Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di lingkungan Kementerian
Kesehatan sudah dimulai sejak dekade delapan puluhan. Pada masa itu
Departemen Kesehatan RI melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES)
memanfaatkan teknologi informasi dengan sistem Electronic Data Processing
(EDP) namun hal ini baru diterapkan di tingkat pusat. komitmen bersama antar
pemimpin birokrasi bidang kesehatan untuk mendayagunakan teknologi informasi
dan komunikasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, baik di
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, namun karena berbagai kendala dan
hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP)
membuat SIK kurang optimal dan belum berdayaguna.
Pada era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah
mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah
Sakit, Sistem Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian &
Pengembangan Kesehatan. Namun masing-masing sistem tersebut belum
terintegrasi dengan baik dan sempurna.
Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan
Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA
yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub
sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
SIKDA seharusnya bertujuan untuk mendukung SIKNAS, namun dengan
terjadinya desentralisasi sektor kesehatan ternyata mempunyai dampak negatif.
Terjadi kemunduran dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara
nasional, seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data
SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan. Dengan desentralisasi,
pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun belum adanya kebijakan tentang standar pelayanan
bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan
persepsi masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan
sistem informasi kesehatan yang dibangun tidak standar juga. Variabel maupun
format input/output yang berbeda, sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat
saling berkomunikasi.
Melihat berbagai kondisi di atas maka dibutuhkan suatu aplikasi sistem
informasi kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun
output data yang diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat
pelayanan kesehatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat.

1.2 Tinjauan Pustaka


Hyperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi pulpa
adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan , terjadi
sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam
pulpa.Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus, urat-urat syaraf,dan saluran
lympe (Apriasari, 2012). Sementara gangren Pulpa adalah keadaan gigi dimana
jaringan pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat
menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin
banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak
tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih
hidup. Proses terjadinya gangren pulpa diawali oleh proses karies. Bila karies
telah mengenai pulpa dan jaringan pulpa telah mati , maka keadaan ini sering
menyebabkan bengkaknya pipi oleh gigi gangren yang tidak dirawat. Begitupun
juga sisa akar yang tidak dicabut dapat menimbulkan rasa sakit hingga terinfeksi
bahkan bisa juga menimbulkan pembengkakan (Jumiati et al, 2013).
Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa
tingkat sebagai berikut:
 Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmasdan
pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan
kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit
kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer
lainnya.
 Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi,
rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder
lainnya.
 Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah
Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.
Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu:
a. Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di
fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper
based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-
formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan
pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan
infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu
berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga
menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan
proses pelaporan.
b. Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan
informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah
dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik itu
dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM)
maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih
belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.
c. Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan
informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah
dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, dengan
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah
terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk
memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.
Dalam proses pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia,
standar-standar yang dibutuhkan, baik standar proses pengelolaan informasi
kesehatan maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber
daya kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah
tertentu, terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap institusi kesehatan mulai dari
puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi
menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini
menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain
itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang
untuk menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan.
Penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia yaitu:
 Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang
berbeda-beda di setiap daerah.
 Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda-beda
 Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive
 Kekhawatiran akan masalah keamanan data.
Aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) Puskesmas digunakan di
puskesmas dalam kegiatan pencatatan berbagai kegiatan pelayanan, baik itu
kegiatan dalam gedung maupun kegiatan luar gedung, dan dapat dilakukan
koneksi data base secara oline melalui jaringan internet ke Server SIKDA Generik
di dinas kesehatan, maupun ke data base lokal yang ada di puskesmas. Kegiatan
puskesmas yang mampu ditangani oleh SIM Puskesmas adalah :
1. Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per individu
2. Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke puskesmas.
3. Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung, meliputi:
a. Pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, gigi, KIA, imunisasi, dll)
b. Pelayanan UGD
c. Pelayanan rawat inap
4. Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan obat/farmasi di puskesmas,
pos obat desa, pos UKK.
5. Pengelolaan informasi tenaga kesehatan puskesmas
6. Pengelolaan informasi sarana dan peralatan (inventaris) puskesmas
7. Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung yang meliputi
a. Kegiatan puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan desa,
posyandu, polindes, poskesdes, poskestren.
b. Pengelolaan informasi pembiayaan kesehatan masyarakat dan
keuangan puskesmas
c. Pengelolaan informasi gizi masyarakat
d. Pengelolaan informasi surveilans (pengendalian penyakit)
e. Pengelolaan informasi promosi kesehatan
f. Pengelolaan informasi kesehatan lingkungan
8. Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal puskesmas

Daftar Pustaka:
Pusat Data dan Informasi. 2011. SIKDA GENERIK. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai