Anda di halaman 1dari 10

J.

Agroland 26 (2) : 179 - 188, Agustus 2019 ISSN : 0854-641X


E-ISSN :2407-7607

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO DI SULAWESI TENGAH

Strategy for Cocoa Agribusiness Development in Central Sulawesi

Siti Yuliaty Chansa Arfah1)


1)
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako
email : ulliechansa@gmail.com

ABSTRACT

In the last ten years, the performance of Indonesia’s cocoa agribusiness has been diminishing
due to decreasing cacao estate area, cacao plant production and cocoa export volume. Cocoa
agribusiness development strategies in Indonesia were analyzed using SWOT and Architecture
Strategy, which on one hand were directed more to increase the performance of small holders cacao
plantation by strengthening the role of farmer groups and optimizing the role of associations. On the
other hand, the strategies for the government and private cacao estates are directed more to increase
the volume of production and product diversification which are important for improving the export
oriented cocoa products. Other strategies that can be implied are 1) increasing the promotional activity
and 2) spreading the information about cocoa and its benefits in order to increase domestic cocoa
consumption.

Keywords : Cocoa Agribusiness and Road Map.

ABSTRAK

Selama sepuluh tahun terakhir, kinerja agribisnis kakao Indonesia menurun. Hal ini
ditunjukkan oleh penurunan luas areal perkebunan kakao, diikuti oleh penurunan produksi dan
volume ekspor. Strategi pengembangan agribisnis kakao yang dihasilkan melalui Analisis SWOT dan
Arsitektur Strategi lebih diarahkan kepada peningkatan kinerja petani kecil pada perkebunan rakyat
dengan cara memperkuat kelompok tani dan mengoptimalkan peran asosiasi-asosiasi. Sementara, bagi
perkebunan negara dan swasta lebih mengarah kepada peningkatan volume produksi dan diversifikasi
produk kakao dengan orientasi pasar ekspor. Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah
peningkatan aktivitas promosi dan penyebaran informasi tentang kakao dan manfaatnya untuk
meningkatkan konsumsi kakao domestik.

Kata Kunci : Agribisnis Kakao dan Road Map.

PENDAHULUAN Komoditas perkebunan Indonesia


yang cukup potensial adalah kakao (Utomo,
Sub sektor perkebunan merupakan Prawoto, Bonnet, Bangviwat, & Gheewala,
sub sektor pendukung utama yang berperan 2016). Kakao merupakan salah satu komoditas
penting bagi perekonomian nasional, antara andalan perkebunan yang peranannya cukup
lain sebagai penyedia lapangan kerja dan penting bagi perekonomian nasional (Nair,
sumber pendapatan bagi petani, sumber 2011). Peranan tersebut terutama sebagai
bahan baku industri, dan sumber kebutuhan penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber
pokok serta penyumbang devisa bagi Negara devisa negara terbesar ketiga dari sub sektor
(Jinap, Hasnol, Sanny, & Jahurul, 2018). perkebunan setelah karet dan minyak sawit.
Sementara itu bagi Indonesia, kakao Selama sepuluh tahun terakhir, kinerja
merupakan salah satu komoditas perkebunan agribisnis kakao Indonesia menurun. Hal ini
yang perlu mendapatkan perhatian serius ditunjukkan oleh penurunan luas areal
karena peranannya cukup penting dalam perkebunan kakao, diikuti oleh penurunan
perekonomian Indonesia. produksi dan volume ekspor. Untuk itu,

179
usaha pengembangan perkebunan kakao Pertanian (PSE-KP), serta sumber informasi
lebih terfokus pada perluasan areal tanaman, lainnya seperti majalah, buletin dan internet.
peningkatan produksi dan perbaikan kualitas Alat yang digunakan untuk mengumpulkan
biji kakao yang dihasilkan. Perkembangan data berupa alat pencatat, alat perekam, alat
areal tanam dan produksi kakao ini menarik penyimpan data elektronik serta daftar
banyak pihak untuk terlibat dalam proses pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
pemasarannya. Petani sebagai produsen Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
kakao tidak memiliki kekuatan dalam hingga penarikan kesimpulan dilakukan
menentukan harga, sehingga petani hanya selama bulan Februari 2018 hingga Juni
sebagai price taker (Viteri Salazar, Ramos- 2018.
Martín, & Lomas, 2018). Sementara Metode Pengumpulan Data. Pengumpulan
pedagang bertindak sebagai penentu harga. data dan informasi dalam penelitian ini
Setiap permasalahan yang ada pada terbagi ke dalam dua periode, periode
agribisnis kakao akan mempengaruhi supply
pengumpulan data tahap I, dan pengumpulan
petani sebagai respon terhadap kebijakan dan
data tahap II. Pengumpulan data tahap I
dinamika pasar yang ada sehingga dapat
dimulai sejakbulan Februari 2018 berupa
dilihat kinerja industri kakao, ukuran kinerja
studi literatur, pencarian data statistik, serta
dalam hal ini dapat dilihat melalui keuntungan
browsing internet. Sedangkan pengumpulan
finansial dan ekonomi usahatani serta bagaimana
data tahap II dilakukan pada bulan April-Mei
strategi pengembangan yang dapat dilakukan
2018. Pada tahap II ini pengumpulan data
untuk meningkatkan daya saing.
dilakukan dengan wawancara mendalam
Berdasarkan perumusan masalah
dengan tokoh kakao di Sulawesi Tengah
yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk Menelaah sistem agribisnis (eliteinterview). Wawancara dilakukan dengan
kakao di Sulawesi Tengah dan Merumuskan beberapa narasumber yang dinilai mampu
strategi pengembangan agribisnis kakao di mewakili beberapa komponen penting dalam
Sulawesi Tengah. agribisnis kakao Sulawesi Tengah. Beberapa
narasumber dalam penelitian ini adalah
METODE PENELITIAN Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo)
Cabang Sulawesi Tengah, Eksportir Kakao
Data dan Instrumentasi. Data yang Sulawesi Tengah (PT. Olam), Pedagang
digunakan dalam penelitian ini adalah data besar kakao Sulawesi Tengah, Petani kakao
primer dan data sekunder. Data primer di Kabupaten Sigi dan Petani kakao di
diperoleh melalui observasi secara langsung Kabupaten Parigi Moutong, serta pelaku
ke beberapa perkebunan kakao di Provinsi industri cokelat (Banua Cokelat).
Sulawesi Tengah yaitu perkebunan kakao di Metode Pengolahan dan Analisis Data.
Kabupaten Sigi tepatnya di Kecamatan Metode pengolahan dan analisis data yang
Palolo dan Kabupaten Parigi Moutong di digunakan dalam penelitian ini adalah
Kecamatan Ampibabo serta melalui wawancara metode deskriptif kualitatif. Alat yang
mendalam terhadap beberapa tokoh kakao di digunakan dalam penelitian ini adalah
Sulawesi Tengah. kerangka sistem agribisnis komoditas untuk
Sedangkan data sekunder merupakan mendeskripsikan kondisi agribisnis kakao,
data yang telah terdokumentasi sebelumnya Analisis SWOT untuk mengetahui strategi
dan diperoleh dari data time series selama pengembangan yang dapat dilakukan untuk
tahun 2008-2018 yang dikeluarkan oleh meningkatkan dayasaing agribisnis kakao
Badan Pusat Statistik (BPS), Dirjen Perkebunan, Sulawesi Tengah (David, 2009). Kemudian,
International Cocoa Organization (ICCO) strategi pengembangan yang telah diperoleh
serta laporan tahunan, hasil penelitian dipetakan ke dalam sebuah road map
terdahulu, jurnal ilmiah, literatur, buku dan pengembangan agribisnis kakao di Sulawesi
dokumentasi lain yang dikeluarkan oleh Tengah dengan menggunakan Arsitektur
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Strategi (Yoshida, 2006).

180
Kekuatan Ekonomi dan Sosial Politik Global/Internasional

Lingkungan Makro

Subsistem Penunjang : Subsistem Hulu : Faktor Fisik dan Infrastruktur :


- Kebijakan Pemerintah - Industri pupuk & obat- 1. Tanah, air, udara, matahari,
- Lembaga keuangan obatan hewan dan vegetasi, iklim
- Lembaga penelitian - Usaha pembibitan 2. Lingkungan buatan manusia
- Kelembagaan sosial - Pemasok mesin dan
- Pemerintah peralatan pertanian
- Asosiasi perdagangan - Jasa transportasi

Lingkungan Mikro

Kegiatan On farm (Petani Kakao)

Industri Pengolahan Biji Kakao

Industri Besar Industri Kecil (Rakyat)

Industri makanan dan Industri


minuman, Industri pupuk Kosmetika dan Sektor Jasa (Restoran,
Home Industry
& obat-obatan, usaha Farmasi Hotel, Spa, dsb)
pembibitan, dll

Konsumen Rumah Tangga Akhir

Keterangan :
Pihak Internal : Lingkungan Mikro (Kegiatan Budidaya dan Industri Pengolahan Kakao)
Pihak Eksternal : Lingkungan Makro dan Lingkungan Global

Gambar 2. Ruang Lingkup Sistem Agribisnis Kakao

181
Analisis SWOT. Matriks SWOT merupakan mempengaruhi implementasi strategi
alat pencocokan strategi yang dilakukan lainnya. Pemetaan strategi ke dalam kanvas
berdasarkan pengembangan empat jenis strategi. arsitektur strategik menjelaskan time-frame
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam implementasi dari masing-masing strategi
menyusun Matriks SWOT : dalam periode waktu tertentu.
1. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan
kelemahan internal kunci. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Tentukan faktor-faktor peluang dan
ancaman eksternal kunci. Perkembangan Kakao Dunia. Dalam
3. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, konteks dunia, kakao diproduksi oleh lebih
peluang dan ancaman strategis. dari 50 negara yang berada di kawasan
4. Sesuaikan kekuatan internal dengan tropis yang secara geografis dapat dibagi
peluang eksternal untuk mendapatkan dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia
SO Strategy. Oceania dan Amerika Latin. Data produksi
5. Sesuaikan kekuatan internal dengan kakao pada tahun 2015/2016 menujukkan
bahwa Ivory Coast (Pantai Gading) menjadi
ancaman eksternal untuk mendapatkan
produsen kakao terbesar di dunia dengan
ST Strategy.
jumlah produksi sebanyak 1.581.000 ton,
6. Sesuaikan kelemahan internal dengan
disusul oleh Ghana sebanyak 778.000 ton,
peluang eksternal untuk mendapatkan WO
Indonesia 350.000 ton, dan Ekuador
Strategy.
232.000 ton.
7. Sesuaikan kelemahan internal dengan
Indonesia sebenarnya berpotensi
peluang eksternal untuk mendapatkan
untuk menjadi produsen utama kakao dunia
WT Strategy.
apabila berbagai permasalahan utama yang
Gambar 1 menunjukkan unit basis
dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi
analisa dalam merumuskan strategi
dan agribisnis kakao dikembangkan serta
pengembangan agribisnis kakao di Sulawesi
dikelola secara baik (Dand, 2011). Kakao
Tengah. Lingkungan internal terdiri dari
merupakan salah satu komoditas yang
segala aktivitas di subsistem budidaya dan
diperdagangkan di lantai bursa komoditi
pengolahan biji kakao (lingkungan mikro).
Indonesia, karena tujuan dari keberadaan bursa
Sementara lingkungan eksternal terdiri dari
komoditi sebenarnya adalah untuk mendorong
aktivitas di subsistem hulu, industri kakao
terbentuknya harga acuan di dalam negeri
olahan, subsistem pemasaran, subsisem jasa
(Danil, 2012).
penunjang, faktor alam, lingkungan makro
Negara tujuan utama ekspor kakao
serta kekuatan sosial ekonomi politik di
dari Indonesia adalah Malaysia, Singapura,
lingkungan global (lingkungan makro).
Amerika, China dan Brazil yang menguasai
Arsitektur Strategik. Strategi yang telah sebesar 93.1 persen. Total nilai ekspor
dirumuskan berdasarkan Analisis SWOT, sektor ini menembus angka US$ 1,12 miliar
selanjutnya dipetakan ke dalam suatu arsitektur pada tahun 2018 (Rahma. E, 2019)
strategik. Arsitektur strategik bermanfaat Mengingat kakao merupakan komoditas
untuk merumuskan strategi ke dalam perkebunan Indonesia yang berorientasi ekspor,
kanvas rencana untuk meraih visi dan misi. perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan
Teknik penyusunan arsitektur strategik pemerintah seperti tarif, kuota, subsidi, dan
tidak memiliki aturan baku. Gambar pajak (Swainson & Mahanty, 2018).
arsitektur strategik merupakan suatu Kebijakan tersebut erat kaitannya dengan
penggabungan kreativitas dengan hasil output dan input pengusahaan komoditas
strategi yang diperoleh dari tahap kakao. Penurunan secara signifikan oleh
pengambilan keputusan. Arsitektur strategik ekspor biji kakao Indonesia sebesar 48.4
menunjukkan adanya hubungan antara satu persen terutama disebabkan oleh pelaksanaan
strategi dengan strategi lainnya, dimana pajak ekspor biji kakao pada bulan April
implementasi satu strategi sangat 2010 (Rifin, 2013) (Kongor dkk., 2016).

182
Pajak ini ditetapkan untuk setiap kakao produsen masih menggunakan teknologi
yang dibeli oleh pabrik dalam negeri sederhana atau manual.
sedangkan untuk tujuan ekspor tidak Subsistem Usahatani Kakao. Berdasarkan
dikenakan pajak (Chambon, Ruf, Kongmanee, status kepemilikannya, pengusahaan kakao
& Angthong, 2016). Kebijakan ini tentunya di Indonesia dilaksanakan oleh tiga pihak
akan mengakibatkan produsen kakao dalam yaitu Perkebunan rakyat, Perkebunan Negara,
negeri lebih memilih untuk melakukan dan Perkebunan Swasta. Perkebunan rakyat
kegiatan ekspor. Dampak lain yang terjadi merupakan perkebunan penghasil kakao
adalah industri pengolah kakao domestik terbesar di Indonesia dengan luaslahan
kekurangan pasokan bahan baku kakao mencapai 92 persen dari total keseluruhan
(Mujica Mota, El Makhloufi, & Scala, luas areal perkebunan Indonesia, sedangkan
2019). sisanya merupakan perkebunan swasta dan
Sistem Agribisnis Kakao Indonesia perkebunan Negara. Perkebunan rakyat sebagai
Subsistem Hulu. Subsistem hulu kakao produsen kakao dengan luas lahan terbesar
Sulawesi Tengah terbagi menjadi empat dibandingkan perkebunan Negara dan
kegiatan utama yaitu kegiatan pembibitan swasta tentu akan menghasilkan kakao
kakao, kegiatan penyediaan sarana dan jasa dalam jumlah yang paling besar (Tutu
transportasi, kegiatan penyediaan pupuk Benefoh dkk., 2018). Dengan demikian, dapat
dan obat-obatan serta kegiatan penyediaan dikatakan bahwa kakao Indonesia yang dinilai
mesin dan alat pertanian. Dalam kegiatan berkualitas rendah di pasar dunia karena tidak
pembibitan kakao, bibit diperoleh melalui terfermentasi secara sempurna (unfermented)
kebun biji yang telah banyak diusahakan berasal dari perkebunan rakyat.
petani. Sementara kegiatan riset dan Subsistem Pengolahan. Berdasarkan
pengembangan klon unggul dilakukan oleh proses pengolahannya, kakao di Indonesia
PPTK dan didukung serta diawasi oleh terbagi menjadi biji kakao terfermentasi dan
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi biji kakao nonfermentasi. Untuk kualitas
Tanaman Perkebunan (BBP2TP). Industri agro biji kakao yang diekspor oleh Indonesia
otomotif kakao diIndonesia memiliki peran dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4).
yang tidak kalah penting. Industri ini Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan
mendukung distribusi kakao dari lokasi produk kakao yang masih tradisional (85%
perkebunan yang tersebar dan umumnya biji kakao produksi nasional tidak
terletak didaerah pegunungan yang luas. difermentasi) sehingga kualitas kakao
Selain itu, pasar kakao Indonesia yang Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah
sebagian besar untuk ekspor juga perlu menyebabkan harga biji dan produk kakao
didukung oleh industri perkapalan yang Indonesia di pasar internasional dikenai
dapat menjamin kelancaran distribusi kakao diskon USD200/ton atau 10%-15% dari
ke luar negeri. Komponen penting lain harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor
adalah industri agrokimia yang memasok kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih
pupuk dan obat obatan bagi tanaman kakao tinggi dibandingkan dengan beban pajak
(Reháková, Čuvanová, Dzivák, Rimár, & impor produk kakao (5%), kondisi tersebut
Gaval’ová, 2004). Ketersediaan pupuk dan telah menyebabkan jumlah pabrik olahan
obat-obatan menjadi sangat penting kakao Indonesia terus menyusut (Suryani,
mengingat persentase anggaran biaya untuk 2007). Selain itu para pedagang (terutama
input ini berkisar antara 10-40 persen dari trader asing) lebih senang mengekspor dalam
total biaya perawatan kebun, bahkan dapat bentuk biji kakao (non olahan).
mencapai 50 persen. Sementara industri
agromekanik berperan sebagai pemasok mesin Subsistem Pemasaran. Petani kakao di
pengolah kakao yang sebagian besar lokasi penelitian menjual hasil panennya
digunakan pada saat tahap pengolahan, dalam bentuk biji asalan yaitu biji kering,
sementara dalam kegiatan usahatani, mayoritas baik yang difermentasi maupun tidak

183
difermentasi, dengan kadar air sekitar 10-12 eksportir, tergantung jumlah biji kakao yang
persen. Di Kabupaten Parigi Moutong, dapat dikumpulkan.
sebanyak 82,76 persen petani menjual biji Para pedagang pengumpul lokal,
kakao ke pedagang pengumpul lokal yang kelompok tani maupun pedagang pengumpul
berkeliling mendatangi rumah-rumah non lokal memberikan perlakukan berupa
petani, 13,79 persen ke kelompok tani dan proses pencampuran dan pengeringan
hingga kadar air akhir mencapai 9-10
3,45 persen lainnya menjual langsung ke persen. Pedagang pengumpul lokal biasanya
pedagang pengumpul non lokal, sedangkan tidak menargetkan minimal volume biji
di Kabupaten Sigi, sebanyak 63,64 persen yang harus dipenuhi sebelum dijual ke
melalui kelompok tani dan 36,36 persen pedagang pengumpul non lokal atau
lainnya ke pedagang pengumpul lokal. pedagang besar sedangkan kelompok tani
Perbedaan ini mengindikasikan bahwa dan pedagang pengumpul non lokal
pemasaran di Kabupaten Parigi Moutong biasanya memiliki target minimal volume
umumnya dilakukan secara individual, biji kakao yang harus dipenuhi. Target
sedangkan di Kabupaten Sigi secara minimal volume bagi kelompok tani adalah
berkelompok. Perbedaan cara dalam sebesar lima kwintal per minggu sedangkan
bagi pedagang pengumpul non lokal sebesar
melakukan pemasaran kakao di lokasi 2,5 ton per bulan. Pedagang besar yang
penelitian menyebabkan harga kakao yang menjadi tujuan utama para pedagang
diterima petani berbeda. Pada tahun 2018, pengumpul dan kelompok tani di lokasi
harga rata-rata biji kakao di Kabupaten penelitian adalah CV. Adipura dan Aneka
Parigi Moutong sebesar Rp 21.750,00 per Rezeki. Berdasarkan keterangan pemilik
kilogram, sedangkan di Kabupaten Sigi Rp toko, biji kakao yang dihasilkan oleh
24.000,00 per kilogram. Relatif lebih perkebunan rakyat di Kabupaten Sigi dan
tingginya harga di Kabupaten Sigi terjadi Kabupaten Pari Moutong, seperti mampu
karena pemasaran yang dilakukan secara memenuhi 60 persen pemintaannya.
Meskipun secara kuantitas cukup tinggi,
berkelompok dapat meningkatkan bargaining
tetapi secara kualitas relatif rendah. Kadar
position petani. Umumnya, tidak ada air biji kakao yang dihasilkan umumnya 3-4
pembedaan harga antara biji kakao yang persen lebih tinggi dari yang dianjurkan.
difermentasi dengan non fermentasi baik di Relatif lebih tingginya kadar ait tersebut
tingkat petani maupun pedagang menyebabkan tumbuhnya jamur baik di
pengumpul. Penetapan harga biji kakao permukaan biji maupun bagian dalam biji.
biasanya lebih didasarkan pada kriteria Oleh sebab itu, pemotongan harga biji
tertentu dan umumnya berbeda untuk setiap kakao yang dihasilkan relatif tinggi.
tingkat. Di tingkat petani, hal utama yang Pemotongan harga ini berimplikasi terhadap
menjadi penentu harga biji kakao adalah penurunan harga ditingkat petani. Di tingkat
pedagang besar, biji kakao yang telah
kadar air, sedangkan di tingkat pedagang dikumpulkan kemudian diberi perlakuan
pengumpul antara lain : (1) maksimal kadar berupa proses pecampuran, pengeringan
air 10 persen, (2) maksimal jumlah biji hingga kadar air akhir mencapai 7-8 persen,
dalam satu ons adalah 115 biji, (3) sortasi dan pengarungan. Biji tersebut
maksimal biji berjamur (luar atau dalam) selanjutnya disalurkan ke PT. Olam dan PT.
yang dapat ditoleransi adalah lima persen, Armajaro serta pabrik pengolahan kakao
(4) maksimal biji pipih empat persen, dan atau eksportir yang berada di wilayah
(5) maksimal biji berdebu dua persen. Jakarta, Tangerang, Lampung, Batam dan
Berdasarkan hasil penelusuran sebagainya.
informasi di lapangan, sebagian besar biji Subsistem Jasa dan Penunjang.
kakao yang berasal dari perkebunan rakyat Subsistem ini terdiri dari lembaga riset dan
Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten pengembangan (PPTK, perguruan tinggi,
Sigi disalurkan melalui pedagang pengumpul swasta), lembaga keuangan (bank), lembaga
lokal, kelompok tani atau pedagang sosial (kelompok tani), lembaga pemasaran,
pengumpul non lokal ke pedagang besar lembaga pemerintahan (Dinas Perkebunan) serta
atau langsung ke pabrik pengolahan atau berbagai asosiasi terkait lainnya (Asosiasi

184
Kakao Indonesia, Asosiasi Petani Kakao pasar. Rancangan arsitektur strategi dapat
Indonesia, Koperasi Kakao Indonesia). dilihat pada Lampiran 1.
Strategi Pengembangan dan Arsitektur
KESIMPULAN DAN SARAN
Strategik. Perumusan strategi dimulai dengan
penentuan faktor-faktor yang menjadi Kesimpulan. Berdasarkan aktivitas dalam
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
setiap subsistem pada sistem agribisnis
strategis bagi agribisnis kakao Sulawesi
kakao Sulawesi Tengah, terdapat beberapa
Tengah. Faktor kekuatan strategis yang
isu dan kendala yang dihadapi, diantaranya:
berada pada agribisnis kakao Sulawesi
a. Aktivitas pemenuhan kebutuhan klon
Tengah diantaranya : a) Kakao Sulawesi
unggul dengan produktivitas tinggi dan
Tengah unggul secara komparatif, b) Rasa
yang khas dari kakao Sulawesi Tengah, tahan hama penyakit, penyediaan sarana
c) tenaga kerja banyak tersedia. Sementara dan jasa transportasi yang mudah dan
faktor kelemahan strategis terdiri dari : murah, jaminan harga serta ketersediaan
a) rendahnya posisi tawar petani dalam pupuk, pengadaan mesin dan teknologi
menentukan harga, b) sebagian besar baru serta berbagai aktivitas bisnis di sisi
eksportir masih mengekspor kakao dalam input lainnya masih perlu ditingkatkan.
bentuk biji, c) maraknya konversi lahan b. Pada subsistem pengolahan, salah satu
yang dilakukan oleh produsen, d) petani kendala yang dihadapi adalah industri
masih sulit mengakses sumber modal dan yang terbilang baru dan masing kurang
e) rendahnya kualitas kakao. Faktor peluang melakukan inovasi. Kondisi tersebut
yang dapat dimanfaatkan diantaranya: kemudian menyebabkan banyak pengolah
a) adanya asosisasi-asosiasi (Askindo), kakao gulung tikar dalam waktu singkat,
b) adanya kontribusi penelitian dari akibat keuntungan yang sudah tidak
lembaga riset, c) adanya potensi layak lagi. Petani kakao rakyat umumnya
peningkatan konsumsi kakao dalam negeri, enggan untuk menerima teknologi baru.
d) adanya industri olahan yang telah c. Secara umum, jalur perdagangan
berkembang serta e) semakin tingginya langsung kakao yang dihadapi petani
kesadaran masyarakat akan kesehatan. kakao masih merupakan jalur yang
Sementara faktor ancaman diantaranya : a) panjang dan kurang efektif. Sementara
kondisi cuaca yang semakin tidak menentu, jalur perdagangan yang berorientasi
b) kelangkaan pupuk di kalangan produsen pasar ekspor, menjadi patokan bagi
c) persaingan antara produk subtitusi, penetapan harga kakao.
produk impor,eksportir internasional serta d. Pada subsistem jasa dan penunjang, aktivitas
d) rendahnya tarif impor bagi kakao. riset dan pengembangan, kegiatan yang
Strategi yang diperoleh berdasarkan analisis mendukung pembiayaan bisnis produk
strategi menggunakan Matriks SWOT kakao, keberadaan kelompok tani,
adalah : a) meningkatkan kegiatan promosi koperasi, peranan lembaga pemasaran,
produk kakao Sulawesi Tengah, b) asosiasi-asosiasi masih perlu untuk terus
meningkatkan produksi dan diversifikasi ditingkatkan.
produk kakao, c) mempercepat pelaksanaan Strategi peningkatan dayasaing yang
industri kakao berkelanjutan, d) meningkatkan dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT
peranan Askindo bagi produsen, e) pembentukan lebih mengarah kepada strategi peningkatan
dan penguatan kelompok tani, f) meningkatkan kinerja petani kakao rakyat, yaitu dengan
komposisi produk kakao olahan untuk meningkatkan posisi tawar petani melalui
diekspor, g) merancang pendirian kluster penguatan kelompok tani dan dukungan
industri kakao di Sulawesi Tengah, dari adanya asosiasi. Selain itu strategi yang
h) pembatasan kuota dan nilai impor kakao dirumuskan lebih diutamakan kepada
serta, i) melakukan perencanaan pola tanam, peningkatan upaya promosi yang bertujuan
kompak dalam mengatur, mengendalikan dan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
menjaga kualitas dan kuantitas stok di mengenai kakao dan manfaatnya.

185
Saran. Saran yang diajukan untuk mampu melihat sejauh mana keterkaitan
penelitian selanjutnya adalah sebagai antar komponen serta sejauh mana
berikut : bentuk dukungan yang diberikan oleh
1. Dalam melakukan analisis gambaran komponen-komponen yang telah saling
sistem agribisnis kakao Indonesia, tulisan mendukung tersebut mempengaruhi
ini belum melakukan analisis secara rinci kinerja dan daya saing agribisnis kakao
di setiap subsistem, karena itu diharapkan Sulawesi Tengah.
dalam penelitian selanjutnya dapat diteliti 3. Untuk mendukung rumusan strategi
secara khusus untuk masing-masing pembangunan kluster industri kakao di
subsistem sehingga dapat diketahui potensi Sulawesi Tengah, dibutuhkan penelitian
serta kendala yang mendasar namun lanjutan mengenai kesiapan dan strategi
belum muncul ke permukaan. pembangunan dalam bentuk rancangan
2. Berdasarkan analisis daya saing agribisnis kluster industri kakao di Sulawesi tengah
kakao Sulawesi Tengah, penelitian ini belum sebagai sentra produksi kakao di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Aliyatillah dan Kusnadi,. 2011. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap
Komoditas Kakao PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Bandung. Forum
Agribisnis Volume 1, No. 2- September 2011 (151-166).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Perkebunan 2014. Direktorat Jenderal Perkebunan,
Departemen Pertanian.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.Statistik Perkebunan : Tree CropEstate Statistics 2010-2014.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian.

Chambon, B., Ruf, F., Kongmanee, C., & Angthong, S. (2016). Can the cocoa cycle model explain
the continuous growth of the rubber ( Hevea brasiliensis ) sector for more than a century in
Thailand? Journal of Rural Studies, 44, 187–197. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2016.02.003

Dand, R. (2011). Environmental and practical factors affecting cocoa production. Dalam The
International Cocoa Trade (hlm. 65–93). https://doi.org/10.1016/B978-0-85709-125-3.50003-3

Danil, 2012. Analisis Produksi dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi
Sumatera Barat. [tesis]. Bogor (ID): Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

David Fred R. 2009. ManajemenStrategis Konsep. Sunardi D, penerjemah; Wuriarti P, editor. Jakarta
: Salemba Empat. Terjemahan dari : StrategicManagement 12th Edition.

[ICCO International Cocoa Organization.2014. Annual Bulletin of Cocoa Statistics.

Haryono, Dede,. 2011. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Produksi
Kakao di Jawa Timur. J-Sep Vol. 5 No.2 Juli 2011.

Jinap, S., Hasnol, N. D. S., Sanny, M., & Jahurul, M. H. A. (2018). Effect of organic acid ingredients
in marinades containing different types of sugar on the formation of heterocyclic amines in
grilled chicken. Food Control, 84, 478–484. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2017.08.025

Kementrian Pertanian RepublikIndonesia. 2010. RencanaStrategis Kementrian Pertanian


2010-2014. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

186
Kongor, J. E., Hinneh, M., de Walle, D. V., Afoakwa, E. O., Boeckx, P., & Dewettinck, K. (2016).
Factors influencing quality variation in cocoa (Theobroma cacao) bean flavour profile—A
review. Food Research International, 82, 44–52. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2016.01.012

Mujica Mota, M., El Makhloufi, A., & Scala, P. (2019). On the logistics of cocoa supply chain in Côte
d’Ivoire: Simulation-based analysis. Computers & Industrial Engineering, 137, 106034.
https://doi.org/10.1016/j.cie.2019.106034

Nair, K. P. P. (2011). The Agronomy and Economy of Black Pepper (Piper nigrum L.)—The “King of
Spices.” Dalam Agronomy and Economy of Black Pepper and Cardamom (hlm. 1–108).
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-391865-9.00001-3

Porter ME. 1990. The CompetitiveAdvantage of Nations. New York : The Free Press.

Rifin, Amzul,. 2013. Competitiveness of Indonesia’s Cocoa Beans Export in the World Market.
International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 4, No. 5.

Reháková, M., Čuvanová, S., Dzivák, M., Rimár, J., & Gaval’ová, Z. (2004). Agricultural and
agrochemical uses of natural zeolite of the clinoptilolite type. Current Opinion in Solid State
and Materials Science, 8(6), 397–404. https://doi.org/10.1016/j.cossms.2005.04.004

Suryani, Dinie, Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang Pembiayaan. Economic
Review : 210 . Desember 2007.

Swainson, L., & Mahanty, S. (2018). Green economy meets political economy: Lessons from the
“Aceh Green” initiative, Indonesia. Global Environmental Change, 53, 286–295.
https://doi.org/10.1016/j.gloenvcha.2018.10.009

Tutu Benefoh, D., Villamor, G. B., van Noordwijk, M., Borgemeister, C., Asante, W. A., &
Asubonteng, K. O. (2018). Assessing land-use typologies and change intensities in a
structurally complex Ghanaian cocoa landscape. Applied Geography, 99, 109–119.
https://doi.org/10.1016/j.apgeog.2018.07.027

Utomo, B., Prawoto, A. A., Bonnet, S., Bangviwat, A., & Gheewala, S. H. (2016). Environmental
performance of cocoa production from monoculture and agroforestry systems in Indonesia.
Journal of Cleaner Production, 134, 583–591. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2015.08.102

Viteri Salazar, O., Ramos-Martín, J., & Lomas, P. L. (2018). Livelihood sustainability assessment of
coffee and cocoa producers in the Amazon region of Ecuador using household types. Journal
of Rural Studies, 62, 1–9. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2018.06.004

Yoshida, DT. 2006. Arsitektur Strategik : Sebuah Solusi Meraih Kemenangan dalam Dunia yang
Senantiasa Berubah. Jakarta : Elex Media Komputindo.

187
Lampiran 1. Rancangan Arsitektur Strategik Agribisnis Kakao di Sulawesi Tengah

PERIODE I PERIODE II PERIODE III PERIODE IV PERIODE V


SASARAN
STRATEGI 9b. Implementasi 1. Peningkatan luas
kebijakan impor baru area, produksi,
1. Pembentukan dan produktivitas,
penguatan kelompok tani 9a. Kajian mengenai 8a. Kajian mengenai
batas dan dampak konsumsi domestik,
ragam produk kakao
kebijakan tarif yang diekspor dan volume ekspor
2. Melakukan perencanaan impor biji kakao.
produksi; serta 2. Peningkatan
mengatur, 5b. Penataan wilayah
mengendalikan dan dan integrasi antar pendapatan dan
5a. Perencanaan dan 7b. Peningkatan ragam
menjaga kualitas dan subsistem tahap I produk kakao
kesejahteraan petani.
koordinasi dalam
kuantitas stok di pasar rangka (diversifikasi produk) 3. Peningkatan mutu
pembangunan 8b. Meningkatkan 5c. Realisasi pendirian dan pengembangan
4a. Sertifikasi kebun
3. Meningkatkan peranan kluster industri porsi biji kakao kluster industri cokelat produk biji kakao.
kakao dan pengoalahan
ASKINDO khususnya kakao di terfermentasi di pasar di Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah
tahap I 5b. Penataan wilayah
dalam negeri
4. Peningkatan upaya
bagi petani rakyat dan integrasi antar promosi secara
subsistem tahap II
4. Mempercepat insentif
1b. Merangsang 3b. Askindo
pelaksanaan industri 4a. Sertifikasi kebun
pembentukan melakukan melakukan 4b. Pemberian insentif
kakao berkelanjutan kelompok tani baru kakao dan pengoalahan bagi perusahaan yang
kerjasama dengan 4a. Sertifikasi kebun TANTANGAN
dan penguatan tahap III telah tersertifikasi
5. Merancang pendirian pemerintah & lembaga kakao dan pengoalahan
(80 persen)
kluster industri di
kelompok tani lama keuangan tahap II  Penurunan luas area
Sulawesi Tengah perkebunan serta
banyaknya kebun-
6. Meningkatkan kegiatan PROGRAM RUTIN kebun tua yang sudah
promosi produk kakao tidak produktif lagi.
Indonesia (Cokelat) 1a. Penyuluhan mengenai manfaat bertani secara kelompok,  Kurangnya minat petani
1c. Pembinaan, pendampingan dan pelatihanskill management, untuk meningkatkan
7. Meningkatkan produksi, dan kualitas biji kakao
diversifikasi produk 2a. Penyuluhan dan pembinaan rutin mengenaiperencanaan produksi dan informasi dengan melakukan
pasar fermentasi.
8. Meningkatkan komposisi
3a. Askindo secara aktif dan rutin melakukan pemantauan dan survey lapang  Rendahnya
produk kakao olahan untuk
diekspor dan meningkatkan 6a. Meningkatkan kegiatan promosi untuk memperluas pasar di dalam negeri pengetahuan konsumen
alokasi biji kakao dalam negeri akan
terfermentasi di pasar dalam
6b. Meningkatkanbrand awarenessdanbrand image produk kakaoSulawesi Tengah di manfaat cokelat yang
negeri pasar internasional menyebabkan konsumsi
7a. Peningkatan luas area tanam,replanting,rehabilitasi, dan intensifikasi cokelat domestik masih
9. Pembatasan kuota dan rendah.
nilai impor biji kakao  Perubahan lingkungan
dan olahan persaingan yang begitu
cepat dan agresif.

188

Anda mungkin juga menyukai