Ringkasan Jurnal
Ringkasan Jurnal
Abstract: Before political reform in 1998 State-Owned Enterprises (SOEs) in Indonesia were
vulnerable to corrupt practices and had poor financial performance. So that the Ministry of BUMN
was formed in an effort to improve financial performance, and one form of its efforts was
privatization. This study examines the impact of privatization on the financial performance of 15
state-owned enterprises sample in Indonesia, as well as whether corporate governance can
strengthen these impacts. The research method used was Wilcoxon signed-rank test and regression
test. There are several research results, the results of the Wilcoxon signed-rank test show that there is
no difference in financial performance between before and after privatization. Regression test results
show that privatization has a negative impact on the company's financial performance, but corporate
governance as a moderating variable weakens the negative impact so that it can help to improve the
financial performance of SOEs.
Keywords: Privatization, Financial Performance, Corporate Governance
Abstrak: Sebelum reformasi politik pada tahun 1998 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di
Indonesia rentan terhadap praktik korupsi dan memiliki kinerja keuangan yang buruk. Sehingga
kementerian BUMN dibentuk dalam upaya memperbaiki kinerja keuangan, dan salah satu bentuk
upayanya adalah privatisasi. Penelitian ini menguji dampak privatisasi pada kinerja keuangan 15
sampel BUMN di Indonesia, serta apakah tata kelola manajemen dapat memperkuat dampak tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah uji wilcoxon signed-rank test dan uji regresi. Terdapat
beberapa hasil penelitian, hasil uji wilcoxon signed-rank test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah privatisasi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa
privatisasi berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan, namun tata kelola manajemen
sebagai variabel moderasi melemahkan dampak negatif tersebut sehingga dapat membantu
meningkatkan kinerja keuangan BUMN.
Kata kunci: Privatisasi, Kinerja Keuangan, Tata Kelola Manajemen
Pendahuluan
Sebelum reformasi politik pada tahun 1998 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia
rentan terhadap praktik korupsi serta memiliki tata kelola yang buruk, karena politikus
menyalahgunakan kuasa mereka dengan menggunakan BUMN sebagai sumber dana untuk melakukan
kepentingan politik mereka (Rakhman, 2017). Sehingga kementrian BUMN dibentuk pada tahun 1998
1
untuk membangkitkan BUMN dengan tiga langkah strategi yaitu restrukturisasi, peningkatan
kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan swasta dengan tujuan meningkatkan kinerja melalui
peran serta masyarakat (Suhud, 2002). Kunci keberhasilan privatisasi bergantung pada perubahan
paradigma pengelolaan BUMN yang pada saat itu masih memiliki kesadaran laba yang rendah karena
berorientasi pada pelayanan publik, menjadi pengelolaan secara professional dengan orientasi
komersil melalui kesadaran akan laba, penciptaan nilai, dan pengambilan keputusan yang lebih efektif
karena lebih bebas daripada campur tangan politik. (Kirmizi, 2009; Suhud, 2002). Perpindahan
kepemilikan pemerintah melalui privatisasi tidak secara sepenuhnya dan pemerintah masih memiliki
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa privatisasi saja tidak dapat meningkatkan kinerja
keuangan BUMN karena faktor internal berupa pola manajamen dan tata kelola perusahaan yang
kurang sehat (Amo & Gyamerah, 2016; Yu, 2013; Alipour, 2012; Kirmizi, 2009; Kurniawati &
Lestari, 2008). Maka pada penelitian ini kami mengikutsertakan tata kelola manajemen yang mengacu
pada penelitian Rossieta (2017) dan World Bank (2000) melalui tiga mekanisme tata kelola yaitu
internal rules and restraints (IRR), voice and competition, dan competition. Mekanisme tersebut
dinilai dapat menciptakan tata kelola BUMN yang baik karena bersifat khusus dan merujuk kepada
masalah di sectok publik yang berbeda dari perusahaan pada umumnya. Menurut laporan World Bank
(2000) IRR merupakan sistem pengawasan internal melalui sistem akuntansi internal, aturan
pembuatan anggaran, dan badan pengawasan internal. Voice and competition merupakan mekanisme
yang mendorong BUMN untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan privat. Dan competition
merupakan mekanisme yang menciptakan persaingan antara perusahaan publik maupun dengan
perusahaan privat, sehingga dapat menciptakan pembaruan objektif sektor publik. Ketiga mekanisme
tersebut memiliki tujuan yaitu menciptakan desentralisasi di lingkungan BUMN, mewujudkan prinsip
tata kelola yang berupa transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran, serta
melalui privatisasi dapat berdampak pada tata kelola manajemen perusahaan melalui pergantian
2
manajemen yang lebih menekankan objektif komersil, serta terdapatnya pengawasan internal melalui
badan-badan pengawasan internal dan pengawasan eksternal melalui pemegang saham baru yaitu
publik (Alipour,2012; Boubakri et al., 2005). Pengaplikasian tata kelola manajemen yang baik juga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan menciptakan kesetaraan pendapatan masyarakat
karena BUMN memiliki peran penting sebagai penggerak roda perekonomian negara (Adams &
Mengistu, 2008).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menambah argumen bahwa privatisasi yang didampingi
oleh tata kelola manajemen yang baik dapat meningkatkan kinerja keuangan BUMN, karena terdapat
pengawasan internal maupun eksternal, serta insentif manajemen untuk mengejar objektif komersil
yang lebih tinggi karena lebih bebas dari campur tangan politik. Penelitian yang mengikutsertakan
tata kelola manajemen dalam melihat dampak privatisasi pada kinerja keuangan masih terbatas
sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi argumen tambahan pada penelitian selanjutnya.
Hasil dari penelitian ini adalah semakin lama perusahaan BUMN di privatisasi, kinerja
keuangannya semakin memburuk, namun jika diimbangi dengan tata kelola perusahaan yang diukur
dengan efektivitas investasi dan kepemilikan pemerintah kinerja keuangannya meningkat. Hal ini
dikarenakan pemerintah masih memberikan helping hand atau bantuan berupa subsidi, akses pada
Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai teori yang digunakan dalam penelitian serta
metode dari penelitian ini. Selanjutnya mengenai hasil dari penelitian serta bagian terakhir mencakup
Agency Theory
Teori Keagenan (agency theory) merupakan teori yang menganalisa hubungan pertukaran
ekonomi saat seorang individual (principal) menyerahkan ororitasnya kepada pihak lain (agent) untuk
beraksi atas nama prinsipal sehingga kepentingan prinsipal dipengaruhi oleh keputusan yang diambil
agen. Saat privatisasi terjadi perpindahan sebagian kepemilikan pemerintah kepada pemegang saham
baru yaitu publik. Hubungan baru tersebut dapat menimbulkan masalah keagenan konvensional
3
mengenai perquisite consumption, yaitu perilaku manajemen untuk menambah biaya jangka pendek
perusahaan untuk menambah pendapatan diluar gaji, dan entrenchment, yaitu perilaku manajemen
yang dapat mengurangi efektivitas mekanisme kontrol yang dibuat untuk mengatur perilaku
manajemen (Dharwadkar et al., 2000). Masalah keagenan konvensional tersebut dapat diselesaikan
melalui mekanisme kontrol internal, yaitu pengawasan jajaran direksi, dan mekanisme kontrol
eksternal, yaitu campur tangan pasar (Kurniawati & Lestari, 2008). Dibantu juga oleh biaya keagenan
yang dikeluarkan oleh pemegang saham baru agar dapat menyelaraskan objektifnya dengan objektif
Namun dalam konteks BUMN negara berkembang timbul juga masalah keagenan yang unik
dimana pemegang saham mayoritas sebagai prinsipal, merampas hak pemegang saham minoritas
sebagai agen (Rossieta, 2017; Dharwadkar et al., 2000). Hal ini terjadi saat pemerintah sebagai
pemegang saham mayoritas memiliki kontrol atas perusahaan untuk memenuhi kepentingannya
dengan mengorbankan hak pemegang saham minoritas untuk mendapatkan pengembalian yang layak,
sehingga juga dapat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan untuk mengalami penurunan.
Perampasan hak ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara ekonomi dan secara sosial dimana
secara ekonomi dilakukan melalui pemanfaatan struktur organisasi yang bertingkat untuk mengambil
alih kontrol perusahaan, sedangkan secara sosial dilakukan dengan memanfaatkan hubungan keluarga
Badan Usaha Milik Pemerintah adalah badan usaha yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
pemerintah sebagian atau sepenuhnya. Terdapat 2 jenis BUMN yang diatur dalam UU BUMN yaitu
Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) (Pasal 9 UU BUMN). Persero
merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia dengan tujuan utama mengejar keuntungan (Pasal 1 Ayat 2 UU BUMN). Persero sebagai
salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui
4
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam
Alchian (1965) memaparkan bahwa hak atas properti adalah hak atas individu untuk
menggunakan suatu properti atau kepemilikannya secara bebas tanpa terpengaruh oleh individu lain.
Jika diimplikasikan pada BUMN, maka hak atas properti BUMN tersebut dimiliki oleh negara dan
negara bebas menggunakan hak atas propertinya. Karena kebebasan penggunaan hak tersebut,
manajemen BUMN cenderung memiliki insentif yang kurang untuk mendorong efisiensi dan
meningkatkan nilai dari propertinya tersebut (Suhayati, 2011). Berlawanan dengan hal tersebut, hak
atas properti dari perusahaan swasta dimiliki oleh individu-individu yang bebas untuk mengelola dan
menggunakan propertinya. Akibatnya, individu yang memiliki bagian pada properti tersebut akan
Privatisasi membagi hak atas properti tersebut dari yang sepenuhnya dimiliki oleh
pemerintah, menjadi sebagian dimiliki oleh publik atau investor. Akibatnya, investor memiliki
motivasi dan dorongan untuk memonitor kinerja keuangan dan keputusan perusahaan tersebut
(Rossieta, 2017). Dharwadkar et al. (2000), memaparkan bahwa penerapan hak atas properti
merupakan kunci yang efektif untuk menyelesaikan masalah agensi yang terdapat di perusahaan.
Tata kelola perusahaan adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organisasi
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan hak pemegang kepentingan
Tata kelola manajemen yang baik dalam BUMN dinilai dapat mengurangi masalah keagenan yang
unik, sehingga pemegang saham minoritas memperoleh hak untuk mendapatkan pengembalian
investasi yang optimal (Rossieta, 2017). Laporan World Bank (2000) menyatakan terdapat tiga
mekanisme dalam mencapai tata kelola perusahaan BUMN yang baik yaitu internal rules and
5
Ketiga mekanisme tersebut dilakukan untuk menciptakan desentralisasi dan pengawasan
tambahan terhadap manajemen BUMN. IRR dapat menciptakan desentralisasi dengan membuat
peraturan untuk mengalokasikan tanggung jawab perusahaan ke berbagai tingkat pemerintahan yang
sesuai, menentukan sumber pendapatan agar anggaran negara lebih efisien, dan menciptakan kerangka
yang dapat menekankan fleksibilitas objektif pemerintah. Voice dapat memindahkan pengambilan
keputusan lebih dekat kepada publik sehingga dapat menekankan aspek demokrasi. Dan competition
yang tercipta dari terbukanya akses bagi sektor privat untuk menyediakan layanan publik, dapat
membuat sektor publik untuk lebih responsif terhadap permintaan pasar sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan. Tata kelola yang baik tidak hanya dapat membantu meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan, namun sebagaimana telah dinyatakan dalam penelitian Dharwadkar et al.
(2000) bahwa tata kelola yang baik juga dapat menyelesaikan masalah keagenan BUMN yang unik.
Namun dalam penelitian ini hanya mengikutsertakan dua mekanisme yaitu IRR dan competition
karena Rossieta (2017) berpendapat bahwa mekanisme voice and competition tidak memiliki
Rossieta (2017) menyatakan untuk terciptanya efektivitas IRR maka perusahaan harus
meminimalisir asymmetric information yang ada melalui pengawasan internal sehingga dapat
meningkatkan kinerja BUMN. Pemegang saham baru akan mengeluarkan biaya keagenan untuk
opeerating efficiency dan investment effectiveness dapat digunakan sebagai pengukur biaya keagenan.
Karena publik memiliki hak atas properti BUMN untuk mendapatkan pengembalian yang lain,
sehingga dengan terdapatnya operasional yang efektif dan efisien menunjukkan bahwa manajemen
mengalokasikan sumber daya dan biaya perusahaan dengan tujuyan utama untuk meningkatkan
kinerja perusahaan yang juga selaras dengan objektif publik. Badan pengawasan internal sebagai salah
satu aspek IRR dapat diukur melalui efektifitas pengawasan oleh badan komisaris (BOC oversight
effectiveness), karena dapat menimbulkan pengawasan terhadap perilaku oportunistik yang dapat
dilakukan oleh manajer. Pengawasan oleh badan komisaris tersebut dilihat dari pengaplikasian UU
Perseroan Terbatas no.40 tahun 2007 yang memungkinkan badan komisaris untuk mengawasi
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen. Untuk mengukur mekanisme competition
6
peneliti menggunakan variabel persentase kepemilikan pemerintah bahwa semakin besar kepemilikan
pemerintah pada perusahaan maka semakin kecil persaingan yang terdapat di industri tersebut, karena
pemerintah akan memberikan bantuan serta membuat regulasi yang dapat mendukung BUMN.
Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu
tertentu yang merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan
dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996). Kinerja perusahaan ditinjau
dari perspektif keuangan memiliki tipikal dihubungkan dengan profitabilitas. Strategi perusahaan
dalam perspektif keuangan secara jangka panjang akan mempengaruhi nilai pemegang saham.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja keuangan adalah dengan menghitung nilai return on
asset dari perusahaan tersebut. Rasio return on asset (ROA) merupakan hal yang penting manajemen
untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan. ROA juga berperan penting untuk mengevaluasi efektivitas
dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan (Rosyadah, 2013).
Nilai ROA yang semakin tinggi mengindikasikan bahwa kinerja dari perusahaan tersebut efisien.
Pengembangan Hipotesis
Privatisasi mengharuskan pihak manajemen untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar
karena tugasnya bukan hanya sebagai pengembang kebijakan program pemerintah saja melainkan
memberikan pengembalian yang layak kepada pemegang saham. Hubungan keagenan baru yang
muncul menimbulkan biaya keagenan yang dikeluarkan oleh pemegang saham baru agar selarasnya
objektif pemegang saham dengan pihak manajemen untuk mengejar objektif komersil, selain itu
reputasi manajer perusahaan juga menjadi risiko dengan adanya pengawasan tambahan dari pemegang
saham baru (Alipour, 2012; Adams & Mengistu, 2008). Publik juga memiliki hak atas properti
terhadap BUMN sehingga manajemen memiliki insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar
dapat memberikan pengembalian yang layak pada pemegang saham. Kepemilikan BUMN yang telah
7
diprivatisasi masih dipegang oleh pemerintah sehingga BUMN masih mendaptkan bantuan dari
pemerintah berupa subsidi sumber daya dan regulasi (Rakhman, 2017). Maka dari itu hipotesis
Privatisasi saja tidak dapat meningkatkan kinerja perusahaan namun harus disertai dengan tata
kelola perusahaan yang sehat (Alipour, 2012; Astami et al., 2010; Kirmizi, 2009; Boukbari et al.,
2005). Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut, menurut Dharwadkar et al. (2000)
BUMN di negara berkembang memiliki mekanisme internal dan eksternal yang buruk, sehingga
pengurangan kontrol pemerintah terhadap perusahaan dengan metode privatisasi saja tidak dapat
meningkatkan kinerja perusahaan namun harus disertai dengan tata kelola perusahaan yang sehat.
Penelitian Adams dan Mengistu (2008) menambahkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik akan
tersebut. Argumen tersebut juga didukung dalam penelitian Boubakri et al. (2005) dan Suhud (2002)
yang menyatakan bahwa privatisasi akan menyebabkan perubahan tata kelola pada struktur
kepemilikan perusahaan dengan berpindahnya sebagian kontrol pemerintah kepada manajer baru,
sehingga timbulnya insentif bagi manajemen untuk lebih mengejar objektif komersil berupa
profitabilitas sebagai tanggung jawab kepada investor dibandingkan mengejar objektif sosial yang
sebelumnya ditekankan oleh pemerintah (Suhud, 2002). Terlebih lagi tata kelola yang baik dapat
menyelesaikan masalah keagenan unik yang terdapat di BUMN (Dharwadkar et al., 2000), dengan
mengaplikasikan unsur-unsur IRR dan competition dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan
(Rossieta, 2017; World Bank, 2000). Maka dari beberapa argumen tersebut peneliti memiliki hipotesis
sebagai berikut:
H2. Tata kelola manajemen memperkuat dampak privatisasi terhadap kinerja keuangan BUMN.
Data
8
Penelitian ini menggunakan 15 BUMN sebagai sampel yang telah melakukan privatisasi sejak
tahun 1991 sampai dengan tahun 2012 tanpa BUMN yang bergerak di sektor keuangan, karena sektor
tersebut terikat dengan regulasi yang lebih banyak dibanding sektor lainnya. Dari 15 perusahaan
tersebut penelitian menggunakan sembilan tahun observasi yang dibagi menjadi tiga tahun sebelum
privatisasi, dan enam tahun setelah privatisasi. Data penelitian merupakan data sekunder yang
9
Tabel 1 Sampel Penelitian
Daftar Perusahaan Tahun Privatisasi
PT Semen Gresik Tbk. 1991
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. 1991
PT Timah Tbk. 1995
PT Aneka Tambang Tbk. 1997
PT Indofarma Tbk. 2001
PT Kimia Farma Tbk. 2001
PT Bukit Asam Tbk. 2002
PT Perusahaan Gas Negara Tbk. 2003
PT Adhi Karya Tbk. 2004
PT Jasa Marga Tbk. 2007
PT Wijaya Karya Tbk. 2007
PT Krakatau Steel Tbk. 2010
PT Pembangunan Perumahan Tbk. 2010
PT Garuda Indonesia Tbk. 2011
PT Waskita Karya Tbk. 2012
Analisis Deskriptif
Observasi penelitian berjumlah 135 tahun yang terdiri dari 15 perusahaan dengan masing-
masing sembilan tahun penelitian. Hasil uji statistik deskriptif untuk variabel dependen yaitu ROA
menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,1378 dengan standar deviasi sebesar 0,1575. Nilai terendah dari
variabel ROA sebesar -0,1189 pada perusahaan GIAA di tahun 2014 dan nilai tertinggi sebesar
0.7208 pada perusahaan INAF di tahun 2006. Variabel independen penelitian yang berupa
PRIVYEAR menandakan lama perusahaan telah melakukan privatisasi yang berupa angka dari -3
sampai 6 untuk tiga tahun sebelum privatisasi dan enam tahun setelah privatisasi.
10
Tabel 2 Statistik Deskriptif
Hasil OPEF dan INEF menunjukkan rata-rata 0,1838 dan 0,9376 dengan standar deviasi
0,184 dan 0,446. Untuk variabel OPEF nilai terendah adalah 0,017 pada perusahaan PTPP di tahun
2013 dan nilai tertinggi mencapai 1,092 pada perusahaan JSMR di tahun 2012. Variabel INEF
menunjukkan nilai terendah yaitu 0,205 pada perusahaan JSMR di tahun 2004 dan nilai tertinggi
sebesar 1,818 pada perusahaan KAEF di tahun 2000. Variabel CGRULE menunjukkan hanya 38%
sampel yang sudah mengaplikasikan UU PT no.40 tahun 2007. Nilai rata-rata GOVT menunjukkan
angka 0,772 yang berarti rata-rata kepemilikan BUMN mayoritas masih dipegang oleh pemerintah
dengan demikian BUMN masih mendapatkan bantuan dan campur tangan pemerintah untuk
Nilai leverage menunjukkan rata-rata sebesar 0,2426 dengan standar deviasi 0,1565. Hal ini
menandakan 15 sampel BUMN rata-rata 24,3% asetnya dibiayai oleh utang. Nilai risk menunjukkan
rata-rata sebesar 9,3488 yang berarti sampel perusahaan masih dapat membayar 10 kali lipat beban
bunga yang dimiliki menggunakan laba operasional yang dihasilkan. Pertumbuhan penjualan
perusahaan (SAGR) menunjukkan rata-rata 0,0229 yang berarti perusahaan sampel memiliki
pertumbuhan penjualan per tahun 22,9% yang merupakan hal yang baik karena mengindikasikan
terdapatnya perkembangan. Total aset yang dimiliki perusahaan sampel rata-rata menunjukkan hasil
11
9.805,341 juta rupiah dengan hasil tertinggi 97.895,76 juta rupiah oleh WSKT pada tahun 2017 dan
hasil terendah merupakan 149,213 juta rupiah oleh SMGR pada tahun 1988.
Wilcoxon signed-rank test merupakan alat pengujian untuk menguji apakah terdapat
perbedaan median antara nilai sebelum dan sesudah privatisasi dengan hipotesis nol bahwa tidak
Perbedaan rata-rata ROA perusahaan mengalami penurunan sesudah tiga tahun privatisasi
sebesar -4,7% namun dalam jangka panjang mengalami kenaikan sebesar 2,5%. Namun hasil uji
wilcoxon pada tiga tahun dan enam tahun setelah privatisasi menunjukkan angka p-value diatas alpha
(p-value= 0.7563>0,1 dan 0.2964>0.1) yang berarti tidak terdapat perbedaan kinerja pada BUMN
Leverage menunjukkan penurunan rata-rata dalam jangka pendek dan jangka panjang sebesar masing-
masing 6,2% dan 5,1%. Uji Wilcoxon juga menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai Z-stat
jangka pendek dan jangka panjang yaitu -3,008 dan -1,970 (p-value = 0,0026<0.01 dan 0,0489<0.05).
Hal tersebut terjadi karena walaupun tingkat utang perusahaan meningkat setelah privatisasi, jumlah
yang aset yang dimiliki menunjukkan peningkatan yang lebih besar sehingga membuat rasio leverage
menurun. Tingkat risk perusahaan menunjukkan peningkatan dari 8,067 menjadi 13,47 dan 10,587
pada jangka pendek dan jangka panjang, uji wilcoxon tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
(p-value = 0,1904>0.1 dan 0,2566>0.1). Peningkatan rasio risk dikarenakan peningkatan laba
operasional perusahaan yang menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan peningkatan
beban bunga perusahaan. Sales Growth perusahaan mengalami penurunan dalam jangka pendek
sebesar -5,37% dan peningkatan dalam jangka panjang sebesar 4,43%, namun uji wilcoxon tidak
menunjukkan adanya perbedaaan yang signifikan (p-value = 0.1234>0.1 dan 0.9146>0.1) di kedua
periode tersebut. Size menunjukkan peningkatan dalam jangka pendek dan jangka panjang sebesar
2.262 dan 8.363 juta rupiah, uji wilcoxon menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai Z-stat
12
Dari hasil uji Wilcoxon dapat dilihat bahwa perbedaan signifikan hanya terdapat pada
variabel leverage dan size, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang ditimbulkan
oleh privatisasi terhadap variabel lainnya hanya sedikit. Variabel dependen yaitu ROA tidak
menunjukkan adanya perbedaan signifikan berdasarkan uji wilcoxon, walaupun terdapat penurunan
dalam jangka pendek dan peningkatan dalam jangka panjang yang berarti bahwa privatisasi hanya
berdampak negatif pada jangka pendek saja dan akan berdampak positif dalam jangka panjang
terhadap profitabilitas.
13
Tabel 3 Wilxocon Signed-rank Test
Mean (Median) three Mean (Median) three years Mean (Median) six years Change of Change of Z-stat Median Z-stat Median
years before privatization after privatization after privatization Mean Mean (B-A) p-value (C-A) p-value
(A) (B) (C) (Median) (Median)
B-A (C-A)
ROA 0,1533 0,1061 0,1790 -0,0472 0,0257 -0,3100 1,0440
(0,0786) (0,0891) (0,0971) (0,0105) (0,0185) (0,7563) (0,2964)
Lev 0,2805 0,2185 0,2289 -0,0620 -0,0516 -3,0080 -1,9700
(0,2678) (0,2294) (0,2350) (-0,0384) (-0,0328) (0,0026)*** (0,0489)**
Risk 8,0668 13,4702 10,5869 5,4034 2,5201 1,3090 1,1340
(2,9867) (4,3598) (4,0173) (1,3731) (10306) (0,1904) (0,2566)
SAGR 0,2435 0,1899 0,2878 -0,0537 0,0443 -1,5410 0,1070
(0,2435) (0,1573) (0,1860) (-0,0862) (-0,0576) (0,1234) (0,9146)
Size 2.469,0186 4.731,4179 10.832,8026 2.262,3993 8.363,7840 5,841 5,841
1.349,7682 2.083,0068 3.351,1125 733,2386 2.001,3443 (0,000)*** (0,000)***
***α = 1%
Notes **α = 5%
*α = 10%
roa = rasio profitabilitas ; lev = perbandingan utang ; risk = tingkat risiko diukur melalui beban pinjaman dengan total aset ; sagr = pertumbuhan penjualan ; size = total aset
perusahaan
14
Hasil Pengujian Hipotesis
memiliki koefisien sebesar -0.0236 dengan p-value dibawah 10 persen (p-value = 0.09 <
0.10) yang menandakan bahwa lamanya privatisasi memiliki pengaruh negatif signifikan
Variabel tata kelola perusahaan yang diwakilkan oleh IRR (Internal Rules and
Restrain) yaitu OPEF dan INEF tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p-value =
0.309 > 0.10 dan 0.434 > 0.10) begitu pula dengan variabel CGRULE (p-value = 0.235 >
15
0.10). Variabel GOVT sebagai perwakilan competition memiliki pengaruh signifikan
terhadap ROA (𝛽 = 0.3887) dengan (p-value = 0.000 < 0.01) yang berarti GOVT
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA. Setelah dilakukan moderasi terdapat
hasil sebagai berikut. Variabel PYEAROPEF tidak menunjukkan hasil yang signifikan
(p-value = 0.244 > 0.10), begitu pula dengan PYEARCGRULE dengan hasil yang tidak
hasil yang signifikan dengan nilai p-value = 0.009 < 0.01 dan koefisien (𝛽 = 0.0241).
dengan nilai p-value sebesar 0.08 < 0.10 dengan koefisien (𝛽 = 0.0430). Hasil regresi
terhadap profitabilitas BUMN. Variabel kontrol berupa leverage dan size memiliki
pengaruh signifikan positif dan negatif dengan koefisien (𝛽 = 0.1961) dan (𝛽 = -0.0771)
negara saja tidak dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan karena manajemen yang
birokratis dan tata kelola perusahaan yang buruk, serta dibutuhkan perubahan dalam
dan kesehatan perusahaan sebelum melakukan privatisasi. Sifat asli dari BUMN sendiri
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa subsidi juga
menjadi salah satu hambatan bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan
(Kirmizi, 2009). Dari sisi teoritis terdapat masalah keagenan yang unik dan tidak dapat
16
diselesaikan hanya dengan perpindahan kepemilikan tersebut, sehingga hak pemegang
dalam meningkatkan kinerja keuangan setelah privatisasi. Menurut Rakhman (2017) dan
perusahaan karena pemerintah memberikan helping hand dalam bentuk hubungan pasar,
penyediaan sumber daya, dukungan finansial, dan regulasi yang mendukung BUMN.
manajamen dalam melakukan investasi itu efektif, karena terdapat pengawasan lebih oleh
publik yang timbul berdasarkan teori keagenan dan teori hak atas properti sehingga
Variabel mekanisme tata kelola manajemen tidak menunjukkan hasil yang signifikan
karena terdapat masalah keagenan yang unik dimana pemerintah lebih menekankan
objektif sosial, hal tersebut juga dapat membantu menjelaskan mengapa variabel
bahwa hal ini bukanlah hal yang buruk karena sifat asli BUMN yang dibentuk untuk
melayani masyarakat.
Tidak hanya tata kelola manajemen saja namun terdapat faktor lain yang dapat
pasar modal, peningkatan sistem perbankan, dan perbaikan reglulasi korporasi di negara
tersebut. Lain hal dengan penelitian Dyck (1997) yang menyarankan perusahaan untuk
mengganti manajemen tingkat atas ke manajemen yang lebih ahli dan profesional, serta
17
18
Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan
Kesimpulan
rasio return on asset (ROA). Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut, uji beda dengan
signifikan terhadap profitabilitas BUMN, sesuai dengan penelitian Alipour (2012) bahwa
privatisasi harus diimbangi dengan birokrasi yang baik, keterbukaan pasar, dan langkah
perusahaan yang mendukung pasar. Mekanisme tata kelola perusahaan yang diukur
melemahkan hubungan negatif oleh privatisasi terhadap profitabilitas BUMN. Hal ini
karena adanya hubungan keagenan dan pengawasan baru oleh publik. Serta pemerintah
memberikan helping hand seperti keterbukaan pasar dan akses terhadap sumber daya
(Yu, 2013) kepada BUMN sehingga membantu perusahaan untuk mencapai kinerja yang
lebih baik. Masalah utama yang dihadapi oleh BUMN adalah masalah keagenan yang
unik bahwa terdapatnya perampasan hak pemegang saham publik oleh pemerintah,
namun dipercaya bahwa penerapan tata kelola manajemen yang baik berupa mekanisme
tersebut.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka implikasi dari penelitian
ini utnuk BUMN adalah bahwa privatisasi tersebut harus diimbangi dengan tata kelola
19
manajemen perusahaan yang baik melalui mekanisme pengawasan internal dan eksternal.
Perusahaan juga dapat melakukan penggantian manajemen yang lebih profesional dan
dapat menekankan objektif komersil serta meningkatkan insentif agar tercapainya tujuan
yang sama antar pemegang saham minoritas, yaitu publik, dan manajemen.
perekonomian nasional harus menghasilkan kinerja yang baik di mata publik, sehingga
pemerintah dapat memberikan dukungan pada BUMN dalam bentuk subsidi, kontrak, dan
Implikasi untuk pemegang saham adalah untuk mengawasi keputusan dan tindakan
manajemen BUMN. Pengawasan ini adalah sebagai salah satu bentuk tata kelola
perusahaan. Dengan adanya tata kelola yang baik tersebut, maka privatisasi dapat
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pertama adalah periode penelitian yang hanya meneliti enam tahun
setelah privatisasi untuk meneliti dampak jangka panjang. Keterbatasan lain dalam
penelitian ini adalah pengukuran variabel tata kelola perusahaan yang terbatas. Penelitian
ini hanya menggunakan empat pengukuran tata kelola perusahaan karena keterbatasan
data, namun menurut penelitian Rosietta (2017) mekanisme tata kelola manajemen dapat
Rosietta (2017) ini mengacu pada jurnal World Bank (2000) mengenai mekanisme tata
kelola manajemen pada BUMN, sedangkan terdapat banyak variabel yang dapat
karena belum ada ukuran melalui data atau angka yang dapat menunjukkannya,
20
.
Daftar Pustaka
21