Anda di halaman 1dari 21

Dampak Privatisasi Pada Kinerja Keuangan BUMN

Raphael Chrislemuel Rizky Chrisitian


Universitas Prasetiya Mulya Universitas Prasetiya Mulya
afe.chrislemuel@gmail.com rizky.christian96@gmail.com

Rinaningsih Soetjipto Retno Yuliati


Universitas Prasetiya Mulya Universitas Prasetiya Mulya
rinaningsih@pmbs.ac.id Retno.yuliati@pmbs.ac.id

Abstract: Before political reform in 1998 State-Owned Enterprises (SOEs) in Indonesia were
vulnerable to corrupt practices and had poor financial performance. So that the Ministry of BUMN
was formed in an effort to improve financial performance, and one form of its efforts was
privatization. This study examines the impact of privatization on the financial performance of 15
state-owned enterprises sample in Indonesia, as well as whether corporate governance can
strengthen these impacts. The research method used was Wilcoxon signed-rank test and regression
test. There are several research results, the results of the Wilcoxon signed-rank test show that there is
no difference in financial performance between before and after privatization. Regression test results
show that privatization has a negative impact on the company's financial performance, but corporate
governance as a moderating variable weakens the negative impact so that it can help to improve the
financial performance of SOEs.
Keywords: Privatization, Financial Performance, Corporate Governance

Abstrak: Sebelum reformasi politik pada tahun 1998 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di
Indonesia rentan terhadap praktik korupsi dan memiliki kinerja keuangan yang buruk. Sehingga
kementerian BUMN dibentuk dalam upaya memperbaiki kinerja keuangan, dan salah satu bentuk
upayanya adalah privatisasi. Penelitian ini menguji dampak privatisasi pada kinerja keuangan 15
sampel BUMN di Indonesia, serta apakah tata kelola manajemen dapat memperkuat dampak tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah uji wilcoxon signed-rank test dan uji regresi. Terdapat
beberapa hasil penelitian, hasil uji wilcoxon signed-rank test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
dalam kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah privatisasi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa
privatisasi berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan, namun tata kelola manajemen
sebagai variabel moderasi melemahkan dampak negatif tersebut sehingga dapat membantu
meningkatkan kinerja keuangan BUMN.
Kata kunci: Privatisasi, Kinerja Keuangan, Tata Kelola Manajemen

Pendahuluan

Sebelum reformasi politik pada tahun 1998 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia

rentan terhadap praktik korupsi serta memiliki tata kelola yang buruk, karena politikus

menyalahgunakan kuasa mereka dengan menggunakan BUMN sebagai sumber dana untuk melakukan

kepentingan politik mereka (Rakhman, 2017). Sehingga kementrian BUMN dibentuk pada tahun 1998

1
untuk membangkitkan BUMN dengan tiga langkah strategi yaitu restrukturisasi, peningkatan

profitabilitas, dan privatisasi (Kristianto, 2006). Privatisasi merupakan proses perpindahan

kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan swasta dengan tujuan meningkatkan kinerja melalui

peran serta masyarakat (Suhud, 2002). Kunci keberhasilan privatisasi bergantung pada perubahan

paradigma pengelolaan BUMN yang pada saat itu masih memiliki kesadaran laba yang rendah karena

berorientasi pada pelayanan publik, menjadi pengelolaan secara professional dengan orientasi

komersil melalui kesadaran akan laba, penciptaan nilai, dan pengambilan keputusan yang lebih efektif

karena lebih bebas daripada campur tangan politik. (Kirmizi, 2009; Suhud, 2002). Perpindahan

kepemilikan pemerintah melalui privatisasi tidak secara sepenuhnya dan pemerintah masih memiliki

mayoritas saham setelah privatisasi.

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa privatisasi saja tidak dapat meningkatkan kinerja

keuangan BUMN karena faktor internal berupa pola manajamen dan tata kelola perusahaan yang

kurang sehat (Amo & Gyamerah, 2016; Yu, 2013; Alipour, 2012; Kirmizi, 2009; Kurniawati &

Lestari, 2008). Maka pada penelitian ini kami mengikutsertakan tata kelola manajemen yang mengacu

pada penelitian Rossieta (2017) dan World Bank (2000) melalui tiga mekanisme tata kelola yaitu

internal rules and restraints (IRR), voice and competition, dan competition. Mekanisme tersebut

dinilai dapat menciptakan tata kelola BUMN yang baik karena bersifat khusus dan merujuk kepada

masalah di sectok publik yang berbeda dari perusahaan pada umumnya. Menurut laporan World Bank

(2000) IRR merupakan sistem pengawasan internal melalui sistem akuntansi internal, aturan

pembuatan anggaran, dan badan pengawasan internal. Voice and competition merupakan mekanisme

yang mendorong BUMN untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan privat. Dan competition

merupakan mekanisme yang menciptakan persaingan antara perusahaan publik maupun dengan

perusahaan privat, sehingga dapat menciptakan pembaruan objektif sektor publik. Ketiga mekanisme

tersebut memiliki tujuan yaitu menciptakan desentralisasi di lingkungan BUMN, mewujudkan prinsip

tata kelola yang berupa transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran, serta

menciptakan pengawasan di pihak internal maupun eksternal. Perpindahan kepemilikan pemerintah

melalui privatisasi dapat berdampak pada tata kelola manajemen perusahaan melalui pergantian

2
manajemen yang lebih menekankan objektif komersil, serta terdapatnya pengawasan internal melalui

badan-badan pengawasan internal dan pengawasan eksternal melalui pemegang saham baru yaitu

publik (Alipour,2012; Boubakri et al., 2005). Pengaplikasian tata kelola manajemen yang baik juga

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara dan menciptakan kesetaraan pendapatan masyarakat

karena BUMN memiliki peran penting sebagai penggerak roda perekonomian negara (Adams &

Mengistu, 2008).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menambah argumen bahwa privatisasi yang didampingi

oleh tata kelola manajemen yang baik dapat meningkatkan kinerja keuangan BUMN, karena terdapat

pengawasan internal maupun eksternal, serta insentif manajemen untuk mengejar objektif komersil

yang lebih tinggi karena lebih bebas dari campur tangan politik. Penelitian yang mengikutsertakan

tata kelola manajemen dalam melihat dampak privatisasi pada kinerja keuangan masih terbatas

sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi argumen tambahan pada penelitian selanjutnya.

Hasil dari penelitian ini adalah semakin lama perusahaan BUMN di privatisasi, kinerja

keuangannya semakin memburuk, namun jika diimbangi dengan tata kelola perusahaan yang diukur

dengan efektivitas investasi dan kepemilikan pemerintah kinerja keuangannya meningkat. Hal ini

dikarenakan pemerintah masih memberikan helping hand atau bantuan berupa subsidi, akses pada

bahan baku yang murah, dan lainnya.

Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai teori yang digunakan dalam penelitian serta

metode dari penelitian ini. Selanjutnya mengenai hasil dari penelitian serta bagian terakhir mencakup

kesimpulan, implikasi, dan saran dari penelitian.

Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis

Agency Theory
Teori Keagenan (agency theory) merupakan teori yang menganalisa hubungan pertukaran

ekonomi saat seorang individual (principal) menyerahkan ororitasnya kepada pihak lain (agent) untuk

beraksi atas nama prinsipal sehingga kepentingan prinsipal dipengaruhi oleh keputusan yang diambil

agen. Saat privatisasi terjadi perpindahan sebagian kepemilikan pemerintah kepada pemegang saham

baru yaitu publik. Hubungan baru tersebut dapat menimbulkan masalah keagenan konvensional

3
mengenai perquisite consumption, yaitu perilaku manajemen untuk menambah biaya jangka pendek

perusahaan untuk menambah pendapatan diluar gaji, dan entrenchment, yaitu perilaku manajemen

yang dapat mengurangi efektivitas mekanisme kontrol yang dibuat untuk mengatur perilaku

manajemen (Dharwadkar et al., 2000). Masalah keagenan konvensional tersebut dapat diselesaikan

melalui mekanisme kontrol internal, yaitu pengawasan jajaran direksi, dan mekanisme kontrol

eksternal, yaitu campur tangan pasar (Kurniawati & Lestari, 2008). Dibantu juga oleh biaya keagenan

yang dikeluarkan oleh pemegang saham baru agar dapat menyelaraskan objektifnya dengan objektif

manajemen yaitu untuk mengejar objektif komersil.

Namun dalam konteks BUMN negara berkembang timbul juga masalah keagenan yang unik

dimana pemegang saham mayoritas sebagai prinsipal, merampas hak pemegang saham minoritas

sebagai agen (Rossieta, 2017; Dharwadkar et al., 2000). Hal ini terjadi saat pemerintah sebagai

pemegang saham mayoritas memiliki kontrol atas perusahaan untuk memenuhi kepentingannya

dengan mengorbankan hak pemegang saham minoritas untuk mendapatkan pengembalian yang layak,

sehingga juga dapat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan untuk mengalami penurunan.

Perampasan hak ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara ekonomi dan secara sosial dimana

secara ekonomi dilakukan melalui pemanfaatan struktur organisasi yang bertingkat untuk mengambil

alih kontrol perusahaan, sedangkan secara sosial dilakukan dengan memanfaatkan hubungan keluarga

dan afiliasi yang berada pada jajaran manajemen tingkat atas.

Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Pemerintah adalah badan usaha yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh

pemerintah sebagian atau sepenuhnya. Terdapat 2 jenis BUMN yang diatur dalam UU BUMN yaitu

Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) (Pasal 9 UU BUMN). Persero

merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang

seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia dengan tujuan utama mengejar keuntungan (Pasal 1 Ayat 2 UU BUMN). Persero sebagai

salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui

4
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam

negeri maupun internasional.

Teori Hak atas Properti (Property Rights Theory)

Alchian (1965) memaparkan bahwa hak atas properti adalah hak atas individu untuk

menggunakan suatu properti atau kepemilikannya secara bebas tanpa terpengaruh oleh individu lain.

Jika diimplikasikan pada BUMN, maka hak atas properti BUMN tersebut dimiliki oleh negara dan

negara bebas menggunakan hak atas propertinya. Karena kebebasan penggunaan hak tersebut,

manajemen BUMN cenderung memiliki insentif yang kurang untuk mendorong efisiensi dan

meningkatkan nilai dari propertinya tersebut (Suhayati, 2011). Berlawanan dengan hal tersebut, hak

atas properti dari perusahaan swasta dimiliki oleh individu-individu yang bebas untuk mengelola dan

menggunakan propertinya. Akibatnya, individu yang memiliki bagian pada properti tersebut akan

berusaha secara maksimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan (Suhayati, 2011).

Privatisasi membagi hak atas properti tersebut dari yang sepenuhnya dimiliki oleh

pemerintah, menjadi sebagian dimiliki oleh publik atau investor. Akibatnya, investor memiliki

motivasi dan dorongan untuk memonitor kinerja keuangan dan keputusan perusahaan tersebut

(Rossieta, 2017). Dharwadkar et al. (2000), memaparkan bahwa penerapan hak atas properti

merupakan kunci yang efektif untuk menyelesaikan masalah agensi yang terdapat di perusahaan.

Tata Kelola Perusahaan

Tata kelola perusahaan adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organisasi

untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai

pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan hak pemegang kepentingan

lainnya yang berlandaskan perundangan-undangan dan nilai-nilai etika (Kep-117/M-MBU/2002).

Tata kelola manajemen yang baik dalam BUMN dinilai dapat mengurangi masalah keagenan yang

unik, sehingga pemegang saham minoritas memperoleh hak untuk mendapatkan pengembalian

investasi yang optimal (Rossieta, 2017). Laporan World Bank (2000) menyatakan terdapat tiga

mekanisme dalam mencapai tata kelola perusahaan BUMN yang baik yaitu internal rules and

restraints (IRR), voice and partnership, dan competition.

5
Ketiga mekanisme tersebut dilakukan untuk menciptakan desentralisasi dan pengawasan

tambahan terhadap manajemen BUMN. IRR dapat menciptakan desentralisasi dengan membuat

peraturan untuk mengalokasikan tanggung jawab perusahaan ke berbagai tingkat pemerintahan yang

sesuai, menentukan sumber pendapatan agar anggaran negara lebih efisien, dan menciptakan kerangka

yang dapat menekankan fleksibilitas objektif pemerintah. Voice dapat memindahkan pengambilan

keputusan lebih dekat kepada publik sehingga dapat menekankan aspek demokrasi. Dan competition

yang tercipta dari terbukanya akses bagi sektor privat untuk menyediakan layanan publik, dapat

membuat sektor publik untuk lebih responsif terhadap permintaan pasar sehingga dapat meningkatkan

kinerja perusahaan. Tata kelola yang baik tidak hanya dapat membantu meningkatkan kinerja

keuangan perusahaan, namun sebagaimana telah dinyatakan dalam penelitian Dharwadkar et al.

(2000) bahwa tata kelola yang baik juga dapat menyelesaikan masalah keagenan BUMN yang unik.

Namun dalam penelitian ini hanya mengikutsertakan dua mekanisme yaitu IRR dan competition

karena Rossieta (2017) berpendapat bahwa mekanisme voice and competition tidak memiliki

pengaruh yang besar terhadap kinerja perusahaan.

Rossieta (2017) menyatakan untuk terciptanya efektivitas IRR maka perusahaan harus

meminimalisir asymmetric information yang ada melalui pengawasan internal sehingga dapat

meningkatkan kinerja BUMN. Pemegang saham baru akan mengeluarkan biaya keagenan untuk

menyelaraskan objektifnya dengan objektif manajemen, Rossieta (2017) berpendapat bahwa

opeerating efficiency dan investment effectiveness dapat digunakan sebagai pengukur biaya keagenan.

Karena publik memiliki hak atas properti BUMN untuk mendapatkan pengembalian yang lain,

sehingga dengan terdapatnya operasional yang efektif dan efisien menunjukkan bahwa manajemen

mengalokasikan sumber daya dan biaya perusahaan dengan tujuyan utama untuk meningkatkan

kinerja perusahaan yang juga selaras dengan objektif publik. Badan pengawasan internal sebagai salah

satu aspek IRR dapat diukur melalui efektifitas pengawasan oleh badan komisaris (BOC oversight

effectiveness), karena dapat menimbulkan pengawasan terhadap perilaku oportunistik yang dapat

dilakukan oleh manajer. Pengawasan oleh badan komisaris tersebut dilihat dari pengaplikasian UU

Perseroan Terbatas no.40 tahun 2007 yang memungkinkan badan komisaris untuk mengawasi

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen. Untuk mengukur mekanisme competition

6
peneliti menggunakan variabel persentase kepemilikan pemerintah bahwa semakin besar kepemilikan

pemerintah pada perusahaan maka semakin kecil persaingan yang terdapat di industri tersebut, karena

pemerintah akan memberikan bantuan serta membuat regulasi yang dapat mendukung BUMN.

Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu

tertentu yang merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan

dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996). Kinerja perusahaan ditinjau

dari perspektif keuangan memiliki tipikal dihubungkan dengan profitabilitas. Strategi perusahaan

dalam perspektif keuangan secara jangka panjang akan mempengaruhi nilai pemegang saham.

Salah satu cara untuk mengukur kinerja keuangan adalah dengan menghitung nilai return on

asset dari perusahaan tersebut. Rasio return on asset (ROA) merupakan hal yang penting manajemen

untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan

sumber daya yang dimiliki perusahaan. ROA juga berperan penting untuk mengevaluasi efektivitas

dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan (Rosyadah, 2013).

Nilai ROA yang semakin tinggi mengindikasikan bahwa kinerja dari perusahaan tersebut efisien.

Pengembangan Hipotesis

Dampak Privatisasi Pada Kinerja Keuangan BUMN

Privatisasi mengharuskan pihak manajemen untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar

karena tugasnya bukan hanya sebagai pengembang kebijakan program pemerintah saja melainkan

memberikan pengembalian yang layak kepada pemegang saham. Hubungan keagenan baru yang

muncul menimbulkan biaya keagenan yang dikeluarkan oleh pemegang saham baru agar selarasnya

objektif pemegang saham dengan pihak manajemen untuk mengejar objektif komersil, selain itu

reputasi manajer perusahaan juga menjadi risiko dengan adanya pengawasan tambahan dari pemegang

saham baru (Alipour, 2012; Adams & Mengistu, 2008). Publik juga memiliki hak atas properti

terhadap BUMN sehingga manajemen memiliki insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar

dapat memberikan pengembalian yang layak pada pemegang saham. Kepemilikan BUMN yang telah

7
diprivatisasi masih dipegang oleh pemerintah sehingga BUMN masih mendaptkan bantuan dari

pemerintah berupa subsidi sumber daya dan regulasi (Rakhman, 2017). Maka dari itu hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1. Privatisasi berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan BUMN

Dampak Tata Kelola manajemen Dalam Privatisasi BUMN

Privatisasi saja tidak dapat meningkatkan kinerja perusahaan namun harus disertai dengan tata

kelola perusahaan yang sehat (Alipour, 2012; Astami et al., 2010; Kirmizi, 2009; Boukbari et al.,

2005). Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut, menurut Dharwadkar et al. (2000)

BUMN di negara berkembang memiliki mekanisme internal dan eksternal yang buruk, sehingga

pengurangan kontrol pemerintah terhadap perusahaan dengan metode privatisasi saja tidak dapat

meningkatkan kinerja perusahaan namun harus disertai dengan tata kelola perusahaan yang sehat.

Penelitian Adams dan Mengistu (2008) menambahkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik akan

mendukung perkembangan ekonomi negara dan mengurangi ketimpangan pendapatan di negara

tersebut. Argumen tersebut juga didukung dalam penelitian Boubakri et al. (2005) dan Suhud (2002)

yang menyatakan bahwa privatisasi akan menyebabkan perubahan tata kelola pada struktur

kepemilikan perusahaan dengan berpindahnya sebagian kontrol pemerintah kepada manajer baru,

sehingga timbulnya insentif bagi manajemen untuk lebih mengejar objektif komersil berupa

profitabilitas sebagai tanggung jawab kepada investor dibandingkan mengejar objektif sosial yang

sebelumnya ditekankan oleh pemerintah (Suhud, 2002). Terlebih lagi tata kelola yang baik dapat

menyelesaikan masalah keagenan unik yang terdapat di BUMN (Dharwadkar et al., 2000), dengan

mengaplikasikan unsur-unsur IRR dan competition dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan

(Rossieta, 2017; World Bank, 2000). Maka dari beberapa argumen tersebut peneliti memiliki hipotesis

sebagai berikut:

H2. Tata kelola manajemen memperkuat dampak privatisasi terhadap kinerja keuangan BUMN.

Hasil dan Diskusi

Data

8
Penelitian ini menggunakan 15 BUMN sebagai sampel yang telah melakukan privatisasi sejak

tahun 1991 sampai dengan tahun 2012 tanpa BUMN yang bergerak di sektor keuangan, karena sektor

tersebut terikat dengan regulasi yang lebih banyak dibanding sektor lainnya. Dari 15 perusahaan

tersebut penelitian menggunakan sembilan tahun observasi yang dibagi menjadi tiga tahun sebelum

privatisasi, dan enam tahun setelah privatisasi. Data penelitian merupakan data sekunder yang

didapatkan melalui program bloomberg dan website www.ticmi.co.id

9
Tabel 1 Sampel Penelitian
Daftar Perusahaan Tahun Privatisasi
PT Semen Gresik Tbk. 1991
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. 1991
PT Timah Tbk. 1995
PT Aneka Tambang Tbk. 1997
PT Indofarma Tbk. 2001
PT Kimia Farma Tbk. 2001
PT Bukit Asam Tbk. 2002
PT Perusahaan Gas Negara Tbk. 2003
PT Adhi Karya Tbk. 2004
PT Jasa Marga Tbk. 2007
PT Wijaya Karya Tbk. 2007
PT Krakatau Steel Tbk. 2010
PT Pembangunan Perumahan Tbk. 2010
PT Garuda Indonesia Tbk. 2011
PT Waskita Karya Tbk. 2012

Analisis Deskriptif

Observasi penelitian berjumlah 135 tahun yang terdiri dari 15 perusahaan dengan masing-

masing sembilan tahun penelitian. Hasil uji statistik deskriptif untuk variabel dependen yaitu ROA

menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,1378 dengan standar deviasi sebesar 0,1575. Nilai terendah dari

variabel ROA sebesar -0,1189 pada perusahaan GIAA di tahun 2014 dan nilai tertinggi sebesar

0.7208 pada perusahaan INAF di tahun 2006. Variabel independen penelitian yang berupa

PRIVYEAR menandakan lama perusahaan telah melakukan privatisasi yang berupa angka dari -3

sampai 6 untuk tiga tahun sebelum privatisasi dan enam tahun setelah privatisasi.

10
Tabel 2 Statistik Deskriptif

Variable Obs Mean Std. Dev Min Max


roa 135 0,1378 0,1575 -0,1189 0,7208
privyear 135 1,6667 2,9925 -3 6
opef 135 0,1838 0,1701 0,0171 0,7394
inef 135 0,9376 0,4457 0,2047 1,8185
cgrule 135 0,3778 0,4866 0 1
govt 135 0,7220 0,1655 0,51 1
lev 135 0,2426 0,1565 0 0,7326
risk 135 9,3488 18,0011 -5,9218 94,1616
sagr 135 0,0229 0,2455 -0,2927 1,1269
size 135 9.805,341 13.7515,99 149,213 97.895,760
0
roa = rasio profitabilitas; privyear = lama perusahaan privatisasi; inef = kebijakan investasi
sebagai IRR; opef = efisiensi operasional sebagai IRR; cgrule = dummy 1 untuk sudah diterapkan
UU PT no.40/2007 dan 0 untuk lainnya; govt= persentase kepemilikan pemerintah; lev =
perbandingan utang; risk = tingkat risiko diukur melalui beban pinjaman dengan total aset; sagr =
pertumbuhan penjualan; size = total aset perusahaan

Hasil OPEF dan INEF menunjukkan rata-rata 0,1838 dan 0,9376 dengan standar deviasi

0,184 dan 0,446. Untuk variabel OPEF nilai terendah adalah 0,017 pada perusahaan PTPP di tahun

2013 dan nilai tertinggi mencapai 1,092 pada perusahaan JSMR di tahun 2012. Variabel INEF

menunjukkan nilai terendah yaitu 0,205 pada perusahaan JSMR di tahun 2004 dan nilai tertinggi

sebesar 1,818 pada perusahaan KAEF di tahun 2000. Variabel CGRULE menunjukkan hanya 38%

sampel yang sudah mengaplikasikan UU PT no.40 tahun 2007. Nilai rata-rata GOVT menunjukkan

angka 0,772 yang berarti rata-rata kepemilikan BUMN mayoritas masih dipegang oleh pemerintah

dengan demikian BUMN masih mendapatkan bantuan dan campur tangan pemerintah untuk

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Nilai leverage menunjukkan rata-rata sebesar 0,2426 dengan standar deviasi 0,1565. Hal ini

menandakan 15 sampel BUMN rata-rata 24,3% asetnya dibiayai oleh utang. Nilai risk menunjukkan

rata-rata sebesar 9,3488 yang berarti sampel perusahaan masih dapat membayar 10 kali lipat beban

bunga yang dimiliki menggunakan laba operasional yang dihasilkan. Pertumbuhan penjualan

perusahaan (SAGR) menunjukkan rata-rata 0,0229 yang berarti perusahaan sampel memiliki

pertumbuhan penjualan per tahun 22,9% yang merupakan hal yang baik karena mengindikasikan

terdapatnya perkembangan. Total aset yang dimiliki perusahaan sampel rata-rata menunjukkan hasil

11
9.805,341 juta rupiah dengan hasil tertinggi 97.895,76 juta rupiah oleh WSKT pada tahun 2017 dan

hasil terendah merupakan 149,213 juta rupiah oleh SMGR pada tahun 1988.

Hasil Pengujian Wilcoxon Signed-rank Test

Wilcoxon signed-rank test merupakan alat pengujian untuk menguji apakah terdapat

perbedaan median antara nilai sebelum dan sesudah privatisasi dengan hipotesis nol bahwa tidak

terdapat perbedaan median kedua sampel.

Perbedaan rata-rata ROA perusahaan mengalami penurunan sesudah tiga tahun privatisasi

sebesar -4,7% namun dalam jangka panjang mengalami kenaikan sebesar 2,5%. Namun hasil uji

wilcoxon pada tiga tahun dan enam tahun setelah privatisasi menunjukkan angka p-value diatas alpha

(p-value= 0.7563>0,1 dan 0.2964>0.1) yang berarti tidak terdapat perbedaan kinerja pada BUMN

sebelum dan sesudah privatisasi.

Leverage menunjukkan penurunan rata-rata dalam jangka pendek dan jangka panjang sebesar masing-

masing 6,2% dan 5,1%. Uji Wilcoxon juga menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai Z-stat

jangka pendek dan jangka panjang yaitu -3,008 dan -1,970 (p-value = 0,0026<0.01 dan 0,0489<0.05).

Hal tersebut terjadi karena walaupun tingkat utang perusahaan meningkat setelah privatisasi, jumlah

yang aset yang dimiliki menunjukkan peningkatan yang lebih besar sehingga membuat rasio leverage

menurun. Tingkat risk perusahaan menunjukkan peningkatan dari 8,067 menjadi 13,47 dan 10,587

pada jangka pendek dan jangka panjang, uji wilcoxon tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

(p-value = 0,1904>0.1 dan 0,2566>0.1). Peningkatan rasio risk dikarenakan peningkatan laba

operasional perusahaan yang menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan peningkatan

beban bunga perusahaan. Sales Growth perusahaan mengalami penurunan dalam jangka pendek

sebesar -5,37% dan peningkatan dalam jangka panjang sebesar 4,43%, namun uji wilcoxon tidak

menunjukkan adanya perbedaaan yang signifikan (p-value = 0.1234>0.1 dan 0.9146>0.1) di kedua

periode tersebut. Size menunjukkan peningkatan dalam jangka pendek dan jangka panjang sebesar

2.262 dan 8.363 juta rupiah, uji wilcoxon menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai Z-stat

sebesar 5,841 untuk kedua periode di (p-value 0,000<0.01).

12
Dari hasil uji Wilcoxon dapat dilihat bahwa perbedaan signifikan hanya terdapat pada

variabel leverage dan size, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang ditimbulkan

oleh privatisasi terhadap variabel lainnya hanya sedikit. Variabel dependen yaitu ROA tidak

menunjukkan adanya perbedaan signifikan berdasarkan uji wilcoxon, walaupun terdapat penurunan

dalam jangka pendek dan peningkatan dalam jangka panjang yang berarti bahwa privatisasi hanya

berdampak negatif pada jangka pendek saja dan akan berdampak positif dalam jangka panjang

terhadap profitabilitas.

13
Tabel 3 Wilxocon Signed-rank Test

Mean (Median) three Mean (Median) three years Mean (Median) six years Change of Change of Z-stat Median Z-stat Median
years before privatization after privatization after privatization Mean Mean (B-A) p-value (C-A) p-value
(A) (B) (C) (Median) (Median)
B-A (C-A)
ROA 0,1533 0,1061 0,1790 -0,0472 0,0257 -0,3100 1,0440
(0,0786) (0,0891) (0,0971) (0,0105) (0,0185) (0,7563) (0,2964)
Lev 0,2805 0,2185 0,2289 -0,0620 -0,0516 -3,0080 -1,9700
(0,2678) (0,2294) (0,2350) (-0,0384) (-0,0328) (0,0026)*** (0,0489)**
Risk 8,0668 13,4702 10,5869 5,4034 2,5201 1,3090 1,1340
(2,9867) (4,3598) (4,0173) (1,3731) (10306) (0,1904) (0,2566)
SAGR 0,2435 0,1899 0,2878 -0,0537 0,0443 -1,5410 0,1070
(0,2435) (0,1573) (0,1860) (-0,0862) (-0,0576) (0,1234) (0,9146)
Size 2.469,0186 4.731,4179 10.832,8026 2.262,3993 8.363,7840 5,841 5,841
1.349,7682 2.083,0068 3.351,1125 733,2386 2.001,3443 (0,000)*** (0,000)***
***α = 1%
Notes **α = 5%
*α = 10%
roa = rasio profitabilitas ; lev = perbandingan utang ; risk = tingkat risiko diukur melalui beban pinjaman dengan total aset ; sagr = pertumbuhan penjualan ; size = total aset
perusahaan

14
Hasil Pengujian Hipotesis

Tabel uji regresi menunjukkan beberapa hasil. Koefisien variabel PRIVYEAR

memiliki koefisien sebesar -0.0236 dengan p-value dibawah 10 persen (p-value = 0.09 <

0.10) yang menandakan bahwa lamanya privatisasi memiliki pengaruh negatif signifikan

terhadap kinerja keuangan BUMN yang diukur dengan ROA.

Tabel 4 Hasil Uji Regresi

ROAit = ɑ + β1 PRIVYEARit + β2 INEFit + β3 OPEFit + β4 GOVTit +


β5 CGRULEit + β6 PRIVYEARit*INEFit + β7 PRIVYEARit*OPEFit +
β8 PRIVYEARit*GOVTit + β9 PRIVYEARit*CGRULEit + β10 LEVit +
β11 RISKit + β12 SAGRit + β13 SIZEit + ɛit
ROA Expecte Coef P>|t|
d
PRIVYEAR + -0,0236 0,09*
OPEF + 0,3260 0,309
INEF + 0,0041 0,434
CGRULE + 0,0268 0,235
GOVT - 0,3887 0***
PYEAR*INEF + 0,0241 0,0085***
PYEAR*OPEF + 0,0158 0,244
PYEAR*CGRULE + -0,0048 0,311
PYEAR*GOVT - 0,0430 0,08*
LEV 0,1961 0,017**
RISK -0,0002 0,379
SAGR -0,0153 0,339
SIZE -0,0771 0***
Cons 0,3809 0,008
Prob>F 0,0000
R-Squared 0,5918
n 135
***α = 1%
Notes **α = 5%
*α = 10%
roa = rasio profitabilitas; privyear = lama perusahaan privatisasi; inef = kebijakan
investasi sebagai IRR; opef = efisiensi operasional sebagai IRR; cgrule = dummy 1
untuk sudah diterapkan UU PT no.40/2007 dan 0 untuk lainnya; govt= persentase
kepemilikan pemerintah; lev = perbandingan utang; risk = tingkat risiko diukur
melalui beban pinjaman dengan total aset; sagr = pertumbuhan penjualan; size = total
aset perusahaan

Variabel tata kelola perusahaan yang diwakilkan oleh IRR (Internal Rules and

Restrain) yaitu OPEF dan INEF tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p-value =

0.309 > 0.10 dan 0.434 > 0.10) begitu pula dengan variabel CGRULE (p-value = 0.235 >

15
0.10). Variabel GOVT sebagai perwakilan competition memiliki pengaruh signifikan

terhadap ROA (𝛽 = 0.3887) dengan (p-value = 0.000 < 0.01) yang berarti GOVT

memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA. Setelah dilakukan moderasi terdapat

hasil sebagai berikut. Variabel PYEAROPEF tidak menunjukkan hasil yang signifikan

(p-value = 0.244 > 0.10), begitu pula dengan PYEARCGRULE dengan hasil yang tidak

signifikan (p-value = 0.311 > 0.10). Sedangkan variabel PYEARINEF menunjukkan

hasil yang signifikan dengan nilai p-value = 0.009 < 0.01 dan koefisien (𝛽 = 0.0241).

Begitu pula dengan PYEARGOVT menunjukkan pengaruh signifikan terhadap ROA

dengan nilai p-value sebesar 0.08 < 0.10 dengan koefisien (𝛽 = 0.0430). Hasil regresi

dengan moderasi menunjukkan variabel INEF memperkuat hubungan PRIVYEAR

terhadap profitabilitas sedangkan variabel GOVT melemahkan hubungan PRIVYEAR

terhadap profitabilitas BUMN. Variabel kontrol berupa leverage dan size memiliki

pengaruh signifikan positif dan negatif dengan koefisien (𝛽 = 0.1961) dan (𝛽 = -0.0771)

terhadap ROA perusahaan.

Temuan dan Interpretasi

Dampak Privatisasi Pada Kinerja Keuangan BUMN

Hasil regresi menunjukkan bahwa privatisasi berdampak negatif terhadap

profitabilitas BUMN. Menurut Alipour (2012) dan Wu (2007) perpindahan kepemilikan

negara saja tidak dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan karena manajemen yang

birokratis dan tata kelola perusahaan yang buruk, serta dibutuhkan perubahan dalam

lembaga pemerintahan seperti keterbukaan pasar, manajemen birokratis yang sedeharna,

dan kesehatan perusahaan sebelum melakukan privatisasi. Sifat asli dari BUMN sendiri

yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa subsidi juga

menjadi salah satu hambatan bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan

(Kirmizi, 2009). Dari sisi teoritis terdapat masalah keagenan yang unik dan tidak dapat

16
diselesaikan hanya dengan perpindahan kepemilikan tersebut, sehingga hak pemegang

saham minoritas untuk mendapatkan pengembalian yang layak tidak ditekankan.

Dampak Tata Kelola Manajemen Dalam Privatisasi

Variabel efektifitas investasi dan kepemilikan pemerintah membantu perusahaan

dalam meningkatkan kinerja keuangan setelah privatisasi. Menurut Rakhman (2017) dan

Yu (2013) kepemilikan pemerintah yang lebih tinggi dapat meningkatkan kinerja

perusahaan karena pemerintah memberikan helping hand dalam bentuk hubungan pasar,

penyediaan sumber daya, dukungan finansial, dan regulasi yang mendukung BUMN.

Sedangkan variabel efektifitas investasi menunjukkan bahwa pengambilan keputusan

manajamen dalam melakukan investasi itu efektif, karena terdapat pengawasan lebih oleh

publik yang timbul berdasarkan teori keagenan dan teori hak atas properti sehingga

menimbulkan insentif bagi pihak manajemen untuk menekankan objektif komersil.

Variabel mekanisme tata kelola manajemen tidak menunjukkan hasil yang signifikan

karena terdapat masalah keagenan yang unik dimana pemerintah lebih menekankan

objektif sosial, hal tersebut juga dapat membantu menjelaskan mengapa variabel

kepemilikan pemerintah menunjukkan hasil positif signifikan. Namun kembali lagi

bahwa hal ini bukanlah hal yang buruk karena sifat asli BUMN yang dibentuk untuk

melayani masyarakat.

Tidak hanya tata kelola manajemen saja namun terdapat faktor lain yang dapat

membantu BUMN meningkatkan kinerja keuangan setelah privatisasi. Alipour (2012)

menyatakan bahwa diperlukan penyesuaian ekonomi secara makro yaitu penyesuaian

pasar modal, peningkatan sistem perbankan, dan perbaikan reglulasi korporasi di negara

tersebut. Lain hal dengan penelitian Dyck (1997) yang menyarankan perusahaan untuk

mengganti manajemen tingkat atas ke manajemen yang lebih ahli dan profesional, serta

meningkatkan insentif karyawan secara jangka panjang.

17
18
Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan

Kesimpulan

Penelitian menguji dampak privatisasi pada profitabilitas BUMN dengan ukuran

rasio return on asset (ROA). Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut, uji beda dengan

menggunakan wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari

profitabilitas BUMN sebelum dan sesudah melakukan privatisasi, yang menandakan

bahwa privatisasi tidak memberikan dampak pada profitabilitas perusahaan.

Analisis regresi menunjukkan bahwa privatisasi berdampak negatif secara

signifikan terhadap profitabilitas BUMN, sesuai dengan penelitian Alipour (2012) bahwa

privatisasi harus diimbangi dengan birokrasi yang baik, keterbukaan pasar, dan langkah

perusahaan yang mendukung pasar. Mekanisme tata kelola perusahaan yang diukur

dengan variabel efektivitas investasi (INEF) dan kepemilikan pemerintah (GOVT)

melemahkan hubungan negatif oleh privatisasi terhadap profitabilitas BUMN. Hal ini

dikarenakan meningkatkan insentif manajemen untuk menghasilkan kinerja yang baik

karena adanya hubungan keagenan dan pengawasan baru oleh publik. Serta pemerintah

memberikan helping hand seperti keterbukaan pasar dan akses terhadap sumber daya

(Yu, 2013) kepada BUMN sehingga membantu perusahaan untuk mencapai kinerja yang

lebih baik. Masalah utama yang dihadapi oleh BUMN adalah masalah keagenan yang

unik bahwa terdapatnya perampasan hak pemegang saham publik oleh pemerintah,

namun dipercaya bahwa penerapan tata kelola manajemen yang baik berupa mekanisme

pengawasan internal dan mekanisme kompetisi dapat mengurangi masalah keagenan

tersebut.

Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka implikasi dari penelitian

ini utnuk BUMN adalah bahwa privatisasi tersebut harus diimbangi dengan tata kelola

19
manajemen perusahaan yang baik melalui mekanisme pengawasan internal dan eksternal.

Perusahaan juga dapat melakukan penggantian manajemen yang lebih profesional dan

dapat menekankan objektif komersil serta meningkatkan insentif agar tercapainya tujuan

yang sama antar pemegang saham minoritas, yaitu publik, dan manajemen.

Implikasi untuk pemerintah adalah bahwa BUMN sebagai roda penggerak

perekonomian nasional harus menghasilkan kinerja yang baik di mata publik, sehingga

pemerintah dapat memberikan dukungan pada BUMN dalam bentuk subsidi, kontrak, dan

kebijakan (Rakhman, 2017).

Implikasi untuk pemegang saham adalah untuk mengawasi keputusan dan tindakan

manajemen BUMN. Pengawasan ini adalah sebagai salah satu bentuk tata kelola

perusahaan. Dengan adanya tata kelola yang baik tersebut, maka privatisasi dapat

meningkatkan kinerja keuangan BUMN

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pertama adalah periode penelitian yang hanya meneliti enam tahun

setelah privatisasi untuk meneliti dampak jangka panjang. Keterbatasan lain dalam

penelitian ini adalah pengukuran variabel tata kelola perusahaan yang terbatas. Penelitian

ini hanya menggunakan empat pengukuran tata kelola perusahaan karena keterbatasan

data, namun menurut penelitian Rosietta (2017) mekanisme tata kelola manajemen dapat

diukur juga melalui organizational restructuring dan market domination. Penelitian

Rosietta (2017) ini mengacu pada jurnal World Bank (2000) mengenai mekanisme tata

kelola manajemen pada BUMN, sedangkan terdapat banyak variabel yang dapat

menjelaskan tata kelola manajemen dalam organ-organ internal perusahaan. Variabel

BOC Oversight Effectiveness dinilai kurang dapat mengukur keefektifan pengawasan

karena belum ada ukuran melalui data atau angka yang dapat menunjukkannya,

melainkan hanya menunjukkan ada tidaknya pengawasan.

20
.

Daftar Pustaka

Adams, S. and Mengistu, B. (2008), Privatization, governance and economic


development in developing countries, Journal of Developing Societies, Volume
24(4), 415-438.
Alchian, Armen A. (1965). Some Economics of Property Rights. II Politico, Volume
30(4), 816-829.
Alipour, Mohammad. (2012). “Has privatization of state-owned enterprises in Iran led to
improved performance?”. International Journal of Commerce and Management,
Volume 23(4), 281-305
Amo, H. F., & Gyamerah, S. (2016). The Pre and Post Financial Performance of
Privatized State-Owned Enterprises in Ghana. Research Journal of Finance and
Accounting, 8.
Boubakri, N., Cosset, J.-C., & Guedhami, O. (2005). Liberalization, corporate governance
and the performance of privatized firms in developing countries. Journal of
Corporate Finance, 11(5), 767–790.
https://doi.org/10.1016/j.jcorpfin.2004.05.001
Dharwadkar, R., George, G. and Brandes, P. (2000), “Privatization in emerging
economies: an agency perspective”, Academy of Management Review, Vol. 25,
650-669.
Dyck, I.J.A. (1997), “Privatization in Eastern Germany: management selection and
economic transition”, American Economic Review, Vol. 87, 565-597.Kirmizi.
(2009). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara
Sebelum dan Sesudah Privatisasi di Indonesia, Jurnal Ilmu Administrasi Negara,
Volume 9(2), 103-113
Helfert, E. A. (1996). Teknik Analisis Keuangan: Petunjuk Praktis untuk mengelola dan
mengukur kinerja perusahaan. Jakarta: Erlangga.
Kristianto, Djoko (2006). Dampak Privatisasi BUMN Bagi Masyarakat Ekonomi di
Indonesia. Ekonomi dan Kewirausahaan, 6(2), 146-155.
Kurniawati, S.L. & Lestari, W. (2008). Studi Atas Kinerja BUMN Setelah Privatisasi.
Jurnal Keuangan dan Perbankan, Volume 12(2), 263 – 272.
Rakhman, Fuad. (2017). Can partially privatized SOEs outperform fully private firms?
Evidence from Indonesia. Research in International Business and Finance.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ribaf.2017.07.160
Rossieta, Hilda. (2017). Good Governance Mechanism, Agency Problems and Privatized
SOEs Performance: Empirical Evidences from Indonesian Stock Exchange.
International Journal of Economics and Management, Volume 11, 287-307.
Rosyadah, F. (2013). Pengaruh Struktur Modal terhadap Profitabilitas. Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol. 3, No.1.
Suhayati, M. (2011). Kajian Yuridis Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Melalui
Mekanisme Penawaran Umum (Initial Public Offering), 2(1), 24.
Suhud, Mohamad (2002). Privatization: A Review on the Power Sector Restructuring in
Indonesia, INFID’s Background Paper on Privatization.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara
Yu, M. (2013). State ownership and firm performance: Empirical evidence from Chinese
listed companies. China Journal of Accounting Research, 6(2), 75–87.
https://doi.org/10.1016/j.cjar.2013.03.003

21

Anda mungkin juga menyukai