernah menimpa suatu golongan
masyarakat. Salah satunya ialah rasisme. Rasisme merupakan salah satu dari sekian
banyak sikap intoleran yang kerap menimpa masyarakat multikultural. Hal ini sudah
sering terjadi di berbagai belahan dunia, salah satunya ialah Amerika Serikat..
Isu mengenai ras sampai saat ini masih menjadi suatu topik yang menarik untuk
dibahas. betapa tingginya kesenjangan sosial antara orang yang berkulit hitam dengan mereka
yang berkulit putih yang dimana kulit putih selalu menganggap ras mereka adalah kaum
superior, kaum yang paling unggul nilainya dibandingkan dengan kulit hitam. Isu
mengenai ras pun sampai pada tema film.

II. PEMBAHASAN

Dalam film Hidden Figures memiliki kesamaan isu antara Amerika dan Indonesia
sebagai negara yang multikultural. Penilaian terhadap budaya Amerika didasarkan pada
faktor sejarahnya. Hal itu bisa dilihat dari budaya Amerika itu sendiri yang terdiri dari
beragam nilai budaya yang dibawa oleh berbagai bangsa yag datang ke wilayah tersebut
( Amerika Serikat ).

A. Aspek HAM dalam Pengaturan Hukum Internasional 

Amerika Serikat memiliki sejarah yang beragam mengenai bagaimana implementasi Hak
Asasi Manusia. Meskipun AS menjadi negara yang mengawal pembentukan kebijakan mengenai
HAM selama abad ke-20, namun tidak seperti banyak negara lain di dunia, AS belum
meratifikasi sebagian besar perjanjian HAM di negaranya. Hal ini menjadi paradox yang terus
terjadi hingga saat ini. Bahkan kebijakan luar negeri AS pun tidak selalu menghormati HAM.
Selain itu pemerintah juga gagal melindungi HAM di dalam negeri, terutama hak ekonomi dan
sosial.
Rasisme, dalam segala bentuk, adalah HAM yang kurang diakui sebagai permasalahan yang
urgent untuk dicarikan solusinya saat ini khususnya di AS. Permasalahan ini ditentukan secara
beragam, rasisme mengancam kehidupan dan hak jutaan orang di seluruh dunia. Meskipun
melarang diskriminasi rasial melalui perjanjian multilateral pada tahun 1965, pemerintah AS
masih melanggengkan dan mengizinkan rasisme dengan dukungan imunitas dan pembenaran
bahwa tindakan-tindakan individual dari rasisme adalah hal yang biasa (Bradley, 2019)
Melihat dari peeristiwa tanggal 25 Mei 2020 begitu fenomenal. Ketika petugas
kepolisian (orang kulit putih) di wilayah Minneapolis menangkap seorang warga kulit hitam
bernama George Floyd, seorang pria kulit hitam berusia
46 tahun. Penangkapan dilakukan setelah seorang karyawan toko menuduh Floyd membeli
rokok dengan uang kertas $20 palsu. Tujuh belas menit setelah mobil patroli pertama tiba di
tempat kejadian, Floyd tidak sadarkan diri dan dijepit oleh tiga petugas polisi. Ia tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
The New York Times merekonstruksi kematian George Floyd dalam video berdurasi 8
menit 46 detik. Rekaman dari CCTV, video saksi di tempat kejadian perkara, dan dokumen
resmi yang telah didapat menunjukkan bagaimana serangkaian tindakan oleh polisi.
berubah fatal. Video The New York Times menunjukkan para petugas mengambil serangkaian
tindakan yang melanggar kebijakan Departemen Kepolisian Minneapolis, membuat Floyd tidak
dapat bernapas, bahkan ketika ia dan para saksi meminta bantuan.
Kematian Floyd kemudian memicu demonstrasi di berbagai negara seperti Selandia
Baru, dan Australia. Mereka menuntut keadilan terhadap pria kulit hitam tak bersenjata yang
meninggal dalam penahanan tersebut. Selanjutnya, peristiwa ini memicu aksi dalam solidaritas
dengan melakukan demonstrasi di AS, dan bersatu untuk mengutuk pembunuhan George Floyd.
Peristiwa tersebut memberikan tambahan bukti bahwa HAM belum diberlakukan secara
merata di AS. Faktor ekonomi, hukum, pendidikan sosial, dan budaya tidak dipandang sebagai
suatu hak. Kebijakan publik dapat mengecualikan hak seseorang dari kelayakan selama mereka
tidak melakukan diskriminasi dengan alasan yang dilarang, misalnya ras. Meskipun penting
untuk memastikan bahwa kebijakan publik tidak diskriminatif, namun kebijakan tersebut
dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan mendasar dari kegagalan untuk menjamin standar
hidup yang memadai dan hak-hak lain yang diperlukan bagi semua orang di AS.
Hukum internasional mengenai HAM menjamin hak semua orang di seluruh negara,
namun standar HAM umumnya tidak dapat ditegakkan di Amerika Serikat (AS) sehingga perlu
diimplementasikan dalam bentuk hukum lokal, negara bagian, atau federal. Perjanjian
internasional mencakup definisi hak-hak tersebut secara umum, sedangkan pengadilan
internasional dan badan pengawas biasanya tidak memiliki kemampuan untuk secara langsung
menegakkan keputusan mereka di AS. Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan penerapan
HAM di AS adalah dengan memperkuat perlindungan hukum domestik melalui penerbitan
undang-undang yang mengakui keberadaan dan memastikan implementasi hak-hak tersebut oleh
Pemerintah dan Pengadilan AS konsisten dengan standar internasional (Human Rights and
United States Law, 2020)

B. Aspek HAM dalam Pengaturan Hukum Nasional

Negara Republik Indonesia telah memberikan jaminan perlindungan untuk bebas dari
perlakuan yang diskriminatif sebagai hak konstitusional yang ditentukan dalam Pasal 28I Ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun dalam praktik masih
dijumpa adanya perlakuan yang diskriminatif khususnya terhadap kelompok rentan1,
kelompok minoritas2 juga kelompok- kelompok masyarakat yang termarjinalkan3. Berbagai
gerakan menentang diskriminasi secara sistimatis dan terus menerus dilakukan. Pada prinsipnya
mereka menuntut adanya jaminan perlindungan hukum dan pemenuhan
hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif.
Dalam terminologi hak asasi manusia, prinsip kesetaraan dan anti diskriminasi merupakan
ciri khas dari hak asasi manusia. Prinsip kesetaraan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) sebagai berikut : “All human beings are born
free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should
act towards one another in a spirit of brotherhood”. Dalam ketentuan Pasal 1 UDHR tersebut
dapat dipahami tentang p r i n s i p k e b e b a s a n , k e s e t a r a a n d a n persaudaraan. Hal ini
berarti bahwa dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosialnya setiap orang mempunyai
kedudukan yang setara satu dengan yang lain.
Sedangkan prinsip antidiskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Universal
Declaration of Human Rights, dengan tegas dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas semua
hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang diatur dalam Deklarasi tanpa adanya kekecualian atau
perbedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandang
lain asal usul kebangsaan atau kemasyakaratan hak milik kelahiran , ataupun kedudukan.
Dengan kata lain dalam perspektif hak asasi manusia tidak boleh ada perlakuka diskriminatif
yang ditujukan kepada kelompok masyakarat tertentu.
Penegasan mengenai prinsip kesetaraan dan antidiskriminasi dalam pelaksanaan hak asasi
manusia dapat juga dicermati dalam instrumen hukum internasional tentang hak asasi manusia
antara lain adalah The International Covenant on Economic, Social and Culture Right yang telah
diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2005 4 dan juga The International Covenant on Civil and Politic rights yang telah
diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.5
Uraian-uraian di atas yang menegaskan mengenai prinsip kebebasan, kesetaraan,

1
Istilah kelompok rentan digunakan dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 39 Tahun 1999, LN Tahun 1999
Nomor 165, TLN Nomor 3886. Lihat Penjelasan Pasal 5
2
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan The International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), UU Nomor 12 Tahun 2005, LN Tahun 2005 Nomor 119, TLN Nomor 4558..
3
Marginal diterjemahkan sebagai “berkenaan dengan tepi atau pinggir” lihat dalam Peter Salim, Advanced English-Indonesian
Dictionary, Third Edition, Jakarta, Modern English Press, 1991
4
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Culture Right (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, LN Tahun 2005 Nomor 118,
TLN Nomor 455
5
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Politic Rights (Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, LN Tahun 2005 Nomor 119, TLN Nomor 4558. Lihat juga
pendapat Gudmundur Alfredsson, Human Rights and Good Governance atau Hak Asasi dan Good Governance, terj. Rini Adriati,
Jakarta, Raoul Wallenberg Institute dan Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, hlm 21
persaudaraan dan antidiskriminasi sebagai ciri khas dari hak asasi manusia, menunjukkan bahwa
dalam terminologi hak asasi manusia s e g a l a b e n t u k t i n d a k a n / p e r l a k u a n
diskriminatif merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Dari berbagai persoalan diskriminasi yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat yang
cukup sensitif di Indonesia dan berpotensi sebagai sebab terjadinya konflik antara lain adalah
diskriminasi rasial6 atau diskriminasi atas dasar etnis serta diskriminasi yang berbasis pada agama
dan kepercayaan. Beberapa kasus yang berawal dari isu rasial yang menimbulkan konflik bahkan
menjadi sebuah tragedi kemanusiaan di Indonesia antara lain adalah Kasus kerusuhan Mei Tahun
1998,7
Geografis Indonesia yang sangat luas, besarnya jumlah penduduk di Indonesia dengan beragam
suku atau etnis menyebabkan Indonesia sangat rentan dengan konflik yang bernuansa ras dan etnis.
Dengan adanya perbedaan diantara suku bangsa tersebut ditambah dengan kesenjangan sosial dan
ekonomi, kemiskinan masih relatif tinggi, serta diskriminasi ras dan etnis yang timbul di dalam
masyarakat seringkali menyebabkan gesekan-gesekan yang dapat memicu terjadinya kerusuhan
sosial di tengah masyarakat. Diskriminasi ras dan etnis yang timbul di tengah masyarakat ini antara
lain disebabkan karena stigma yang berkembang di dalam masyarakat terhadap suatu kelompok
tertentu ataupun sebagai akibat dari adanya sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, baik pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah yang bersifat dikriminatif.

6
Lihat Ester I. Jusuf dan Ferdi R. Srivanto, Rasisme:Dokumentasi dokumen-dokumen internasional tentang Rasisme, Jakarta,
Solidaritas Nusa Bangsa, hlm 18
7
Sebagaimana dikemukakan oleh Jemma Purdey, Anti-Chinese Violence in Indonesia, 1996 – 1999, Singapore, Singapore
University Press, 2006, hlm.ix, In mid May 1998 brutal violence raged through Jakarta, Solo, Medan and other cities of Indonesia.
III. KESIMPULAN
1. Pemerintah AS sebagai penyelenggara negara ternyata masih menerapkan kebijakan
diskriminatif, bahkan AS yang dikenal sebagai pencetus dan pelopor HAM di dunia belum
meratifikasi beberapa kebijakan hukum terkait penghapusan diskriminasi. AS juga belum
meratifikasi sebagian besar perjanjian HAM di negaranya. Kebijakan luar negeri AS pun
tidak selalu menghormati HAM. Selain itu pemerintah juga gagal melindungi HAM di dalam
negeri, terutama hak ekonomi, sosial, pendidikan dan penegakan hukum serta politik.Hal ini
perlu langkah tegas bahwa tugas seorang polisi wajib memperhatikan HAM seperti amanat
Deklarasi UDHR, Bill of Rights dan konstitusi hukum AS. Sehingga AS tidak hanya negara
yang secara tesktual memperjuangkan HAM, tetapi juga secara faktual nyata menjalankan
nilai-nilai HAM dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
2. A. Ditinjau dari perspektif hak asasi manusia, maka perwujudan perlindungan dari
diskriminasi rasial masih belum sepenuhnya dijamin dalam hukum di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena:

 Prinsip larangan diskriminasi dan prinsip kesetaraan sebagai prinsip yang paling penting
dalam sistem perlindungan hak asasi manusia tidak diaktualisasikan secara bersama-sama
dalam norma hukum sebagai syarat untuk terwujudnya tujuan hukum yaitu keadilan. Potret
hukum yang hanya memperhatikan prinsip larangan diskriminatif tanpa mengakomodasi
prinsip kesetaraan j ustru menjadi awal t e r j adinya diskriminasi dan ketidakadilan.
 Substansi hukum masih diskriminatif karena pembentukan hukum masih mengedepankan
pendekatan politik, sehingga sangat d imungkinkan substansi hukum dipengaruhi adanya
tawar menawar politik atau dalam membuat keputusan mengenai substansi hukum berlaku
majority rules. Akibatnya prinsip justice as a fairness seperti yang dikemukakan oleh Rawls
t d a k a k a n t e r w u j u d . P r a k t i k pembentukan hukum seperti ini tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip hak asasi manusia.

 Prinsip perlindungan hukum dari diskriminasi ras dan etnis di Indonesia masih sebatas hanya
pada keadilan prosedural sebagimana yang diwujudkan dalam peraturan perundang-
undangan dan belum dimaknai sebagai keadilan substantif yang sesuai dengan keadilan
sebagai cita hukum yang tercermin dalam sistem hukum yang terintegrasi yang meliputi
elemen kelembagaan, elemen kaedah aturan dan elemen perilaku para subyek hukum yang
ditentukan oleh norma aturan tersebut.
B. Sebagai upaya untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial tidak cukup hanya memberi
perhatian pada norma aturan yang diwujudkan dalam peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g
a n s e r t a pembentukan kelembagaan saja. Memberikan perhatian hanya pada
pembangunan instrumen peraturan perundang-undangan tanpa memberi perhatian yang
seimbang pada elemen lain dalam suatu sistem hukum yang t e r i n t e g r a t i f t i d a k a
k a n d a p a t menyelesaikan akar masalah dari praktik diskriminasi termasuk diskriminasi
rasial. Upaya perlindungan terhadap p r a k t i k d i s k r i m i n a s i t e r m a s u k
diskriminasi rasial juga harus mencakup kegiatan pelaksanaan dan penerapan hukum,
penegakan hukum yang tidak diskriminatif serta kegiatan pemajuan hukum untuk
mewujudkan budaya yang menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai