Anda di halaman 1dari 42

RESPONSI

PANKREATITIS AKUT

Pembimbing :
dr. Gde Somayana SpPD

Nama Mahasiswa :
Putu Sukedana (1202006158)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
responsi yang berjudul “Pankreatitis Akut” ini tepat pada waktunya. Laporan
responsi ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan laporan responsi ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM FINASIM selaku Kepala Bagian/SMF
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
3. dr. Gde Somayana, SpPD, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
responsi ini, atas bimbingannya.
4. Dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas
masukannya.
5. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan responsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan responsi dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Januari 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi 4
2.4 Klasifikasi 4
2.5 Patogenesis Pankreatitis Akut 5
2.6 Diagnosis 7
2.7 Penatalaksanaan………..….……………………………...…………. 10
2.8 Komplikasi..............…………………………………………………. 19
2.9 Prognosis………………………………………………………...…… 21
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien 23
3.2 Anamnesis 23
3.3 Pemeriksaan Fisik 25
3.4 Pemeriksaan Penunjang 28
3.5 Diagnosis 33
3.6 Penatalaksanaan 33
BAB IV PEMBAHASAN 35
BAB V SIMPULAN 43
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pankreatitis akut adalah peradangan akut, non-bakterial pada organ


pankreas1. Pankreatitis terjadi akibat autodigesti enzim pankreas yang teraktivasi.
Hal ini mengakibatkan terjadinya edema, kerusakan vaskuler, perdarahan, dan
nekrosis organ pankreas. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin inflamasi seperti
interleukin (IL)-1,IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dapat dengan
serius merusak sistem mikrosirkulasi endotelium dan meningkatkan permeabilitas
kapiler. Inflamasi yang persisten dapat menyebabkan hipoksia dan systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) yang dapat meningkatkan mortalitas dan
menjadi pankreatitis akut berat2,3.
Sekitar 75-85% penyebab pankreatitis akut dapat diidentifikasi. Obstruksi
batu di duktus koledukus (38%) dan alkohol (36%), serta penyebab lainnya 1,4.
Etiologi pankreatitis akut oleh karena penyakit biliari (43,8%) dan kecanduan
alkohol (26,5%). Pankreatitis akut oleh karena alkoholik empat kali lebih sering
pada laki-laki (39,1%) dibandingkan perempuan (10,6%). Hiperlipidemia juga
dapat menjadi penyebab pankreatitis akut terutama pada derajat sedang dan berat.
Pankreatitis akut idiopatik pada laki-laki mencapai 16,1% sedangkan pada
perempuan mencapai 16.6%3. Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah
melakukan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) yang
lebih sering terjadi pada perempuan (6%) dibandingkan laki-laki (1.8%).
Akut pankreatitis lebih banyak berkembang menjadi pankreatitis derajat
ringan dan sedang. Sedikit yang berkembang menjadi bentuk pankreatitis berat 5.
Mayoritas kasus pankreatitis akut adalah derajat ringan (61,2%), derajat sedang
(30%), dan derajat berat (8,8%).3 Pankreatitis akut dapat menyebabkan gagal
organ multipel atau perubahan nekrotik dari pankreas sehingga meningkatkan
mortalitas dan morbiditas5. Pada pankreatitis akut berat lebih dari 50%
menunjukkan gejala gagal organ pada hari keempat saat dirawat di rumah sakit.
Dalam 72 jam 11 orang akan berkembang menjadi Acute Kidney Injury (AKI) dan
6 orang akan mengalami gagal ginjal6. Untuk derajat ringan mortalitasnya
mencapai 2,22% sedangkan untuk derajat berat mencapai 45,63% 5. Kematian 1-2
minggu pada pankreatitis akut oleh karena gagal organ multipel. Kematian
pankreatitis akut berat pada minggu pertama lebih dari setengahnya 6. Berdasarkan
penelitian kohort, mortalitas pankreatitis akut secara keseluruhan mencapai 2,83%
(17 kematian/600 pasien). Untuk derajat berat pankreatitis akut mencapai 28,3%,
sedang 0,6%, dan ringan 0,3%2.
Saat ini insiden pankreatitis akut semakin meningkat di seluruh dunia 4.
Insiden pankreatitis akut berbeda-beda di masing-masing negara sekitar 10-
100/100.000 orang. Insiden pankreatitis akut pada laki-laki meningkat pada umur
33-38 tahun dan masih tetap tinggi pada usia 68 tahun. Sedangkan pada
perempuan insidennya meningkat pada umur 53-78 tahun. Pankreatitis akut dapat
menyebabkan masuk rumah sakit tiba-tiba untuk adanya gangguan pada
gastrointestinal. Untuk derajat ringan lama dirawat di rumah sakit mencapai
8.3±0.2 hari, sedangkan derajat sedang selama 14.6±0.5 hari, dan derajat berat
mencapai 26.2±3.1 hari3.
Biaya untuk sekali pengobatan, pemeriksaan, dan intervensi mencapai 330
euro (± 4,6 juta rupiah berdasarkan Badan Kebijakan Fisikal Republik Indonesia,
2016) untuk derajat ringan pankreatitis akut dan mencapai 5.750 euro (± 80,6 juta
rupiah) untuk derajat berat pankreatitis akut 3. Oleh karena itu, sangat perlu untuk
mengetahui derajat pankreatitis yang ada.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri
dimana enzim pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan
autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan
gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada
pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif
ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal
yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.1
Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan
kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada pankreatitis akut
bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik
diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat
ireversibel.2

2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, kejadian pankreatitis akut berkisar antara 5 sampai 80
per 100.000 penduduk, dengan insiden tertinggi tercatat di Amerika Serikat dan
Finlandia. Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, seperti Hong Kong, lebih
banyak pasien cenderung memiliki pankreatitis batu empedu, sedangkan di
Amerika Serikat, pankreatitis yang berkaitan dengan alkoholisme adalah yang
paling umum.3
Usia rata-rata saat onset tergantung pada etiologi. Berikut ini adalah usia
rata-rata onset untuk berbagai etiologi2:
 Terkait dengan alkohol: 39 tahun
 Terkait gannguan atau kelainan saluran empedu: 69 tahun
 Terkait dengan trauma: 66 tahun
 Terkait penggunaan obat-obatan: 42 tahun
 Terkait ERCP: 58 tahun
 Tetkait penyakit HIV/AIDS: 31 tahun
 Terkait penyakit vaskulitis: 36 tahun

3
Umumnya, pankreatitis akut lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Pada laki-laki, etiologi lebih sering berhubungan dengan alkohol.
Pada wanita lebih sering berhubungan dengan penyakit saluran empedu.4

2.3 Etiologi
Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang
mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks
cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas
bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis. Pada
pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis
yang mula-mula terjadi di sekitar duktus asinus namun kemudian di dalam sel-sel
asinar.5 Faktor-faktor etiologi dijabarkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Etiologi pankreatitis akut3
Metabolik Mekanis Vaskuler Infeksi
Alkoholisme Trauma Syok Parotitis
Hiperlipoproteinemia Batu empedu Atheroembolisme Coxsackievirus
Hiperkalsemia Jejas iatrogenik Poliarteritis Mycoplasma pneumoiniae
nodosa
Obat-obatan Pasca ERCP
Genetik

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis
parenkim, pankreatitis akut dapat dibedakan menjadi1:
a. Pankreatitis akut tipe intertisial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,
disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat
terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinar.
b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan
perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada

4
jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh
darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan
retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah
nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat
menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis
lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan
berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.

2.5 Patogenesis Pankreatitis Akut


Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam
sel-sel asinar pankreas1. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas.
Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab 1,2:
1. Obstruksi duktus pankreatikus.
Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis) yang
terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone protein) dan
spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol.
2. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim
pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak
(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol.
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini
dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di
pankreas.
Gangguan di sel asinar pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim
pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,
neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin,
platelet activating factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-1 beta, IL-6,
IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive
molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat,
teraktivasinya sistem komplemen, dan ketidakseimbangan sistem
trombofibrinolitik (perdarahan). Neutrofil mempermudah pelepasan superoksida
dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D, dan G; kolagenase; serta elastase).
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis
mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja

5
terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.5
Gambar 2.1 Patogenesis Pankreatitis Akut5

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase


berurutan, yaitu: 1. inflamasi lokal pankreas, 2. peradangan sistemik atau systemic
inflammatory response syndrome (SIRS), 3. disfungsi multi organ atau multiorgan
dysfunctions (MODS). Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons
inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflamasi dan
antiinflamasi, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan
dimana sitokin proinflamasi lebih dominan daripada sitokin antiinflamasi (IL-10,
IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra)) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan
yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.1

2.6 Diagnosis
Diagnosis pankreatitis akut dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1

2.6.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis biasanya pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan dengan keluhan berupa nyeri perut tiba-tiba pada kuadran kiri atas,
regio periumbilikal, dan atau epigastrium.6,7 Nyeri dirasakan sangat sakit

6
kemudian dirasakan semakin konstan. Nyeri menjalar melalui perut ke dada atau
punggung tengah. Nyeri memberat setelah makan atau minum seperti makanan
berlemak. Membaik saat posisi duduk6. Keluhan lainnya seperti mual dan muntah
memberat saat posisi terlentang. Sering juga merasa perut penuh, distensi, feses
berwarna pucat, penurunan pengeluaran urin, dan mengalami cegukan. Selain itu
bisa juga mengalami sinkop atau demam.7

2.6.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik pada pasien dengan akut pankreatitis dapat normal atau
demam, hipotensi, takikardi, takipnea, atau diaphoresis. Pemeriksaan perut secara
tipikal mengalami nyeri tekan pada saat palpasi, kemungkinan adanya tanda iritasi
peritoneal, distensi, atau keras. Suara usus menurun, ikterik bisa juga terjadi. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran. Dua tanda fisik ditemukan
berhubungan dengan pankreatitis yaitu Cullen sign (ekimosis dan edema pada
jaringan subkutan sekitar umbilikal) dan Grey Turner sign (ekimosis di badan) .7
Tanda ini menunjukkan adanya pankreatitis akut berat dengan tingkat mortalitas
yang tinggi.8

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, hal ini dapat
mengklasifikasikan beratnya penyakit dan memprediksi prognosisnya.4
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Lipase dan Amilase
Pemeriksaan tingkat lipase lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan
tingkat amilase oleh karena amilase juga diproduksi oleh kelenjar saliva dan
kadarnya dapat normal pada kondisi pankreatitis alkoholik recurrent. Pada hari
0-1 serum lipase memiliki sensitivitas 100% dibandingkan dengan serum
amilase dengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-3 sensitivitasnya mencapai 85%
dan spesifitas lipase 82% dibandingkan serum amilase yang hanya 68%. 6
Kadar amilase dan lipase lebih tinggi tiga kali lipat dari kadar normal
menunjukkan adanya pankreatitis.4,7 Serum amilase akan kembali normal

7
dalam 3-5 hari. Rasio lipase dan amilase lebih besar dari 4 menunjukkan
bahwa penyebabnya adalah alkoholik.7
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Kadar serum CRP lebih dari 150 mg/dL atau 14.286 nmol/L dalam 48 jam
masuk rumah sakit menunjukkan bentuk pankreatitis akut berat dari
pankreatitis akut ringan. Jika tingkat serum CRP lebih dari 180 mg/dL dalam
72 jam berhubungan dengan adanya nekrosis pankreas. Serum CRP mencapai
puncaknya pada 36-72 jam setelah gejala muncul sehingga tidak membantu
jika dilakukan pada awal masuk rumah sakit.4
b. Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien yang mengalami pankreatitis akut dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)6,10. Hal ini akan sangat membantu diagnosis pankreatitis
yang disebabkan oleh batu kelenjar empedu. Pada kondisi gas saluran
pencernaan saling tumpang tindih atau batu empedu pada bagian distal saluran
empedu akan sangat susah mendeteksinya.7
Pemeriksaan Contrast-enhaced computed tomography (CECT) merupakan
standar diagnosis yang dapat digunakan. Merupakan pilihan utama yang dapat
digunakan pada pasien dengan nyeri perut yang berat dan ketika diduga adanya
pankreatitis nekrotik. Sangat baik dilakukan pada 48-72 jam6. CT scan tidak
perlu dilakukan pada kondisi pasien stabil dengan pankreatitis akut ringan.7
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) memiliki
sensitivitas 79% dan spesifitas 92% dibandingakan dengan pemeriksaan CT
scan. Pemeriksaan ini sangat membantu pada kondisi penggunaan kontras
dikontraindikasikan (disfungsi renal). Direkomendasikan pada pasien dengan
peningkatan enzim hati dan Common Bile Duct (CBD) bila tidak dapat di
evaluasi dengan USG.6 Pemeriksaan dengan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP) dapat membantu dalam mendiagnosis
penyebab pankreatitis akut oleh karena choledocholithiasis.7

8
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan
operasi. Pada tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan
pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien
dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang
perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan
bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.6,7 Pankreatitis akut
ringan dapat dirawat di rumah tapi kebanyakan memerlukan perawatan di rumah
sakit. Nutrisi dan hidrasi dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol
nyerinya dengan narkotik oral.10 Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan
sering akibat muntah, penurunan intake oral, cairan pada ruang ketiga,
peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.6
Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi
yang agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring
hematokrit, BUN, dan kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat
lebih baik dibandingkan dengan Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih
merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion, serta hiperkloremia
asidosis metabolik.6 Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60 sampai 90
menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya untuk
mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar BUN.
Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.1
Pada kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat
diberikan nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan
atrofi jaringan limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan sel B,
menurunnya aktivitas kemotaksis lekosit dan fungsi fagositosis, serta
meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi. 1
Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat menurunkan
infeksi, menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek lama perawatan di
rumah sakit dibandingkan melalui nasogastric tube (NGT).7 Hal ini karena
pemberian nutrisi melalui NGT lebih berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi
dan meningkatkan sekresi enzim.1 Nasogastrik dan nasojejunal memiliki
keamanan dan efektivitas yang mirip.10 Pemberian cairan oral dapat dilakukan

9
bila nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang
dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah
lemak diet regular.1,7 Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral. Nutrisi
parenteral dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi
enteral dapat ditunda pada pasien syok, perdarahan gastrointestinal masif,
obstruktif intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat. 1
Sekitar 1/3 pankreatik nekrotik akan mengalami infeksi. Penyebab infkesi
terbanyak yaitu Escherechia coli (34%), Enterococcus (25%), Klebsiella sp.
(15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%),
Pseudomonas (7%), dan Candida sp. (11%). Lebih banyak infeksi monomikrobial
(66%) dibandingkan polimikrobial (34%).1 Infeksi dapat pada pankreas (nekrosis
infeksi) dan ekstrapankreas (kolangitis, infeksi yang didapat dari kateter,
bakteremia, infeksi saluran kencing, dan pneumonia). Nekrosis infeksi 27% terjadi
dalam 14 hari, studi lain menunjukkan bahwa setengah dari infeksi dapat terjadi
dalam 7 hari setelah masuk rumah sakit.9 Berdasarakan review Cochrane, tidak
ada perbedaan yang signifikan antara pemberian profilaksis antibiotik dan
nonprofilaksis antibiotik terhadap mortalitas dan nekrosis pankreatitis. Namun
pemberian imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai monoterapi dapat menurunkan
infeksi pankreas. Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena. 7 Sedangkan
menurut The American Gastroenterological Association guidelines
merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi tidak
pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril.6
Menurut Gang et al, dalam 10 tahun perawatan 47 dari 80 pasien sukses
diobati dengan pemberian antibiotik pada infeksi nekrosis pankreas. Mortalitas
dengan penggunaan antibiotik hanya 23% jika dibandingkan dengan metode
operasi yaitu mencapai 54%.6 Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem,
quinolon, metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi.1 Adanya nekrosis terinfeksi
harus dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-
pankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7–10 hari. Pada pasien ini
diperlukan tindakan aspirasi jarum halus dengan panduan Ultrasonography (USG)
atau CT scan sebagai dasar panduan pemberian antibiotik atau antibiotik empiris
segera diberikan seandainya tidak dilakukan aspirasi jarum halus.1,9 Pemeriksaan
kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotik yang tepat.1

10
Dalam 48-72 jam perawatan dilakukan monitoring keadaan pasien.
Tekanan darah, denyut nadi, saturasi oksigen, jumlah urin diperiksa setiap satu
hingga dua jam9. Kebutuhan cairan tubuh dinilai setiap 6 jam selama 24-48 jam.1
Jika terjadi hipotensi, hipoksemia, atau oligouria yang menunjukkan tidak
responsif terhadap pemberian cairan, maka sebaiknya dikirim ke unit intensif. 9
Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 4-8 jam, perhatikan adanya gangguan status
mental atau kekakuan pada perut yang dapat menunjukkan abdominal
compartment syndrome atau cairan dalam rongga ketiga. Pemeriksaan darah
lengkap, kalsium, magnesium, glukosa serum, dan tingkat BUN sebaiknya
diperiksa setiap 12 jam (tergantung kondisi pasien). Computed tomography (CT)
awal dilakukan setelah 72-96 jam dari onset sakit. CT dapat diulang apabila
respon terhadap standar terapi tidak bagus untuk mengevaluasi komplikasi atau
perburukan pankreatitis1,10. Hasil dari pemeriksaan CT dapat dinilai berdasarkan
CT Severity Indeks (CSI). Skor ≥5 menunjukkan mortalitasnya 15 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan skor dibawah 5.7
Penatalaksanaan bedah sering dilakukan pada pankreatitis yang
berhubungan dengan batu empedu. Kolesistektomi pada dalam 48 jam setelah
keluhan dapat mengurangi waktu dirawat di rumah sakit. 7 Selain itu,
kolesistektomi yang dilakukan seawal mungkin tidak meningkatkan risiko
komplikasi sekunder dari operasi. Operasi tidak dilakukan pada pankreatitis akut
nekrosis sampai inflamasinya berkurang dan akumulasi cairan tidak lagi
meningkatkan ukurannya.7 Penatalaksanaan operasi melalui ERCP berkorelasi
dengan koledokolitiasis. Tetapi konsensus menyarankan pelaksanaan ERCP tidak
rutin dilakukan. Pada kolangitis akut atau serum bilirubin >5 mg/dl ERCP masih
bermanfaat. ERCP dapat digunakan mengidentifikasi disrupsi ductus pankreatik
pada pankreatitis akut berat dan intervensi pada sindrom dislokasi ductus.8,9
ERCP dapat mengurangi perkembangan pankreatitis akut menjadi berat
jika dilakukan prosedur ini dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit. 6 ERCP juga
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kolangitis sebesar 61%. Komplikasi
yang ditimbulkan dalam 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dengan ERCP
lebih rendah dibandingkan dengan tidak dilakukan prosedur ini yaitu 15%:54%.
Selain itu, ERCP juga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada
komplikasi pankreatitis akut hingga 96,97%. Tetapi sebaiknya prosedur ini tidak
dilakukan pada pankreatitis akut berat 9. ERCP dengan sphincterotomy dapat

11
menurunkan mortalitas hingga 4%. Pada pankreatitis akut berat atau nekrosis
infeksi atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan bantuan
CT atau operasi debridement.10

Gambar 2.2 Bagan Penanganan Awal Pankreatitis Akut (0-72 jam)1

2.7.2 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat


Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan
pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya
radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah: (1)
ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di
duktus koledokus, (2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat

12
batu empedu, (3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan
panduan USG maupun CT scan atau transluminal endoskopik, (3) nekrosektomi
melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau
debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted
retroperitoneal debridement), (4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk
mengevakuasi timbunan cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal
(walled–off).10
Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak
mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang
memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut
adalah (1) pankreatitis nekrosis terinfeksi, (2) pankreatitis nekrosis steril dengan
penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction),
(3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama
di ICCU, (4) pseudokista pankreas simptomatik, (5) pankreatitis biliar akut
dengan kolangitis, (6) pankreatitis akut dengan batu empedu.5,10,11
2.7.2.1 Manajemen Traktus Biliar
Berdasarkan studi kohort dan satu uji klinis yang melibatkan 998 pasien
pankreatitis biliar yang tidak atau yang menjalani tindakan kolesistektomi, 95
pasien (18%) yang tidak menjalani kolesistektomi mengalami rekurensi dalam
waktu 90 hari sejak keluar rumah sakit dibandingkan yang menjalani
kolesistektomi tidak mengalami rekurensi sama sekali (p < 0,0001). 10
International Association of Pancreatology (IAP) (2013) dan ACG (2013)
merekomendasikan agar segera dilakukan tindakan kolesistektomi pada pasien
dengan pankreatitis biliar ringan sebelum pasien keluar dari rumah sakit. 8
ERCP direkomendasikan pada pankreatitits biliar akut ringan yang disertai
kolangitis dan dilakukan segera (<24 jam). Kolestektomi sebaiknya ditunda
khususnya pada pasien pankreatitis akut berat atau pada keadaan dimana cairan
dan jaringan nekrotik belum terkapsulasi. Pada pasien pankreatitis biliar yang
sudah menjalani tindakan sfingterotomi dan layak menjalani pembedahan,
kolesistektomi disarankan, mengingat ERCP dan sfingterotomi mencegah
rekurensi dari pankreatitis biliar. Tindakan kolesistektomi pada pasien
peripankreatitis sebaiknya ditunda sampai terbentuk cairan yang terkapsulasi atau
6 minggu setelah onset sakit ERCP direkomendasikan pada pankreatitis biliar akut
yang terbukti disertai batu di duktus koledokus.1

13
2.7.2.2 Indikasi Intervensi Pankreatitis Nekrosis
Tindakan debridement (necrosectomy) merupakan baku emas pada
pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik.10 Menurut IAP
(2013) indikasi intervensi baik itu melalui prosedur radiologi, endoskopis atau
pembedahan pada pankreatitis nekrosis adalah (1) kecurigaan atau sudah terbukti
adanya pankreatitis nekrosis yang terinfeksi dengan pemburukan keadaan klinis,
khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah terkapsulasi dengan dinding
yang tebal (walled-off necrosis), (2) pankreatitis nekrosis steril dengan gagal
organ yang terus berlangsung beberapa minggu setelah onset pankreatitis akut,
khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah dikapsulasi dengan dinding
yang tebal (walled-off necrosis).8
Pankreatitis nekrotika akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup
konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Indikasi intervensi
pankreatitis nekrosis steril adalah (1) Obstruksi biliar, intestinal atau gastric outlet
karena tekanan jaringan nekrotik dan cairan yang terkapsulasi (walled–off
necrosis), (2) pasien dengan walled–off necrosis tanpa tanda infeksi namun masih
mengalami gejala persisten (misalnya nyeri perut), (3) sindrom kebocoran duktus
pankreatikus (disconnected duct) dengan gejala persisten (misalnya nyeri atau
obstruksi) dengan nekrosis tanpa adanya infeksi (kira kira > 8 minggu setelah
onset pankreatitis akut) .12
Waktu intervensi pankreatitis nekrotik menentukan respon klinis. Pendapat
bahwa intervensi harus dilakukan sedini mungkin pada kasus pankreatitis nekrotik
terinfeksi mulai ditinggalkan. Dari studi retrospektif disimpulkan bahwa 53 pasien
dengan pankreatitis nekrotikan terinfeksi yang diobati secara operatif, penundaan
pembedahan menurunkan 22% kematian. Meskipun pasien dengan pankreatitis
nekrosis yang tidak stabil memerlukan tindakan debridement segera, konsensus
terkini merekomendasikan agar pasien yang stabil harus diberikan antibiotik
terlebih dahulu sebelum intervensi untuk menekan reaksi inflamasi. Apabila
keadaan pasien masih belum membaik dan nekrosis infeksi belum mereda,
nekrosektomi invasif minimal melalui radiologi, endoskopis atau laparoskopi
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan.5
Van Santvoort dkk (2010) melakukan penelitian mengenai metode
nekrosektomi terbuka dibandingkan pendekatan bertingkat atau stepup approach
(intervensi drainase perkutan dan bila perlu ditindaklanjuti dengan nekrosektomi

14
retroperitoneal invasif minimal) pada pasien dengan pankreatitis nekrosis
terinfeksi. Mereka menyimpulkan bahwa prosedur invasif minimal pada
pankreatitis nekrosis terinfeksi menurunkan komplikasi utama (gagal organ,
perforasi organ viseral atau perdarahan) dan kematian dibandingkan pembedahan
terbuka.6
Menurut IAP (2013), untuk pasien yang terbukti atau dicurigai menderita
pankreatitis nekrosis infeksi, tindakan intervensi (drainase kateter perkutan,
nekrosektomi/ drainase transluminal endoskopis, invasif minimal atau
nekrosektomi terbuka) sedapat mungkin ditunda paling tidak 4 minggu sejak onset
sakit sampai jaringan nekrotik dan cairan sudah terkapsulasi menjadi walled–off
necrosis.8 Pada umumnya pankreatitis edematosa interstisial dengan timbunan
cairan akan diresorpsi dalam waktu 7–10 hari, hanya 6,8% kasus kemudian
menjadi pseudokista. Pseudokista asimptomatik tidak memerlukan intervensi,
tetapi dalam perjalanannya pseudokista dapat berubah karakter menjadi
simptomatik. Apabila pseudokista menimbulkan gejala pilihan terapi adalah
dekompresi melalui drainase perkutan atau endoscopic cyst gastrostomy dengan
panduan ultrasound endoskopi. Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan apabila
pseudokista bersifat kompleks, multipel, atau adanya komplikasi seperti fistula,
ruptur dan perdarahan.9

Gambar 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat 1

15
2.8 Komplikasi
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi
menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ
yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal.
Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu
gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).
Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan
sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor
dari Marshall (Tabel 2.4). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya
eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung
koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut1.

Tabel 2.2 Sistem Skor Marshall untuk Menilai Gagal Fungsi Organ 1

Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi


dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk
dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut
cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista
pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut,
organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.
Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen,
terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute
collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits
edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun
apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding
inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas1.

16
Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan menyebabkan
sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel,
dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi. Pankreatitis
nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10%–20% pasien
dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan
nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis
ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang
atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan
menggunakan CECT.1
Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas
atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang
terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat
bersifat steril (sterile necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis
nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit. Setelah kurang lebih 4
minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang sekali menghilang) dan
dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan cairan,
dikenal sebagai walled-off necrosis.1,12 Pada kondisi tertentu pankreatitis nekrosis
yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah
menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas
mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan
melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi
dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di
parenkim pankreas atau peripankreas.1
2.9 Prognosis Pankreatitis Akut
Mortalitas pada pankreatitis akut mencapai 21%. Pankreatitis akut berat
mortalitasnya mencapai 45,63% dibandingkan pankreatitis akut ringan yang
hanya 2,22%. Kematian pada minggu pertama perawatan di rumah sakit sering
akibat Multi Systemic Organ Failure (MSOF). Sedangkan kematian pada fase
lambat sering akibat komplikasinya yaitu nekrosis pankreas dan MSOF.10
Menentukan prognosis dapat dengan menggunakan kriteria Ranson atau Apache
II. Kriteria prognostik Ranson dibagi menjadi saat masuk rumah sakit dan 48 jam
setelah dirawat di rumah sakit. Selama 48 jam perawatan, bila terdapat ≥3 pada
kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut berat .

17
Tabel 2.3 Kriteria Ranson9

Penggunaan skor APACHE II ≥ 8 (Acute Physiologic and Chronic Health


Evaluation), disfungsi organik (syok, SBP <90 mmHg, gagal ginjal, kreatinin > 2
mg/dl setelah hidrasi), komplikasi lokal (nekrosis, pseudokista atau abses),
komplikasi lokal (DIC, platelet <100.000/mm3, fibrinogen <100 mg/dl, degradasi
produksi fibrinogen > 80 mcg/ml, kalsium <7,5 mg/dl) menunjukkan bentuk berat
dari pankreatitis akut berdasarkan kriteria Atlanta 2012.9

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NWN
Nomor RM : 16050852
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 63 tahun
Alamat : Canggu, Badung
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Pendidikan :-
Tanggal MRS : 22 November 2016 pukul 12.48 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2016 pukul 11.00 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri Perut

Riwayat penyakit sekarang


Keluhan nyeri perut dirasakan tiba-tiba pada daerah epigastrium sejak
pagi hari. Dua bulan lalu nyeri juga dirasakan tapi tidak seberat saat ini
nyerinya. Nyeri dirasakan seperti tertusuk dan sangat sakit sehingga pasien
tidak bisa berdiri. Keluhan dirasakan terus menerus, awalnya hanya di perut
sakitnya kemudian menjalar hingga ke punggung kiri. Dikatakan keluhan
memberat saat mau makan nasi atau minum air. Membaik saat tiduran
dengan posisi setengah duduk. Awalnya pasien pergi ke toilet pada pagi
harinya untuk buang air besar, lalu pasien tiba-tiba merasakan nyeri di
perutnya. Sakit perutnya tidak tertahankan sehingga pasien dibawa ke
rumah sakit.

19
Keluhan lainnya yaitu mual. Mual dirasakan sejak siang hari pada
waktu itu. Keluhan dirasakan kadang-kadang. Sehari sebanyak 3-5 kali
setelah makan nasi. Hal ini membuat pasien tidak nafsu makan. Memberat
setelah makan-makanan berkuah atau berlemak. Membaik saat minum air
hangat. Awalnya pasien merasa nyeri perut pada pagi harinya, lalu pasien
merasa mual pada siang harinya. Semakin hari mual dirasakan makin sering
tapi tidak bisa muntah. Sebelumnya pasien tidak merasa mual.
Keluhan lainnya yaitu demam seluruh tubuh sejak 2 bulan lalu.
Demam dirasakan hingga membuat pasien gelisah. Suhu aksilla dikatakan
0
hingga 37,4-37,6 C (pasien memiliki termometer di rumah). Demam
dikatakan hilang timbul memberat saat sore hari dan hilang saat malam hari
dan pagi hari. Membaik dengan istirahat dan minum jahe dan obat
paracetamol tablet 500 mg yang diminum tiga kali sehari. Awalnya
mengalami nyeri perut sejak 2 bulan yang lalu, demam terus dirasakan
hingga operasi dilakukan di rumah sakit Manuaba. Setelah operasi
dikatakan demam masih tetap dirasakan namun tidak sesering sebelum
operasi.
Keluhan lain seperti buang air besar (BAB) seperti dempul dikatakan
ada 2 bulan yang lalu, namun setelah dioperasi dikatakan kembali normal.
Selain itu dikatakan 2 bulan lalu matanya menguning seperti kulit jeruk.
Berlangsung selama sehari lalu setelah operasi dikatakan warna matanya
tidak menguning lagi.
Pasien sempat mendapatkan obat yang didapatkan di rumah sakit
Manuaba 2 bulan sebelumnya. Pasien dan keluarga hanya ingat
mendapatkan obat penghilang mual berupa Acytral. Obat tersebut diminum
2 sendok setelah makan sebanyak 3 kali. Obat tersebut rutin diminum
selama 2 bulan ini. Pasien juga mendapatkan obat paracetamol tablet 500
mg yang diminum sebanyak 3 kali atau saat sakit. Selain obat itu juga
diberikan antibiotik yang berwarna putih sebanyak 3 kali namun pasien dan
keluarga lupa nama obatnya. Tidak ada riwayat alergi obat dan makanan
sebelumnya.

20
Riwayat penyakit dahulu

Dua bulan lalu pasien didiagnosis ada penyumbatan saluran empedu


oleh dokter di RSU Manuaba. Disana dilakukan operasi oleh tim dokter
berupa pengangkatan kandung empedu. Riwayat operasi selain itu
disangkal. Tidak pernah mengalami penyakit hemolitik, penyakit hati
(sirosis), dan pankreas sebelumnya. Tidak ada riwayat trauma pada perut,
tidak ada pernah digigit ular atau kalajengking. Tidak ada riwayat penyakit
diabetes mellitus dan gangguan kolesterol. Riwayat menggunakan pil KB
selama ±30 tahun. Menstruasi terkahir dikatakan 15 tahun yang lalu. Tidak
pernah mengalami penyakit lambung sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Pasien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada mengalami hal
yang sama dengan pasien. Tidak pernah mengalami penyakit hepatitis,
penyumbatan saluran empedu, dan gangguan pankreas dalam keluarga.
Tidak ada yang mengalami gangguan kolesterol dan penyakit diabetes
mellitus.

Riwayat sosial
Pasien tidak bekerja. Pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya
semenjak sakit. Sebelumnya pasien biasa menyapu taman di rumah,
aktivitas makan dan mandi dilakukan secara mandiri. Pasien tidak ada
riwayat minum alkohol. Pasien makan dan minum teratur tapi ketika remaja
suka makanan berminyak dan gorengan. Pasien obesitas sejak muda dan
jarang berolahraga ketika remaja hingga sekarang.

3.3 Pemeriksaan Fisik (15 Desember 2016)


Status Present :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis (GCS : E4V5M6 )
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu badan : 37º C

21
VAS : 1/10
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 70 kg
BMI : 27,34 kg/m2

Status General :
Mata : Anemis -/-, ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor,
edema palpebra -/-
THT :
Telinga : Bentuk dalam batas normal, hiperemis -/-, sekret
-/-
Hidung : Bentuk dalam batas normal, hiperemis -/-, sekret
-/-
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemi (-), faring hiperemi (-),
lidah normal
Bibir : Sianosis (-), kering (-)
Mulut : Hipertrofi gusi (-), perdarahan gusi (-), Atrofi
papil lidah (-)
Leher : Pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O
Thorax : Simetris (+), retraksi (-)
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas kanan : Parasternal line dekstra setinggi
ICS V
Batas kiri : Midclavicular line sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, statis, dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus N N
N N
N N

22
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikuler + +, Rhonchi - - , Wheezing - -


+ + - - - -
+ + - - - -
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), bekas operasi ada dari regio
epigastrium hingga suprapubik membujur sejajar
sternal line. Ekimosis dan edema tidak ada.
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Perkusi : Timpani (+), Shifting Dullness (-), traube pace
redup
Hati: membesar 1 cm dibawah midclavicular line
dekstra. Lien dullness MCL sinistra.
Palpasi :- Nyeri tekan (+) daerah epigastrium hingga
hipokondrik dekstra,
- Hepar teraba 14 cm dibawah arcus costalis, tepi
tajam, permukaan licin, nyeri tekan minimal
- Lien teraba 1 cm ke medial saat inspirasi pada
midclavicular line sinistra. Tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas:
Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -

23
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap di RSUP Sanglah
Parameter Hasil Hasil Hasil Satuan Nilai Normal
(22/11/2016) (25/11/2016) (6/12/2016)
WBC 14,94 (T) 6,43 4,89 103/uL 4,1 - 11,0
- NE % 83,87 (T) 56,43 53,59 % 47 - 50
- LY % 10,69 (R) 31,42 35,40 % 13,0 - 40,0
- MO % 8,95 6,66 5,57 % 2,0 - 11,0
- EO % 0,84 5,89 3,27 % 0,0 - 5,0
- BA % 0,65 0,59 1,12 % 0,0 – 2,0
- NE # 12,66 (T) 3,56 3,45 103/uL 2,50 – 7,50
- Ly # 1,53 2,02 3,33 103/uL 1,00 – 4,00
- MO # 0,42 0,49 0,55 103/uL 0,10 – 1,20
- EO # 0,47 0,37 0.44 103/uL 0,00 – 0,50
- BA # 0,03 0,06 0,04 103/uL 0,0 – 0,1
RBC 5,35 (T) 4,68 4,61 106/uL 4,0 - 5,2
HGB 15,39 14,76 14,55 g/dl 12,0 - 16,0
HCT 39,91 38,84 38,55 % 36,0 - 46,0
MCV 93,29 90,22 93,34 fL 80,0 - 100,0
MCH 28,76 29,78 28,89 pg 26,0 - 34,0
MCHC 31,82 32,84 33,34 g/dl 31,0 - 36,0
RDW 14,05 12,00 12,22 % 11,6 - 14,8
PLT 66,66 148,7 330,6 103/uL 140 - 440
Kimia Klinik (22/11/2016)
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan
Bilirubin Total 1,10 mg/dl 0,30 – 1,30
Bilirubin direk 0,79 mg/dl 0,00 – 0,30 Tinggi
Bilirubin Indirek 0,31 Mg/dl
AST / SGOT 155 U/L 11,00 – 33,00 Tinggi
ALT / SGPT 88,7 U/L 11,00 – 50,00 Tinggi
Gamma GT 193 U/L 11,00 – 49,00 Tinggi
Protein Total 7,3 g/dl 6,40 – 8,30
Albumin 4,3 g/dl 3,40 – 4,80
Globulin 2,97 3,2 – 3,7 Rendah
BUN 7,00 Mg/dl 8,00 – 23,00 Rendah
Kreatinin 0,75 Mg/dl 0,70 – 1,20
Natrium (Na) - Serum 140 mmol/L 136 - 145
Kalium (K) - Serum 4,23 mmol/L 3,50 – 5,10
Glukosa Darah Sewaktu 104,00 Mg/dl 70,00 – 140,00

24
Kimia Klnik
Parameter Amilase Lipase Satuan
Hasil
Rentang Normal 25,00 – 120,00 13 – 60 UL
25/11/2016 129,1 (T) 277,0 (T) UL
27/11/2016 76,7 150,0 (T) UL
28/11/2016 114,4 97,9 (T) UL
01/12/2016 94,8 193,0 (T) UL
02/12/2016 72,3 141,0 (T) UL
03/12/2016 67,8 139,0 (T) UL
04/12/2016 70,1 126,0 (T) UL
05/12/2016 73,1 117,5 (T) UL
06/12/2016 96,4 157,0 (T) UL
07/12/2016 111,0 198,0 (T) UL
09/12/2016 70,2 158,0 (T) UL
10/12/2016 65,0 127,5 (T) UL
11/12/2016 58,0 112,0 (T) UL
12/12/2016 54,9 100,0 (T) UL

Pemeriksaan Foto Toraks (22/11/2016)

Cor : Besar dan bentuk normal


Pulmo : Tak tampak infiltrate/nodul. Corakan
bronkovaskular
normal
Sinus Pleura : kanan kiri tajam
Diaphragma : kanan kiri normal
Tulang : Tidak tampak kelainan

Kesan : Cor dan Pulmo tak tampak kelainan

25
Pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen Atas Bawah (22/11/2016)

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen Atas Bawah (27/9/2016) :


- Hepar : Ukuran membesar, permukaan licin, sudut tumpul, tepi rata, sistem
vaskuler dan bilier tampak normal, echoparenchym tampak normal, tak
tampak nodul/kista/abses
- GB : Post operasi cholesistectomy
- CBD tak tampak melebar
- Lien : Ukuran membesar, echoparenchym normal, tak tampak SOL
- Pankreas : Ukuran membesar, echoparenchym normal, tak tampak SOL
- Ginjal kanan : Ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas,
pelviocalyceal sistem tidak melebar, tak tampak batu/kista/massa
- Ginjal Kiri : Ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas,
pelviocalyceal sistem tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
- Buli : Terisi urine cukup, dinding buli tak tampak menebal, tak tampak
batu/massa

26
Kesan :
- Sesuai gambaran Pankreatitis Akut
- Hepatomegali
- Tidak tampak gambaran obstruksi sistem bilier
-
3.5 Diagnosis Kerja
- Pankreatitis Akut et causa suspect CBD stone
Ranson 1
- Transaminitis et causa reaktif dd virus

Impairment : Vision
Disability : Total dependency
Handicap : Negatif
3.6 Penatalaksanaan
Terapi :
- Masuk rumah sakit
- Cefoperazone sulbactam 1 gram tiap 12 jam intravena
- IVFD NaCl 0,9% : Clinimix N9G15E 2:1 16 tetes per menit
- Nasogastric tube (NGT)
- Pethidine 50mg intramuskular jika VAS >4/10
- Puasa
Diagnostik :
- HbsAg, Anti HBV
- CT Scan Abdomen
Monitoring :
- Tanda – tanda vital, keluhan
- Cairan masuk dan cairan keluar
- Amilase dan lipase setiap hari
- Ronson kriteria 24 jam, 48 jam

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


- Hasil pemeriksaan, rencana pengobatan, komplikasi, prognosis, rencana
pemeriksaan tambahan.

27
28
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis
Berdasarkan teori terdapat manifestasi klinis pankreatitis akut, dimana
terdapat gejala seperti nyeri perut tiba-tiba pada kuadran kiri atas, regio
periumbilikal, dan atau epigastrium.6,7 Nyeri dirasakan sangat sakit kemudian
dirasakan semakin konstan. Nyeri menjalar melalui perut ke dada atau punggung
tengah. Nyeri memberat setelah makan atau minum seperti makanan berlemak.
Membaik saat posisi duduk.6 Keluhan lainnya seperti mual dan muntah memberat
saat posisi terlentang. Sering juga merasa perut penuh, distensi, feses berwarna
pucat, penurunan pengeluaran urin, dan mengalami cegukan. Selain itu bisa juga
mengalami sinkop atau demam.7

Pada kasus ini nyeri perut juga dirasakan tiba-tiba pada regio epigastrium
lalu menjalar ke daerah punggung kiri. Dikatakan keluhan memberat saat mau
makan nasi atau minum air. Membaik saat tiduran dengan posisi setengah duduk.
Pada pankreatitis yang disebabkan oleh adanya sumbatan saluran empedu terjadi
nyeri pada daerah epigastrium hingga hipokondrik dekstra sebesar 95%.7

Selain nyeri perut, pasien juga mengeluh mual dan demam yang merupakan
manifestasi tidak spesifik dari pankreatitis akut. Pada pankreatitis yang
disebabkan oleh adanya batu pada saluran empedu akan menyebabkan manifestasi
klinis berupa demam sekitar 30% pasien.7 Buang air besar seperti dempul atau
berwarna pucat merupakan manifestasi dari adanya penyumbatan saluran empedu.
Riwayat gejala ini berkorelasi dengan adanya sumbatan di saluran empedu. Feses
yang berwarna seperti dempul menunjukkan adanya sumbatan saluran empedu.
Pankreatitis akut lebih sering diakibatkan oleh adanya komplikasi batu empedu
dibandingkan penyebab lainnya yaitu sebesar 38%.1

4.2 Pemeriksaan Fisik dan Manifestasi Klinis


Pemeriksaan fisik pada kasus pankreatitis akut berdasarkan teori dapat
normal atau demam, hipotensi, takikardi, takipnea, atau diaphoresis. Pemeriksaan
perut secara tipikal mengalami nyeri tekan pada saat palpasi, guirding,
kemungkinan adanya tanda iritasi peritoneal, distensi, atau keras. Suara usus

29
menurun, ikterik bisa juga terjadi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi
gangguan kesadaran. Dua tanda fisik ditemukan berhubungan dengan pankreatitis
yaitu Cullen sign (ekimosis dan edema pada jaringan subkutan sekitar umbilikal)
dan Grey Turner sign (ekimosis di badan)7. Tanda ini menunjukkan adanya
pankreatitis akut berat dengan tingkat mortalitas yang tinggi 8. Pada pasien ini
mengalami nyeri tekan pada perut, penurunan bising usus, dan tidak ditemukan
adanya ekimosis atau edema. Ditemukan perbesaran hati dan lien. Mortalitas
secara umum tidak terlalu tinggi karna tidak ditemukan adanya Cullen sign dan
Grey Turner sign.9,10 Pemeriksaan fisik sesuai dengan teori yang ada 1,6.
Pada pasien ini ditemukan adanya bekas operasi kolesistektomi yang
dilakukan 2 bulan yang lalu di rumah sakit Manuaba. Dikatakan bahwa adanya
batu pada kandung empedu sebaiknya dilakukan operasi dalam waktu 24-48 jam
setelah gejala muncul akan mengurangi mortalitas.6 Namun setelah dilakukan
operasi disana keluhan nyeri perut muncul secara tiba-tiba.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan secara sederhana adalah
darah rutin dimana berdasarkan kajian teoritis akan didapatkan tanda peningkatan
sel darah putih. Infeksi yang diakibatkan oleh bakteri dapat meningkatkan respon
imun tubuh melalui peningkatan jumlah dari sel darah putih. 1
Pada pemeriksaan kimia darah, didapatkan peningkatan lipase dan
amilase. Pada tanggal 25 November 2016 terjadi peningkatan serum amilase dan
lipase 3 kali lipat standar normalnya. Hal ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
terjadinya pankreatitis akut. Pada hari 0-1 serum lipase memiliki sensitivitas
100% dibandingkan dengan serum amilase dengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-
3 sensitivitasnya mencapai 85% dan spesifitas lipase 82% dibandingkan serum
amilase yang hanya 68%.4 Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan
pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan
(makrofag, neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi
(bradikinin, platelet activating factor [PAF]) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-
1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular
adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular

30
meningkat, teraktivasinya sistem komplemen, dan ketidakseimbangan sistem
trombofibrinolitik (perdarahan).5
SGOT dan SGPT meningkat yang menunjukkan adanya kerusakan pada
sel hati. Peningkatan SGOT lebih tinggi dibandingkan SGPT. Terjadi pula
peningkatan kadar bilirubin dan peningkatan gamma GT. Pada kasus diperoleh
nilai SGOT yang lebih tinggi dibandingkan SGPT. Bilirubin direk berada pada
nilai tinggi. Tingginya nilai jenis bilirubin direk pada darah berdasarkan teori
dikarenakan adanya suatu gangguan post-hepatik seperti batu pada CBD. Selain
itu, bilirubin yang tinggi juga dapat diakibatkan karena adanya proses nekroisis
dan inflamasi akut, di mana pada pasien ini dicurigai adanya infeksi yaitu adanya
reaktivasi virus Hepatitis. Oleh karena perlu dilakukan pemeriksaan serologi virus
hepatitis.5
Berdasarkan teori, USG abdomen dan CT Scan abdomen dilakukan untuk
mengetahui adanya batu, ukuran saluran empedu. USG dan CT scan dapat
digunakan untuk mengetahui etiologi pankreatitis akut. Pada kasus ini ditemukan
adanya hepatomegali dan ukuran pankreas yang membesar. Namun masih belum
ditemukan adanya sumbatan pada saluran empedu. Pasien ini belum dilakukan CT
Scan abdomen. Hal ini pun sesuai dengan teori maupun pemeriksaan fisik yang
telah dilakukan dimana ditemukan tanda pembesaran hati dan terdapat
pembesaran limpa.10

4.4 Diagnosis
Diagnosis pankreatitis akut dapat didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang. Menurut American College of Gastroenterology (2013)
untuk mendiagnosis pankreatitis akut harus memenuhi 2 dari 3 kriteria seperti
nyeri perut konsisten, peningkatan serum amilase dan atau lipase 3 kali lipat serta
ditemukan kelainan dari pemeriksaan radiologi. 1 Pada pasien ini, melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang
mengarah pada pankreatitis akut ringan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa pemeriksaan laboratorium mendukung diagnosis pankreatitis akut.

31
Tabel 4.1 Indikasi Pemeriksaan CT Scan13

Pemeriksaan CT scan memiliki indikasi. Ada dua secara umum yaitu


initial imaging dan follow up imaging. Pada pemeriksaaan awal dilakukan apabila
diagnosis pankreatitis akut tidak jelas, pasien dengan hiperamilasemia,
pankreatitis akut dengan gejala klinis yang berat, distensi abdomen, demam,
Ranson skor >3, pasien yang gagal membaik setelah >72 jam, serta perubahan
akut status klinis.13 Pada pasien ini skor ransonnya 1 dan gejala klinis tidak
menunjukkan pankreatitis akut yang berat. Tapi etiologi yang belum jelas
sehingga perlu dilakukan CT scan abdomen.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis sirosis hati yaitu pemeriksaan ultrasonografi. Gambaran USG yang
dinilai meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
massa.7
Rencana selanjutnya untuk menegakkan diagnosis pasien ini adalah
melakukan pemeriksaan HbsAg dan Anti HBV serta CT Scan Abdomen. Tujuan
pemeriksaan HbsAg adalah untuk mengetahui adanya penyebab transaminitis. CT
scan abdomen dilakukan untuk mengetahui penyebab pankreatitis akut pada
pasien ini.1

4.5 Etiologi
Penyebab dari pankreatitis akut beraneka ragam, namun mayoritas
penyebab dari pankreatitis akut adalah adanya batu pada saluran empedu dan
alkohol. Batu pada saluran empedu menyebabkan pankreatitis akut sekitar 40-
70% kasus, sedangkan alkohol sekitar 25-35% kasus. Pada pasien ini
penyebabnya adalah adanya batu pada saluran empedu sehingga dilakukan perlu

32
dilakukan kolesistektomi untuk mencegah serangan kembali 7. Pola hidup pasien
ini yang jarang berolah raga, gemuk, jenis kelamin perempuan, serta umur yang
lebih dari 40 tahun menjadi penyebab terjadinya sumbatan pada saluran empedu. 14
.Selain itu penggunaan pil KB juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya
sumbatan saluran empedu. 20 % orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan
mengalami batu kandung empedu sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun
risikonya meningkat menjadi 30%4. Batu yang terjadi pada koledokus sekitar 38%
akan menyebabkan pankreatitis akut1. Sumber lain mengatakan risikonya
meningkat menjadi 40%.7

4.6 Terapi
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan
operasi. Penting untuk memberikan terapi suportif dan mengevaluasi respon terapi
serta menghindari adanya komplikasi. Hidrasi intravena agresif sedini mungkin,
kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-
operasi.6,7 Pada pasien ini diberikan cairan NaCl 0,9% dan Clinimix N9G15E
dengan perbandingan 2:1 16 tetes per menit. Berdasarkan teori, hidrasi sebaiknya
diberikan secara agresif dalam 12-24 jam perawatan dengan cairan Ringer Laktat
(RL) oleh karena tidak merusak sel asinar pankreas dan tidak menimbulkan gap
non-anion, serta tidak menimbulkan hiperkloremia asidosis metabolik. 6
Berat pasien ini adalah 70 kg jadi sebaiknya diberikan hidrasi 20 ml per kg
berat badan yaitu 1400 ml dalam waktu 60-90 menit. Lalu diikuti 250-500 ml per
jam untuk 48 jam selanjutnya. Itu berarti diberikan cairan maintenance 12 botol
hingga 24 botol infus RL per 24 jam untuk mempertahankan urine output 0,5 ml
per kg/jam dan menurunkan kadar BUN. Pada pasien ini diberikan 16 tetes per
menit, itu berarti jumlah hidrasi yang diberikan per jam mencapai 48 ml masih
kurang dari standar optimal yaitu 1400 ml dalam 60-90 menit pertama perawatan.
Selain itu masih belum jelas rencana hidrasi selanjutnya pada 48 jam perawatan.
Secara teori pemberian cairan pada 60-90 menit perawatan pasien ini dilakukan
dalam 466 tetes per menit atau digrojol. Perawatan 48 jam selanjutnya
membutuhkan cairan RL sebanyak 80 tetes per menit sehingga komplikasi tidak
terjadi.1

33
Pipa nasogastrik dan nasojejunal memiliki keamanan dan efektivitas yang
mirip.7 Pemberian cairan oral dapat dilakukan bila nyeri sudah terkontrol atau
tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang dianjurkan yaitu bentuk cair
atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah lemak diet regular. 1,7 Pada
pasien ini dilakukan puasa dan pemasangan NGT oleh karena adanya gastritis
akut. Akan tetapi pada pankreatitis akut tidak perlu dipuasakan jika nyerinya
sudah terkontrol. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan apabila nutrisi
enteral tidak bisa diberikan. Pada pasien ini diberikan Clinimix N9G15E yang
merupakan nutrisi parenteral yang mengandung asam amino dengan nitrogen total
9 gram/L, glukosa 15 gram/100 ml, dan elektrolit. Sebaiknya diberikan 1.750
Kkal per hari pada pasien ini dengan kecepatan 3 ml/kgBB/jam. 14

Menurut teori pemberian imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai


monoterapi dapat menurunkan infeksi pankreas7. Imipenen dengan dosis 0,5
gram/8 jam intravena1. Sedangkan menurut The American Gastroenterological
Association guidelines merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi
ekstrapankreas tapi tidak pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril. 6,7
Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem, quinolon, metronidazol dan
cephalosporin dosis tinggi.1 Imipinen merupakan antibiotik karbapanem yang
mengganggu pembentukan dinding sel bakteri melalui berikatan dengan protein
tempat terikatnya penisilin. Sedangkan Cilastatin berfungsi sebagai
dehydropeptidase I yang mencegah pemecahan Imipinen.15 Akan tetapi tidak
dianjurkan diberikan pada pasien yang mengalami gangguan clearance
kreatinin.16 Antibiotik diberikan pada pasien ini yaitu Cefoperazone sulbactam 1
gram tiap 12 jam intravena. Cefoperazone menghambat sintesis dinding sel
bakteri sehingga terjadi kebocoran sel bakteri dan bakteri lisis. Sulbaktam
meningkatkan efektivitas Cefoperazone dengan melindungi dari enzim beta
laktamase. Imipenem/cilastatin dan Cefoperazone sulbactam memiliki mekanisme
kerja yang sama.17

4.7 Prognosis
Prognosis pankreatitis akut sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, diantaranya beratnya kerusakan pankreas, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Metode prognosis yang digunakan yaitu menggunakan kriteria Ranson

34
atau Apache II. Kriteria prognostik Ranson dibagi menjadi saat masuk rumah
sakit dan 48 jam setelah dirawat di rumah sakit .9

Pasien (saat MRS)


Umur 63 tahun AST 155 U/L
Leukosit 14,94/mm3 Glikemia 104 mg/dl
LDH (tidak diperiksa)
Pasien (48 jam MRS)
Penurunan HCT Kalsium tidak
<10% diperiksa
BUN tidak diperiksa* Fluid leakage <4L
BE <5 mEq/L PO2 > 60 mmHg

Keterangan: * BUN pada tanggal 10 Desember 2016 menunjukkan peningkatan


>2 mg/dL

Selama 48 jam perawatan, bila terdapat ≥3 pada kriteria Ranson, pasien


dianggap menderita pankreatitis akut berat. Pada pasien ini karena penyebabnya
dicurigai adalah adanya batu pada CBD maka kriteria Ransonnya menyesuaikan.
Berdasarkan kriteria Ranson tersebut, maka pada saat masuk rumah sakit
prognosisnya baik dan 48 jam setelah masuk rumah sakit juga prognosisnya baik
oleh karena skornya yang masih <3 dengan angka mortalitas mencapai 2,22% .10

35
BAB V
SIMPULAN

Pasien bernama NWN, perempuan berumur 63 tahun. Pasien MRS pada


tanggal 22 November 2016. Berdasarkan anamnesis, pasien datang ke UGD
RSUP Sanglah pada tanggal 22 November 2016 dengan keluhan utama nyeri
perut. Keluhan nyeri perut dirasakan tiba-tiba pada daerah epigastrium sejak pagi
hari. 2 bulan lalu nyeri juga dirasakan tapi tidak seberat saat ini nyerinya. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk dan sangat sakit sehingga pasien tidak bisa berdiri.
Keluhan dirasakan terus menerus, awalnya hanya di perut sakitnya kemudian
menjalar hingga ke punggung kiri. Dikatakan keluhan memberat saat mau makan
nasi atau minum air. Membaik saat tiduran dengan posisi setengah duduk.
Awalnya pasien pergi ke toilet pada pagi harinya untuk buang air besar, lalu
pasien tiba-tiba merasakan nyeri di perutnya. Sakit perutnya tidak tertahankan

36
sehingga pasien dibawa ke rumah sakit. Selain itu pasien merasa mual dan
demam.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016,
terdapat beberapa kelainan yaitu: nyeri tekan pada perut, penurunan bising usus,
dan tidak ditemukan adanya ekimosis atau edema. Ditemukan perbesaran hati dan
lien. Mortalitas secara umum tidak terlalu tinggi karna tidak ditemukan adanya
Cullen sign dan Grey Turner sign. Pemeriksaan fisik sesuai dengan teori yang
ada. Pada pemeriksaan kimia darah, didapatkan peningkatan lipase dan amilase.
Pada tanggal 25 November 2016 terjadi peningkatan serum amilase dan lipase 3
kali lipat standar normalnya.
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan
operasi. Penting untuk memberikan terapi suportif dan mengevaluasi respon terapi
serta menghindari adanya komplikasi. Hidrasi intravena agresif sedini mungkin,
kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyono, Suharjo B. Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut. Medicinus


2014; 27(2):44-50
2. Badiu, Popa., Rusu, OC., Grigorean, VT., Neagu, SI., Strugaru, CR. Mortality
prognostic factors in acute pancreatitis. J Med Life 2016; 9(4): 413-418
3. Sporek, Mateusz., Dumnicka, Paulina., Bladzinzka,Agnieszka Gala.,
Ceranovitz, Piotr. Angiopoetin-2 is an Early Indicator of Acute Pancreatic-
Renal Syndrome in Patients with Acute Pancreatitis. Mediators Inflamm
2016;1: 1-7
4. Greenberg, Joshua., Hsu, Jonathan., Bawazeer, Mohammad., Marshall, John.,
Friedrich, Jan O. Clinical practice guidelines: management of acute
pancreatitis. J Can Chir 2014;59(2): 128-140
5. Samokhvalov, Andriy., Rehm, Jurgen., Roerecke, Michael. Alcohol
Consumption as a Risk Factor for Acute and Chronic Pancreatitis: A
Systematic Review and a series of Meta-analyses. EBioMedicine 2015;2(12):
1996-2002
6. Ken Fukuda, james., Franzon, Orli., Ferri, thiago A. Prognosis of Acute
Pancreatitis by PANC 3 score. ABCD Ar Bras Cir Dig 2013;26(2): 133-135
7. Tenner, Scott MD., Bailie, John., DeWitt, John., Vege, Santhi S. American
College of Gastroenterology Guideline: Management of Acute Pancreatitis.
AMJ Gastroenterol 2013;10: 1-16
8. Quinland, Jeffrey MD. Acute pancreatitis. Am Fam Physician 2014;90(9):
632-639
9. Valette, Xavier MD., Cheyron, Damien du. Cullen’s and Grey Turner’s Signs
in Acute Pancreatitis. N Engl J Med 2015; 373(28): 625-633
10. Gardner, Timothy MD. Acute Pancreatitis. Medscape. Sumber:
emedicine.medscape.com/article/181364-overview (diakses 4 Januari 2017).
11. Kalbe medical. Clinimix N9G15E. Sumber: www.Kalbemed.com. (diakses
tanggal 4 Januari 2017)
12. Medscape. Imipenem/Cilastatin (RX). Sumber :
reference.medscape.com/drug/primaxin-imipenem-cilastatin-342562
(diakses 4 Januari 2017).
13. Kabbara, Wissan K., Nawas, George T., Ramadan, Wijdan. Evaluation of the
appropriateness of imipinem/cilastatin prescription and dosing in a tertiary
care hospital. Infect Drug Resist 2015;8: 31-39
14. Akova. M. Sulbactam-containing beta lactmase inhibitor combinations. Clin
Microbiol Infect 2008;14(1): 185-188
15. Busireddy, Kirain K., Ramalho, miguel., Semelka, Richard S. Pancreatitis-
imaging approach. World J of Gastrointest Pathophysiol;2014;15(3).
16. Chen-Qiju., Yong Yang, Zhi., You Wang, Chun., Ming Dong, Li.
Hydroxyethyl starch resuscitation downregulate pro-inflammatory cytokines
in the early phase of severe acute pancreatitis: A retrospective study. Exp Ther
Med 2016;12: 3213-3220
17. Kui, Parnizky., Azentesi, A., Ballazs, A., Scuzs, A. Prosperctive, Mulitcentre
Nationwide Clinical Data from 600 cases of Acute Pancreatitis. PLoS One
2016;11(10): 1-19

Anda mungkin juga menyukai