KEPERAWATAN GERONTIK
DISUSUN OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengertian
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011).
Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie
dan Soenarto, 2012).
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba
akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari)
dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24
jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014).
Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
adalah buang air besar dengan bertambahnya frekuensi yang lebih
dari biasanya 3 kali sehari atau lebih dengan konsistensi cair.
2. Etiologi
Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.Meliputi infeksi
eksternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
2
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan
makanan seperti: otitits media akut (OMA),
tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa,
maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsornsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat
terjadi pada anak yang lebih besar).
3. Faktor Resiko
Menurut jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor resiko diare
yaitu :
a. Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan
pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja.
b. Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi menurut
letak geografis. Di Indonesia diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
3
sepanjang musim kemarau, dan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4. Patogenesis Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut
Ngastiyah (2014) :
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
c. Ganggua motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengkkpuakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare pula.
5. Patofisiologi
Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007), proses
terjadinya diare disebabkan oleh berbagai factor diantaranya
1) Faktor infeksi
4
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus.
5
berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah
turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat badan
menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut
dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
6
a. Faktor Gizi.
Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak kejadian
diare.
b. Faktor sosial ekonomi.
Kebanyakan anak – anak yang mudah menderita diare berasal
dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah
yang buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan
sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan.
c. Faktor lingkungan.
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap
kejadian diare, interaksi antara agent penyakit, manusia dan
faktor – faktor lingkungan, yang menyebabkan penyakit perlu
diperhatikan dalam penanggulangan diare.
d. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih.
Insiden diare pada masyarakat golongan berpendapatan rendah
dan kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk
pertama kali mengenal makanan tambahan dan frekuensi ini
akan makin lama meningkat untuk mencapai puncak pada saat
anak sama sesekali di sapih, makanan yang terkontaminasi jauh
lebih mudah mengakibatkan diare pada anak–anak lebih tua.
e. Faktor pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang,
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Tingkat
pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu balita dalam
berperilaku dan berupaya secara aktif guna mencegah terjadinya
diare pada balita.
7
9. Klasifikasi Diare
Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan
persisiten. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atu anak-
anak melebihi 3 kali sehari, disertai dengan perubahan konsisitensi
tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering
kali dianggap suatu kondisi yang sama namun dengan waktu yang
lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu, sebagian besar
disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten
adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan diare
berkelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan
kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan dan sukar
untuk naik kembali (Amabel, 2011).
Sedangkan klasifikasi diare menurut (Octa,dkk 2014) ada dua
yaitu berdasarkan lamanya dan berdasarkan mekanisme
patofisiologik.
a. Berdasarkan lama diare
1) Diare akut, yautu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak
bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1) Diare sekresi
Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan
elekrtolit dari usus, menurunnya absorbs. Ciri khas pada diare
ini adalah volume tinja yang banyak.
2) Diare osmotik
Diare osmotic adalah diare yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus
8
yang disebabkan oleh obat- obat/zat kimia yang hiperosmotik
seperti (magnesium sulfat, Magnesium Hidroksida), mal
absorbs umum dan defek lama absorbi usus missal pada
defisiensi disakarida, malabsorbsi glukosa/galaktosa.
9
BAB II
PEMBAHASAN
1. KASUS
Riwayat kesehatan pasien dengan keluhan utama mengatakan mual, muntah,
badan lemas, diare 4-5 kali perhari, konsistensi cair, warna kekuningan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran Composmentis, keadaan umum lemas,
untuk tanda-tanda vital, nadi 80 kali per menit, TD 130/80 mmHg, suhu 37 derajad
celcius, respirasi 22 kali per menit. Pola makan sebelum sakit pasien makan habis
1 porsi 3 x sehari dengan makan nasi dengan lauk bervariasi, selama sakit pasien
hanya habis 2-3 sendok dari porsi RS karena pasien bila makan merasa mual dan
nafsu makan menurun. Pola minum sebelum sakit pasien minum habis + 8 gelas
( + 2000 cc ), selama sakit pasien minum air putih habis + 4 gelas ( + 1000 cc )/
hari. Pola eliminasi selama sakit pasien BAB 4-5 x/hari dengan konsistensi cair,
bau khas feces, BAK 5-6 X perhari dengan bau urine seperti obat. Pola gerak
sebelum sakit pasien dapat beraktivitas sehari-hari tanpa bantuan, selama sakit
pasien tidak dapat bergerak bebas karena kelemahan fisik, pola pemeliharaan
postur tubuh sebelum sakit pasien dapat berjalan, lari, berolahraga, selama sakit
pasien hanya berada di tempat tidur dengan berganti posisi duduk dan berbaring,
pola berpakaian dan kebersihan tubuh sebelum sakit pasien 2x sehari, ganti baju 2x
sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas 2x seminggu dengan sendiri, selama sakit
pasien disibin 2x sehari, ganti baju 1x sehari, gosok gigi 2x sehari dengan dibantu
keluarga. Pola tidur dan istirahat sebelum sakit pasien tidur + 8-9 jam perhari,
selama sakit pasien tidur nyenyak karena terganggu dengan lingkungan sekitar
terlalu gaduh / ramai pada saat jam kunjung pasien, pola menghindari bahaya
sebelum sakit pasien dapat menjaga diri sendiri tanpa bantuan, selama sakit pasien
dijaga pasien keluarga dan mengikuti saran dokter dan tim medis, pola komunikasi
sebelum sakit pasien dapat berkomunikasi dengan verbal dan non verbal serta
mampu menjawab pertanyaan sesuai yang ditanyakan, selama sakit pasien mampu
10
berkomunikasi dilingkungan sekitar dan mampu menjawab pertanyaan sesuai yang
ditanyakan.
Dari data penunjang di dapat pemeriksaan laboratorium
Ureum 2,5 mg/dl ( nilai normal 10-50 mg/dl ), Creatinin 4,1 mg/dl ( nilai
normal p : 0,7-1,2, w : 0,5-0,9 mg/dl ), Kalium 5,1 mmol/L ( nilai normal serum :
3,5-5,1 mmol/ L ). Untuk terapi diberikan infus 0,9 % sodium chlorida 20 tpm,
piralen 2 ml/6L, Ulceranin 2 ml/8 j, Amoxan 1 gr/8 J, Lasix 2 ml/12 J, tonar 3x1
rendah kalium.
2. PERTANYAAN KLINIS
Apa saja faktor yang mempengaruhi kejadian diare?
3. PICO
P : 211 reponden
I : faktor yang mempengaruhi
C : menggunakan predispocing factor dan enabling factor
O : kejadian diare
5. VIA
Validity:
a) Desain : observasional analitik
b) Sampel : sampel sebanyak 211 responden
11
c) Kriteria inklusi dan ekslusi:
Kriteria inklusi: dari seluruh Kartu Keluarga (KK) RW VI Kelurahan
Rangkah Buntu yang diwakili satu orang per KK
Randomisasi : metode simple random sampling
c. Beda mean :
Hasil penelitian dari hasil analisis bivariat berdasarkan tabel 4,
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan
penyakit diare dalam 3 bulan terakhir. Artinya jenis kelamin tidak
berpengaruh pada kejadian diare di Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya.
12
Variabel usia tidak baru hubungan dengan kejadian diare dalam waktu 3
bulan terakhir. Artinya usia tidak berpengaruh pada kejadian diare di
Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya. Variabel tingkat pendidikan
tidak berhubungan dengan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. Artinya
tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada kejadian diare di Kelurahan
Rangkah Buntu, Surabaya.
Variabel tingkat pendapatan tidak berhubungan dengan kejadian diare
dalam 3 bulan terakhir. Artinya tingkat pendapatan tidak berpengaruh
pada kejadian diare di Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya. Variabel
pengetahuan tidak berhubungan dengan kejadian diare dalam 3 bulan
terakhir. Artinya pengetahuan tidak berpengaruh pada kejadian diare di
Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya. Ada hubungan antara membersihkan
lingkungan dan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. Artinya
membersihkan lingkungan memiliki pengaruh pada Ada hubungan
antara membersihkan tangan dengan sabun sebelum makan dan kejadian
diare dalam 3 bulan terakhir. Artinya membersihkan tangan dengan
sabun sebelum makan berpengaruh pada kejadian diare di Kelurahan
Rangkah Buntu, Surabaya. Tidak ada hubungan antara membersihkan
tangan dengan sabun setelah BAB dan kejadian diare dalam 3 bulan
terakhir. Artinya membersihkan tangan dengan sabun setelah BAB tidak
berpengaruh pada kejadian diare di Kelurahan Rangkah Buntu,
Surabaya. Ketersediaan sarana air bersih tidak berhubungan dengan
penyakit diare dalam 3 bulan terakhir. Artinya sarana air bersih tidak
berpengaruh pada kejadian diare di Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya.
Tidak ada hubungan antara keadaan tempat sampah dan kejadian diare
dalam 3 bulan terakhir. Artinya keadaan tempat sampah tidak berpengaruh
pada kejadian diare di Kelurahan Rangkah Buntu, Surabaya.
d. Nilai p value :
13
Perhitungan statistik pada penelitian ini menggunakan SPSS. Hasil
penelitian pada 211 responden warga RW VI tentang hubungan jenis
kelamin dengan terjadinya diare diperoleh nilai expected count memenuhi
syarat untuk uji chi-square, sehingga didapatkan hasil p-value = 0,689
dengan α=0,05 (p > α). Hal ini dapat dikatakan bahwa jenis kelamin tidak
berhubungan dengan penyakit diare dalam 3 bulan terakhir. Hasil penelitian
pada 211 responden warga RW VI tentang hubungan usia dengan
terjadinya diare diperoleh nilai expected count memenuhi syarat untuk uji
chi-square, sehingga didapatkan hasil p-value = 0,099. Hal ini
menunjukkan bahwa usia tidak memiliki hubungan dengan diare dalam 3
bulan terakhir. Hasil penelitian pada 211 responden warga RW VI tentang
hubungan usia dengan terjadinya diare diperoleh nilai expected count
memenuhi syarat untuk uji chi-square, sehingga didapatkan hasil p-value
= 0,517. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak
memiliki hubungan dengan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. Hasil uji
chi-square diperoleh nilai p-value pendapatan 0.332, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendapatan tidak berhubungan dengan
penyakit diare dalam 3 bulan terakhir. Sebanyak 27 responden didapatkan
hasil p-value 0,081 (p > α), sehingga tidak ada hubungan antara
pengetahuan dan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dibuat oleh Aflia, 2015
yang menunjukkan tingkat pengetahuan responden memiliki hubungan
dengan penyakit diare pada anak bawah lima tahun yang mendapatkan hasil
signifikansi 0,025 dengan α=0,05 (p < α). Hasil penelitian pada 211
responden warga RW VI tentang hubungan antara membersihkan
lingkungan responden dengan kejadian diare diperoleh nilai expected
count memenuhi syarat untuk uji chi-square, sehingga didapatkan hasil p
= 0,001. Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan antara membersihkan
lingkungan responden dengan kejadian diare dalam 3 bulan terakhir. Hasil
penelitian pada 211 responden warga RW VI tentang hubungan antara
14
perilaku mencuci tangan menggunakan sabun sebelum mengonsumsi
makanan dengan terjadinya diare diperoleh nilai expected count memenuhi
syarat untuk uji chi-square. Nilai yang diperoleh p= 0,028. Hal ini
menunjukkan bahwa perilaku membersihkan tangan dengan sabun
memiliki hubungan dengan penyakit diare dalam 3 bulan terakhir.
2) Applicability
a. Dalam diskusi :
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, perilaku CTPS setelah
buang air besar, sarana air bersih serta kondisi tempat sampah dengan
penyakit diare selama 3 bulan terakhir di wilayah RW. VI Kelurahan
Rangkah Buntu, Kota Surabaya. Terdapat hubungan yang signifikan antara
membersihkan lingkungan, membuat dan mengonsumsi oralit, dan perilaku
mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dengan penyakit
diare selama 3 bulan terakhir di wilayah RW. VI Kelurahan Rangkah Buntu,
Kota Surabaya.
15
antara membersihkan lingkungan, membuat dan mengonsumsi oralit, dan perilaku
mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dengan penyakit diare
selama 3 bulan terakhir di wilayah RW. VI Kelurahan Rangkah Buntu, Kota
Surabaya.
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18