Anda di halaman 1dari 11

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUARA BELITI

KABUPATEN MUSI RAWAS

NOMOR : / KPTS / RSUD.MB/2020

TENTANG

KEBIJAKAN TATA LAKSANA TERKAIT RISK ASSESSMENT DAN TINDAKLANJUT


TERHADAP PETUGAS KESEHATAN YANG TERPAPAR PASIEN COVID-19 DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH MUARA BELITI KABUPATEN MUSI RAWAS

DIREKTUR RSUD MUARA BELITI KABUPATEN MUSI RAWAS

Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit terkait pandemi
Corona Virus Disease (Covid-19), Rumah Sakit harus memiliki panduan tata laksana terkait
risk assessment dan tindaklanjut terhadap petugas kesehatan yang terpapar pasien Covid-
19.
b. Bahwa panduan tata laksana tersebut adalah seperangkat alat yang digunakan untuk
melakukan penilaian dan tindaklanjut terhadap petugas kesehatan yang terpapar pasien
Covid-19.
c. Bahwa Rumah Sakit mempunyai potensi yang besar dalam penularan penyakit, penyakit
akibat kerja, serta kecelakaan kerja bagi karyawan.
d. Bahwa untuk melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan RSUD Muara Beliti
Kabupaten Musi Rawas terhadap pengaruh penularan penyakit, penyakit akibat kerja serta
kecelakaan kerja maka perlu adanya tindakan pencegahan
Mengingat :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4. Pedomn Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Ke 3,
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan
RI 2020.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : Keputusan Direktur tentang kebijakan tata laksana terkait risk assessmen dan
tindaklanjut terhadap petugas kesehatan yang terpapar pasien Covid-19 di RSUD
Muara Beliti dengan pedoman tercantum dalam lampiran keputusan ini dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Ketiga : Segala biaya yang diperlukan akibat diterbitkannya Surat Keputusan Kebijakan
tata laksana terkait risk assessment dan tindaklanjut terhadap petugas kesehatan
yang terpapar pasien Covid-19 di RSUD Muara Beliti dibebankan pada Anggaran
RSUD Muara Beliti, serta dana lain yang sifatnya tidak meningkat.
Kelima : Kekeliruan akan dirubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Muara Beliti


Pada tanggal : Mei 2020
Direktur RSUD Muara Beliti

Dr. Reny Syartika, M.Ec.Dev


NIP. 19720117 200212 2 006
PEDOMAN

TATA LAKSANA TERKAIT RISK ASSESSMENT DAN TINDAKLANJUT


TERHADAP PETUGAS KESEHATAN YANG TERPAPAR PASIEN COVID-19
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUARA BELITI

KABUPATEN MUSI RAWAS


PROVINSI SUMATERA SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUARA BELITI


KABUPATEN MUSI RAWAS
PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-
CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian
menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan
MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini
sampai saat ini masih belum diketahui.
Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat dan
droplet, bukan melalui transmisi udara (kecuali pada tindakan yang menghasilkan aerosol).
Orang-orang yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan
pasien COVID-19 atau yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi
merupakan kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Salah satu program dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan adalah melakukan pengkajian risiko, dimana risiko tersebut merupakan
potensi terjadinya kerugian yg dapat timbul dari proses kegiatan saat sekarang atau kejadian
dimasa datang.

B. Tujuan

Penanganan terhadap kejadian pajanan bagi tenaga kesehatan yang bekerja pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang melakukan perawatan terhadap pasien covid-19.

C. Ruang Lingkup tata laksana terkait risk assessment dan tindaklanjut terhadap
petugas kesehatan yang terpapar pasien covid-19
1. Monitoring

2. Daftar Risiko

3. Tindak Lanjut
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

1. Self monitoring – Pemantauan mandiri

a. Setiap tenaga kesehatan harus dibekali pengetahuan dan petunjuk tentang siapa yang
dihubungi bila muncul demam dan gejala gangguan respirasi selama masa
pemantauan
b. Tenaga kesehatan memonitor dirinya sendiri

c. Mengukur suhu 2 kali/hari dan waspada terhadap gejala gangguan respirasi


(misalnya batuk, sulit bernapas, nyeri menelan)
2. Active monitoring – Pemantauan aktif

a. Rumah sakit bertanggung jawab untuk berkomunikasi secara teratur dengan tenaga
kesehatan yang berpotensi terpapar
b. Untuk tenaga kesehatan dengan high dan medium risk, direkomendasikan untuk
berkomunikasi 1 kali per hari.
3. Self-monitoring with delegated supervision – Pemantauan mandiri dibawah supervisi
Tenaga kesehatan melakukan self monitoring dengan di supervisi oleh Tim PPI dan
K3RS dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat.
4. Close contact

Didefinisikan sebagai berikut:

a. Berada dalam jarak 2 meter dengan pasien COVID-19 selama periode cukup lama
seperti merawat pasien, duduk dalam jarak 2 meter dengan pasien di area ruang
tunggu pasien
b. Kontak langsung dengan cairan tubuh (sekret atau ekskresi) pasien COVID-19 tanpa
menggunakan APD

B. Kategori Risiko Terhadap Paparan

1. High risk exposures

a. Tenaga kesehatan yang melakukan kontak erat dengan pasien COVID-19 yang tidak
mengenakan masker, dimana tenaga kesehatan juga tidak mengenakan masker/APD
lainnya yang setara.
b. Berada di ruangan yang sama tanpa mengenakan APD saat pasien sedang dilakukan
prosedur yang dapat menghasilkan aerosol seperti intubasi, RJP, ekstubasi,
bronkoskopi, nebulisasi, dan induksi sputum
2. Medium risk exposures

a. Secara umum adalah nakes dengan kontak erat (closed contact) dengan pasien
COVID-19 yang mengenakan masker, namun hidung dan mulut nakes terekspos
terhadap bahan yang berpotensi terinfeksi COVID-19.
b. Misalnya: nakes yang mengenakan gaun, gloves, pelindung mata, dan masker bedah
bukan respirator selama prosedur yang menghasilkan aerosol.
3. Low risk exposures

Interaksi singkat dengan pasien COVID-19 atau kontak erat dengan pasien yang
mengenakan masker bedah dan nakes mengenakan masker bedah atau respirator.
4. Tabel Klasifikasi Risiko Epidemiologis untuk Tenaga Kesehatan Asimtomatik Setelah
Terpapar dengan Pasien COVID-19

Faktor Risiko Kateogori Rekomendasi Restriksi


Epidemiologis Paparan Monitoring pekerjaan untuk
(selama 14 hari Nakes
setelah paparan Asimtomatik
terakhir)

Kontak erat lama dengan pasien COVID-19 yang menggunakan masker bedah

APD Nakes: Tidak Medium Active Tidak ada restriksi


pakai sama sekali

APD Nakes: Tidak Medium Active Tidak ada restriksi


menggunakan
masker bedah atau
respirator

APD Nakes: Tidak Low Self with delegated Tidak ada restriksi
memakai pelindung supervision
mata

APD Nakes : Tidak Low Self with delegated Tidak ada restriksi
menggunakan gaun supervision
atau sarung tangan

APD Nakes : Low Self with delegated Tidak ada restriksi


Menggunakan supervision
semua APD sesuai
rekomendasi
(kecuali
menggunakan
masker medis
sebagai pengganti
respirator)

Kontak erat lama dengan pasien COVID-19 yang tidak mengenakan masker bedah

APD Nakes : Tidak High Active Exclude dari


menggunakan sama pekerjaan selama 14
sekali hari setelah paparan
terakhir

APD Nakes : Tidak High Active Exclude dari


menggunakan pekerjaan selama 14
masker bedah atau hari setelah paparan
respirator terakhir

APD Nakes : Tidak Medium Active Exclude dari


memakai pelindung pekerjaan selama 14
mata hari setelah paparan
terakhir
APD Nakes : Tidak Low Self with delegated None
menggunakan gaun supervision
atau sarung tangan*

APD Nakes : Low Self with delegated None


Menggunakan supervision
semua APD sesuai
rekomendasi
(kecuali
menggunakan
masker medis
sebagai pengganti
respirator)**

Keterangan :

* Kategori risiko pada baris ini dinaikkan 1 level bila Nakes melakukan kontak tubuh
secara ekstensif misalnya mengangkat pasien, memindahkan posisi pasien
** Kategori risiko pada baris ini dinaikkan 1 level bila Nakes melakukan atau berada
pada ruangan yang sama pada saat prosedur yang menghasilkan aerosol seperti RJP,
intubasi, ekstubasi, bronkoskopi, terapi nebulisasi, induksi sputum.
Nakes yang berjalan di depan pasien atau yang tidak melakukan direct contact dengan pasien atau
cairan tubuh pasien dianggap memiliki risiko yang tidak teridentifikasi.

5. Rekomendasi untuk melakukan monitoring berdasarkan Risiko Paparan terhadap COVID-


19
a. Kategori High risk

1) Dilakukan active monitoring dan restriksi bekerja selama 14 hari terhitung sejak
paparan terakhir.
2) Jika Nakes mengalami demam (suhu >38 o) atau gejala gangguan respirasi
(batuk, sulit bernapas, nyeri menelan) maka Nakes tersebut wajib menjalankan
prosedur
self isolation dan dilaporkan kepadaTim PPI untuk kemudian dikoordinasikan
dengan Dinas Kesehatan setempat untuk ditindak lanjuti.
b. Kategori Medium Risk

1) Dilakukana ctive monitoring

2) Jika Nakes mengalami demam (suhu >38 o) atau gejala gangguan respirasi
(batuk, sulit bernapas, nyeri menelan) maka Nakes tersebut wajib menjalankan
prosedur self isolation dan dilaporkan kepada Tim PPI untuk kemudian
dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan setempat untuk ditindak lanjuti.
c. Kategori Low risk

1) Nakes melakukan self monitoring dengan disupervisi Tim PPI dan K3RS
sampai 14 hari terhitung dari paparan terakhir
2) Nakes kategori ini tidak direstriksi untuk bekerja.

3) Nakes melakukan pemeriksaan suhu mandiri 2 kali per hari dan waspada
terhadap gejala gangguan respirasi (batuk, nyeri menelan, sulit bernapas).
4) Nakes wajib memastikan dirinya bebas demam dan asimtomatik sebelum
berangkat bekerja.
5) Jika Nakes mengalami demam (suhu >38 o) atau gejala gangguan respirasi
(batuk, sulit bernapas, nyeri menelan) maka Nakes tersebut wajib menjalankan
prosedur self isolation dan dilaporkan kepadaTim PPI untuk kemudian
dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan setempat untuk ditindak lanjuti.
6) RS menyiapkan prosedur untuk pelaporan suhu dan gejala pada Nakes.

d. Nakes dengan Risiko Paparan Tidak Teridentifikasi Tidak perlu self monitoring dan
restriksi
RSUD MUARA TINDAK LANJUT TERHADAP PETUGAS KESEHATAN
BELITI YANG TERPAPAR PASIEN COVID-19
KABUPATEN MUSI
No Revisi Halaman
RAWAS No Dokumen

1/1

Ditetapkan oleh :
Tanggal terbit
Direktur RSUD MUARA BELITI
02 Juni 2020

SPO
dr.Reny Syartika, M.Ec.Dev
Nip: 19720117 2002 12 2 006

Pengertian : Upaya untuk mengatur tindakan yang dapat dilakukan kepada


tenaga kesehatan yang terpapar pasien Covid-19 berdasarkan hasil
identifikasi atau skrining melalui komponen infection control risk
assessment.
Tujuan : Penanganan terhadap kejadian pajanan bagi tenaga kesehatan yang
bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan
perawatan terhadap pasien Covid-19.
Kebijakan : Kebijakan tata laksana terkait risk assessment dan tindaklanjut
terhadap petugas kesehatan yang terpapar pasien covid-19 di rumah
sakit umum daerah muara beliti kabupaten musi rawas
Nomor : /KPTS/RS.MB/2020

Prosedur : 1. Strategi pasif;


a. Semua petugas layanan kesehatan menilai sendiri
demam dan/atau serangkaian gejala baru yang muncul
yang mengindikasikan Covid-19
b. Jika ada demam atau gejala pernapasan, petugas
kesehatan melapor ke fasilitas kesehatan (Tim K3RS
atau PPI)
2. Strategi aktif;
a. Semua petugas kesehatan melaporkan (misalnya, melalui
telepon atau sms/WA) Tidak ada atau adanya gejala
yang konsisten dengan Covid-19 dari jarak jauh setiap
hari kepada Tim K3RS atau PPI.
b. Staf yang tidak melaporkan atau melaporkan gejala
ditindaklanjuti.
3. Tindak Lanjut Berdasarkan ICRA
a. Kategori High Risk
1) Dilakukan active monitoring dan restriksi bekerja
selama 14 hari terhitung sejak paparan terakhir.
2) Jika Nakes mengalami demam (suhu>38o) atau
gejala gangguan respirasi (batuk, sulit bernapas,
nyeri menelan) maka Nakes tersebut wajib
menjalankan prosedur self isolation.
b. Kategori Medium Risk
1) Dilakukan active monitoring
2) Jika Nakes mengalam demam (suhu>38o) atau
gejala gangguan respirasi (batuk, sulit bernapas,
nyeri menelan) maka Nakes tersebut wajib
menjalankan prosedur self isolation.
c. Kategori Low Risk
1) Nakes melakukan self monitoring dengan supervise
Tim PPI dan K3RS sampai 14 hari terhitung dari
paparan terakhir
2) Nakes kategori ini tidak direstriksi untuk bekerja.
3) Nakes melakukan pemeriksaan suhu mandiri 2 kali
per hari dan waspada terhadap gejala gangguan
respirasi (batuk, nyeri menelan, sulit bernapas).
4) Nakes wajib memastikan dirinya bebas demam dan
asimtomatik.
5) Jika Nakes mengalami demam (suhu>38o) atau
gejala gangguan respirasi (batuk, sulit bernapas,
nyeri menelan) maka Nakes wajib menjalankan
prosedur self isolation.
Unit Terkait : INSTALASI RAWAT JALAN
INSTALASI RAWAT INAP
INSTALASI IGD
PENUNJANG

Anda mungkin juga menyukai