Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan
modern penggunaan kendaraan automotif dan senjata (api, tajam) semakin luas. 1
Trauma terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia
karena dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik di negara maju
dan berkembang. Trauma juga dilaporkan menjadi penyebab utama kematian,
perawatan di rumah sakit, dan kecacatan jangka panjang dalam empat dekade
pertama kehidupan.2
Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks atau organ
intra thoraks, baik karena trauma tajam (penetrating trauma) maupun oleh karena
trauma tumpul (blunt trauma).3 Trauma toraks dapat menyebabkan kerusakan baik
dinding toraks maupun isi kavum toraks yang berlanjut sebagai keadaan gawat toraks
akut. Bahaya utama berhubungan dengan cedera toraks biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ.4
Cedera toraks dapat meluas dari benjolan dan goresan yang relatif kecil
menjadi cedera yang dapat menghancurkan jaringan dan organ di bawahnya atau
terjadi trauma penetrasi. Cedera dapat berupa penetrasi atau tanpa penetrasi (tumpul).
Cedera toraks penetrasi mungkin disebabkan oleh luka terbuka yang memberi
kesempatan bagi udara atmosfir masuk ke permukaan pleura dan menganggu
mekanisme ventilasi normal. Cedera tersebut dapat menyebabkan kerusakan serius
bagi paru-paru, kavum pleura dan struktur toraks lainnya sehingga membatasi
kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran
udara dan oksigen darah.2
Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia muda dan
produktif di seluruh dunia. 1 Sekitar 16.000 kematian per tahun di Amerika Serikat
disebabkan oleh trauma pada dada dan merupakan penyebab kematian terbanyak
keempat pada populasi berusia kurang dari 45 tahun dan terjadi hampir 50% dari
seluruh kasus kecelakaan.5 Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian

1
nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama.1
Penelitian yang dilakukan di IRDB RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Juli 2013 sampai Juni 2015 diperoleh ada 31 pasien trauma tembus toraks
dari total 108 pasien trauma toraks dengan rentang usia 16-30 tahun dan 30
diantaranya berjenis kelamin laki-laki.2 Walaupun angka kejadian trauma tembus
toraks relatif lebih sedikit dari pada trauma tumpul toraks, pembahasan dan
pengetahuan tentang trauma tembus (penetrating trauma) toraks juga penting.
Pada trauma thoraks sering menyebabkan gangguan ventilasi perfusi akibat
kerusakan dari parenkim paru. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan oksigenasi
jaringan, yang menjadi salah satu faktor penyebab kematian pada trauma thoraks.
Kerusakan paru akan diikuti dengan gangguan perfusi parenkim paru, dan jika
oksigenasi tidak diperbaiki hal ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia sistemik.
Hal ini merupakan komplikasi trauma thoraks yang akan berkembang menjadi Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).6 Untuk itu diagnosis serta penanganan
trauma pada toraks harus dilakukan dengan segera untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Toraks
Toraks adalah daerah pada tubuh manusia yang berada diantara leher dan
perut (abdomen). Toraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di
superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet, dengan batas luar
adalah dinding toraks yang disusun oleh tulang-tulang vertebra torakal, kosta, dan
sternum, serta otot dan jaringan ikat. Thoraks merupakan rongga yang berbentuk
kerucut, pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian
belakang lebih panjang dari pada bagian depan.7
Pada rongga thoraks terdapat paru-paru dan medisatinum. Mediastinum
adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru-paru, di dalam rongga
thoraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan
peredaran darah. Secara anatomis rongga thoraks di bagian bawah berbatasan
dengan rongga abdomen yang dibatasi oleh diafragma, dan batas atas dengan
leher dapat diraba insisura jugularis. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu
muskulus latisimus dorsi, muskulus trapezius, muskulus rhombhoideus mayor dan
minor, muskulus seratus anterior, dan muskulus interkostalis. Kerangka thoraks
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, dua belas
pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir dianterior dalam segmen tulang
rawan dan dua pasang kosta yang melayang.7
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus
gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior
thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris
posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.8

3
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama-sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru-paru normal, hanya ruang potensial yang ada.8
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru-paru selama respirasi
biasa/tenang sekitar 75%.8

Gambar 1. Anatomi dinding dada

B. Fisiologi sistem pernapasan


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,

4
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.9
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi.9
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya
sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan
uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.9
Adapun fungsi dari pernapasan adalah:
1. Ventilasi: memasukkan/ mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi. Untuk melakukan
fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara
lain : a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer. b. Parenkim
paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah. c. Dua
lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan
parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks

5
bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang
normalnya tidak berisi apapun. d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh
darah arteri utama.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh
sistem jalan napas sampai alveoli
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas)
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan
muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.10

C. Trauma Toraks
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum
thoraks yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thoraks akut. Trauma thoraks atau cedera dada
dapat menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar
serta organ disekitarnya termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam
rongga dada).11
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma toraks adalah 10%, dimana
trauma toraks menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi
di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan
banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul toraks dan hanya 15-
30% dari trauma tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi.11
Trauma toraks dapat berupa trauma tumpul dinding toraks ataupun trauma
tajam. Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks, biasanya
terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru dan hanya
sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi. Sedangkan trauma tajam

6
toraks terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma. Penyebab trauma tajam toraks dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
pistol dan berenergi tinggi seperti pada senjata militer. Trauma akibat tusukan benda
tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru, sekitar 10-30% memerlukan operasi
torakotomi.11
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang
ringan pada dinding toraks, berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang lebih berat
menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung. 12
Akibat kerusakan anatomi dinding thoraks dan organ didalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologi dari pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Trauma toraks atau dada yang terjadi,
menyebabkan gagal ventilasi (keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas
pada tingkat alveolar (organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan
sirkulasi karena perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat
menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada
hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan
terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS), dan sepsis.
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks.
Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary
ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan
perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh: tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak

7
adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).12
Gambaran klinis tergantung pada mekanisme cedera, lokasi cedera, cedera
terkait, dan penyakit yang mendasarinya. Secara umum tanda dan gejala trauma
thorax adalah :12
- Ada jejas pada dinding dada
- Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
- Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
- Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
- Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
- Perfusi jaringan tidak adekuat

D. Kelainan akibat Trauma Toraks


1. Fraktur Kosta
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma. Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya kosta terhadap dinding
thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Fraktur sternum
dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul
jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada fraktur sternum. Yang paling
sering mengalami trauma adalah kosta bagian tengah (iga ke 4-9).13
Kompresi anteroposterior dari rongga thorax akan menyebabkan lengkung
kosta akan lebih melengkung lagi kearah lateral dengan akibat timbulnya
fraktur pada titik tengah (bagian lateral) kosta. Cedera langsung pada kosta
akan cenderung menyebabkan fraktur dengan pendorongan ujung-ujung
fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan cedera
intratorakal seperti pneumothorax. Patah tulang iga terbawah (10 sampai 12)
harus dicurigai adanya cedera hepar atau lien. Pada penderita dengan cedera

8
iga akan ditemukan nyeri tekan pada palpasi dan krepitasi. Jika teraba atau
terlihat adanya deformitas harus curiga fraktur iga. Foto Thoraks harus dibuat
untuk menghilangkan kemungkinan cedera intratorakal dan bukan untuk
mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal
merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit
agar penderita dapat bernafas dengan baik.13

2. Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya
segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan
dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada
inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan
hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama
disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan
dan trauma jaringan parunya.13

9
Gambar 2. Fraktur Costae & Flail chest
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak
secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang
abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis.
Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang
multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan
pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang
diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan
dan resusitasi cairan.13

3. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara pada rongga pleura yang disebabkan
masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat
trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru
yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan
permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga
pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-
perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.11
Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena
dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu
menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis
midaksilaris. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD
dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.11
Pneumothorax terbuka (Sucking chest wound) defek atau luka yang besar
pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks terbuka.

10
Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan
atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea
maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai
tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.14
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya
pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek
flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka
untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin
dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh
sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang
akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang.14
Tension Pneumothorax. Berkembang ketika terjadi one-way-valve
(fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui
dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-
way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak
dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru
menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat
pengembalian darah vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru
kontralateral. 14
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif
pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax
dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma
toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan.
Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan
tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut

11
dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan
mekanisme flapvalve. 14
Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan
tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi.
Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres
pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada
satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut.
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami
kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi
pneumothoraks sederhana (catatan: kemungkinan terjadi pneumotoraks yang
bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi
definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada
sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris. 14

4. Hemotoraks
Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber berasal dari
darah yang berada pada dinding dada, parenkim paru – paru, jantung atau
pembuluh darah besar. Kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul
atau tajam atau komplikasi dari beberapa penyakit.15
Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:
- Hemotoraks Kecil: tampak sebagian bayangan kurang dari 15% pada foto
rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300ml.
- Hemotoraks Sedang: 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml
- Hemotoraks Besar: lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml
Berdasarkan penyebab hemotoraks dapat dibagi menjadi:
- Hemotoraks spontan, oleh karena: infeksi, keganasan, neonatal.

12
- Hematoraks yang didapat, oleh karena: iatrogenik, barotrauma, trauma.
Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.Trauma
misalnya :
o Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada
o Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet
hemothorax oleh pembuluh internal.
o Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir
atau purpura Henoch-Schonlein dapat menyebabkan spontan
hemotoraks. 15
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran
serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru.
Robekan ini akan mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura,
yang akan menyebabkan penekanan pada paru. Sumber perdarahan umumnya
berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Pemeriksaan penunjang
untuk diagnostik, diantaranya16:
- Chest x-ray : adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi yang
terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.
- CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk
evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas
atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.
- USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
- Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan
asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya
tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.

13
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien
dengan hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang
dapat dilakukan dengan cara17:
- Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest
tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
o Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
o Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
o Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax atau
hemothorax)
o abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
- Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma berat. Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila:3,18
o Kehilangan darah >1,5 liter dievakuasi dengan chest tube
o Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
o Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
o Emfisema subkutan massif

14
o Penetrating chest trauma.
E. Penatalaksanaan Trauma Toraks Secara Umum
Secara garis besar penatalaksanaan trauma toraks dapat dilakukan sebagai
berikut19:
- Primary survey
- Secondary survey
- Pemeriksaan penunjang (pasien stabil) :
o X-ray
o blood examination
o ABG (Arterial Blood Gas) Examination
o CT-Scan
- Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
- Tindakan Bedah Emergensi yang dapat dilakukan :
o Trakeostomi
o Tube Torakostomi
o Torakotomi
o Eksplorasi vascular

F. Prognosis
Hasil pengobatan pasien dengan penetrating chest trauma berhubungan
langsung dengan trauma yang tejadi pada pasien dan ketepatan waktu inisiasi
perawatan. Pasien yang tiba dalam kondisi stabil diharapkan terjadi pemulihan
penuh, namun pasien yang mengalami tingkat kestabilan yang lebih rendah
memiliki probabilitas kelangsungan hidup yang berkurang. Prognosis baik jika
penanganan dilakukan secara cepat dan tepat setelah timbulnya gejala. Jika
penaganan terlambat sehingga sudah terjadi komplikasi yang serius maka
prognosis menjadi buruk. 5

15
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama : VK
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 17 tahun
Tanggal lahir : 29 Oktober 2000
Alamat : Desa Koka jaga V
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Indonesia
MRS : 4 November 2017
2. Keluhan Utama : Luka dan nyeri akibat tertusuk panah ikan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Primary survey
Airway : Clear
Breathing : 28 kali/menit dengan O2 2-3L/menit via nasal kanul
Circulation : 80 kali/menit, reguler, isi cukup, akral hangat
Disability : Alert (GCS E4 V5 M6)
Exposure : Dada kanan
b. Secondary survey
Luka dan nyeri akibat tertusuk panah ikan dialami sejak ± 8 jam
SMRS. Awalnya penderita sedang membersihkan panah ikan, tanpa sengaja
panah ikan terlepas mengenai dada kanan penderita. Sesak (+), demam tidak
ada, muntah tidak ada. Penderita langsung dibawa berobat ke RS
Bhayangkara Manado dan dirujuk ke RSUP Prof Dr R D Kandou.
Allergy :-
Medication :-

16
Past illness :-
Last meal : ± 5 jam SMRS
Enviroment : di rumah

4. Riwayat Penyakit Dahulu : -


5. Riwayat penyakit Keluarga : -

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : GCS E4V5 M6
3. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 28 kali/menit
Suhu : 36,5o C
4. Kepala :
Conjungtiva : anemis (-)/(-)
Pupil : bulat, isokor, uk. O 3 mm kiri = kanan, RC +/+
5. Leher : dalam batas normal
6. Thoraks
Inspeksi : simetris, tampak panah wire sepanjang 1 m dengan
diameter 0.5cm menusuk hemithorax kanan setinggi
ICS 6, 2 cm lateral dari linea midclavicularis dextra

17
Palpasi : stem fremitus kanan< kiri, krepitasi (-)
Perkusi : sonor kanan > kiri
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler kanan < kiri
suara napas tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV parasternalis dekstra
batas jantung kiri di ICS V linea mid clavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 regular
7. Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
8. Ekstremitas superior et inferior : dalam batas normal

C. Diagnosis Kerja:
- Vulnus Ictum Penetrans Regio Hemithorax Dextra
- Corpus Alienum Hemithorax Dextra

D. Penatalaksanaan
Care Plan: Cegah Hipoksia
Atasi nyeri dengan analgetik
Cegah infeksi
Sikap : O2 2-3L/ menit
IVFD Asering 5%
Ceftriaxon IV 1 gr/12 jam
Ranitidine IV 1 amp (50 mg)/12 jam
Ketorolac 3 x 30 mg

18
Rencana : DL, Na, K, Cl, Ur, Cr, SGOT, SGPT, GDS, UL
X-foto thorax ap tegak/ lateral

E. Pemeriksaan Radiologis
X-foto toraks AP-Lateral (4-11-2017)

F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi (4 November 2017)

Pemeriksaan Nilai normal Hasil


Leukosit 4000-10000/Ul 13760
Eritrosit (4,00-6,00)x106/ uL 5,19
Hemoglobin 12,0-16,0 g/dL 14,6
Hematokrit 37,0-48,0% 44,2
Trombosit 150000-450000/uL 284.000
MCH 27-35 pg 28,2
MCHC 30-40 g/dL 33,1
MCV 80-100 Fl 85,1

2. Kimia Klinik

Pemeriksaan Nilai normal Hasil


Ureum Darah 10-40 mg/dL 26
Creatinin Darah 0,5-1,5 mg/dL 25
SGOT <33U/L 25
SGPT <43 U/L 0,8
Gula Darah Sewaktu 70-125 mg/dL 110
Chlorida Darah 98-109,0 mEq/L 103
Kalium Darah 3,50-5,30 mEq/L 4,70
19
Natrium Darah 135-153 mEq/L 138
3. Hemostasis
Pemeriksaan Nilai normal Hasil

PT
@Detik
Pasien 12.0 - 16.0 13.2
G. Kontrol 11.0 – 15.0 13.5
@INR
Pasien 0.80 – 1.30 1.06
Kontrol 1.00 – 1.50 1.10
APPT
Pasien 27.0 – 16.0 31.7
Kontrol 25.0 – 33.0 32.5

Pemeriksaan EKG : kesan EKG dalam batas normal

H. Diagnosis
- Vulnus Ictum Penetrans Regio Hemithorax Dextra
- Corpus Alienum Hemithorax Dextra
• Lapor DPJP dr. Djoni E. Tjandra, SpB(K)V
Advise : Konsul divisi Thovas
• Lapor divisi Thovas dr. Adrian Tangkilisan, SpB, Sp.BTKV, FIHA
Advise : Torakotomi Cito
MRS

I. Laporan Pembedahan
- Penderita tidur terlentang di meja operasi
- Tampak corpus alienum di hemithoraks dekstra setinggi ICS 5 linea
Midclavicularis Dextra
- A dan antisepsis lapangan operasi
- Insisi torakotomi di perdalam hingga menembus pleura di ICS 6
- Eksplorasi, tampak corpus alienum menembus pleura parietal dan berakhir di
lobus bawah paru kanan

20
- Lakukan identifikasi, terdapat laserasi dan tidak terdapat luka keluar
- Karena luka pada lobus bawah kanan, dilakukan wedge reseksi
- Eksplorasi diagfragma, intak, tidak terdapat perdarahan intercostal
- Dilakukan pemasangan WSD no.32
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis
- Operasi selesai

J. Diagnosis Pasca Bedah


Vulnus Ictum Penetrans Regio Hemithorax Dextra + Laserasi lobus bawah paru
dextra post torakotomi

K. Follow Up
5 November 2017 (ICU)
S : (dalam pengaruh pembiusan)
O : TD : 143/100 mmHg HR : 76x/mnt RR : 16x/mnt SpO2 : 100% SB : 36,5
Thorax : emfisema (-)
Luka operasi : kasa baik
WSD : undulasi (+), bubble (-), produksi 50cc
Bunyi napas : vesikuler ki=ka
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection lobus kanan bawah + ekstraksi corpus alienum
P :
- Ceftriaxon inj 2 x 1 gr iv
- Ketorolac inj 3 x 30 mg iv
- Ranitidin inj 2 x 50 mg iv
- Inhalasi ventolin : NaCl 1:1 /8 jam
- Cek lab post operasi, cek AGD

21
Pemeriksaan Nilai normal Hasil
Hematologi
Leukosit 4000 - 10000/Ul 15470
Eritrosit (4,00 - 6,00) x 106/ uL 4,88
Hemoglobin 12,0 - 16,0 g/dL 13,7
Hematokrit 37,0 - 48,0% 42,1
Trombosit 150000 - 450000/uL 255.000
MCH 27 - 35 pg 28,2
MCHC 30 - 40 g/dL 32,6
MCV 80 - 100 Fl 85,1
Kimia Klinik
Ureum Darah 10 - 40 mg/dL 23
Creatinin Darah 0,5 - 1,5 mg/dL 20
SGOT <33U/L 27
SGPT <43 U/L 0,8
GDS 70 - 125 mg/dL 143
Chlorida Darah 98 - 109,0 mEq/L 106
Kalium Darah 3,50 - 5,30 mEq/L 4,3
AGD
pCO2 35,0 – 45,0 50,2
pO2 83,0 – 108,0 134,8
PO2 337

6 November 2017 (ICU)


S : (dalam pengaruh pembiusan)
O : TD : 126/62 mmHg HR : 108x/mnt RR : 18x/mnt SpO2 : 100% SB : 36,8
Thorax : emfisema (-)
Luka operasi : kasa baik
WSD : undulasi (+), bubble (-)
Bunyi napas : vesikuler ki=ka
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection lobus kanan bawah + ekstraksi corpus alienum (H1)
P :

22
- Terapi lanjut
- Rawat luka dan WSD
- X-Foto Thorax (kontrol)

7 November 2017 (ICU)


S : (dalam pengaruh pembiusan)
O : TD : 120/72 mmHg HR : 98x/mnt RR : 18x/mnt SpO2 : 100% SB : 36,8
Thorax : Ins : simetris, luka operasi : kasa baik
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
WSD : undulasi (+), bubble (-)
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection (H2)
P :
- Terapi lanjut
- Cek lab DL, cek AGD
Hasil laboratorim (7 November 2017)

23
Pemeriksaan Nilai normal Hasil
Hematologi
Leukosit 4000 - 10000/Ul 11310
Eritrosit (4,00 - 6,00) x 106/ uL 4,43
Hemoglobin 12,0 - 16,0 g/dL 12,7
Hematokrit 37,0 - 48,0% 39
Trombosit 150000 - 450000/uL 213.000
MCH 27 - 35 pg 28,7
MCHC 30 - 40 g/dL 32,7
Eosinophil 1–5% 8
Basophil 0–1% 0
Netrofil batang 2–8% 20
Netrofil Segmen 50 – 70 % 42
Limfosit 20 – 40 % 22
Monosit 2–8% 8
MCV 80 - 100 Fl 85,1
AGD
8 pCO2 35,0 – 45,0 39, 6
pO2 83,0 – 108,0 137,1
PO2 342,7

November 2017 (ICU) jam 06.00


S : (dalam pengaruh pembiusan)
O : TD : 136/84 mmHg HR : 82x/mnt RR : 22x/mnt SB : 36,2
Thorax : Ins : simetris, luka terawat
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
WSD : undulasi (+), bubble (-), darah (-)
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection (H3)
P : Pro extubasi

8 November 2017 (ICU) jam 08.00

24
S : nyeri pada luka operasi
O : TD : 128/84 mmHg HR : 78x/mnt RR : 22x/mnt SB : 36,8
Thorax : Ins : simetris, luka terawat
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
WSD : undulasi (+), bubble (-), darah (-)
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection (H3)
P :
- Terapi lanjut
- Rawat luka dan WSD

9 November 2017 (ICU)


S :-
O : KU : membaik GCS E3 Vx M6
TD:120/80 mmHg HR:70x/mnt RR:22x/mnt Sp02 : 99% dgn sunkup O2
Thorax : Ins : simetris, luka terawat
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
WSD : undulasi (+), bubble (-), darah (-)
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection (H4)
P :
- Terapi lanjut
- X-foto Thoraks
- Aff WSD
- Pindah rawat ruangan

25
10 November 2017 (ICU)
S : nyeri menurun, sesak (+) menurun
O : KU : membaik Kes : CM
Thorax : Ins : simetris, luka terawatt
Post WSD pus (-), jaringan granulasi (-)
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
A : Vulnus Ictum Penetrans post torakotomi eksplorasi anterior dextra + wedge
resection (H5)
P :
- Terapi lanjut
- Pindah rawat ruangan
Hasil laboratorium (10 November 2017)

Pemeriksaan Nilai normal Hasil


Hematologi
Leukosit 4000 - 10000/Ul 11020
Eritrosit (4,00 - 6,00) x 106/ uL 4,74
Hemoglobin 12,0 - 16,0 g/dL 13,3
Hematokrit 37,0 - 48,0% 40,3
Trombosit 150000 - 450000/uL 325.000
MCH 27 - 35 pg 28,0
MCHC 30 - 40 g/dL 32,9
MCV 80 - 100 Fl 85,1

26
11 November 2017 (ruangan)
S : nyeri menurun, sesak (-)
O : KU : membaik Kes : CM
Thorax : Ins : simetris, luka terawatt
Post WSD pus (-), jaringan granulasi (-)
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
A : post torakotomi anterior ec Vulnus Ictum region hemithorax dextra (H6)
P : Terapi lanjut
12 November 2017 (ruangan)
S : nyeri (-), sesak (-)
O : KU : baik Kes : CM
Thorax : Ins : simetris, luka terawatt
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
A : post torakotomi anterior ec Vulnus Ictum region hemithorax dextra (H7)
P : Terapi lanjut

13 November 2017 (ruangan)


S : nyeri (-), sesak (-)
O : KU : baik Kes : CM
Thorax : Ins : simetris, luka terawatt
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
A : post torakotomi anterior ec Vulnus Ictum region hemithorax dextra (H8)
P : Terapi lanjut

27
14 November 2017 (ruangan)
S :-
O : KU : baik Kes : CM
Thorax : Ins : simetris, luka terawatt
Pal : emfisema subkutis (-)
Per : sonor ka=ki
Aus : vesikuler ki=ka
A : post torakotomi anterior ec Vulnus Ictum region hemithorax dextra (H7)
P : Terapi lanjut
Rencana rawat jalan

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan laboratorium darah.
Pada anamnesis pasien datang dengan keluhan luka dan nyeri akibat tertusuk panah
ikan dialami sejak ± 8 jam SMRS. Awalnya penderita sedang membersihkan panah
ikan, tanpa sengaja panah ikan terlepas mengenai dada kanan penderita. Sesak ada,
demam tidak ada, muntah tidak ada. Dari anamnesis didapatkan informasi riwayat
trauma pada pasien, yaitu trauma tajam/penetrans karena tertusuk panah.
Pada pemeriksaan fisik didapati kesadaran compos mentis. Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernapasan 28 kali/menit, suhu 36.5o C. Pada
primary survey airway clear, pasien dapat menjawab anamnesis dengan baik,
breathing pasien mengeluhkan sesak, pernapasan 28 kali/menit disikapi dengan
pemberian O2 2-3L/menit via nasal kanul, circulation baik tidak ada tanda-tanda syok
(tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, reguler, isi cukup, akral hangat),
disability alert (GCS E4 V5 M6), exposure dada kanan. Hal ini sudah sesuai dengan
penanganan awal pada trauma yaitu primary survey.19
Pemeriksaan thoraks pada inspeksi didapatkan pergerakan dada simetris,
terlihat panah wire sepanjang 1 m dengan diameter 0.5cm menusuk hemithorax kanan
setinggi ICS 6, 2 cm lateral dari linea midclavicularis dextra. Keluhan nyeri dan sesak
didapatkan dari trauma akibat tertusuk panah. Pada palpasi didapatkan stem fremitus
kanan < kiri, krepitasi (-). Perkusi didapatkan pada thoraks dextra lebih sonor dari
pada kiri. Pada auskultasi didapatkan suara pernapasan vesikuler kanan < kiri.
Permeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pada inspeksi adanya panah wire
mengindikasikan adanya trauma tajam/penetrans thoraks. Pada palpasi didapatkan
stem fremitus menurun pada hemithoraks dextra yang dapat mengindikasikan adanya
pneumothoraks atau hemothoraks, pada palpasi tidak didapati adanya krepitasi yang
dapat mengindikasikan tidak adanya emfisema subkutis. Pada perkusi didapati
thoraks kanan lebih sonor dari pada kiri yang dapat mengindiksikan adanya

29
pneumothoraks. Pada auskultasi didapati suara pernapasan kanan<kiri yang dapat
mengindikasikan adanya pneumothoraks atau hemothoraks.
Pada kasus, pasien didiagnosis kerja dengan vulnus ictum penetrans regio
hemithorax dextra dan corpus alienum region hemithorax dextra. Diagnosis kerja
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan x-foto toraks dan
laboratorium darah lengkap. Pada pemeriksaan radiologi x-foto toraks, didapatkan
gambaran x-foto toraks tampak corpus alienum di thorax dextra setinggi ics 5 linea
midclavicula dekstra, tidak terdapat gambaran pneumothorax atau hemothorax.
Setelah hasil x-foto toraks keluar pasien langsung direncenakan untuk dilakukan
operasi torakotomi cito. Indikasi operasi adalah untuk ekstraksi corpus alienum panah
wire. Sementara persiapan operasi pasien diobservasi ketat dan disikapi dengan
pemberian oksigen via masker O2, IVFD, antibiotik dan antinyeri. Penanganan yang
diberikan sudah sesuai untuk mencegah hipoksia, mencegah infeksi dan mengatasi
nyeri.
Penanganan operatif pada pasien dilakukan tindakan torakotomi untuk
eksplorasi dan ekstraksi corpus alienum. Dilakukan pemasangan WSD nomor 32 intra
operatif dengan indikasi pasien post torakotomi. Setelah operasi selesai pasien
diobservasi di ruangan ICU.
Hal ini sesuai dengan guideline dari ATLS (Advanced trauma life support)
penanganan untuk trauma thoraks yaitu pemberian O 2 yang adekuat, manajemen dan
penganan nyeri serta pemasangan WSD (Water sail drainage). Pemberian O2 yang
adekuat untuk mencegah hipoksia sedangkan pemasangan WSD bertujuan untuk
untuk keperluan diagnostik, terapeutik, dan preventif. Fungsi diagnostik WSD adalah
untuk menilai cairan yang terdapat di rongga pleura secara kualitatif dan kuantitatif.
Fungsi terapeutik WSD didapatkan melalui evakuasi cairan dan udara dari rongga
pleura yang menyebabkan tekanan intrapleura yang tadinya positif (bersifat patologis)
menjadi negatif kembali (bersifat mendekati fisiologis). Sementara itu fungsi
preventif dari WSD didapatkan setelah WSD terpasang. Terpasangnya WSD dapat

30
mencegah terjadinya pengumpulan udara atau cairan yang berulang sehingga proses
bernapas pasien tetap baik.
Pasien mendapat perawatan selama 10 hari di rumah sakit. Pasien diobeservasi
tanda-tanda vital, evaluasi WSD, kontrol laboratorium darah, AGD dan foto thorax.
Sampai hari keempat pasien masih terpasang ventilator, pemeriksaan AGD dan tanda-
tanda vital dalam batas normal. Pasien mendapatkan perawatan selama 6 hari di
ruangan ICU, sebenarnya hal ini tidak terlalu diperlukan karena memperpanjang masa
perawatan, juga pemakaian ventilator yang terlalu lama tidak diperlukan karena akan
menimbulkan sumber infeksi lain. Pada hari ketujuh perawatan keluhan nyeri dan
sesak sudah tidak ada, pasien dipindahkan ke ruang perawatan bangsal. Kondisi
pasien stabil kemudian hari kesepuluh pasien diperbolehkan untuk rawat jalan.

31
BAB V
PENUTUP

Pasien laki-laki umur 17 tahun dibawa ke IRDB RSUP Prof. Dr. R. D Kandou
Manado dengan keluhan luka dan nyeri akibat tertusuk panah ikan dialami sejak ± 8
jam SMRS. Awalnya penderita sedang membersihkan panah ikan, tanpa sengaja
panah ikan terlepas mengenai dada kanan penderita. Sesak, demam tidak ada, muntah
tidak ada. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penjunjang,
pasien didiagnosis dengan vulnus ictum penetrans regio hemithorax dextra dan
corpus alienum region hemithorax dextra. Pasien mendapat penangan awal dengan
pemberian oksigen, antibiotik dan antinyeri. Pasien direncanakan untuk dilakukan
tindakan torakotomi cito untuk ekstraksi corpus alienum. Diperlukan ketepatan
diagnosis dan penanganan pasien dengan trauma dada secara cepat. Apabila kondisi
penanganan tidak dilakukan dengan segera maka kondisi pasien dapat bertambah
buruk yang nantinya akan mempengaruhi prognosis dari pasien.

32

Anda mungkin juga menyukai