Anda di halaman 1dari 23

AKUNTANSI BIAYA 1

Saudara Mahasiswa...,

Coba Saudara tambahkan metode-metode lainnya yang Saudara ketahui dalam menghitung
Alokasi Biaya produk bersama?
Selamat berkarya dan berdiskusi, sukses selalu.

Pengusaha Travel Mandiri merupakan pengusaha yang menawarkan jasa transportasi.


Perusahaan ini baru memulai kegiatan operasional beberapa bulan ini setelah mendapat ijin
operasi dari otoritas yang berwenang.  . Rute operasional yang telah mendapat ijin antara lain
menuju kota A, kota B dan kota C. Usaha dibidang jasa transportasi dimulai dengan
mempergunakan tiga bus dan satu departemen pendukung yang bertanggung jawab atas
kegiatan pemeliharaan, servis dan kebersihan bis. Biaya yang terjadi pada departemen
pendukung dialokasikan pada masing-masing unit operasional atas dasar jumlah kilometer
yang ditempuh.

     Pada bulan pertama diharapkan biaya yang dikeluarkan oleh departemen pendukung
adalah Rp.120.000.000,- dimana dari biaya ini sebesar Rp.30.000.000,- merupakan biaya
tetap.

     Selama bulan ini depeartemen pendukung telah mengeluarkan biaya variabel sebesar
Rp.98.000.000,- dan biaya tetap Rp.48.000.000,-.

     Sebagai informasi tambahan jarak tempuh yang telah dilayani untuk masing-masing kota
adalah sebagai berikut:

                                                     Kota “A”               Kota “B”               Kota “C”

Aktivitas normal                    10.000 Km           12.000 Km           11.000 Km

Aktivitas actual                       12.000 Km           13.000 Km           10.000 Km

Diminta:

1. Hitung berapa biaya yang telah ditentuka dimuka oleh departemen pendukung per
Km.
2. Hitung dan tentukan berapa biaya yang akan dialokasikan oleh departemen
pendukung ke masing-masing rute perjalanan?! 
3. Atas dasar pengalokasian biaya ke masing-masing rute tersebut, bagaimana penilaian
kinerjanya?! Berikan argument saudara berikut contoh tindakan yang harus
dilakukan?!
4. Identifikasi dan tentukan biaya yang terjadi di departemen pendukung yang tidak
dialokasikan ke masing-masing rute pelayanan jasa transportasi tersebut berikut
alasannya?!

Jawaban :
AKUNTANSI MENENGAH

DISKUSI 5 : AKTIVA TETAP DAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD


Pada Forum Diskusi materi Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud  kali ini, rekan-rekan
Mahasiswa diminta untuk mendiskusikan hal dibawah ini :

Sebagaimana yang dipelajari,  Hak Sewa (Lease Hold) adalah hak yang diperoleh atas suatu
sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya
menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris). 

Apakah Hak Sewa digolongkan/dicatat  sebagai aktiva tetap yang tidak berwujud (intangible
asset) atau   apakah seharusnya hak sewa tersebut dibukukan sebagai biaya sewa   

Jelaskan pendapat Anda beserta alasan yang mendasari pendapat itu.

Note :

 Jangan takut salah dalam menyampaikan pendapat, karena forum diskusi ini akan
sangat membantu pemahaman rekan-rekan mahasiswa terhadap materi yang
sedang dipelajari.
 Sampaikan pendapat Anda dalam diskusi ini dengan menggunakan bahasa sendiri,
karena itu dapat menggambarkan sejauh mana pemahaman Anda atas materi
dimaksud,  dan akan memudahkan Anda dalam memahami materi yang dipelajari.

Apabila dalam menyampaikan pendapat/argument bukan dari hasil pemikiran sendiri,


jangan lupa untuk menyebutkan “sumber”nya.

SELAMAT BERDISKUSI DAN TETAP SEMANGAT UNTUK BELAJAR TERUS

Jawaban :

Apakah Hak Sewa digolongkan/dicatat  sebagai aktiva tetap yang tidak berwujud (intangible
asset) atau   apakah seharusnya hak sewa tersebut dibukukan sebagai biaya sewa  ?

Hak Sewa adalah hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa
gedung, sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat
pembuat akte (notaris). Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua
alasan :

1. Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya
(dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi
menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.

2. Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh
perusahaan untuk periode waktu lebih dari satu tahun buku.

Jadi, Hak Sewa bisa dicatat sebagai aktiva tetap tidak berwujud dan juga bisa disebut sebagai biaya
sewa apabila dari hak sewa tersebut tidak mencakup 2 alasan diatas.

Misal :

a. Ada perusahaan yang bergerak dibidang retail. Menyewa bangunan selama 10 tahun
untuk membuka cabang baru. Mengapa menyewa 10 tahun, karena secara
perhitungan agar mendapatkan untung minimal waktu sewa selama 5 tahun. Nah
dari kasus ini, hak sewa masuk kedalah aktiva tidak berwujud. Atas cost sewa yang
dikeluarkan sekarang, perusahaan akan memperoleh manfaat (menjadikannya
sebagai tempat usaha) untuk masa waktu yang lebih dari satu tahun buku, untuk itu
transaksi sewa ini eligable diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.
b. Sewa 1 kamar hotel selama 5 hari untuk keperluan liburan keluarga. Ini termasuk ke
biaya sewa

Sumber : http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/2007/12/aktiva-tetap-tak-
berwujud-intangible.html

HUKUM BISNIS
Saudara Mahasiswa,

Setelah Anda membaca modul atau sumber bacaan lain yang mendukung materi ini.

Coba anda diskusikan usaha-usaha yang dijalankan oleh Bank Umum menurut Pasal 6
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

Petunjuk Berdiskusi:

1. Menggunakan kalimat/pendapat sendiri setelah Anda membaca modul atau


sumber bacaan lainnya.
2. Bukan langsung copi paste dari modul atau sumber bacaan lainnya.
3. Cantumkan referensinya

Selamat Berdiskusi. Semoga memperoleh nilai bagus.

Jawaban :
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus.

Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga Pasal 6 huruf m menjadi berbunyi sebagai
berikut:

"Pasal 6 huruf m.menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lainberdasarkan


Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yangditetapkan oleh Bank Indonesia."

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Diubah dengan


Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

Usaha Bank Umum meliputi :


a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;

b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;

Bank dapat menerbitkan surat pengakuan hutang baik yang berjangka pendek maupun
yang berjangka panjang. Surat pengakuan hutang yang berjangka pendek adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan pasal 229 k Kitab Undang-
undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di
masa yang akan datang. Surat pengakuan hutang berjangka panjang dapat berupa
obligasi atau sekuritas kredit.

d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

Usaha sebagaimana dimaksud adalah mencakup kegiatan membeli, menjual atau


menjamin surat-surat berharga seperti tersebut pada penjelasan huruf c dan surat-
surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.

e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan


nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga;
Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

yang dimaksud dengan “menyediakan tempat” dalam ketentuan ini adalah kegiatan
bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat
berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.

i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima titipan harta penitip dengan
mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan
dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.

j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang
membutuhkan dana dengan nasabah yang memiliki dana.

k. dihapus
l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara
pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Usaha kartu kredit merupakan usaha
dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa
yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai
sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi.

m. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip


Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui :
a. pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
b. pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut,
kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan
kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri
yang melaksanakan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah di dalam kantor bank
tersebut.
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara
konvensional. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat
antara lain:
a. kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan Prinsip Syariah;
b. pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah;
c. persyaratan bagi pembukaan Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan
usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya
memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu
administrasi usaha nasabah dan lain-lain.

Penjelasan :

Bank umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf n. Masing-masing bank dapat memilih jenis usaha yang
sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara
demikian kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh
dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi.

Sumber :

https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-undang/Documents/331.pdf

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Diubah dengan


Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

PDRD
1. Sebutkanlah perbedaan mendasar dari pengertian administrasi perpajakan dalam arti
sempit dan administrasi perpajakan dalam arti luas yang anda ketahui !

2. Hukum pajak formal memuat tentang hak-hak dan kewajiban wajib pajak. Sebutkan yang
termasuk kedalam hak-hak dan kewajiban wajib pajak yang saudara/i ketahui !

=Selamat Mengerjakan=

Jawaban :
1. Sebutkanlah perbedaan mendasar dari pengertian administrasi perpajakan dalam arti
sempit dan administrasi perpajakan dalam arti luas yang anda ketahui !

Pajak dalam arti luas meliputi aspek-aspek seperti:

 Aspek Fungsi yang meliputi : fungsi perencanaan, pengorganisasian, fungsi pergerakan


dan fungsi pengawasan.
 Aspek Sistem adalah keseluruhan unsure dalam administrasi pajak (undang-undang,
peraturan, pegawan dirjen pajak, gedung, mesin, masyarakat wajib pajak)
 Aspek Lembaga adalah institusi yang menjadi tempat berlangsungnya
pengadministrasi dalam hal ini berupa kantor-kantor.
 Aspek Manajemen Publik terdiri dari para pimpinan, staf, alat-alat, dan system yang
digunakan dalam tatanan makro.

Pajak dalam arti sempit adalah kegiatan dalam penatatalaksaan pelayanan terhadap hak
dan kewajibanwajib pajakyang dilakukan di kantor fiscus atau kantor wajib pajak.

2. Hukum pajak formal memuat tentang hak-hak dan kewajiban wajib pajak. Sebutkan
yang termasuk kedalam hak-hak dan kewajiban wajib pajak yang saudara/i ketahui !

A. Hak-hak Wajib Pajak :

Hak-hak Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang KUP yaitu:

1. Mendapatkan NPWP, Pasal 2 ayat (1);


2. Dikukuhkan sebagai PKP, Pasal 2 ayat (2);
3. Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, Pasal 3 ayat (4);
4. Menerima pemberitahuan apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Pasal 3 ayat
(7a);
5. Menerima tanda bukti penerimaan penyampaian SPT Tahunan, Pasal 6 ayat (1);
6. Membetulkan SPT, Pasal 8;
7. Mengajukan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, Pasal 9
ayat (4);
8. Mendapatkan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau restitusi,
Pasal 11;
9. Kepastian hukum mengenai besarnya jumlah pajak terutang yang diberitahukan
oleh Wajib Pajak melalui SPT apabila dalam 5 tahun tidak diterbitkan surat
ketetapan pajak, Pasal 13 ayat (4);
10. Pembebasan sanksi pidana yang dilakukan pertama kali, Pasal 13A;
11. Pembebasan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%, Pasal 15 ayat (3);
12. Mengajukan permohonan pembetulan STP, surat ketetapan pajak, SK Keberatan,
SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, SK Pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak, Pasal 16 ayat (1);
13. Mendapatkan keputusan yang mengabulkan atas permohonan pembetulan, Pasal
16 ayat (2);
14. Mendapatkan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar
untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan pembetulan ketetapan
pajak, Pasal 16 ayat (3);
15. Mendapatkan daluwarsa (kedaluwarsa) penagihan pajak setelah lampau 5 tahun,
Pasal 22;
16. Mengajukan gugatan atas pelaksanaan Surat Paksa, SPMP, Pengumuman Lelang,
Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan, Pasal 23;
17. Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Pasal 25 ayat (1);
18. Mendapatkan keterangan tertulis tentang hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak dalam rangka mengajukan keberatan, Pasal 25 ayat (6);
19. Mendapatkan keputusan yang mengabulkan atas keberatan apabila kantor pajak
dalam jangka waktu 12 bulan tidak memberi putusan, Pasal 26 ayat (1) dan ayat
(5);
20. Menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat
keputusan atas keberatan diterbitkan, Pasal 26 ayat (2);
21. Hak hadir untuk memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai
keberatan pajak, Pasal 26A ayat (2);
22. Mengajukan banding terhadap keputusan keberatan yang dianggap masih tidak
sesuai, Pasal 27 ayat (1);
23. Mendapatkan keterangan tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar surat
keputusan keberatan untuk kepentingan pengajuan banding, Pasal 27 ayat (4a);
24. Memperoleh imbalan bunga sebesar 2% per bulan sesuai Pasal 27A ayat (1) dan
ayat (2);
25. Menyelenggarakan pencatatan untuk wajib pajak orang pribadi yang dapat
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, Pasal 28 ayat (2);
26. Menolak pemeriksa pajak yang tidak memiliki tanda pengenal pemeriksa dan
tidak dilengkapi Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan tidak memperlihatkannya
kepada wajib pajak, Pasal 29 ayat (2);
27. Menunjuk surat kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakan, Pasal 32 ayat (3);
28. Mendapatkan perlindungan rahasia jabatan, Pasal 34;
29. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi,
mengurangkan atau membatalksn STP yang tidak benar dan membatalkan hasil
pemeriksaan, Pasal 36 ayat (1);
30. Mendapatkan SPHP dan undangan kehadiran pembahasan akhir hasil
pemeriksaan (closing conference), Pasal 36;
31. Mendapatkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi (sunset
policy), Pasal 37A,
32. Mendapatkan daluwarsa (kedaluwarsaan) tuntutan pidana pajak, Pasal 40,
33. Penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan, Pasal 44B.

B. Kewajiban Wajib Pajak :


1. Kewajiban mendaftarkan diri
Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang utama adalah mendaftarkan diri
untuk mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini bisa dilakukan di
KP2KP atau KPP. Bisa juga secara online melalui ereg.pajak.go.id.
 
2. Kewajiban memberi data
Data yang dimaksud adalah informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menunjukkan kegiatan/usaha, penghasilan dan/atau kekayaan, peredaran usaha,
termasuk informasi terkait transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, nasabah
debitur, kartu kredit, hingga laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha
yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.
 
3. Kewajiban pembayaran, pelaporan, pemungutan/pemotongan pajak
Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutangnya
sendiri.
 
4. Kewajiban pemeriksaan
Contoh kewajiban yang dimaksud adalah memenuhi panggilan untuk menghadiri
pemeriksaan, memberikan izin untuk memasuki ruangan atau tempat yang dinilai
perlu, dan memberikan keterangan jika dibutuhkan.

Sumber :

https://aguspajak.com/2018/02/20/hak-wajib-pajak-menurut-undang-undang-kup/
https://ayopajak.com/hak-dan-kewajiban-wajib-pajak/

PAJAK PENGHASILAN I
Rekan Mahasiswa silahkan anda diskusikan tentang :

1. Apa saja objek pemotongan PPh Pasal 23 beserta tarif dan dasar pengenaan
pajaknya!
2. Ketentuan umum penghitungan PPh Pasal 25!

Uraikan dan jelaskan dengan bahasa anda sendiri, serta tuliskan sumber anda menjawab
diskusi. Kemiripan jawaban anda dengan rekan anda akan mempengaruhi penilaian.

Jawaban :

1. Apa saja objek pemotongan PPh Pasal 23 beserta tarif dan dasar pengenaan
pajaknya!

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut tarif dan objek PPh Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

 Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga
dan royalti;
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi
dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada
tanggal 24 Agustus 2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 23.
6. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:

 Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai


imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
 Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan
dengan faktur pembelian);
 Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga
disertai dengan perjanjian tertulis);
 Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang
telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:

 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;


 Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak
yang bersifat final; 
 Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang
merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan
pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang
atau material terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur
pembelian atas pengadaan barang atau material;
 Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan
oleh faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
 Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian
atau reimbursement. Ini berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh
penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan
dan bukti pembayaran.

Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa
lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Berikut
adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut: 

1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape; 
7. Perancang (design);
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas)
kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas);
10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19.  Mixing film;
20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau
program;
25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV
Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi; 
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37.  Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau
perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-
Undang Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah).
2. Ketentuan umum penghitungan PPh Pasal 25!

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang dibayar secara angsuran.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri
dan tidak bisa diwakilkan.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:

Penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Penghasilan Neto adalah :

1. Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan dari


pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
2. Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan
neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
3. Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil perhitungan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar,
dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan merupakan hasil
merger/likuidas/perubahan bentuk badan usaha dari wajib pajak badan yang
sebelumnya sudah ada, adalah nihil.

PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal
25 dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara
dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal
validasi.
Sumber :

https://www.online-pajak.com/tentang-bukti-potong/pph-pajak-penghasilan-pasal-23

https://pajak.go.id/id/penghitungan-angsuran-pph-pasal-25

PAJAK PENGHASILAN II
Rekan Mahasiswa silahkan anda diskusikan dengan membuat ringkasan tentang :

1. Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24!


2. Ketentuan umum penghitungan PPh Pasal 25!

Jelaskan dengan bahasa anda sendiri, serta tuliskan sumber anda menjawab
diskusi. Kemiripan jawaban anda dengan rekan anda akan mempengaruhi
penilaian. Tutor berhak memberikan nilai 0 jika anda terindikasi melakukan
plagiarisme.

Jawaban :

1. Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24!

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk
memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam
tahun pajak yang sama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh,
besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).

Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas


penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap
Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri .
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari
luar negeri dengan penghasilan di Indonesia agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.

Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24) dapat berlaku bagi seorang pengusaha yang
memiliki berbagai usaha di luar negeri dan penghasilan yang diperoleh dapat berasal
dari beberapa sumber usaha di luar negeri, seperti pendapatan dari saham dan surat
berharga lainnya, penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa berhubungan dengan
jasa, pekerjaan, dan usaha lain.

Yang menjadi subjek PPh Pasal 24 yaitu wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak
atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri.  Dan Yang menjadi objek PPh Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar
negeri.

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri,
wajib pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
dilampiri:
 Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
 Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
 Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan PPh.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak
Indonesia:
1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari
pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta-benda bergerak.
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak
bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
pertambangan.
7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha
tetap (BUT).

Jika nilai pajak di luar negeri yang telah digunakan sebagai kredit pajak di Indonesia,
telah berkurang atau dikembalikan, sehingga nilai kredit akan berkurang untuk
menutup pajak terutang yang ada di sini, maka harus membayar jumlah terutang
tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.

Sedangkan apabila penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka wajib pajak
diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur/perhitungan


berikut ini
 Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri. 
 (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif Pasal 17 
 Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam hal
Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri). 

2. Ketentuan umum penghitungan PPh Pasal 25!

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang dibayar secara angsuran.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri
dan tidak bisa diwakilkan.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:

Penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Penghasilan Neto adalah :

1. Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan dari


pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan
neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
2. Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan
neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
3. Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil perhitungan
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar,
dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan merupakan hasil
merger/likuidas/perubahan bentuk badan usaha dari wajib pajak badan yang
sebelumnya sudah ada, adalah nihil.

PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal
25 dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara
dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal
validasi.

Sumber :

https://taxcenterfeunesa.com/read/15/pph-24-pengertian-subjek-objek-sumber-
penghasilan-kena-pajak-pelaksanaan-kredit-pajak-hingga-perhitungan-pph-24

https://pajak.go.id/id/penghitungan-angsuran-pph-pasal-25

PAJAK PENGHASILAN III


Rekan mahasiswa silahkan anda sebutkan dan jelaskan beberapa pertimbangan
pemajakan atas badan wajib pajak luar negeri terkendali menurut para ahli !

Jelaskan dengan bahasa anda sendiri, serta tuliskan sumber anda menjawab diskusi.
Kemiripan jawaban anda dengan rekan anda akan mempengaruhi penilaian.

Selamat Berdiskusi...!

Jawaban :

1. Gunadi menyampaikan secara umum, dapat disebut bahwa kebijakan pemajakan atas
arus penghasilan internasional ditujukan kepada perolehan manfaat ekonomis
maksimal dari investasi orang asing yang dilakukan di dalam negeri dan investasi di
manca negara yang dilakukan oleh orang dalam negeri. Manfaat ekonomis demikian
dapat diperoleh dari usaha, perdagangan, mobilitas sumberdaya manusia serta
sumberdaya lainya antarnegara

2. Menurut Arnold & Mclntyre; 1995 :


a. WPDN dikenakan pajak dapat meliputi semua wajib pajak baik badan maupun orang
pribadi, namun di beberapa negara ketentuan WPLN terkendali hanya dikenakan
terhadap wajib pajak badan dengan alasan orang pribadi pada umumnya jarang
berinvestasi di manca negara walaupun hal ini kurang sejalan dengan prinsip
keadilan atau kebersamaan perpajakan.
b. Pendekatan pemajakan dapat menunjuk pada entitas yang berkedudukan di negara
tertentu ("designated jurisdiction") atau hanya terbatas pada kategori penghasilan
tertentu ("transactional approach") yang diterima badan WPLN terkendali tanpa
memperhatikan negara tempat kedudukan badan dimaksud. Pendekatan "negara
tertentu" (designated jurisdiction)nampak lebih sederhana dari pendekatan transaksi
karena sekali ditentukan negara "tax haven", semua penghasilan (overall income)
yang diterima badan WPLN terkendali dikenakan ketentuan percepatan pemajakan.
Sementara itu, dalam pendekatan transaksi (kategori penghasilan) untuk
menerapkan ketentuan percepatan pemajakan dimaksud harus ditentukan apakah
suatu kategori penghasilan termasuk yang menjadi objek dan dikenakan percepatan.

c. Penghitungan penghasilan dari badan WPLN terkendali dapat memakai pendekatan


entitas ("entity approach") atau hanya penghasilan tertentu saja ("tainted income").
Pendekatan entitas umumnya diikuti dengan beberapa pengecualian penghasilan,
misalnya penghasilan dari usaha yang sebenarnya, distribusi sampai suatu
persentase tertentu, perusahaan masuk bursa, perusahaan yang tidak dimaksudkan
untuk menghindari pajak, dan pengecualian minimal ("de minimus exemption").

3. Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan
perpajakan internasional:
a. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi,
beban pajak yang dibayar haruslah sama sehingga tidak ada bedanya bila kita
berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar
negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal
ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
b. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Dari mana pun investasi
berasal, dikenakan pajak yang sama sehingga baik investor dari dalam negeri atau
luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara.
Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Usaha Tetap (BUT)
yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-
test dari peraturan yang berlaku.
c. National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang
sama sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh
dikurangkan sebagai biaya pengurang laba

Sumber :

BMP Pajak Penghasilan III PAJA3332 Edisi 2 Modul 4

PPN DAN PPnBM


Rekan mahasiswa, silahkan anda diskusikan kembali tentang objek PPnBM, bukan
objek PPnBM dan dibebaskan dari pengenaan PPnBM. 

Jelaskan dengan bahasa anda sendiri, serta tuliskan sumber anda menjawab
diskusi. Kemiripan jawaban anda dengan rekan anda akan mempengaruhi
penilaian

Jawaban :
A. Objek PPnBM:

Berdasarkan UU Nomor 42 tahun 2009 Pasal 5 Ayat 1, Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah terhadap:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Sesuai dengan Penjelasan Pasal 5 Ayat (1) adalah sebagai berikut:

Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh produsen atau atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, di samping dikenai Pajak
Pertambahan Nilai, dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan
pertimbangan bahwa:

a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan


rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah;
c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak yang tergolong mewah" adalah:

1. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;


2. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
dan/atau
4. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status. 

Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor Barang Kena Pajak
tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-
menerus atau hanya sekali saja.

Selain itu, pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap suatu penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian
dari Barang Kena Pajak tersebut telah dikenai atau tidak dikenai Pajak Penjualan atas
Barang Mewah pada transaksi sebelumnya.

Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan pada ayat ini adalah kegiatan:
a. merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu Barang menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi seperti merakit mobil, barang elektronik, dan
perabot rumah tangga;
b. memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan
lain maupun tidak;
c. mencampur, yaitu  mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan
satu atau lebih barang lain;
d. mengemas, yaitu menempatkan suatu barang kedalam suatu benda untuk
melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya; dan 
e. membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang
ditutup menurut cara tertentu;
f. serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu atau menyuruh
orang atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.

B. Bukan Objek PPnBM :


Jenis barang yang tidak dikenakan PPnBM diantaranya :

1. Barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan yang dipetik langsung/
disadap langsung dari sumbernya.
2. Barang hasil perburuan.
3. Barang hasil pertambangan.
4. Saham obligasi dan surat berharga.

Berdasarkan Pasal 7 PMK 64/PMK.011/2014, PPnBM tidak dikenakan atas impor atau
penyerahan:
1. Kendaraan CKD;
2. Kendaraan Sasis;
3. Kendaraan Pengangkutan Barang;
4. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 cc;
dan
5. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih
termasuk pengemudi.

C. Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM

Berdasarkan Pasal 8 PMK 64/PMK.011/2014, PPnBM dibebaskan atas impor atau


penyerahan:
1. Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan pengangkutan umum;
2. Kendaraan Protokoler Kenegaraan;
3. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15
(lima belas) orang, termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
4. Kendaraan Patroli TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia

Sumber :

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/objek-ppnbm

UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah

PMK 64/PMK.011/2014 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah Dan Tata Cara Pemberian Pembebasan Dari Pengenaan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/subjek-ppnbm#:~:text=Pengecualian
%20Objek%20PPnBM&text=Barang%20hasil%20pertanian%2C%20hasil
%20perkebunan,Saham%20obligasi%20dan%20surat%20berharga.

TATA CARA PELAKSANAAN PAJAK


Rekan mahasiswa silahkan anda diskusikan tentang bagaimana kewajiban wajib pajak dalam
melakukan pembayaran PPh pada akhir tahun pajak dan pembayaran pajak terutang
menurut Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) serta cara pelunasan
pajak yang benar.

silahkan anda jawab menggunakan bahasa anda sendiri dan biasakan anda tuliskan
sumber anda menjawab. kemiripan atas diskusi anda akan mempengaruhi penilaian.

Jawaban :
Kewajiban pembayaran pajak terutang menurut Surat Ketetapan Pajak (SKP) akan
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal pemeriksaan pajak atas pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Kewajiban wajib pajak dalam pembayaran Surat Tagihan Pajak (STP) serta cara
pelunasan pajak yang benar yaitu setelah STP diterbitkan maka WP diwajibkan membayar
STP tersebut. Jika tidak maka akan berlaku mekanisme bunga sebesar 2% dalam satu bulan
dengan ketentuan paling lama 24 bulan dihitung sejak waktu terutangnya pajak, atau bagian
Tahun atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.
STP dapat diterbitkan atas tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga
maupun denda. Sesuai dalam peraturan UU Nomor 16 Tahun 2000 KUP, STP diatur dan
diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2. Jika hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Jika Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan
perubahannya tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak (PKP).
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat
faktur pajak.
6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat
atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap.
Cara pelunasan pajak yang benar
Pasal 20 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa pajak yang
diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun
berjalan melalui:
1. pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, yang meliputi PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, dan PPh Pasal 23.
2. pembayaran sendiri oleh wajib pajak, yang dikenal dengan PPh Pasal 25.
Pelunasan pajak dalam tahun berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang
nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap Pajak Penghasilan
yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan tersebut
dikenakan pajak bersifat final. Beberapa penghasilan dikenakan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal
22 yang bersifat final, sehingga pada akhir tahun tidak bisa dikreditkan.
Perhitungan pajak pada akhir tahun bagai Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk
Usaha Tetap dilakukan dengan menghitung Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan
yang merupakan objek pajak tidak final. Selanjutnya, Pajak Penghasilan yang sudah
dipotong/dipungut oleh pihak lain dan angsuran PPh Pasal 25 yang sudah dibayar sendiri
dikurangkan dari Pajak Penghasilan terutang. Jika terdapat kurang bayar, kekurangan
tersebut dikenal dengan PPh Pasal 29 dan harus disetor sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan. Jika terdapat lebih bayar, kelebihan tersebut dikenal dengan PPh Pasal 28A,
bisa dilakukan permohonan restitusi atau dikompensasikan untuk pembayaran pajak
lainnya.
https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/tata-cara-pembayaran-pajak-penghasilan
https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/jenis-ketetapan-pajak/

http://www.kabarpajak.com/2015/08/cara-pelunasan-pajak-penghasilan.html

Anda mungkin juga menyukai