PENDAHULUAN
Page | 1
System agroforestry dapat mengakomodir kepentingan
pemenuhan sandang, pangan dan papan manusia sekaligus tidak
mengorbankan sector kehutanan yang masih tetap tumbuh dan
berkembang secara lestari.
Page | 2
5. Bagaimana kondisi praktik agroforestry di Indonesia
saat ini dari sudut pandang pihak yang terkait
langsung ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestry
Page | 3
mengoptimalisasi per unit areal produksi yang mengacu terhadap
prinsip dari hasil yang berkelanjutan. Menurut Wiersum (1990)
agroforestry adalah suatu bentuk penggunaan lahan yang
mengkombinasikan produksi pertanian dan atau produk peternakan
dan tanaman pohon dan atau tanaman hutan secara simultan dan
sequensial, yang ditujukan pada produksi yang multiguna, optimal
dan berkelanjutan di bawah pengaruh positif dari peningkatan
kondisi edhapik dan mikro klimat yang diciptakan dengan meniru
kondisi hutan, dan dengan teknik pengelolaan yang sesuai dengan
sikap budaya masyarakat lokal.
Pengertian agroforestry yang muncul beraneka ragam
sehingga Lundgren (1989) mengatakan bahwa definisi agroforestry
harus mengandung dua sifat umum untuk semua bentuk
agroforestry dan membedakan bentuk-bentuk tersebut dengan
bentuk penggunaan lahan lain. Kedua sifat utama tersebut adalah:
Page | 4
interaksi ekologis dan ekonomis diantara penyusunannya.
(Lundgren and Raintree,1982).
Page | 5
3. Pembentukan Unit Usaha Kemitraan (UUK) : koperasi
(KUD) atau non koperasi.
4. Permodalan : bantuan APBD (tahap awal) dan iuran.
Penyelenggaraan social forestry perlu memperhatikan
azas : Azas kelestarian hutan, Serbaguna hutan dan tidak
merugikan fungsi hutan, Prinsip perlindungan lingkungan.
Page | 6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konsep Agroforestry
Pada dasarnya system agroforestry praktis dalam bentuk
agroforestry yang sederhanan telah dilakukan oleh banyak petani
di dunia ini sejak lama. Namun, seiring berjalannya waktu dan
perubahan pada system pertanian modern membuat usaha tani pada
era ke depannya ini cenderung kepada system pertanian
monokultur karena lebih mudah dalam menghitung produktivitas
lahanya dan dapat memberikan hasil yang sangat memuaskan
dalam waktu singkat. Perjalanan agroforestry untuk menjadi suatu
pola penggunaan lahan yang diterima oleh segala pihak
memerlukan waktu yang cukup panjang bahkan hingga kini.
Agroforestry adalah system dan teknologi penggunaan lahan yang
meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, dengan
mengkombinasikan produksi jenis tanaman berkayu dengan
tanaman pertanian dan atau ternak maupun tambak dengan cara
pengaturan ruang atau waktu dan menggunakan praktek
pengelolaan yang sesuai dengan praktek usaha tani setempat.
Menurut Nair (1984), agroforestry adalah suatu
penggunaan lahan yang melibatkan secara sengaja“ retention”,
pengenalan atau campuran pohon atau tanaman tahunan berkayu
lain di lahan produksi pertanian atau ternak untuk mendapatkan
keuntungan dan resultante interaksi ekologi dan ekonomi. Menurut
Combe dan Budowski (1979), agroforestry adalah suatu kelompok
teknik pengelolaan lahan yang menerapkan kombinasi pohon hutan
Page | 7
dengan tanaman pertanian, atau ternak, atau keduanya. Kombinasi
itu mungkin secara simultan atau staggered di dimensi waktu dan
ruang. Tujuannya adalah untuk mengoptimalisasi per unit areal
produksi yang mengacu terhadap prinsip dari hasil yang
berkelanjutan.
Page | 8
c. Pola usaha tani agroforestry lebih menguntungkan dari
pada pola usaha tani tunggal, ditinjau dari segi produksi
dan konservasi lahan
d. Keuntungan yang diperoleh harus dapat dinikmati oleh
penduduk setempat
e. Mudah dilaksanakan berdasarkan kondisi faktor produksi
yang ada
Page | 9
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru
di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan
mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah
dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri
berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat
bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek).
Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada
masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial,
ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu,
sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis.
Page | 10
hutan untuk kepentingannya secara individu maupun
kelompok. Seperti salah satu contohnya melakukan praktik
agroforestry di hutan alam.
2. Pejabat pemerintahan, yaitu pihak – pihak yang mempunyai
peran birokrasi dan administrasi dalam menetapkan,
mengizinkan dan menutup suatu hutan yang dalam kasus
ini terkait dengan pengelolaan agroforestry agar praktik
yang dijalankan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
Aspek ini terdiri dari kementerian kehutanan RI (pusat),
dinas kehutanan daerah tingkat satu (provinsi) dinas
kehutanan daerah tingkat dua (kabupaten/kota).
3. Petani yaitu merupakan pihak yang terlibat secara langsung
dalam pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan suatu
system agroforestry yang dimana mereka juga
berkepentingan terhadap hasil dari system agroforestry
tersebut.
4. Kelembagaan merupakan pihak – pihak yang berfungsi
mengatur tata kelola system agroforestry secara luas seperti
pengaturan system penanaman agar tidak seragam,
pemasaran dan penjualan hasil panen dan berbagai regulasi
lainnya yang berfungsi mensejahterakan anggota yang
membawahinya. Seperti koperasi.
5. Pihak professional merupakan pihak yang berasal dari luar
dan biasanya meletakkan posisi sebagai Pembina yang
membantu petani dalam mengelola dan mengembangkan
suatu system agroforestry sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang ilmiah. Seperti akademisi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM).
Page | 11
Berbicara tentang kelembagaan, atau institusi, umumnya
pandangan orang lebih diarahkan kepada organisasi, wadah atau
pranata. Organisasi hanyalah wadahnya saja, sedangkan pengertian
lembaga mencakup juga aturan main, etika, kode etik, sikap dan
tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem.
Page | 12
system properties) seperti produktivitas, stabilitas, sustainabilitas,
penyebaran dan kemerataanya.
Page | 13
Perpaduan antara berbagai pendekatan ini bisa
menghasilkan analisis kelembagaan (institutional analysis) yang
memadai. Apa implikasi dari pembangunan atau penguatan
kelembagaan bagi pengembangan agroforestry ? Kelembagaan
(institusi) bisa berkembang baik jika ada infrastruktur
kelembagaan (institutional infrastructure), ada penataan
kelembagaan (institutional arrangements) dan mekanisme
kelembagaan (institutional mechanism).
Page | 14
ada sektor yang merasa bertanggung jawab dan berkewajiban
mengembangkan kebijakan agroforestri karena bidang ini lintas
disiplin dalam analisisnya dan sektoral dalam implementasinya.
Page | 15
kebijakan fiskal, pajak, subsidi, harga, kebijakan keuangan,
moneter dan finansial; atau 3) petunjuk dan arahan atau instruksi
dan perintah; 4) pernyataan politik semata (political statement);
dan 5) kebijakan dapat dituangkan dalam garis-garis besar arah
pembangunan, strategi, rencana, program dan kemudian dapat
diterjemahkan ke dalam proyek dan rencana anggaran tertentu.
Page | 16
Kita tidak bisa mengatasi jumlah atau intensitas dan waktu
turunnya hujan di sini kita harus menyesuaikan. Namun kalau
kekurangan air mungkin bisa diatasi secara teknis dengan
pemberian air irigasi dan kalau kelebihan air bisa dengan drainase.
Page | 17
Dapat dituangkan dalam peraturan dan memerlukan
peraturan untuk implementasinya
Page | 18
dari seluruh kebijakan, strategi dan program pengembangan
watanani (agroforestri).
Page | 19
Kebijakan ini sangat mendukung dan memberikan insentif
yang menarik bagi masyarakat untuk tetap mempertahankan
kawasan tersebut dengan memberikan hasil ganda: ekonomi dan
ekologis. Di sektor kehutanan, pemerintah juga pernah
mengeluarkan kebijakan untuk pengembangan tanaman pohon
serbaguna (Multi Purpose Tree Species=MPTS) dalam
pengelolaan hutan kemasyarakatan. Di sektor kehutanan
khususnya di Jawa pemerintah melalui Perum Perhutani telah
mengembangkan kebijakan pola tanam jati dengan tanaman
pangan dalam sistem tumpang sari.
Page | 20
3.5.2 Peladang
3.5.3 Kehutanan
Page | 21
BAB IV
STUDY KASUS
Page | 22
pertanian dan kehutanan umumnya di bawah kementerian
(Di Indonesia disebut Departemen) yang berbeda ataupun
jika dalam satu kementerian, di bawah departemen
(Direktorat Jenderal di Indonesia) yang berbeda.
( Sumber : Djogo, 2003 )
Page | 23
hutan adalah milik rakyat Indonesia yang boleh dinikmati
sebebasnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Page | 24
5.2 Saran
Page | 25
Catatan
Page | 26