Gastroentritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian mukosa dan
saluran gastrointestinal yang di tandai dengan diare dan muntah.
Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut disebabkan
karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu :
Faktor infeksi
Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis akut adalah virus,
beberapa virus penyebabnya antara lain :
1. Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah sakit dan
mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare akibat rotavirus
derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan menyebabkan dehidrasi. Pada
anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari
infeksi virus ini.
2. Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like viruses (NLVs)
dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus
merupakan penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta
kasus per tahun. Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa
dan sering menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya
menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus.
3. Adenovirus
Umumnya menyerang anak-anak dan menyebabkan penyakit pada sistem respiratori.
adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul,
diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus,
Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus.
Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri yang sering
menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera,
Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah:
Faktor Catatan
Malnutrisi Sekitar 10% anak-anak di negara
berkembang sangat parah kurang
berat
Defisiensi makronutrien atau
mikronutrien pada anak-anak
berhubungan dengan diare yang
lebih parah dan berkepanjangan,
dan hipokalemia dan dubur
prolaps cenderung berkembang
dalam hubungan dengan disentri
Status gizi yang buruk
menyebabkan risiko kematian
yang lebih tinggi
Menekan fungsi kekebalan tubuh
dan dikaitkan dengan peningkatan
prevalensi diare persisten dan
Kekurangan seng
frekuensi diare yang lebih tinggi
Seringkali menghasilkan
malabsorpsi dan penurunan berat
badan yang signifikan, lebih lanjut
Diare persisten
mempromosikan siklus
Sekunder akibat infeksi HIV atau
kondisi kronis lainnya, mungkin
resolusi gejala yang
berkepanjangan, atau sering
Imunosupresi
kambuh episode diare
Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
Lama waktu diare: akut atau kronik
1. Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari,
dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.
2. Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung terusmenerus selama lebih dari 2 minggu
atau lebih dari 14 hari, yang secara umum diikuti kehilangan berat badan secara signifikan
dan masalah nutrisi.
3. Diare persisten
Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan berlanjut sampai
14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat, diare persisten diklasifikasikan
sebagai “berat”. Jadi diare persisten adalah bagian dari diare kronik yang disebabkan oleh
berbagai penyebab.
Mekanisme patofisiologik: osmotik, sekretorik, motilitas, dan inflamasi. Patogenesis diare
karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan konsistensi
berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduksi enterotoksin ini tidak
merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C.
Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-
30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosin siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium dan kalium
Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri
yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella,
Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir
dan darah. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B,
Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E.
histolitika dan G. lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan
peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi
awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri
kedalam sel epitel. Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l),
TNF-α, dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL8
adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat dan
merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik (IL-8)
dilepas oleh sel epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam
konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel
dan membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin,
leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang
sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus.
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan brush border dan
beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi mikroorganisme atau parasit ke
lumen usus secara langsung akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing
akan mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE
dan IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi
silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator inflamasi yang
hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit polimorfonuklear,
makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel
enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan
melepas kandungan (matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan
kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan
selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili menjadi
atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di
usus besar (kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana vili-vili yang
tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel imatur ini akan mengalami gangguan
dalam fungsi absorbsi dan hanya mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase
peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme nacoupled sugar atau mekanisme transport
asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport absorbsi NaCl.
Sebaliknya sel-sel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan
mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl. Pada saat yang sama dengan
dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori di lamina propia akan merangsang
sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel permukaan yang imatur. Kerusakan immune
mediated vascular mungkin menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi
ulserasi yang berat, maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap
terjadinya diare.
1. Diare osmotik
Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Penyebab diare osmotik
Kekurangan enzim laktase dan enzim pankreas
Kelebihan makanan dari bahan sintetik atau gula yang tidak dapat diserap
Diet enteral (tube-feeding) dengan formula berkekuatan penuh
Obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik
Sindrom dumping akibat reseksi lambung
Patofisiologi
Malabsorbsi makanan
↓
Makanan tidak dapat diserap
↓
Osmotik di rongga usus ↑
↓
Air dan elektrolit keluar ke rongga usus
↓
Isi rongga berlebih
↓
Merangsang usus untuk mengeluarkan isi pada rongga
↓
Diare bervolume besar.
2. Diare sekretorik
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau
laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Penyebab diare sekretorik
Infeksi virus (Rotavirus)
Enterotoksin bakteri (Escherichia coli dan Vibrio cholera)
Eksotoksin bakteri (Clostridium difficile)
Pertumbuhan bakteri dalam usus
Reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu)
Efek dari obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat.
Patofisiologi
Mengkonsumsi makanan terkontaminasi
↓
Sebagian hancur oleh HCL, sebagian lolos dan berkembang di duodenum
↓
Bakteri memproduksi enzim yang mencairkan lapisan lendir yang menutupi
mukosa usus
↓
Bakteri mengeluarkan toksin (enterotoksin)
↓
Merangsang seskresi pada kripta vili usus yang menghambat absorpsi
↓
Volume cairan lumen usus ↑
↓
Dinding usus menggembung, kontraksi dinding usus
↓
Hipermotilitas untuk mengeluarkan cairan ke usus besar
↓
Diare
3. Diare motilitas
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus.
Penyebabnya
Diabetes melitus
Hipertiroid
Pasca vagotomi
Penyalahgunaan pencahar.
4. Diare inflamasi
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.
Berat ringan diare: kecil atau besar
Tanpa dehidrasi : biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti
biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat anak masih mau makan dan minum seperti
biasa
Dehidrasi ringan atau sedang : menyebabkan anak rewl atau gelisah, mata sedikit cekung,
turgor kulit masih kembali cepat bila dicubit
Dehidrasi berat : anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan turgor
krmbali lambat, apas cepat, anak terlihat lemas
Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non infeksi
Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam hal ini bisa
diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ lain seperti radang
tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. Diare non-infektif adalah diare yang tidak
ditemukan agen infeksi sebagai penyebabnya. Dalam hal ini diare tersebut kemungkinan
disebabkan oleh faktor malabsorbsi, faktor makanan, maupun faktor psikologis.
Virus : Rotavirus (40-60%), adhenovirus
Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholerae, dan lain lain
Parasit : Entamoeba histolitica (<1%), Giardia lamblia, Crylosoridium (4-11%)
Keracunan makanan
Malabsorbsi : karbohidrat, lemak, dan protein
Alergi : makanan, susu sapi
Imunodefisiensi : AIDS
Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional. Berdasarkan penyakit organik dan
fungsional, diare dapat diklasifikasikan menjadi
Diare organik, adalah diare yang ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal
ataupun toksikologi
Diare fungsional, adalah diare yang tidak dapat ditemukan penyebab organik
Menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidlines 2005, klasifikasi etiologi
diare akut dibagi atas 4 penyebab, yaitu :
1. Bakteri
2. Virus
3. Parasit
4. Non-infeksi
Gambar 2.1 Klasifikasi Etiologi menurut World Gastroenterology Organisation Global
Guidlines 2005.
Pendekatan Klinis
Pendekatan klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan
nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh
kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti
membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat
pada <10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan yang mencakup radangan tenggorokan,
batuk dan rinorea.
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau
memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea) dengan gejala-gejala
mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang
perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa
jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi.
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas
lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular
pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-
ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.4
- Terapi farmakologi
a) Perbaiki cairan pasien
Pemberian cairan kristaloid Intravena untuk rehidrasi
b) Tatalaksana sesuai kausatif
Infeksi atau non-infeksi
Tabel 4.1 terapi pengobatan antimikroba oral (dosis dewasa).2
c) Mual dan Muntah
Ondansentron 3 x 4 mg IV
d) Nyeri Perut
Ketorolac 2 x 30 mg IV.8
Tabel 3.1 Pengobatan gastroenteritis dihubungkan dengan klasifikasi beserta tanda
dan gejala.4
Tabel 4.2 Derajat dehidrasi berdasarkan skor WHO.4
Skor:
<2 tanda dikolom B dan C : tanpa dehidrasi
>2 tanda dikolom B : dehidrasi ringan-sedang
≥2 tanda dikolom C : dehidrasi berat.4
Rencana terapi untuk masing masing penderita diare.5
- Mekanisme farmakologi
a) Antisecretory dan Antimotility
Obat anti diare yang temasuk golongan Antisecretory dan Antimotility
adalah opioid dan derivatnya, alpha 2 agonis misalnya clonidine dan
somatostatin,. Salah satu opioid adalah loperamide. Loperamide merupakan
turunan phenylpiperidine dengan struktur kimia yang mirip dengan agonis
reseptor opiat seperti diphenoxylate. Loperamide sebagai anti diare bekerja
dengan beberapa mekanisme yang berbeda, yaitu mengurangi peristaltik dan
sekresi cairan (Baker 2007) serta meningkatkan tonus sfingter (Hanauer, 2008),
sehingga waktu transit gastrointestnal lebih lama sehingga meningkatkan
penyerapan (Baldiet al., 2009). Loperamide merupakan obat agonis opiat sinetik
yang dapat mengaktivasi μ receptors pada pleksus myenterik usus besar. Aktivasi
terhadap reseptor tersebut akan menhambat pelepasan astetilkolin sehingga terjadi
relaksasi otot saluran cerna. Di samping itu, penghambatan terhadap asetilkolin
juga menimbulkan efek anti sekretori sehingga mengurangi sekresi air dan dapat
mencegah kekurangan cairan dan elektrolit (faure, 2013).9
b) Adsorben
Beberapa cotoh obat yang termasuk kelompok adsorbent adalah: bismuth
subsalicylate (pepto-Bismol), kaolin-pectin, activated charcoal, attapulgite
(kaopectate). Walaupun pemberian adsorben pada diare misalnya penderita HIV
todak memberikan hasil yang lebih baik dari plasebo, namun pemberian adsorben
masih direkomendasikan Nwachukwuand Okebe 2008). Mekans=isme kerja
secara umum dari adsorben adalah melapisi permukaan mukosa dinding saluran
pencernaan sehingga toksin dan mikroorganisme tak bisa masuk menembus dan
merusak mukosa. Selain itu, asorben juga mengikat bakteri penyebab atau racun,
yang kemudian dieliminasi melalui tinja.9
Bismuth subsalicylate
Selain untuk diare, obat ini juga dapat dipakai untuk mengatasi mual,
gangguan lambung. Farmakodinamik Bismuth subsalicylate menunjukan efek
terapi melalui efek anti-inflamasi oleh asam salisilat, juga antibiotik ringan oleh
bismuth. Mekanisme diae belum jelas, diduga melalui peningkatan absorbsi air
dan elektrolit (antisekreton) dan juga sebagai penghambat sintesis prostaglandin
sehingga terjadi efek inflamasi dan penurunan motilitas usus (Goldman, 2013)
sebagai mekanisme tambahan, Bismuth subsalicylate dapat mengikat toksin yang
diproduksi oleh bakteri misalnya oleh Escherichia coli. Obat ini juga sebagai anti
mikroba (Alharbief al., 2012).9
Kaolin dan Pectin
Merupakan Bulk-Forming and Hydroscopic Agents. Mekanisme kerja dari
obat ini adalah dengan merubah viskositas feses sehingga nampak lebih kental.
Selain itu obat ini juga dapat mengikat toksin berikatan dengan garam empedu.9
Bile Acids Sequestrants: Cholestyramine dan Cholestipol
Mekanisme kerja adalah mengikat garam empedu dalam usus sehingga
terjadi peningkatan masa feses dan membuat feses lebih kental.9
Interaksi Obat dengan Obat Adsorbent
Adsorbent menurunkan penyerapan banyak obat lain, misalnya digoksin,
kindamisin dan agen hipoglikemik. Absorben menyebabkan peningkatan
pendarahan saat dibeerikan dengan antikoagulan.9
2. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada balita yang mengalami diare adalah
kekurangan cairan karena banyaknya cairan yang keluar melalui feses. Kekurangan
cairan atau dehidrasi dapat terlihat dari cekung atau tidaknya mata, adanya air mata,
keringnya mulut dan lidah, adanya rasa haus dan turgor kulit yang kembali cepat atau
lambat dan persentase penurunan berat badan. Pada penelitan ini sebanyak 78 ibu yang
mengetahui bahaya yang timbul akibat diare adalah kekurangan cairan dan 75 ibu yang
mengetahui kekurangan cairan disebabkan oleh banyaknya cairan yang keluar selama
anak diare. Hal ini memperlihatkan sebagan besar ibu sudah mengetahui komplikasi dari
diare pada anak. Sebanyak 71 ibu mengetahui bahwa kekurangan cairan salah satunya
dapat diketahui melalui penurunan berat badan dan jumlah mencret dalam satu hari.
Diare dapat menyebabkan kematian sehingga apabila anak mengalami buang air besar
cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau
minum sedikit, demam, tinjanya berdarah dan tidak membaik dalam 3 hari.10
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi
secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui
feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolic.10
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik
sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.10
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC.
Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari
setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-
diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.10
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain –
Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita
kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab
sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis pascainfeksi dapat terjadi beberapa
minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp.10
3. Prognosis
Quo ad vitam: bonam, quo ad funtionam: bonam, karena pada pasien tidak
ditemukan tanda dehidrasi, dan quo ad sanationam: bonam karena pasien dapat sembuh
dengan pengobatan dan edukasi yang tepat, dapat sembuh total dari penyakitnya dan
orangtua sudah mengetahui faktor lain yang menjadi predisposisi diare akut yang harus
dihindari.11
Daftar Pustaka
1. Prawati DD, Haqi ND. Faktor yang mempengaruhi kejadian diare, vol 07, no 01. Surabaya:
FK UNAIR; 2019. Hlm 34-45
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo WA, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI. Jakarta :
Interna Publishing ; 2014. Hlm: 410-5
3. Sampul KPM, Ismanto YA, Pondang L. Hubungan diare dengan kejadian malnutrisi, vol
03, no 01. Universitas sam ratulangi; 2015. Hlm: 1-7
4. Pedoman bagi RS rujukan tingkat pertama di kab/kota. Buku saku pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit, cetakan 1. Jakarta: WHO Indonesia dan Depkes RI; 2009. Hlm 131-55
5. Sari KN, Lukito A, Astria A. Hubungan pengetahuan ibu tentang diare dengan kejadian 1-
4 tahun. Medan: FK UNISU; 2017. Hlm 1-11
6. Aditama YT. Buku saku petugas kesehatan lintas diare lima langkah tuntaskan diare, edisi
11. Jakarta: Depkes RI; 2011. Hlm 1-13
7. Santi I, Herman H, Aninditia DD. Studi penggunaan obat diare pada anak pasien rawat
inap , vol 09, no 01. Makasar: FF UNIMUS; 2017. Hlm 122-130
8. Junita MH. Acute diarrhea with mild to moderate dehydration e.c Viral Infection, vol 01,
no 01. Lampung: FK UNILA; 2014. Hlm 47-53
9. Ardhanda, Taringan T, Rhefki. Kongres nasional VI perhimpunan gatrohepatologi dan
nutrisi anak Indonesia. Bali; 2014. Hlm 12-7
10. Dwiriyanti ND, Savira M, Suyanto. Gambaran pengetahuan ibu terhadap diare akut balita,
vol 02, no 01. Riau; 2015. Hlm 3-15
11. Fadli YM, Pratignyo BR, Ferdiansyah, dkk. Faktor-faktor yang mempengaruhi diare akut
pada balita, vol 06, no 01. Lampung: FK UNIL; 2016. Hlm 97-100.