Anda di halaman 1dari 7

STRUKTUR HISTOLOGIS TULANG FEMUR DAN JARINGAN

SUBKUTAN KELINCI NEW ZEALAND

Eko Susetyarini1, Poncojari Wahyono2, Roimil Latifa3, Endrik Nurrohman4


1
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 65144
2
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 65144
3
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 65144
4
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 65144

Email Korespodensi: niniek08@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi ukuran dan mendeskripsikan gambaran struktur histologis tulang
femur dan subkutan kelinci New Zealand. Jenis penelitian adalah deskriptif. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian dimulai
bulan Agustus sampai September 2019. Pengamatan struktur histologis dengan metode Gosok dan Rentang
dan pengamatan ukuran menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), pengukuran histologis tulang
dilakukan 3 kali ulangan dan diambil rata-rata. Analisis data secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan
melihat struktur histologiis masing-masing preparat dan rata-rata hasil pengamatan ukuran menggunakan
Scanning electron microscope (SEM). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ditemukan adanya sistem
harvest, canalis centralis, canalis volkman, osteosit dalam lakuna, lamela, dan canaliculi, dengan ukuran rata-
rata diameter canalis centralis 5,46 µm, jarak antar lakuna satu dengan lainya 6,9 µm, panjang canalis volkman
44,8 µm, lebar canalis volkman 1,2 µm, panjang lakuna 0,86 µm, jarak antar lamela 6,52 µm, panjang canaliculi
6,48 µm. Pada jaringan ikat subkutan ditemukan adanya serabut elastis dengan rata-rata berukuran lebar 2,3
µm, serabut kolagen dengan rata-rata ukuran lebar 5,2 µm, dan sel mesenkim yang terletak diantara kedua
serabut.
Kata Kunci: Kelinci New Zealand, Struktur Histologis, Subkutan, Tulang Femur,

Pendahuluan

Histologi merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji secara umum tentang jaringan penyusun
tubuh, kimia jaringan, dan sel yag dipelajari dengan metode analitik mikroskopik (Harjana, 2011).
Pembahasan dalam ilmu Histologi sangat menekankan pada pembahasan sel-sel yang menyusun
suatu jaringan (Wahyuni, 2000). Perkembangan pembahasan ilmu Histologi sekarang secara luas
sudah membahas semua cabang anatomi mikroskopik (Lesson et al, 1995). Kajian ilmu Histologi
salah satunya mempelajari tentang jaringan ikat. Jaringan ikat terbagi menjadi 1) jaringan ikat biasa
terdiri dari jaringan ikat longgar (areolar), 2) jaringan ikat padat yaitu jaringan ikat dengan sifat
khusus seperti jaringan adiposa, jaringan retikuler, jaringan hematopoietik, 3) jaringan ikat khusus
atau jaringan penyokong yaitu tulang dan tulang rawan (Hatta, 2012).
Tulang merupakan organ penyokong terutama bagi hewan tingkat tinggi yang tersusun atas jaringan
dan sel-sel tulang. Fungsi utama sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh (Dewi et al, 2017).
Tulang tergolong jaringan ikat yang termineralisasi (Ardhiyanto, 2011), termasuk jaringan ikat
khusus (Lesson et al, 1995). Komposisi dalam jaringan tulang terdiri dari matrik organik dan matrik
inorganik (Nanci, 2005). Sel-sel pada tulang antara lain osteoblast, osteosit, osteoklas dan sel
osteoprogenitor. Osteoblast ditemukan dalam lapisan jaringan tulang yang menjadi perantara
mineralisasi osteoid. Osteosit adalah komponen sel utama yang membentuk matriks tulang.
Osteoklas merupakan sel fagosit yang mengikis tulang dan memperbaiki tulang bersama osteoblast.
Sel osteoprogenitor merupakan sel yang menghasilkan osteoblast dan osteosit. Tulang membentuk
endoskeleton yang kuat dan kaku (Ramadhan, 2018).
Jaringan subkutan merupakan jaringan yang terdapat pada bagian bawah kulit, jaringan subkutan
termasuk dalam jaringan ikat longgar. Jaringan subkutan secara umum tersusun atas serabut dan sel

Seminar Nasional Pendidikan Sains 2019 | 17


mesenkim. Jaringan ikat subkutan tersusun atas sejumlah sel embrional diduga tetap ada pada orang
dewasa (Subowo, 1992). Bila fibroblas biasanya terlihat berdekatan dengan serat kolagen, maka sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi sering terdapat sepanjang dinding pembuluh darah, terutama
kapiler, dan dikenal sebagai sel perivaskuler atau sel adventisia. Sel mesenkim mampu
berdiferensiasi menjadi jenis sel yang umum dijumpai dalam jaringan ikat longgar atau menjadi sel
lain seperti sel otot polos setelah ada cedera pada pembuluh darah (Lesson et al, 1995).
Jaringan ikat tulang dan subkutan terdapat pada kelompok hewan salah satunya adalah kelinci untuk
menyokong tubuhnya. Kelinci New Zealand merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant
dari Belgian hare berasal dari Amerika, kelinci ini memiliki ciri dada penuh, badanya medium tetapi
terlihat gempal, kaki depan agak pendek, kepala besar agak bundar bulunya tebal dan halus (Masanto
& Agus, 2013). Dibandingkan dengan tikus dan marmut, tulang femur pada kelinci lebih besar dan
memiliki karakteristik tulang yang pertumbuhanya lebih cepat hal tersebut dikarenakan proses
osifikasi yang cepat (Hartadi et al, 2018), namun lebih rapuh (Hustamin, 2006). Kelinci New Zealand
juga sering dipakai sebagai hewan laboratoris atau hewan coba (Curnin & Bassert, 1985). Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran dan ukuran histologis jaringan tulang femur kelinci
dan jaringan ikat subkutan kelinci New Zealand.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian dilakukan di Laboratorium terpadu untuk kegiatan
adaptasi dengan lingkungan dan pemeliharaan kelinci dan Laboratorium Biologi Universitas
Muhammadiyah Malang untuk kegiatan pembedahan dan pengamatan histologis. Penelitian dimulai
bulan Agustus sampai September 2019. Alat dan bahan yang digunakan diantaranya mikroskop
binokuler, kaca benda, 1 set alat bedah, Scanning Electron Microscope (SEM), hewan coba, alkohol,
xylol, aquades, Hematoxylin, Eosin, xylene. Prosedur pengamatan preparat tulang menggunakan
metode gosok menurut Wahyuni, (2017) dan Muntiha, (2001), langkahnya yaitu memotong tulang
femur, menggosok tulang sampai tipis secara merata dan searah sambil ditetesi air, memasukkan
dalam alkohol absolut selama 15 menit, memindahkan pada xylol murni, mengamati menggunakan
mikroskop. Pengamatan ukuran histologis femur yang telah digosok dan diamati menggunakan
mikroskop, selanjutnya mengamati dan mengukur struktur histologisnya dengan mikroskop elektron,
pengamatan ukuran diulang sebanyak tiga kali dan diambil rata-rata.
Prosedur pengamatan jaringan ikat subkutan menggunakan metode rentang menurut Wahyuni,
(2017), langkahnya yaitu membedah hewan coba, mengambil lapisan subkutan, merentangkan
lapisan subkutan pada kaca benda, menetesi alkohol 70% selama 10 menit, selanjutnya menetesi
aquades selama 10 menit, memberikan pewarnaan menggunakan Hematoxylin selama 20 menit,
mencuci kelebihan pewarna menggunakan aquades, pewarnaan Eosin selama 30 menit, dehidrasi
alkohol bertingkat 70%, 80%, 100%, dealkolisasi alkohol dengan xylol dengan perbandingan 1:3,
1:1, 3:1 masing-masing selama 10 menit, menetesi xylol murni, mengamati menggunakan
mikroskop. Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dengan melihat struktur histologiis
masing-masing preparat dan rata-rata hasil pengamatan ukuran menggunakan Scanning electron
microscope (SEM).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil pengamatan preparat gosok tulang femur didapatkan bagian-bagian histologis disajikan pada
gambar 1.

18 | Menyiapkan Guru IPA Masa Depan Menghadapi Transformasi Dunia Digital


1a 1b

1c 1d

Gambar 1a, 1b, 1c Histologi Tulang Femur Gambar 1d. Sampel hasil pengamatan dan
Perbesaran 100x, 400x, 1000x pengukuran histologis tulang menggunakan
Keterangan: a. Canalis centralis, b. Scanning Electron Microscope (SEM)
Osteosit dalam lakuna, c. Lamela, d.
Canalis volkman, e. Canalikuli

Berdasarkan pengamatan histologi tulang femur (gambar 1) didapatkan bagian diantaranya sitem
harvest yang tersusun atas bagian-bagian lain yaitu canalis centralis yang merupakan semacam kanal
atau lubang yang terdapat pembuluh darah di dalamnya, lamela yang merupakan bagian yang seolah-
olah ditempati oleh osteosit dalam lakuna. Lamela terlihat beberapa jumlahnya dengan diameter
semakin keluar atau menjauhi canalis centralis lamela semakin lebar. Lapisan lamelar berbentuk
melingkar menyelimuti osteon pada tulang korteks dan strukturnya berbentuk anyaman (Smith et al,
2006). Jumlah lamela dalam sistem harvest berjumlah antara enam sampai lima belas yang tersusun
konsentris (Gunarso, 1979).
Osteosit atau sel-sel tulang keras yang terdapat dalam lakuna. Osteosit adalah sel-sel tulang matur
yang berasal dari osteoblas, dan berada di lakuna di dalam matriks tulang yang terkalsifikasi
(Sitanggang, 2005). Osteosit adalah osteoblas yang terpendam dalam matrik tulang, osteosit
berbentuk seperti bentukan lakuna yang merupakan tempat tinggalnya, bentuk lakuna lonjong tidak
teratur dan berbentuk bikonveks pada tepinya, osteosit dan cabangnya tidak melekat langsung pada
matriks sekitarnya tetapi terpisah dari dinding lakuna dan kanalikuli oleh daerah amorf tipis (Lesson
et al, 1995).
Kanalikuli yang seperti serabut-serabut menempel pada setiap lakuna yang sebenarnya adalah
saluran, kanalikuli terlihat disetiap lakuna dan menjadi penghubung antara osteosit dalam lakuna
pada lamela satu dengan lamela yang lainya. Kanalikuli adalah saluran halus yang meluas dari satu
lakuna ke lakuna lainya dan meluas ke permukaan tulang, kanalikuli pada setiap lakuna menjulur
keluar dari lakuna (Lesson et al, 1995). Pada kanalikuli terdapat prosesus sitoplasmik dari osteosit.
Prosesus ini mengadakan kontak dengan prosesus dari osteosit di sebelahnya (Sitanggang, 2005).

Seminar Nasional Pendidikan Sains 2019 | 19


Kanalis volkman atau jembatan volkman yang terlihat seperti kanal penghung antara canalis centralis
satu dengan canalis centralis lainya sehingga membentuk suatu sistem yang dinamakan dengan
sistem harvest.

Ukuran histologis tulang femur disajikan pada gambar 2.

50 44.8
45
40
35
Ukuran (µm)

30
25
20
15
10 5.46 6.9 6.52 6.48
5 1.2 0.86
0
diameter jarak antar panjang lebar canalis panjang jarak antar panjang
canalis lakuna canalis volkman lakuna lamela canaliculi
centralis volkman
Histologis Tulang femur

Gambar 2. Rerata Ukuran Histologis Tulang Femur kelinci New Zealand

Hasil pengamatan ukuran histologis tulang femur kelinci New Zealand (gambar 2) didapatkan bahwa
diameter canalis centralis 5,46 µm, jarak antar lakuna satu dengan lainya 6,9 µm, panjang canalis
volkman 44,8 µm, lebar canalis volkman 1,2 µm, panjang lakuna 0,86 µm, jarak antar lamela 6,52
µm, panjang canaliculi 6,48 µm.
Kepadatan tulang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor individu seperti
usia, ras, jenis kelamin (Widyanti et al, 2017). Menurut Seeman (2003), ketidakseimbangan antara
resorpsi dan pembentukan tulang pada proses remodeling tulang dapat mengakibatkan kepadatan
tulang berkurang sehingga dapat menimbulkan penyakit metabolik. Selanjutnya Manolagas (2000),
menyatakan berkurangnya kepadatan sel tulang dapat diakibatkan oleh berkurangnya jumlah osteosit
atau kurangnya kadar mineral.
Hasil pengamatan jaringan subkutan disajikan pada gambar 3.

3a 3b

c
b

20 | Menyiapkan Guru IPA Masa Depan Menghadapi Transformasi Dunia Digital


3c 3d

Gambar 3a,b,c. Jaringan Ikat Subkutan. Perbesaran: 100x, diperbesar


3c dan 3d Pengamatan menggunakan SEM. Perbesaran 1000x
Keterangan: a. Serabut elastis, b. Serabut kolagen, c. Sel mesenkim

6
5.2
5
Ukuran Milimikron (µm)

3
2.3
2

0
serabut kolagen serabut elastis
Lebar

Gambar 5. Rerata Ukuran Histologis Subkutan kelinci New Zealand

Berdasarkan hasil pengamatan jaringan subkutan kelinci (gambar 4) dapat terlihat adanya
serabut-serabut yang menyusun jaringan, terdapat dua serabut jika dilihat berdasarkan struktur tebal
dan tipisnya. Dua serabut tersebut yaitu serabut kolagen dan serabut elastis. Pada bagian diantara
serabut-serabut terdapat sel yang nampak lebih besar dibandingkan ukuran serabut, sel tersebut yaitu
sel mesenkim. Hasil pengamatan ukuran didapatkan hasil serabut elastis dengan rata-rata berukuran
lebar 2,3 µm, serabut kolagen dengan rata-rata ukuran lebar 5,2 µm (gambar 5). Secara struktural,
jaringan ikat dibentuk oleh tiga kelas komponen sel-sel, serat-serat dan substansi dasar. Pada
dasarnya terdiri dari sel-sel, maka unsur pokok jaringan ikat adalah matriks ekstraseluler, terdiri dari
kombinasi yang berbeda-beda dari serat-serat protein (kolagen, serat retikuler dan serat elastis) dan
substansi dasar (Lesson et al, 1995).
Mesenkim adalah jaringan ikat embrio yang kelak akan menumbuhkan jaringan ikat dewasa,
pembuluh darah dan limfe, dan otot polos. Secara histologis terdiri atas sel-sel mesenkim dan bahan
dasar (matriks). Sel mesenkim bentuknya tidak teratur dan memiliki banyak penjuluran dan saling
berhubungan. Inti lonjong, besar (Hernawati, 2008). Mesenkim suatu jaringan embrio yang dibentuk
oleh sel-sel memanjang yang tidak berdifferensiasi, yakni sel-sel mesenkim. Ciri-ciri sel ini adalah
bentuk inti oval dengan nukleolus yang menonjol dan kromatin halus. Sel-sel ini mempunyai banyak
sitoplasma, dan terbenam di dalam substansi ekstrasel yang melimpah dan kental yang mengandung
sedikit serat. Mesenkim pada dasarnya berkembang dari mesoderm. Sel-sel mesodermal bermigrasi
dari tempat asalnya di dalam embrio, yang melingkupi dan menembus organ-organ yang sedang
berkembang (Keosoemah & Dwiastuti, 2017).

Seminar Nasional Pendidikan Sains 2019 | 21


Kolagen atau serat kolagen ditemukan pada semua jaringan ikat dan terdiri atas protein
kolagen. Serat-serat tersebut sangat ulet dan berkasnya dalam keadaan segar tampak putih. (Subowo,
1992). Serat kolagen berdiameter antara 1 sampai 12 mikron atau mikrometer (Lesson et al, 1995).
Serabut kolagen beraspek putih, karenanya disebut serabut putih (white fiber), dan jumlahnya paling
banyak. Sifat-sifat umum : lentur (flexible), tapi susah diregang (Hernawati, 2008). Kolagen
merupakan matriks ekstraseluler yang tidak cair dan paling banyak menyusun 70% tendon dan
dermis (Bevelander& Ramaley, 1979). Sampai saat ini dapat diidentifikasi 11 jenis kolagen yang
berbeda, dimana tipe I sampai V merupakan serat kolagen yang paling banyak ditemukan. Sifat
kolagen ini agak asidofil (Keosoemah & Dwiastuti, 2017).
Serat elastis adalah komponen utama serat elastis yang terdapat pada kulit, pembuluh darah,
hidung, telinga luar, organ intestinal dan paru-paru, yang memungkinkan organ tersebut mendapat
bentuk sendiri setelah adanya tenaga yang mengubah bentuknya untuk sementara (Subowo, 1992).
Elastin disintesis pada retikulum endoplasma kasar dan ditumpukkan pada apparatus golgi,
sedangkan serat elastis disintesis oleh sel fibroblast (Hatta, 2012). Serat elastis terdapat pada jaringan
ikat, jarang dan tampak sebagai pita pipih atau benang silindris panjang, tipis, diameter berkisar 1
sampai 4 mikrometer (Lesson et al, 1995). Serabut elastin beraspek kuning, oleh karena itu disebut
serabut kuning (yellow fibers). Sifat umum dari serabut elastin adalah sangat elastik (Hernawati,
2008).

Simpulan

Sistem harvest pada tulang femur kelinci New Zealand ditemukan struktur histologis yang tersusun
atas bagian-bagian canalis centralis, canalis volkman, osteosit dalam lakuna, lamela, dan canaliculi
dengan ukuran rata-rata diameter canalis centralis 5,46 µm, jarak antar lakuna satu dengan lainya 6,9
µm, panjang canalis volkman 44,8 µm, lebar canalis volkman 1,2 µm, panjang lakuna 0,86 µm, jarak
antar lamela 6,52 µm, panjang canaliculi 6,48 µm. Pada jaringan subkutan ditemukan adanya serabut
elastis, serabut kolagen, dengan serabut kolagen lebih besar dibandingkan serabut elastis dengan
ukuran serabut elastis rata-rata berukuran lebar 2,3 µm, serabut kolagen dengan rata-rata ukuran lebar
5,2 µm dan sel mesenkim yang terletak diantara kedua serabut.

Daftar Pustaka

Ardhiyanto, Hengky Bowo. (2011). Peran Hidroksiapatit Sebagai Bone Graft Dalam Proses
Penyembuhan Tulang. Stomatognatic. J.K.G Unej. 8. 2: 118-21.
Bevelander, Gerrit & Ramaley, Judith A. (1979). Dasar-Dasar Histologi Edisi Kedelapan. Jakarta :
Gelora Akasara Pratama.
Dewi, Putri Mustafa Sabri, Erdiansyah Rahmi, M. Jalaluddin, Nuzul Asmilia, Al Azhar. (2017).
Density of Lumbal Vertebrae Bone Ovariectomized Rat (Rattus Norvegicus) Given the
Extract Sipatah–patah (Cissus quadrangularis Salis ). Jurnal Medika Veterinaria. 11. 1: 39-
44.
Gunarso, Wisnu. (1979). Dasar-dasar Histologi. Edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga
Hatta, Triani Hastuti. (2012). Histologi Jaringan Ikat. Bahan Ajar Histologi Jaringan Ikat_Biomedik
I.
Hernawati.( 2008 ). Bahan Kuliah Struktur Hewan Pada Materi Jaringan Ikat. Jakarta : Pendidikan
Biologi-FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Koesoemawati, Hatty Anggrawati & Dwiastuti, Sagung Agung Putri. (2017). Histologi dan Anatomi
Fisiologi Manusia. Bahan Ajar Keperawatan Gigi. Kementrian Kesehatan RI.
Lesson, C. Roland; Lesson, Thomas S.; Papara, Anthony A. (1996). Buku Ajar Histologi edisi 5.
Jakarta : EGC.
Manolagas, S. C. (2000). Bone Marrow, Cytokines And Bone Remodelling Emerging Insight Into
The Pathophysiology Of Osteoporosis. N. Eng. Jurnal Med. 332.21:115-137,

22 | Menyiapkan Guru IPA Masa Depan Menghadapi Transformasi Dunia Digital


Muntiha, Mohamad. (2001). Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan Dengan
Pewarnaan Hematoksilin Dan Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001. 156-
163.
Nanci A.( 2005). Oral Histology Development Structure And Function, 6th edition, Mosby, Elsevier,
New Delhi, p : 111-144
Ramadhan, Hendra.(2018). Pengaruh Asam Klorida Terhadap Kekuatan Tulang Ayam. Indonesian
Journal of Natural Science Education IJNSE. 01.0 : 1-6.
Seeman, E. (2003). The structural and biochemical basis of the gain and loss of bone strength in
women and men. Endocrinol. Mrtab. Clin. Orth. Am. 32:25-38
Sitanggang, Ervina Julien. (2005). Penuntun Praktikum Histologi Ii Histologi Sel Darah Blok
Sirkulasi. Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hkbp Nommensen.
Smith, L. A., Chen, V. J., dan Peter, X. (2006). Bone Regeneration on computerdesigned nano-
fibrous scaffolds, Biomaterials, Elsevier, Michigan.
Subowo. (1992). Histologi Umum. Bandung : Bumi Aksara.
Wahyuni, Sri. (2000). Bahan Ajar Mikroteknik. Malang : Pendidikan Biologi FKIP. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Widyanti1, Laras Ristati Eka; Kusumastuty; Inggita, Arfiani1,Eva Putri. (2017). Indonesian Journal
of Human Nutrition, 4.1:23 – 33.

Seminar Nasional Pendidikan Sains 2019 | 23

Anda mungkin juga menyukai