Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama
kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan
oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.1.
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu
protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-
sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis
thalassemia berbahaya setiap tahunnya. Thalassemia terutama menimpa keturunan
Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu
alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama.
Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi
thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau
carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia).
Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat
gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit
thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit thalassemia,
adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen
kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan
Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau
bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia
akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit thalassemia
ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia
ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang
lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia.
Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif.

1
Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan
mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya
terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping
itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi
penyebab utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang tidak
mendapat perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia major,
transfusi darah dan suntikan antibiotic sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati
normal. Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek
samping, yaitu pengendapan besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan
hati, jantung dan organ- organ tubuh lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan thalasemia?
2. Bagaimana penyebab dari thalasemia?
3. Apa gejala dari thelasemia?
4. Bagaimana pengobatan yang dilakuakan untuk penyakir thalasemia?
5. Apa komplikasi yang disebabkan dari thalasemia?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan thalassemia?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum :
Untuk memahami Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit Thalasemia

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan
penyakit Thalasemia
b. Mahasiswa mampu menerapkan perawatan yang baik bagi pasien dengan
penyakit Thalasemia

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).
Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai
beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya
rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami
denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada
membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel
darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan
mengurangi stabilitas ggugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan
membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang
disebabkan  oleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai  , yang
diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara b resesif.
B. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan
pada sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinga umur eritrosit pendek
(kurang dari 120 hari). Kerusakan tersebut disebabkan oleh HB yang tidak normal
sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan rantai globin atau struktur HB.
(Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak). Defek genetik yang mendasari Thalasemia
meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi atau insersi
nukleotida akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya m-RNA
bagi satu atau lebih ranti globin atau pembentuka m-RNA yang cacat secara

3
fungsional akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida
HB (Ilmu Kesehatan Anak).
Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif
dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur
eritrosit menjadi lebih pendek. Umur eritrosit ada yang 6 minggu atau 8 minggu.
Bahkan dalam kasus berat umureritrosit ada yang hanya mampu bertahan selama 3
minggu saja. Jadi thalasemia letak rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar
dengan jenis asam amino lain.
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot).
a. sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel
ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Leukosit
berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal
sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Setiap
sel darah merah manusia memiliki diameter m.mm dan tebal 2 msekitar 7,5.
Pembentukan sel darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah
dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan
anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.
b. hemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan
sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan
sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap
membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA,
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk
molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor
firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul

4
heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida
panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub
unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi
kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan
asam amino di bagian polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai
delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu
hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
o 2 Suksinil-KoA + 2 glisin
 protoporfirin Ix®o 4 pirol
 Heme®o protoporfirin IX + Fe++
)b atau a Rantai hemoglobin (®o Heme + Polipeptida
 hemoglobin A® b + 2 rantai ao 2 rantai
c. katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan
segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati
(sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa
hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin,
yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju
sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari
jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul
hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan
hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall, 1997).
C. Patofisiologi
Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit
thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α dan β
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :
·         Pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang.
·         Rantai β kurang dibanding rantai α.
·         Rantai β tidak terbentuk sama sekali
·         Rantai β yang terbentuk tidak cukup.

5
Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β. Gangguan
pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan rantai α yang
terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah thalasemia α. Thalasemia α
dan β dapat mengakibatkan :
·         Pembentukan rantai α dan β
·         Pembentukan rantai α dan β kurang
·         Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan
Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA (2α dan
2β) sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (inclussion
bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit
sehingga dindung eritrosit mudah rusak. Dinding eritrosit yang rusak tersebut
mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan
penghancuran prekursom eritrosit di intra medular (sumsum tulang). Selain itu juga
terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka
terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah falasemia.
Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya
metabolisme dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga
energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien
mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai
darah ke jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin
yang dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis,
maka terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan
Fe ini dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi
sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan
hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien
mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan
sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.

6
Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh
eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun,
sehingga O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan
perfusi jaringan terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.
D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan
sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegall
b.Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
d.Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g.Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yagn dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat

7
lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang
menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka
(tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/
melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita
thalasemia.
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis :

1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi
darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

8
a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
b. Thalasemia intermedia
c. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)

7. Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,


anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

E. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma
yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif
kolelikiasis sering dijumpai,komplikasi lain:
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang

9
F. Pemeriksaan Penunjang
1. HPl akan menyatakan mikrositosis, hipokromia, amsositosis, polikhositosis, sel
target, dan bercak basofil, nilai HB dan hematokrit menurun.
2. Hitung retikulosif akan menurun
3. Elektroforesis Hb akan menyatakan peningkatan nilai HB F dan HBA.
4. CVS atau analisa darah atau sel janin akan menyaring thalasemia saat pranatal
a. Thalasemia Mayor

Darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrosifik, anisositosis, polikilo


sitosis dan adanya sel target, jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel
seri eritrosit, muda (normoblast) HB rendah, resistensi osmotik patologis,
nilai MC, MCV, MCFI, dan MCHC menurun, jumlah leukosit
normal/menignkat, kadar Fe dalam serum meningkat, bilirubin, SGOT dan
SGPT meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemolisis.

b. Thalasemia Minor

Kadar HB bifarrasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia


mayor / hanya sekedar nilai MC dan MCH biasanya menurun, sedangkan
MCHC biasanya normal, resistensi osmotik meningkat.

c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA,

DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase Chain


Reaction).

d. Gambaran radiologis,

tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar. Tulang


tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain kadang-
kadang terlihat bruch apperance (menyerupai rambut berdiri potongan
pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar,
terutama pada bagian artikulasi dengan prosesis transversus.

Pemeriksaan Diagnostik yang lain:

10
 Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas
normal
 Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
 Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
 Kadar besi serum meningkat
 Bilirubin indirect meningkat
 Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
 Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.
 Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks
tipis dan trabekula kasar.
 Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan perluasan
sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
 Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah
SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
 Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit burukv
 Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi
hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan
pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
 Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh
Desferioksamin.
 Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini
ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
 Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang
hipofise jika pubertas terlambat.
 Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1
atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched
Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman,
dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996).

11
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
gr/dl. Rugimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata,
memugkinkan aktivitas normal yang nyaman, mencegah auto imunisasi dan
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang
terkait dengan perubahan tulang-tulan muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan esteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah mrah
terpampat (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.
b. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah auto imonusasi dan mencegah
reaksi transfusi.
c. Meminimalkan reaksi demam akibat transfusi dengan menggunakan eritrosit
yang direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dengan
pembeian antipiretik sebelum transfusi.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat
tidur), 5-6 malam/minggu.
e. Splenoktomi akhirnya diperlukan karena ukuran organ tersebut atau akrena
hipersplenisme sekunder.
f. Cangkok sumsum tulang (cst) adalah kuratif pada penderita inr dan telah
terbukti keberhasilan yang meningkat.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan
bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

12
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi
tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras
sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat,
tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai
keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan

 Pencegahan primar

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah


perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan

13
yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan
25 normal.

 Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan


Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan


suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-
uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus
(Soeparman dkk, 1996).

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Diagnosa medis : Thalasemia


Tanggal masuk : 5 juni 2005
Tanggal pengkajian : 5 juni 2005
a. Identitas pasien
Nama : An.B
TTL : 10 Juni 1995
Usia : 10 tahun
Nama Ayah : Tn. S
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : Sarjana
Nama ibu : Ny. R
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Perumahan Miranti 53 Purworejo Jateng
Tanggal masuk : 5 Juni 2005
Tanggal pengkajian : 7 Juni 2005

b. Keluhan utama
muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat
dan badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia b mayor,
terdiagnosis 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2
gr/dl,leuko 9200/mmk,Trombosit 284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang
1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan rawat inap di Ruang B4
untuk mendapatkan tranfusi.

15
d. Riwayat kesehatan masa lalu

1. penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil klien jarang sakit dan
setelah berumur 2 tahun ketahuan anak
menderita Talasemia.
2. Pernah dirawat dirumah : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia
sakit terakhir Bulan Oktober 2004.
1. Obat-obatan yang : Anak belum pernah diberikan obat sendiri
digunakan selain dari petugas kesehatan
2. Tindakan (operasi) : Belum pernah pernah dilakukan operasi pada
A n. B
3. Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan maupun
obat-obatan
4. Kecelakaan : Anak belum pernah mengalami kecelakaan
5. Imunisasi : Lengkap
·    - Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan
dan 20 bulan
·    - BCG 1 Kali umur 1 bulan
·    - DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
·   -  Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan
·   - Campak 1 kali umur 9 bulan

e. Riwayat kehamilan dan kelahiran


1. prenatal : selama hamil ibu klien pemeriksaan kehamilannya secara
teratur di RS islam Jakarta sebanyak 15 kali, ibu mendapat multivitamin
dan besi, imunisasi TTV 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan.
2. intra natal : anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan, lahir di
puskesmas setempat secara spontan, pervaginam letak sungsang, lahir
langsung menangis BBL 2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir
sehat.
3. post natal : pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS puskesmas
setempat. kondisi klien pada masa itu sehat.
f. Kesehatan Fungsional
1) pemeliharaan dan persepsi kesehatan

16
Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya
pada petugas kesehatan di Rumah Sakit.
2) nutrisi
makanan yang disukai : anak suka makan nasi dengan dagig ayam
alat makan yang dipakai : sendok dan piring
pola makan/jam : selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-
masing habis setengah porsi
jenis makanan : nasi TKTP
3) aktivitas
Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan
membaca buku di tempat tidur.
4) tidur dan istrahat
-pola tidur : anak tidur cukup 8-9 jam
-kebiasaan sebelum tidur : tidak ada kebiasaan khusus
-tidur siang : anak siang 1-2 jam
5) eliminasi
BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan
BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.
6) pola hubungan
yang mengasuh : Anak diasuh sendiri oleh orang
tuanya
hubungan dengan anggota keluarga : baik
hubungan anak dengan orang tua : baik
Pembawaan secara umum : Anak berpenampilan rapi
lingkungan rumah :Lingkungan rumah bersih,rumah
permanen milik sendiri ventilasi cukup sinar matahari cukup,lantai
keramik atap genteng.
7) koping keluarga
Stressor pada anak/keluarga : Anak dan keluarga cukup familiar dengan
petugas dan rumah sakit karena sudah
sering dirawat di RS.
8) kognitif dan persepsi

17
pendengaran : anak tidak mengalami gangguan pendengaran
penglihatan : penglihatan anak normal
penciumana : penciuman anak baik
taktil dan pengecapan : anak dapat membedakan halus dan kasar
9) kosep diri
Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan
pergaulannya dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah
bergaul dan disukai oleh teman-temannya.
10) seksual
Anak berjenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan genetalia.
11) nilai dan kepercayaan
Anak dilahirkan pada lingkungan keluarga beragama Islam,rajin dan sudah
mulai belajar untuk beribadah secara aktif. Keluarga memberikan
kesempatan pada anak untuk aktif dalam kegiatan TPA di tempat
tinggalnya.
g. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : KU lemah,kesadaran CM.
 TB/ BB/ : 125 Cm/23 Kg
 Lingkar kepala : 54 Cm
 Mata : Conjuctiva anemis,Sklera ikterus
 Hidung : Tidak ada kelainan,Discharge (-)
 Mulut : Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+)
 Telinga : Tidak ada kelainan,discharge (-)
 Tengkuk : Tidak ada2 kaku kuduk dan tidak ada pembesaran
kel.limfe
 Dada : Bentuk simetris, Ictus cordis tak tampak
 Jantung : Bunyi Jantung I S1 tunggal, S2 split tak konstan,bising
jantung (-)
 Paru-paru : Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada
 Perut : Pembesaran Hepar tak teraba, Pembesaran Lien : (+)
Distensi abdomen(-),kembung(-), peristaltic usus (+)
 Genetalia : Genetalia tak ada kelainan

18
 Ekstremitas : Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas bebas,
tonus otot normal, tidak ada edema,akral agak dingin
 Kulit : Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-)
 Tanda vital : Suhu 36,4°C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt
h. Keadaan Kesehatan Saat Ini
1) Diagnosa medis : Talasemia b
2) Tindakan operasi : -
3) Status nutrisi : Diit TKTP 3 x 1 porsi, FCM 2 x 200 cc
Menurut NCHS BB : 23/33,3 x 100% = 69,06% (Gizi
Kurang)
4) Status cairan : Melalui oral (minum) ± 1000cc/hari dan melalui infuse
dan darah 800 cc/hari. Total kebutuhan cairan anak 1800cc/hari.
5) Obat-obatan : Infus KaEN3B
Asam Folat 1 x 5mg
Transfusi PRC 4 kolf
Disferal 500 mg dalam 200 cc Nacl

6) Aktivitas : Berbaring dan duduk serta membaca buku di tempat


tidur
7) Tindakan keperawatan : Observasi TTV dan KU penderita, memberi Transfusi
PRC dan mengawasi reaksi transfusi, membantu
memberi makan minum dan obat oral,mengevaluasi
asupan nutrisi,membantu ADL,merawat infus, dan
mengambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
8) Hasil laboratorium : Tanggal Mei 2005 :
 HGB = 5,2 gr/dl
 AL = 9200/mmk
 Trombosit = 284.000
 Segmen = 49%,
 Limfosit 49%,batang 1%, Normoblast 25/100
leuko.
Tanggal Mei 2005:

19
 HGB = 10,2 gr/dl ,
 HCT = 34%
9) Hasil Rontgen : Tidak dilakukan

B. Analisa Data

N DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


O
1 Data Subyektif Proses penyakit Ketidakefektifan
Ibu mengatakan perfusi jaringan
badan anaknya (perubahan ikatan
terasa lemah O2 dengan Hb dlm
darah)
Data Obyektif
 
 Muka pucat
 Conjunctiva
anemis
 Mukosa bibir pucat
 Hb 5,2 gr/d

2 Data Subyektif Intake inadequat Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
- Ibu mengatakan
kebutuhan
nafsu makan
anaknya menurun

Data Obyektif

 Porsi makanan
yang disediakan
hanya habis ½
porsi
Menurut NCHS

20
BB : 23/33,3 x
100% = 69 % (Gizi
kurang)

C. Diagnosa
1. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ikatan O2
dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang.

D. Intervensi ( NIC dan NOC)

NO Diagnosa Nursing Out Come Intervensi


(NOC) (NIC)
Dx : ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen

21
1 perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Cairan : adalah
perifer berhubungan diharapkan ketidak efektifan perfusi meningkatkan
dengan perubahan jaringan perifer dengan penurunan keseimbangan
ikatan O2 dengan Hb, kesentrasi dalam darah dapat diatasi. cairan dan
penurunan konsentrasi Dengan kriteria hasil : pencegahan
Hb dalam darah.  NOC : komplikasi yang
Perfusi Jaringan Perifer : kecukupan dihasilkan dari
DS :
aliran darah melalui pembuluh kecil tingkat cairan
Ibu mengatakan badan
di ujung kaki dan tangan untuk tidak normal atau
anaknya terasa lemah
mempertahankan fungsi jaringan tidak diinginkan.
DO:
N Indikator Awa Targ Aktivitas :
 Muka pucat
o l et  Monitor tanda-
 Conjunctiva anemis 1 Muka tanda vital klien
 Mukosa bibir pucat pucat  lakukan
2 Kelemah
 Hb 5,2 gr/d pemasangan
an otot
3 Nilai infus

rata-rata  berikan cairan

tekanan dengan tepat

darah  monitor status


hemodinamik,
termasuk CVP,
MAP, PAP, dan
PCWP , jika
ada.
 berikan produk-
produk darah
(misalnya,
trombosit dan
plasma yang
baru)
 Terapi Oksigen :
pemberian

22
oksigen dan
pemantauan
mengenai
efektivitasnya
Aktivitas :
 berikan oksigen
tambahan seperti
yang dianjurkan
 amati tanda-
tanda
hipoventilasi
induksi oksigen
 berikan
makanan yang
adekuat untuk
menjaga
viskositas darah
2 Dx : Setelah dilakukan tindakan  Terapi nutrisi :
ketidakseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam, pemberian
nutrisi kurang dari diharapkan ketidakseimbangan makanan dan cairan
kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh membantu proses
berhubungan dengan dapat dipenuhi. Dengan kriteria metabolik pada
asupan diet kurang hasil: pasien malnutrisi
DS :  NOC : atau (pasien) yang
Ibu mengatakan nafsu Nafsu makan : keinginan untuk beresiko tinggi
makan anaknya makan mengalami
menurun N Indikator Awal Target malnutrisi.
DO : o Aktivitas :
 Porsi makanan 1 Hasrat/  monitor tanda-
yang disediakan keinginan tanda vital
hanya habis ½ untuk  monitor intake
porsi makan makanan atau
2 Intake
cairan dan hitung

23
 Menurut NCHS nutrisi masukan kalori
3 Intake perhari sesuai
BB : 23/33,3 x 100%
makanan kebutuhan
= 69 % (Gizi kurang)
 monitor intruksi
 NOC :
diet yang sesuai
Status nutrisi : asupan makanan
untuk memenuhi
dan cairan = jumlah makanan dan
kebutuhan nutrisi
cairan yang masuk dalam tubuh
pasien per hari
lebih dari satu periode 24 jam
sesuai kebutuhan
No Indikator Awal Target
1 Asupan  dorong pasien

makanan untuk memilih

secara oral makanan setengah


2 Kelemaha lunak, jika pasien
nsupan mengalami
cairan kesulitan menelan
secara oral karena
menurunnya
jumlah saliva
 pastikan bahwa
dalam diet
mengandung
makanan yang
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
 monitor kadar
energy,
Kelemahan, dan
kelelahan
 monitor intake
nutrisi dan kalori.

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida

25
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia
hemolitik (Broyles, 1997). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah sehinga
umur eritrosit pendek (kurang dari 120 hari).
Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan
mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
Bagi anak-anak penderita thalassemia major, transfusi darah dan suntikan antibiotic
sangat diperlukan. Thalasemia mempunyai beberpa komplikasi yang sangat
berbahaya jika tidak diatasi dengan cepat. Untuk itu diperlikan asuhan keperawatan
yang tepat untuk mencega terjadinya komplikasi yang berbahaya bagi pasien,
terutama pada pasien anak-anak.

B. Saran
1. Pada pasien anak dengan masalah kesehatan Thalasemia hendaknya orangtua
harus meningkatkan perhatian terhadap kondisi kesehatan anaknya.
2. Penulis hendaknya meningkatkan kualitas literatur Bab I dan Bab II dengan
referensi buku terbaru.
3. Profesi perawat dan perawat pemberi asuhan keperawatan khususnya masalah
kesehatan klien dengan Thalasemia hendaknya sangat memperhatikan kondisi
lingkungan klien, sterilisasi instrument dan tindakan untuk menghindari resiko
terjadinya komplikasi yang serius.
4. Pihak rumah sakit meningkatkan fasilitas kebutuhan klien dan kebutuhan tenaga
medis dan para medis seperti kelengkapan ruangan rawat inap, instrument
laboratorium dan fisioterapi.
5. Pihak akademi kesehatan untuk meningkatkan fasilitas pada laboratorium dan
perpustakaan dengan memperhatikan buku-buku yang dapat yang terdapat pada
perpustakaan tersebut.

26
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E et al ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan; Edisi 3 ; Jakarta

Nanda : 2001; Nursing Diagnoses:Definition & Classification 2001 – 2002, Philadelpia

USA 

Nelson ; 1995 ; Ilmu Kesehatan Anak; Edisi 15 ; Volume 2 ; EGC ; Jakarta 

Ngastiyah ; 1997 ; Perawatan Anak Sakit;  EGC  ; Jakarta  Tucker,

27
Suriadi, Yuluiani r: 2001; Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, CV Sagung Seto,

Jakarata

Susan Martin et al : 1998 ; Standar Perawatan Pasien-Proses Keperawatan, Diagnosis

dan Evaluasi ; Edisi V ; Volume 4 ; EGC ; Jakarta  

http://adeirmaners.blogspot.com/2010/06/askep-thalassemia-pada-anak.html

28

Anda mungkin juga menyukai