Makalah Perjanjian Internasional

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan kerja sama antarbangsa biasanya diresmikan ke dalam satu atau


beberapa perjanjian internasional. Perjanjian internasional merupakan salah satu
instrumen paling penting dalam hubungan antarbangsa. Sampai saat ini para ahli masih
mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda terhadap makna perjanjian internasional
sehingga makna istilah tersebut masih beraneka ragam.Dari pendapat-pendapat para ahli
tersebut kemudian dapat disimpulkan makna perjanjian internasional. Perjanjian
internasional adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional
(misalnya negara, lembaga internasional)  yang menurut hukum internasional
menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan. Perjanjian
yang dilakukan oleh subjek- subjek hukum internasional tersebut mempunyai tujuan
untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Selain itu, tujuan perjanjian internasional
di antaranya yaitu untuk menyelesaikan sengketa antarbangsa, memelihara perdamaian,
ketertiban serta kesejahteraan manusia.

Menurut pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, dinyatakan bahwa


perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersangkutan.

Berkenaan dengan pasal tersebut, maka setiap negara yang mengadakan suatu
perjanjian harus menjunjung tinggi dan menaati ketentuan-ketentuan yang terdapat di
dalamnya. Hal ini disebabkan oleh salah satu asas yang dipakai dalam perjanjian
internasional, yaitu asas pacta sunt servanda yang menyatakan bahwa setiap perjanjian
yang telah dibuat harus ditaati oleh masing-masing pihak yang bersangkutan.
Mengingat pentingnya suatu perjanjian internasional, baik bagi suatu negara maupun
sebagai salah satu sumber hukum internasional, proses pembuatan-perjanjian
internasional tidaklah semudah seperti perjanjian lainnya. Untuk itu, terdapat beberapa

1
tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang akan membuat
perjanjian internasional. Adapun tahap dan proses yang perlu dan biasa dilakukan antara
lain Perundingan (Negoitation), Penandatanganan (Signature), Pengesahan (Ratification),
dan Pengumuman (Publication).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah


ini, antara lain sebagai berikut.
Apakah makna perjanjian internasional?
Apa sajakah macam-macam perjanjian internasional?
Bagaimana tahap-tahap proses perjanjian internasional?

2
Bab II
Pembahasan Masalah
A. Makna Perjanjian Internasional
Sampai saat ini para ahli masih mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda
terhadap makna perjanjian internasional sehingga makna istilah tersebut masih
beranekaragam. Untuk lebih jelasnya, akan dikemukakan beberapa pendapat dari para
ahli hukum internasional mengenai istilah perjanjian internasional sebagai berikut.

1) Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa "Perjanjian internasional adalah


perjanjian antaranggota masyarakat bangsabangsa yang mengakibatkan berlakunya
hukum tertentu."

2) G. Schwarzenberger mengemukakan bahwa "Perjanjian intemasional sebagai


suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat, baik berbentuk bilateral maupun
multilateral. Subjeksubjek hukum dalam hal ini bukan hanya lembaga-lembaga
internasional melainkan negara-negara."

3) Michel Virally mengemukakan bahwa “Sebuah perjanjian merupakan perjanjian


internasional bila melibatkan dua atau lebih Negara atau subjek internasional dan
diatur oleh hukum Internasional.”

4) Oppenheimer-Lauterpacht mengemukakan bahwa "Perjanjian internasional adalah


persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara kedua
pihak."

5) Definisi perjanjian internasional dari Konvensi Wina 1969, yaitu "Perjanjian yang
diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan mengadakan akibat-akibat
hukum tertentu. Tegasnya, mengatur perjanjian antamegara selaku subjek hukum
internasional,"

3
6) Menurut Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional, perjanjian
internasional baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung
ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersangkutan.

7)Dalam Academy of Sciences of USSR, perjanjian internasional adalah suatu


persetujuan yang dinyatakan secara formal antara dua negara atau lebih mengenai
pemantapan, perubahan, atau pembatasan dari hak-hak dan kewajiban mereka
secara timbal balik.

Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat jelas adanya perbedaan. Namun, pada


prinsipnya memiliki tujuan yang sama. Pengertian pertama dan kedua perjanjian
internasional dilakukan oleh seluruh subjek hukum internasional, baik negara maupun
lainnya. Pada pengertian ketiga dan keempat hanya negara yang bisa melakukan
perjanjian internasional dengan negara-negara lainnya.

Dari beberapa batasan perjanjian internasional diatas, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa pihak-pihak yang dapat masuk di dalam perjanjian internasional,
yaitu:

a. Perjanjian antarnegara.
b. Perjanjian antara negara dengan organisasi internasional.
c. Perjanjian antar-organisasi internasional.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian internasional


adalah kesepakatan antara dua atau lebih subjek hukum internasional (lembaga
internasional, negara) yang menurut hukum internasional menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan.

Berkenaan dengan hal itu, setiap bangsa dan negara yang ikut dalam suatu
perjanjian harus menjunjung tinggi dan menaati seluruh ketentuan yang ditetapkan. Hal
tersebut sudah merupakan kewajiban dan sesuai dengan asas hukum perjanjian yang
berbunyi "Janji itu mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik." Asas
ini disebut asas pacta sunt servanda.

Apabila yang terjadi adalah sebaliknya atau ada sebagian negara atau bangsa
yang melanggar atau tidak menaati aturan-aturan yang telah diputuskan sebelumnya,
ketidakdamaian atau ketidakharmonisan akan tercipta. Bahkan, akan menimbulkan
pertentangan di antara negara-negara yang melakukan perjanjian.

4
Dalam mempelajari perjanjian internasional, berikut ini dikemukakan beberapa
istilah perjanjian intemasional yang sering dipakai dikalangan internasional.

1) Traktat (Treaty)

Artinya, perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang sifatnya
lebih formal karena mempunyai kekuatan hukum yang lebih mengikat bagi pihak-
pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, para peserta yang membuat
perjanjian tidak dapat menarik diri dari kewajiban-kewajibannya tanpa persetujuan
dari pihak-pihak yang bersangkutan.

2) Konvensi (Convention)

Artinya, jenis perjanjian yang digunakan bagi hal-hal yang lebih khusus
dibandingkan dengan traktat, namun bersifat multilateral. Dengan kata lain,
konvensi tidak menyangkut kebijaksanaan tingkat tinggi dan harus ditandatangani
oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh.

3) Pakta (Pact)

Artinya, persetujuan yang lebih khusus jika dibandingkan dengan traktat. Jadi,
pakta merupakan traktat dalam arti sempit sehingga pakta pun harus mendapat
pengesahan (ratifikasi).

4) Perikatan (Arrangement)

Artinya, suatu bentuk perjanjian yang tidak seresmi traktat atau konvensi.
Oleh karena itu, perikatan merupakan persetujuan yang biasanya hanya digunakan
bagi transaksi-transaksi yang bersifat sementara.

5) Persetujuan (Agreement)

Artinya, suatu perjanjian yang bersifat teknis/administratif sehingga


persetujuan tidak seresmi traktat/konvensi cukup ditandatangani oleh wakil-wakil
departemen dan tidak perlu diratifikasi.

6) Deklarasi (Declaration)

Artinya, perjanjian yang digunakan dengan tujuan menunjukkan suatu perjanjian


yang menyatakan hukum yang ada, membentuk hukum yang baru, atau untuk
menguatkan beberapa prinsip kebijaksanaan umum.

7) Piagam (Statute)

5
Artinya, perjanjian yang menunjukkan himpunan peraturan yang ditetapkan
oleh perjanjian internasional untuk mengatur fungsi lembaga internasional atau
anggaran dasarnya, seperti piagam mahkamah internasional (statute of the
international court of justice).

8) Convenant

Artinya, suatu istilah yang digunakan oleh piagam Liga BangsaBangsa (LBB)
yang disebut dengan The convenant of the league of nations tahun 1920.

9) Charter

Artinya, istilah yang digunakan dalam perjanjian internasional yang diadakan


oleh PBB dan mempunyai fungsi administratif. Dengan kata lain, PBB dalam
membuat anggaran dasarnya berbentuk charter. Misalnya, Atlantic Charter 1941,
dan The charr ter of the united nations 1945.

10) Protokol (Protocol)

Artinya, perjanjian yang sifatnya kurang resmi dibandingkan dengan traktat


atau konvensi. Biasanya protokol digunakan sebagai naskah tambahan dari
konvensi. Namun, protokol tidak kalah pentingnya daripada konvensi itu sendiri.
Misalnya, protokol tambahan terhadap Konvensi Jenewa 1949.

11) Modus Vivendi

Artinya, perjanjian internasional yang merupakan dokumen untuk mencatat


persetujuan tanpa memerlukan ratifikasi dan bersifat sementara. Maksud sementara
adalah sampai diwujudkan hasil perjanjian yang lebih tetap (permanen) dan rind
(sistematis).

12) Ketentuan Penutup jangan (Final Act)

Artinya, dokumen dalam bentuk catatan ringkasan dari hasil konferensi, seperti
catatan mengenai negara peserta, para utusan dari negara-negara yang turut dalam
perundingan, dan segala kesimpulan tentang hal-hal yang disetujui konferensi.
Ketentuan penutup ini tidak memerlukan ratifikasi.

13) Ketentuan Umum (General Act)

6
Artinya, traktat yang bersifat resmi atau tidak resmi. Liga bangsabangsa pernah'
fnenggunakan istilah ini, seperti dalam menyelesaikan permasalahan secara damai
dan pertikaian internasional (arbitrasi) pada 1928.

B. Macam-Macam Perjanjian Internasional


beberapa kriteria untuk mengelompokkan perjanjian internasional, antara lain
berdasarkan: jumlah pesertanya, strukturnya, objeknya, cara berlakunya, instrumen
pembentuk perjanjiannya.

Menurut jumlah pesertanya, perjanjian internasional dapat berupa:


1. Perjanjian bilateral (bila melibatkan dua negara saja) misalnya perjanjian RI
dengan RRC mengenai Dwikenegaraan pada tahun 1954
2. Perjanjian multilateral (bila melibatkan lebih dari dua negara) misalnya
Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

Menurut strukturnya, perjanjian internasional berupa:


1. Perjanjian Internasional yang bersifat law making artinya mengandung kaidah
hukum yang dapat berlaku bagi semua negara di dunia, misalnya Konvensi
Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 mengenai Hubungan
Diplomatik,
2. Perjanjian internasional yang bersifat contract, yaitu hanya menimbulkan hak
dan kewajiban bagi para pihak yang membuat perjanjian saja. Misalnya:
Perjanjian Ekstradisi 1974 antara Indonesia dan Malaysia.

Dari segi obyeknya, perjanjian internasional dapat dibagi menjadi:


1. Perjanjian yang berisi soal-soal politik
2. Perjanjian yang berisi masalah-masalah ekonomi, budaya, dan lain-lain.

Dari segi cara berlakunya, terdiri atas:


1. Perjanjian internasional yang bersifat self executing (berlaku dengan
sendirinya). Disebut self executing, bila sebuah perjanjian internasional
langsung berlaku setelah diratifikasi oleh negara tertentu.
2. Perjanjian Internasional yang bersifat non self-executing. Bila harus dilakukan
perubahan UU terlebih dahulu sebelum berlaku, maka perjanjian internasional
itu disebut non self-executing.

Berdasarkan instrumennya, maka perjanjian internasional (PI) ada


yang berbentuk tertulis, ada pula yang lisan. PI tertulis dituangkan dalam bentuk
formal secara tertulis, antara lain berupa treaty, convention, agreement,

7
arrangement, charter, covenant, statute, constitution, protocol, declaration, dan
lain-lain. Sedangkan PI lisan diekspresikan melalui instrumen-instrumen tidak
tertulis. Ada berbagai macam PI tidak tertulis, misalnya:
1. Perjanjian Internasional Lisan (international oral agreement)
PI lisan disebut juga gentlement agreement, biasanya disepakati secara
bilateral, untuk mengatur hal-hal yang tidak terlalu rumit, bersifat tekhnis
namun merupakan materi umum. Misalnya: The London Agreement 1946
yang mengatur distribusi keanggotaan Dewan Keamanan (DK) PBB.

2. Deklarasi Sepihak (Unilateral Declaration)


Deklarasi Unilateral adalah pernyataan suatu negara yang disampaikan
wakil negara tersebut yang berkompeten (presiden, perdana menteri, menteri
luar negeri, menteri-menteri lain) dan ditujukan kepada negara lain.
Deklarasi itu dapat menjadi perjanjian apabila memang mengandung
maksud untuk berjanji sehingga menimbulkan kewajiban pada negara yang
berjanji dan hak yang dapat dituntut oleh negara yang menjadi tujuan
deklarasi tsb. Misalnya: pernyataan kemerdekaan oleh rakyat Palestina.

3. Persetujuan Diam-Diam (Tacit Agreement atau Tacit Consent) atau


Persetujuan Tersimpul (Implied Agreement)
Perjanjian ini dibuat secara tidak tegas artinya adanya PI tersebut dapat
diketahui hanya melalui penyimpulan suatu tingkah laku, baik aktif maupun
pasif dari suatu negara atau subyek hukum internasional lainnya.

C. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional


Mengingat pentingnya suatu perjanjian internasional, baik bagi suatu negara maupun
sebagai salah satu sumber hukum internasional, proses pembuatan-perjanjian
internasional tidaklah semudah seperti perjanjian lainnya. Untuk itu, terdapat beberapa
tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang akan membuat
perjanjian internasional. Adapun tahap dan proses yang perlu dan biasa dilakukan adalah
sebagai berikut.

1) Perundingan (Negotiation)

Pembuatan perjanjian internasional biasanya dimulai dengan perundingan di antara


negara-negara yang akan membuatnya. Hal ini dilakukan dengan dasar kebutuhan atau
kepentingan dan kemampuan negara-negara yang bersangkutan agar kelak dapat
dihindari adanya masalah.

8
Isi dari perundingan yang dilakukan biasanya menyangkut beberapa masalah pokok,
antara lain menyangkut masalah politik, masalah keamanan, masalah pertikaian, masalah
perdagangan, masalah pertikaian dalam bidang ekonomi, masalah pertikaian dalam
bidang sosial-budaya, masalah pertikaian dalam bidang pertahanan, serta masalah-
masalah lainnya yang menyangkut pembentukan dan pelaksanaan perjanjian
internasional.

Dalam rangka membentuk perjanjian internasional, tidak semua orang dapat


melakukan perundingan. Menurut ketentuan hukum internasional tentang kuasa penuh
(powers full), seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara dengan sah apabila
is dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers atau credential). Kecuali, jika dari
semula peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh seperti yang
dijelaskan tidak diperlukan. Keharusan menunjukan surat kuasa penuh, tidak berlaku bagi
kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri), menteri luar negeri, atau yang
karena jabatannya dianggap sudah mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan
segala tindakan untuk mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan, termasuk
perwakilan diplomatik.

2) Penandatanganan (Signature)

Setelah perundingan selesai, dilanjutkan dengan pengesahan bunyi naskah yang


merupakan tindakan formal. Bagi perjanjian multilateral (perjanjian yang dilakukan oleh
beberapa negara), penandatangan naskah perjanjian dapat dilakukan apabila disetujui
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) suara peserta yang hadir. Kecuali, jika ada ketentuan lain
yang mengaturnya.

Adapun dalam perjanjian bilateral (perjanjian yang dilakukan oleh dua negara),
penerimaan secara bulat dan penuh mutlak diperlukan oleh kedua belah pihak yang
melakukan perundingan. Persetujuan dalam bentuk penandatanganan merupakan suatu
tindakan yang sangat penting dalam rangka mengikatkan diri dalam suatu perjanjian
internasional. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak saat ditandatanganinya tanpa harus
menunggu adanya ratifikasi (pengesahan).

3) Pengesahan (Ratification)

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian, adakalanya suatu perjanjian belum mengikat


sepenuhnya sehingga diperlukan proses ketiga, yaitu pengesahan. Pengesahan tanda
tangan atau ratifikasi dilakukan oleh wakil negara yang turut serta dalam perundingan.
Maksudnya, untuk meyakinkan bahwa utusan tersebut benar-benar melakukan tugasnya
serta tidak melampaui wewenangnya. Dengan kata lain, ratifikasi sebenarnya memiliki

9
arti sebagai persetujuan secara formal terhadap perjanjian yang melahirkan kewajiban-
kewajiban internasional agar suatu perjanjian berlaku bagi setiap negara peserta.

4) Pengumuman(Publication)

Hat lain yang biasa ditemukan dalam perjanjian intemasional adalah lembaga
persyaratan. Keberadaan lembaga ini sangat'dibutuhkan oleh negara-negara yang ikut
serta dalam perjanjian internasional, khususnya perjanjian yang sifatnya multilateral.
Lembaga persyaratan dibutuhkan karena biasanya ada saja negara-negara peserta.yang
kurang sepenuhnya menerima'isi materi perjanjian atau kurang sesuai dengan
kepentingan nasional negaranya. Selain itu, dimungkinkan pula merugikan kepentingan
nasional negaranya sehingga untuk melaksanakannya dibutuhkan persyaratan-persyaratan
tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, lembaga persyaratan adalah pemyataan yang diajukan oleh
suatu negara untuk dapat terikat pada perjanjian. Artinya, dalam melakukan perjanjian,
negara yang mengajukan persyairatan tidak berarti hares mengundurkan diri dari
perjanjian, tetapi tetap terikat terhadap apa-apa yang diajukan dan membawa keuntungan
bagi negaranya.

Oleh karena itu, setiap pihak (negara) yang mengadakan perjanjian atau turut serta
dalam suatu perjanjian, berkeinginan agar apa yang dijanjikan dapat terselenggara dengan
baik atau dihormati dan ditaati oleh masing-masi.'ng pihak. Namun, dalam kenyataannya
semua perjanjian tidak dapat bertahan lama seperti yang dikehendaki oleh para pihak. Hal
ini bisa saja terjadi jika salah satu pihak meminta pembatalan perjanjian yang telah
mereka setujui. Tmdakan pembatalan pada dasarnya tidak dilarang, bahkan
diperkenankan asal pembatalan dilaksanakan dengan itikad baik dan tindakan yang jujur.

Konvensi Wina 1969 menetapkan alasan-alasan yang dapat diajukan oleh suatu
negara untuk membatalkan persetujuan atau perjanjian yang telah disepakati, di antaranya
sebagai berikut.

1) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional salah satu


peserta yang berlcaitan dengan kewenangan (kompetensi) kuasa penuh negara
yang bersangkutan.
2) Terdapat unsur kesalahan (error) berkenaan dengan suatu fakta atau keadaan pada
waktu perjanjian dibuat.
3) Terdapat unsur penipuan oleh suatu negara peserta terhadap negara peserta lain
pada waktu pembejitukan perjanjian.

10
4) Terdapat kelicikan atau akal bulus, baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari negara peserta tertentu.
5) Terdapat unsur paksaan dalam arti penggunaan kekerasan dan ancaman kepada
seorang kuasa penuh atau negara peserta tertentu.
6) Terdapat ketentuan yang bertentangan dengan suatu kaidah dasar atau asas jus
cogent. Maksud asas ini adalah kaidah atau nortna yang telah diterima dan diakui
oleh masyarakat internasional secara keseluruhan yang tidak boleh dilanggar dan
hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar hukum internasional umum yang baru
dan mempunyai sifat sama.

Adapun mengenai berakhir atau hapusnya suatu perjanjian internasional secara


umum dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini,

1) Telah tercapai tujuan perjanjian.


2) Habis masa berlakunya.
3) Salah satu pihak peserta perjanjian punah (misalnya, Negara tersebut hancur
akibat peperangan atau bencana alam).
4) Persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian.
5) Diadakannya perjanjian baru antarpeserta yang isinya meniadakan perjanjian
terdahulu.
6) Telah dipenuhinya tentang berakhirn berakhirnya perjanjian sesuai dengan
ketentuan-ketentuan sendiri.

11
Bab III
Kesimpulan dan Saran Tindak Lanjut

Kesimpulan
Sampai saat ini para ahli masih mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda
terhadap makna perjanjian internasional sehingga makna istilah tersebut masih beraneka
ragam. Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut kemudian dapat disimpulkan makna
perjanjian internasional. Perjanjian internasional adalah kesepakatan antara dua atau lebih
subjek hukum internasional (misalnya negara, lembaga internasional)  yang menurut
hukum internasional menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat
kesepakatan.

Dalam mempelajari perjanjian internasional, dikemukakan beberapa istilah perjanjian


intemasional yang sering dipakai dikalangan internasional seperti Traktat (Treaty),
Konvensi (Convention), Pakta (Pact), Perikatan (Arrangement), Persetujuan
(Agreement), Deklarasi (Declaration), Piagam (Statute), Convenant, Charter, Protokol
(Protocol), Modus Vivendi, Ketentuan Penutup (Final Act), dan Ketentuan Umum
(General Act).

Beberapa kriteria untuk mengelompokkan perjanjian internasional, antara lain


berdasarka jumlah pesertanya, strukturnya, objeknya, cara berlakunya, instrumen
pembentuk perjanjiannya. Mengingat pentingnya suatu perjanjian internasional, baik bagi
suatu negara maupun sebagai salah satu sumber hukum internasional, proses pembuatan-
perjanjian internasional tidaklah semudah seperti perjanjian lainnya. Untuk itu, terdapat
beberapa tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang akan
membuat perjanjian internasional. Adapun tahap dan proses yang perlu dan biasa
dilakukan adalah antara lain perundingan (negotiation), penandatanganan (signature),
pengesahan (ratification), dan pengumuman (publication).

Saran
12
Berdasarkan isi makalah ini dapat disarankan bahwa Dalam membuat perjanjian
internasional, suatu negara tidak hanya melihat dari kepentingan internasional yang dapat
dijadikan pedoman, tetapi juga factor lainnya adalah melihat kepentingan dalam negara
tersebut.
 Suatu negara untuk dapat melakukan hubungan internasional dengan negara lain
di dunia internasional dan melakukan perjanjian internasional, maka negara tersebut
harus berdaulat baik di dalam dan ke luar. Kedaulatan ke luar berarti negara tersebut
berkuasa secara langsung tanpa ada campur tangan dari negara lain.
Dalam kedaulatan ke luar, negara mempunyai syarat-syarat. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengirim atau menempatkan wakil (duta) di negara lain dan menerima
wakil (duta) dari negara lain.
2. Dapat membuat perjanjian dengan negara lain.
3. Dapat membuat dan menyatakan perang serta perdamaian dengan negara-
negara lain.
Jika hal-hal tersebut telah dipenuhi, maka diharapkan ke depannya agar
perjanjian internasional dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan rencana
setiap negara yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

13
Sumber Buku
Aim Abdulkarim. 2012. Advanced Learning Civic Education 2 for grade XI
Senior High School. Bandung: Grafindo

Bambang Suteng. 2007. Pendidikan Keawganegaraan untuk SMA Kelas XI.


Jakarta: Erlangga

Sumber Lain
tafany.wordpress.com

www.anneahira.com

www.crayonpedia.org

www.google.com

www.yahoo.com

www.wikipedia.com

14

Anda mungkin juga menyukai