Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hematopoiesis
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah. Tempat
utama terjadinya hemopoiesis berada di yolk sac (kantung kuning telur) pada beberapa minggu
pertama gestasi. Sejak usia enam minggu sampai bulan ke 6-7 masa janin, hati dan limpa merupakan
organ utama yang berperan dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2 minggu setelah lahir.
Sumsum tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin dan
merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dan dewasa yang normal. Sel-sel
yang sedang berkembang terletak di luar sinus sumsum tulang dan sel yang matang dilepaskan ke
dalam rongga sinus. Proses ini terjadi pada masa prenatal (masih dalam kandungan) dan post natal
(setelah lahir) (Cairo dan Bradley, 2007).
Sejak 3 bulan sebelum kelahiran, sumsum tulang menjadi lokasi utama hematopoiesis dan akan
berlanjut sebagai sumber sel darah setelah lahir dan sepanjang kehidupan. Proses pembentukan darah
dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar apabila individu dalam keadaan patologis (sumsum
tulang sudah tidak berfungsi atau kebutuhan meningkat). Pembentukan darah di luar sumsum tulang
ini disebut hematopoiesis ekstra meduler (Price et al., 2006).
Asal mula dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah berasal dari sel stem hematopoietik
pluripoten yang mempunyai kemampuan untuk pembaharuan diri dan mampu berkembang menjadi
progenitor multipoten. Selanjutnya, progenitor multipoten akan berkembang menjadi progenitor
oligopoten yakni common lymphoid progenitor (CLP) dan common myeloid progenitor (CMP). Sel
induk yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel dan
membentuk suatu jalur sel khusus disebut sel stem committed (Traver et al., 2000; Manz et al., 2001).
Berbagai sel stem committed bila ditumbuhkan dalam biakan akan menghasilkan koloni tipe sel
darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk
koloni eritrosit (CFU-E/colony forming unit-erythrocyte). Demikian pula unit yang membentuk koloni
granulosit dan monosit yang disebut CFU-GM, dan seterusnya. Sel punca myeloid dan sel punca
limfoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Generasi berikutnya adalah sel prekursor (-blast).
Setelah beberapa kali pembelahan, sel prekursor akan berkembang menjadi bagian sesungguhnya dari
darah, contohnya, monoblast akan berkembang menjadi monosit (Mikkola dan Stuart, 2006).
Sel induk pluripoten yang bereaksi terhadap berbagai rangsangan spesifik akan membelah,
berdiferensiasi, dan mengalami proses kematangan menjadi sub set sel dewasa dengan fungsi spesifik.
Berbagai bahan untuk stimulasi dibentuk oleh sel di bawah pengaruh berbagai stres untuk
mempertahankan homeostasis dalam sistem imunitas. Bahan yang disekresi oleh sel-sel ini secara
umum dinamakan sitokin dan beraksi secara autokrin maupun parakrin. Salah satu ciri kerja faktor
pertumbuhan yang penting adalah bahwa dua faktor atau lebih dapat bekerja sinergis dalam
merangsang suatu sel tertentu untuk berproliferasi atau berdiferensiasi. Kerja satu faktor pertumbuhan
pada suatu sel dapat merangsang produksi faktor pertumbuhan lain atau reseptor faktor pertumbuhan.
Faktor pertumbuhan dapat menyebabkan proliferasi sel, tetapi juga dapat menstimulasi diferensiasi,
maturasi, menghambat apoptosis, dan mempengaruhi fungsi sel matur (Abbas dan Litchman, 2005)
Faktor pertumbuhan hematopoietik berupa hormon glikoprotein yang mengatur proliferasi dan
diferensiasi sel-sel progenitor hematopoietik dan fungsi sel-sel darah matur. Faktor pertumbuhan dapat
bekerja secara lokal di tempat produksinya melalui kontak antar sel atau bersirkulasi dalam plasma.
Limfosit T, monosit dan makrofag serta sel stroma adalah sumber utama faktor pertumbuhan kecuali
eritropoietin, yang 90%-nya disintesis di ginjal dan trombopoietin yang terutama diproduksi di hati
(Mostert et al., 2006).

Gambar 1. Perkembangan Hematopoiesis (Chen, et al., 2012)


2.1.1 Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel darah merah. Sel induk
unipotensial yang dapat membentuk eritrosit termuda adalah sel proeritroblas yang dapat diidentifikasi
secara morfologis dengan pewarnaan sitokimia. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak
berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. Selanjutnya pada tahap
retikulosit, sel kehilangan inti dan menjadi lebih bebas satu sama lain serta dapat masuk ke dalam
sinusoid untuk terus masuk dalam aliran darah. Sel induk unipotensial yang committed akan mulai
bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoietin
(Overgaard et al., 2007).
Proliferasi dan maturasi sel darah merah diatur oleh sitokin termasuk eritropoietin sebagai
faktor yang terpenting dalam mekanisme ini. Bila terjadi hipoksia, nefron ginjal akan merespon
dengan memproduksi eritropoietin. Eritropoietin (EPO) merupakan suatu hormon glikoprotein dengan
berat molekul 30 – 39 kD yang akan terikat pada reseptor spesifik progenitor sel darah merah yang
selanjutnya memberi sinyal merangsang proliferasi dan diferensiasi. Sebaliknya bila terjadi
peningkatan volume sel darah merah di atas normal misalnya oleh karena transfusi, aktivitas
eritropoietin di sumsum tulang akan berkurang. Eritropoietin terutama dihasilkan oleh peritubular
interstitial (endotelial) ginjal (± 90%) dan sisanya (10-15%) dihasilkan di hati (Krantz, 1991). Produksi
EPO akan meningkat pada keadaan anemia ataupun hipoksia jaringan. Selain merangsang proliferasi
sel induk unipotensial, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel promonoblas, normoblas
basofilik dan normoblas polikromatofil. Biasanya diperlukan 35x mitosis untuk mengubah
proeritroblas mencapai tahap terakhir dari sistem eritropoesis yang masih berinti. Pada tahap ini inti sel
sudah piknotis dan segera dikeluarkan dari sel. Sel eritrosit termuda yang tidak berinti disebut
retikulosit yang kemudian berubah menjadi eritrosit (Jelkmann, 1992).

Gambar 2. Proses perkembangan eritrosit (Campbell, 2001)


2.1.2 Trombopoiesis
Trombopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan trombosit. Trombosit
berasal dari fragmentasi membran pseudopodial megakariosit dewasa yang kemudian disebut sebagai
protrombosit. Diperkirakan bahwa satu sel megakariosit mampu membentuk 1000–3000 trombosit
(Steinberg et al., 1989) sebelum residu inti dieliminasi oleh makrofag melalui fagositosis. Proses ini
melibatkan reorganisasi membran megakariosit dan komponen sitoskeleton termasuk aktin dan tubulin
(Italiano et al., 1999). Selama tahap akhir maturasi protrombosit, organel sel yang terdapat di
sitoplasma dan granula berpindah menuju ujung distal protrombosit (Richardson et al., 2005).
Trombosit memiliki peran penting dalam usaha tubuh untuk mempertahankan keutuhan
jaringan bila terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak
mengalami kehilangan darah dan terlindung dari penyusupan benda asing. Sebagian trombosit akan
pecah dan mengeluarkan isinya, yang berfungsi untuk menstimulasi aktivitas trombosit dan sel-sel
leukosit dari tempat lain untuk menuju jaringan luka. Sebagian dari isi trombosit yang pecah tersebut
juga aktif dalam mengkatalisis proses pembekuan darah, sehingga luka tersebut selanjutnya disumbat
oleh gumpalan yang terbentuk. Jumlah trombosit normal yaitu ketika jumlahnya sama dengan atau
lebih dari 150 x 109/L (Hardono, 2006).
Faktor yang mengendalikan aktivitas trombopoiesis berupa suatu hormon glikoprotein, yang
disebut trombopoietin (TPO). Hormon ini diproduksi terutama di hati dan di ginjal yang berfungsi
untuk menstimulasi produksi dan diferensiasi megakariosit yang nantinya akan berkembang menjadi
trombosit. Trombopoietin merupakan stimulus yang sangat penting untuk perkembangan sel
progenitor hematopoietik yang akan berkembang menjadi megakariosit. Hormon ini juga bersinergi
dengan sitokin hematopoietik yang lain, termasuk SCF, IL-11, dan eritropoietin untuk menginduksi
proliferasi sel-sel progenitor darah (Broudy dan Kaushansky., 1995). Hormon ini juga menyebabkan
pematangan trombosit, menurunkan level ADP, kolagen, dan trombin yang dibutuhkan untuk proses
agregasi megakariosit (Oda, 1996), serta meningkatkan adhesi trombosit ke fibrinogen dan fibronektin
(van Os et al., 1996).

Anda mungkin juga menyukai