Anda di halaman 1dari 16

MODUL SOSIOLOGI

(ESA162)

MODUL SESI KETUJUH


PERILAKU MENYIMPANG

DISUSUN OLEH
ERWAN BAHARUDIN, S.SOS, M.SI

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0
PERILAKU MENYIMPANG

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Tujuan Instruksional Umum:
1. Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan Perilaku Menyimpang.
2. Memahami mengenao perilaku menyimpang dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

Tujuan Instruksional Khusus


1. Agar mahasiswa memahami bahwa di dalam masyarakat, terdapat perilaku
menyimpang.
2. Agar mahasiswa mampu menjelaskan, terhadap suatu kasus yang berkaitan
dengan perilaku menyimpang

B. Uraian dan Contoh


Seseorang yang melakukan tindak penyimpangan oleh masyarakat akan
dicap sebagai penyimpang (devian). Sebagai tolok ukur menyimpang atau tidaknya
suatu perilaku ditentukan oleh norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Setiap tindakan yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat akan dianggap sebagai penyimpangan dan harus ditolak. Akibat tidak
diterimanya atau ditolak perilaku individu yang bertentangan dengan nilai dan norma
masyarakat, maka berdampaklah bagi si individu tersebut.

Menurut beberapa ahli,1 definisi penyimpangan sosial itu sendiri bukan


sesuatu yang melekat pada bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri
penyimpangan melalui definisi sosial. Defini tersebut dapat bersumber pada
kelompok yang berkuasa dalam masyarakat ataupun dalam masyarakat umum.
Untuk lebih menjelaskan penyimpangan melalui definisi sosial akan diberi contoh
sebagai berikut:

1
Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2000, hlm. 184.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1
Apabila seseorang menanggalkan semua pakaiannya sehingga berada dalam
keadaan telanjang dihadapan mahasiswa hukum yang sedang mengikuti kuliah
dalam mata kuliah hukum pidana, ia akan dianggap melakukan penyimpangan.
Namun bila perbuatan yang sama dilakukan oleh model di studio lukis didepan
mahasiswa seni rupa dalam rangka mata ajaran melukis tubuh manusia, maka
perbuatan ini tidak dianggap sebagai penyimpangan. Dari contoh tersebut jelas
bahwa tercela tidaknya suatu perbuatan tidak melekat pada perbuatan itu sendiri
melainkan tergantung pada definisi sosial.

Teori para ahli yang menjelaskan masalah penyimpangan sosial yaitu antara
lain:2
1. Teori Differential Association
Teori Differential Association merupakan toeri yang dipelopori oleh Edwin H.
Sutherland.3 Menurut pandangan Sutherland penyimpangan bersumber pada
differential association atau pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan
dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission), melalui proses
belajar ini seseorang mempelajari suatu deviant subculture atau suatu sub-
kebudayaan menyimpang.

2. Teori Labelling
Teori lain untuk menjelaskan penyimpangan adalah Teori Labelling yang
dipelopori oleh Edwin M. Lemert. Menurut Lemert seseorang menjadi
penyimpang karena proses lebeling atau pemberian julukan, cap, etikat,
merek yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.

Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan, yang oleh Lemert


dinamakan penyimpangan primer (primary deviation). Akibat dilakukannya
penyimpangan tersebut misalnya pencurian, penipuan pelanggaran susila
atau perilaku aneh, si penyimpang lalu diberi cap pencuri, penipu atau orang
gila.

2
Ibid, hlm. 184-188.
3
E.H. Sutherland dan DR. Cressey, Principles of Criminologi, hlm.74.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2
Sebagai tanggapan pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku
penyimpangan primer kemudian mendefenisikan dirinya sebagai penyimpang
dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya atau melakukan
penyimpangan sekunder (secondary deviation), sehingga mulai menganut
suatu gaya hidup menyimpang (deviant life style) yang menghasilkan suatu
karer menyimpang (deviant career).

3. Teori Merton
Menurut argumen Merton4, struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku
konformis, tetapi menghasilkan perilaku pula yang menyimpang. Struktur
sosial menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan
sosial, menekan orang tertentu keperilaku nonkonform.

Merton mengemukakan bahwa dalam struktur sosial dan budaya dijumpai


tujuan, sasaran atau kepentingan yang didefinisikan oleh kebudayaan
tersebut merupakan hal yang “pantas diraih”. Selain itu, melalui institusi dan
aturan struktur budaya mengatur cara yang harus ditempuh untuk meraih
tujuan budaya tersebut. Aturan tersebut bersifat membatasi.

Cara tertentu seperti menipu atau memaksa tidak dibenarkan. Hipotesis


Merton ialah bahwa perilaku menyimpang merupakan pencerminan tidak
adanya kaitan antara aspirasi yang ditetapkan kebudayaan dan cara yang
dibenarkan struktur sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Merton
struktur sosial menghasilkan tekanan kearah anomie (strain toward anomie)
dan perilaku menyimpang.

4. Teori Fungsi Durkheim


Menurut Durkheim5, keseragaman dalam kesadaran moral semua anggota
masyarakat tidak dimungkinkan. Tiap individu yang satu berbeda dengan
yang lain karena dipengaruhi secara berlainan oleh berbagai faktor. Seperti
faktor keturunan, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial.

4
Merton, Robert K, Social Theory and Social Structure, The Free Press, New York, 1964, hlm.131-194.
5
Durkheim, Imile, The Rules of Sociologycal Method, The Free Press, New York, 1965, hlm.47-75.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3
Dengan demikian, orang yang berwatak penjahat akan selalu ada, dan
kejahatanpun akan selalu ada. Durkheim bahkan berpendapat bahwa
kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan maka
moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.

5. Teori Konflik
Penjelasan lain terhadap penyimpangan kita jumpai dikalangan penganut teori
Konflik Marx.6 Para penganut Marx mengatakan bahwa kejahatan terkait erat
dengan perkembangan kapitalisme. Menurut pandangan ini apa yang
merupakan perilaku menyimpang didefinisikan oleh kelompok berkuasa dalam
masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Para penganut
teori Marx mengatakan bahwa hukum merupakan pencerminan kepentingan
kelas yang berkuasa, dan bahwa sistem peradilan pidana mencerminkan nilai
dan kepentingan mereka. Oleh sebab itu orang yang dianggap melakukan
tindak pidana dan yang terkena hukuman biasanya lebih banyak terdapat
dikalangan orang miskin.

Faktor Penyimpangan Sosial


Menurut James W. Van Der Zanden,7 faktor-faktor penyimpangan sosial adalah
sebagai berikut:

a. Longgar atau tidaknya nilai dan norma.


Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik atau buruk dan
benar atau salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan
ukuran longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma
dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai
sosial masyarakat yang lain. Misalnya: kumpul kebo di Indonesia dianggap
penyimpangan, di masyarakat barat merupakan hal yang biasa dan wajar.

6
Kornblum, William, Sociology in a Changing World, Holt, Rinehart and Winston, New York, 1988.
7
Zanden, J.W. Van Den, Sosiology, John Willey & Sons, New York, 1979.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4
b. Sosialisasi yang tidak sempurna
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna,
sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat
seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman,
menjadi teladan namun kadangkala terjadi pemimpin justru memberi
contoh yang salah, seperti melakukan KKN. Karena masyarakat mentolerir
tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.

c. Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.


Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub
kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang
normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan/pada
umumnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh,
masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, karena umumnya mereka
sibuk dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (makan),
sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah
sembarangan dsb. Hal itu oleh masyarakat umum dianggap perilaku
menyimpang

6. Menurut Casare Lombroso Perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-


faktor sebagai berikut:
a. Biologis
Misalnya orang yang lahir sebagai pencopet atau pembangkang. Ia
membuat penjelasan mengenai “si penjahat yang sejak lahir”. Berdasarkan
ciri-ciri tertentu orang bisa diidentifikasi menjadi penjahat atau tidak. Ciri-
ciri fisik tersebut antara lain: bentuk muka, kedua alis yang menyambung
menjadi satu dan sebagainya.

b. Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan
kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang
dialami seseorang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5
Disadari atau tidak setiap individu pasti pernah melakukan perilaku menyimpang,
baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Perilaku menyimpang dapat
terjadi pada siapapun, dimanapun dan kapanpun. Bila sistem pengendalian sosial
tidak dapat meminimalkan perilaku menyimpang, maka tentu orang tidak akan
merasa nyaman, aman, tentram dan teratur.

Pada dasarnya manusia ingin hidup dalam kondisi yang tertib dan harmonis tanpa
kesemerawutan dan kekerasan. Keteraturan sosial adalah suatu kondisi di mana
hubungan-hubungan sosial berjalan secara tertib dan teratur menurut nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Begitu pentingnya keteraturan dan
ketertiban dalam masyarakat sehingga beberapa daerah bahkan secara nasional
mencitpakan slogan atau motto yang intinya mengedepankan kehidupan yang tertib,
seperti Jakarta Teguh Beriman.

Perilaku warga menghasilkan sebuah pola perilaku tertentu yang diikuti hampir
sebagian anggota masyarakat. Pola ini kemdian menjadi order (adat istiadat) yang
ajeg dalam masyarakat. Keajegan dalam pola perilaku kemudian akhirnya tercipta
keteraturan sosial dalam kehidupan masyarakat.

Penyimpangan (deviance) adalah segala bentuk perilaku yang tidak berhasil


menyesuaikan diri dengan kehendak (norma) masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat.

Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap


sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi (James vander Zanden).

Suatu perilaku disebut menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat

Menurut Lemert, penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk:


1. Penyimpangan primer, penyimpangan yang bersifat sementara, tidak berulang,
dan dapat ditolerir masyarakat.
2. Penyimpangan sekunder, penyimpangan yang tidak dapat ditolerir masyarakat.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6
Penyimpangan yang dilakukan anggota masyarakat merupakan hasil proses
sosialisasi yang tidak sempurna. Individu-individu yang menyimpang tersebut tidak
mengamalkan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan mereka tidak merasa
bersalah bahkan mendapat keuntungan dari penyimpangan tersebut.

Penyimpangan ada yang dapat diterima masyarakat ada pula yang tidak.
Penyimpangan positif adalah penyimpangan yang dapat diterima masyarakat
contohnya adalah emansipasi wanita, sedangkan penyimpangan negatif adalah
penyimpangan yang tidak dapat diterima masyarakat contohnya adalah koruptor.

Penyimpangan bersumber pada:


1. Teori different association, yaitu penyimpangan yang bersumber pada pergaulan.
Penyimpangan dipelajari dari pergaulan / proses alih budaya. Misalnya orang
yang menghisap ganja. (Sutherland)
2. Teori labelling, yaitu penyimpangan yang terjadi karena pemberian julukan/cap,
yang diberikan masyarakat kepadanya (Edwin M. Lemert)
3. Teori merton, penyimpangan karena perbedaan struktur sosial dan budaya
(Robert K. Merton)

Empat macam atau kategori dari penyimpangan, yaitu:


1. Tindakan kriminal atau kejahatan, contoh: Pembunuhan, perkosaan, makar,
korupsi, dll
2. Penyimpangan sexual, contoh: Swinger, homosexual, pedofilia, semenleven.
3. Penyimpangan dalam bentuk pemakaian obat-obatan terlarang dan minum-
minuman keras.
4. Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya seperti arogansi
dan sikap eksentrik.
 Sikap arogansi, yaitu kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya.
Namun sikap arogan bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi
kekurangan dirinya.
 Sikap eksentrik, yaitu perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga
dianggap aneh, seperti laki-laki yang menggunakan anting, ataupun wanita
yang tomboy.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7
Sosiologi pada dasarnya menelaah perilaku yang wajar dalam masyarakat. Namun
tidak semua perilaku tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki
oleh masyarakat.
Sebagai contoh:
Sejak lahir orangtua berupaya agar anaknya berperilaku sesuai dengan jenis
kelaminnya, mulai dari pakaian dan mainan yang diberikan. Namun terkadang
ada anak yang memiliki perilaku menyimpang dari yang diharapkan

Acapkali dapat dibedakan dua macam persoalan, yaitu:


1. Problema masyarakat.
Menyangkut macam-macam gejala kehidupan bermasyarakat, seperti rumah
kumuh, pengangguran, kemiskinan, kesehatan lingkungan.
2. Masalah sosial.
Menyangkut gejala-gejala yang tidak baik atau abnormal dalam masyarakat.

Tidak semua masalah menjadi masalah sosial dan secara sosiologis ada beberapa
ukuran untuk menetapkan gejala / perilaku tersebut merupakan masalah sosial.

MASALAH SOSIAL adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan


dan masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau
menghambat terpenuhi keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut
sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.

Beberapa masalah sosial (penyakit sosial)


1. Kemiskinan.
2. Kejahatan, termasuk di dalamnya adalah white collar crime.
3. Disorganisasi keluarga
4. Masalah generasi muda
5. Pelanggaran terhadap norma masyarakat, seperti pelacuran, perjudian,
alkoholisme, homosexualitas
6. Masalah kependudukan. Penyebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan
kepadatan penduduk di suatu wilayah, sehingga menciptakan lingkungan hidup
yang kurang baik dan berdampak pada kesejahteraan sosial dan kesetiakawanan
sosial.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8
7. Masalah lingkungan yang dapat dibedakan:
1) Lingkungan fisik, yaitu semua benda mati yang berada di sekeliling manusia.
2) Lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa
organisme.
3) Lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang baik individu maupun
kelompok yang berada di sekitar manusia.

Pemecahan atas masalah sosial dapat dilakukan dengan menggunakan metode-


metode preventive dan represive.

Perilaku menyimpang biasa terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub
kebudayaan yang menyimpang. Seseorang yang tinggal di lingkungan kumuh,
masalah etika kurang diperhatikan karena masyarakatnya lebih sibuk dengan usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi kebanyakan mereka, cekcok antarwarga
dengan mengeluarkan kata-kata kasar atau tindakan buang sampah sembarangan
ataupun membunyikan radio dengan keras menjadi hal yang biasa.

Dengan demikian dapat dikatakan Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal
dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama)
secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9
C. Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan penyimpangan?
2. Bagaimana ukuran bahwa perilaku manusia itu dikatakan menyimpang?
Sertakan pula contohnya.
3. Apa saja kategori penyimpangan menurut Sosiologi?

D. Kunci Jawaban
1. Penyimpangan (deviance) adalah segala bentuk perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak (norma) masyarakat atau kelompok
tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh
sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas
toleransi (James vander Zanden). Suatu perilaku disebut menyimpang apabila
tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat

2. Sebagai tolok ukur menyimpang atau tidaknya suatu perilaku ditentukan oleh
norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Setiap tindakan
yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat akan
dianggap sebagai penyimpangan dan harus ditolak. Akibat tidak diterimanya
atau ditolak perilaku individu yang bertentangan dengan nilai dan norma
masyarakat, maka berdampaklah bagi si individu tersebut.
Contohnya:
Apabila seseorang menanggalkan semua pakaiannya sehingga berada dalam
keadaan telanjang dihadapan mahasiswa hukum yang sedang mengikuti
kuliah dalam mata kuliah hukum pidana, ia akan dianggap melakukan
penyimpangan. Namun bila perbuatan yang sama dilakukan oleh model di
studio lukis didepan mahasiswa seni rupa dalam rangka mata ajaran melukis
tubuh manusia, maka perbuatan ini tidak dianggap sebagai penyimpangan.
Dari contoh tersebut jelas bahwa tercela tidaknya suatu perbuatan tidak
melekat pada perbuatan itu sendiri melainkan tergantung pada definisi sosial.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10
3. Empat kategori penyimpangan menurut Sosiologi adalah sebagai berikut:
1) Tindakan kriminal atau kejahatan, contoh: Pembunuhan, perkosaan, makar,
korupsi, dll
2) Penyimpangan sexual, contoh: Swinger, homosexual, pedofilia,
semenleven.
3) Penyimpangan dalam bentuk pemakaian obat-obatan terlarang dan minum-
minuman keras.
4) Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya seperti
arogansi dan sikap eksentrik.
a. Sikap arogansi, yaitu kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya.
Namun sikap arogan bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin
menutupi kekurangan dirinya.
b. Sikap eksentrik, yaitu perbuatan yang menyimpang dari biasanya,
sehingga dianggap aneh, seperti laki-laki yang menggunakan anting,
ataupun wanita yang tomboy.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11
E. Jurnal
Untuk menambah wawasan mahasiswa, di bawah ini adalah link jurnal, dimana
artikel nya diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan

Judul: LGBT, DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS,HUKUM, HAM &


PANCASILA
Penulis : Abdul Muiz Azis
Link : https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Formil/article/view/1739/1584

Abstrak:
LGBT merupakan akronim dari “Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender”. Istilah
ini digunakan circa tahun 90 an untuk menggantikan frase “komunitas gay”. Setiap
komunitas yang disebut dan terkandung dalam akronim di atas tersebut, pada
praktiknya, telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing.

Bagaimana mereka bersekutu dan menyimbolisasikannya lewat bendera pelangi


adalah hal yang telah melewati proses yang sangat panjang. Perkembangan LGBT
di Indonesia walaupun tidak dapat dikatakan cukup pesat,namun masyarakat
makinmenyadari akan adanya keberadaan kaum LGBT disekitar mereka .

Data yang dilansir oleh portal gaya nusantara (Oetomo,2006) mengatakan bahwa
kaum ini di Indonesia sudah mencapai sekitar 20.juta. Bahkan Kinsey dalam
penelitiannya menemukan bahwa setiap individu memeliki kecndrungan seksual
menyukai sesame jenis ,satu dari tiga orang respondennya pernah memilki
pengalaman melakukan hubungan seksual paling tidak sekali dengan sesame jenis
(Oetomo,2006).

Kemudian WHO pada tahun 2005 menyatakan bahwa orientasi seksual seseorang
yang tidak “lazim”bukanlah penyakit social melainkan hanya preferensi seksual
individu. Dewasa ini kecendrungan kaum penganut LGBT untuk mengespresikan
dirinya semakin nampak dan makin berani. Fenomena dan isu seputar LGBT telah
menjadi perbincangan yang sangat hangat di banyak kalangan masyarakat dan
khalayak ramai, terutama di negara-negara berkembang yang mana masih
berpendapat bahwa orientasi seksual adalah sesuatu yang masih asing dalam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12
kebudayaan mereka. Bahkan, banyak lagi yang telah meloloskan regulasi untuk
melarang orang-orang dari perilaku LGBT tersebut.

Lembaga-lembaga swadaya masyarakat pun beramai-ramai dan bertubi-tubi


melawan dengan getir peraturan-peraturan yang melarang orientasi seksual ini
sembari menyatakan bahwa pangkal permasalahannya kembali kepada sebuah
pilihan pribadi dan tindakan yang telah melumpuhkan pengamalan dan pelaksanaan
isu-isu fundamental lagi mendasar dari arti hak asasi manusia.

Kata Kunci : LGBT.Sosiologis, HAM,.Hukum dan Pancasila

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13
F. Daftar Pustaka (Buku Referensi)
Abdullah, Mustafa dan Soerjono Soekanto,Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Jakarta: Rajawali, 1987.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum ( Suatu kajian Filosofis Dan Sosiologis) : dalam
Tulisan Hukum Sebagai Kenyataan dalam Masyarakat, PT. Toko Gunung
Agung Tbk., Jakarta.

Adi, Rianto. Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia anggota IKAPI. 2012

Ali, Prof. Dr. H. Zainuddin. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2005.

Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

Alvin S. Johnson. Sosiologi Hukum cet. 2, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. , 2004,

Anwar, Yesmil. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta. Grasindo. 2008.

Apeldoorn, Prof Mr. Dr. L.J. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. P.T. Pradnya Paramita.
1983

Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. 2004.

Lawang, Robert, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, Jakarta:Universitas


Terbuka 1994.

Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, , Remaja Rosdakarya, 84 Bandung, 1993

Mahfud, Moh MD, Politik Hukum Di Indonesia, LP3IS, Jakarta, 2001,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14
Mustakim , S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia. Surakarta:
Khazanah Ilmu. 2000.

Purwanto. Sosiologi untuk Pemula. Media Wacana. Yogyakarta, 2007.

Raharjo, Prof. Dr. Satjipto, SH. Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode Dan Pilihan
Masalah. Genta Publishing. Yogyakarta , 2010.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.

Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992

Soekanto, Soerjono, Memperkenalkan Sosiologi, Jakarta: Rajawali Press, 2003

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2003

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, cet-5,


1988.

Soetandyo Wignyosoebroto, Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional, Dinamika


Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 1995.

Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)”, Liberty, Yogyakarta,


1999,

Tim Penyusun Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 2005.

Yusuf, S., Nurihsan, J. Teori Kepribadian. PT Remaja Rosdakarya : Bandung. 2003.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15

Anda mungkin juga menyukai