Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

INFARK CEREBRI LUAS

Disusun oleh :

dr. Ovariadi Anwar

C 155192002

Pembimbing:

dr. Muh. Erwin Rahman Sp.S

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
PRESENTASI KASUS RS WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
OLEH: dr. Ovariadi Anwar
PEMBIMBING: dr. Muh. Erwin Rahman Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 58 tahun
Tanggal lahir : 18 Juli 1989
Status : Sudah Menikah
Alamat : Palleko, Takalar
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Nomor rekam medik : 183726
Tanggal masuk RS : 5 Januari 2021

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : post penurunan kesadaran
Post penurunan kesadaran sejak 10 hari yang lalu, penurunan kesadaran terjadi secara
mendadak dan berlangsung selama 2 jam. Nyeri kepala hebat saat kejadian ada,
muntah tanpa didahului rasa mual ada satu kali saat kejadian, Setelah itu pasien sadar
dan merasakan lemah pada ekstremitas kanan. Dan bicara menjadi cadel sejak
kejadian.
Riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit jantung ada.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat kolesterol tinggi tidak ada
Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat stroke sebelumnya tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat demam ada
Muntah darah pagi warna hitam sebanyak kurang lebih 100cc.
Riwayat batuk ada disertai lendir warna putih sejak 1 minggu terakhir. Pasien sesak
ada. Riwayat kontak dengan penderita COVID 19 tidak ada. Riwayat berobat TBC
tidak ada. Pasien dikonsul dari TS Interna dengan D/ community acquired pneumonia
suspek covid 19 + coronary arterial disease + Hematuria + Perdarahan Intracerebral

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status interna:
KU: sakit sedang/composmentis/gizi cukup
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5 0C
 Kepala : normochepal, teraba bulging (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
 Telinga : serumen (-/-), membran timpani intak
 Leher : normal
 Cor : BJ I/II murni, regular, bising (-)
 Pulmo : Bunyi pernapasan : vesikuler. Ronkhi (-/-)
paru, wheezing (-/-)
 Abdomen : Hepar dan lien tidak ada pembesaran

Status Neurologis
 GCS : E3M6V4
 Fungsi kortikal luhur : normal
 Rangsang meningeal : Kaku kuduk negatif
 Nervus kranialis : pupil bundar isokor f 2,5mm/2,5mm RCL +/+ normal
RCTL +/+ normal
 Nervus kranialis lain : parese N VII dan N XII Dextra tipe Sentral
 Motorik : Pergerakan dan kekuatan lateralisasi Dextra
P  N K 2 5 T  N
 N 3 5  N

R BR +1 +2 KPR +1 +2 R neg neg


F TR +1 +2 APR +1 +2 P Pos neg

 Sensibilitas: Hemihipestesi Dextra


 Otonom: BAK = Normal

3
BAB = Normal

Jenis Skor
No Jenis Skor Skor Interpretasi
.
1. National Institute of Health Stroke 11 Defisit
Score (NIHSS) Neurologik
Sedang
2. Skor Hasanuddin 8,5 Stroke Iskemik
3. Algoritma Gajah Mada Penurunan kesadaran (-) Stroke Iskemik
Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (+)
4. Modified Siriraj Score -3 Stroke Iskemik

IV. DIAGNOSA KERJA


 Diagnosis klinis : Hemiparese Dextra
 Diagnosis topis : Hemisfer cerebri Sinistra
 Diagnosis etiologis : Infark Cererbri Sinistra DD/ Hemoragik Stroke

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (29 Juni 2020) :
JENIS HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
PEMERIKSAAN
DARAH RUTIN

WBC 21,1 4,00-11,00 103/uL

RBC 4,58 4,50-5,55 106/uL

HGB 15,8 13,0-16,0 g/dL

HCT 48 40,0-50,0 %

MCH 35 27,0-34,0 Pg

MCHC 33 31,0-36,0 g/dL

PLT 755 150-450 103/uL

4
NEUT 84,20 50,0-70,0 %

LYMPH 7,4 20,0-40,0 %

MONO 5,1 2,00-8,00 %

EOSINOFIL 2,5 1,00-3,00 %

BASOFIL 0,17 0,00-1,00 %

ELEKTROLIT

Natrium 138 136-145 mmol/L

Kalium 4,3 3,5-5,1 mmol/L

Klorida 104 97-111 mmol/L

KIMIA DARAH

SGOT 18 <38 U/L

SGPT 13 <41 U/L

Glukosa Sewaktu 132 140 mg/dl

Kreatinin 0,99 L<1,3; P<1,1 mg/dl

Ureum 29 10-5- gr/dl

TES COVID 19

Antibodi SARS-CoV-2 Non Reactive Non Reactive


IgM

Antibodi SARS-CoV-2 Non Reactive Non Reactive


IgG

Laboratorium (1 Juli 2020):


JENIS HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
PEMERIKSAAN
DARAH RUTIN

5
WBC 24,3 4,00-11,00 103/uL

RBC 4,76 4,50-5,55 106/uL

HGB 16,5 13,0-16,0 g/dL

HCT 49 40,0-50,0 %

MCH 35 27,0-34,0 Pg

MCHC 34 31,0-36,0 g/dL

PLT 782 150-450 103/uL

NEUT 80,30 50,0-70,0 %

LYMPH 5,1 20,0-40,0 %

MONO 12,8 2,00-8,00 %

EOSINOFIL 0,9 1,00-3,00 %

BASOFIL 0,22 0,00-1,00 %

2. Elektrokardiografi

6
Kesan: Sinus Rhythm, Heart Rate 82x/menit regular, normoaxis, slight ST
elevasi lead III-aVF, poor R wave progression

3. CT Scan Kepala Non Kontras (29-6-2020):

Hasil pemeriksaan MSCT Scan Kepala tanpa kontra irisan axial sebagai
berikut:
 Tampak motion artefak pada image 161-215
 Tampak lesi hipodens (15 HU) pada lobus frontotemporoparietal kiri
disertai multiple lesi hiperdens (65HU) didalamnya yang meluas ke
ventrikel anterior, ventrikel lateralis kanan, dan ventrikel III
 Sulci dan gyri prominent.
 Midline tidak shift.
 Ruang subarachnoid dan Ventrikel IV dalam batas normal.
 Kalsifikasi fisiologik pada plexus choroid bilateral dan pineal body.
 CPA, pons, dan cerebellum dalam batas normal.
 Sinus paranasalis dan aircell mastoid yang terscan dalam batas
normal.
 Kedua bulbus oculi dan struktur retrobulber yang terscan dalam
batas normal.
 Tulang-tulang yang terscan intak.

Kesan pemeriksaan:

7
 Transformasi hemoragik cerebral infark sinistra disertai perdarahan
intraventrikel.
 Brain atrophy

4. MSCT Thoraks Tanpa Kontras (29-6-2020)


Kesan pemeriksaan:
 Pneumonia bilateral
 Bulla disertai multiple blebs paru sinistra

5. MSCT Thoraks Tanpa Kontras (17-7-2020)

CT Kepala Non Kontras:


- Pendarahan intrecerebri lobus parietal et occipitalis sinistra disertai perifocal
edema
- Sudah tidak tampak pendarahan intraventrikel (dibandingkan CT 29 Juni
2002: Perbaikan)
- Ventriculomegaly ventrikel lateralis dan ventrikel III

V. PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit
 Oksigen 3 liter per menit via nasal kanul
 Head up 300
1. Citicholin 500 mg/12 jam/intravena

8
2. Mecobalamin 500mcg/24jam/intravena
3. Manitol 20% 200cc loading lanjut 100cc/4jam/drips (tapering off)
Pasang NGT
Konsul TS Gizi Klinik
Konsul TS Gastroenterohepatologi

Terapi TS Pulmonologi:
1. Infus NaCL 0.9% 20 tetes/menit
2. N-Ace 200mg/8jam/oral
3. Levofloxacin 750mg/24jam/intravena
4. Omeprazole 40mg/12jam/intravena
- Swab Nasofaring I tanggal 1 Juli 2020
- Cek darah lengkap, AGD

Terapi TS Gastroenterohepatologi (D/ Hematemesis ecausa Stress Ulcer):


1. Omeprazole 40mg/24jam/intravena

9
VIII. FOLLOW UP

Tgl/Bulan/th 2 Juli 2020 3 Juli 2020 7 Juli 2020 8 Juli 2020 11 Juli 2020 14 Juli 2020 18 Juli 2020
n Onset H-6 Onset H-7 Onset H-11 Onset H-12 Onset H-15 Onset H-18 Onset H-22
Perawatan H-2 Perawatan H-3 Perawatan H-7 Perawatan H-8 Perawatan H-11 Perawatan H-14 Perawatan H-18

Subyektif - Kelemahan tubuh - Kelemahan tubuh - Kelemahan tubuh - Kelemahan tubuh - Kelemahan tubuh - Kelemahan tubuh kanan - Kelemahan tubuh
kanan kanan kanan kanan kanan - Kaku leher ada kanan
- Bicara cadel ada - Nyeri pada leher - Nyeri leher ada - Kaku leher berkurang - Kaku leher - Tidur kurang - Kaku leher berkurang
- Demam tidak ada kanan, sulit menoleh - Demam tidak ada - Demam tidak ada - Tidur kurang - Tidur kurang
- Batuk kadang- - Demam tidak ada - Minum sedikit-sedikit - Minum sedikit-sedikit - Demam tidak ada
kadang - Lendir sulit - Sulit tidur
- Muntah darah tidak dikeluarkan - Batuk kadang-kadang
ada - Muntah darah tidak - Muntah darah tidak
ada ada
Tekanan 130/80 mmHg 130/82 mmHg 145/84 mmHg 107/73 mmHg 144/94 mmHg 144/94 mmHg 134/84 mmHg
darah

Nadi 88 x/menit 90 x/menit 77 x/menit 71 x/menit 84 x/menit 84 x/menit 71 x/menit

Pernapasan 22 x/menit 20 x/menit 20 x/menit 18 x/menit 20 x/menit 20 x/menit 18x/menit

Suhu 36º C 36,6º C 36,5º C 36,5º C 36,4º C 36,4º C 36º C

GCS E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5 E4M6V5

FKL Normal Afasia Transortikal Afasia Transortikal Afasia Transortikal Afasia Transortikal Afasia Transortikal Normal
Motorik Motorik Motorik Motorik Motorik

Rangsang Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif


Meningeal

Nervus Pupil bundar isokor Pupil bundar isokor Pupil bundar isokor Pupil bundar isokor Pupil bundar isokor Pupil bundar isokor Ø2,5 Pupil bundar isokor Ø2,5
cranialis Ø2,5 mm ODS, Ø2,5 mm ODS, Ø2,5 mm ODS, Ø2,5 mm ODS, Ø2,5 mm ODS, mm ODS, RCL/RCTL mm ODS, RCL/RCTL +/
RCL/RCTL +/+ RCL/RCTL +/+ RCL/RCTL +/+ RCL/RCTL +/+ RCL/RCTL +/+ +/+ +
Nervi Parese N.VII dan Parese N.VII dan Parese N.VII dan XII Parese N.VII dan XII Parese N.VII dan XII Parese N.VII dan XII Parese N.VII dan XII
craniales lain XII dextra tipe XII dextra tipe dextra tipe sentral dextra tipe sentral dextra tipe sentral dextra tipe sentral dextra tipe sentral
sentral sentral

Pergerakan  N  N  N  N  N  N  N
 N  N  N  N  N  N  N

Kekuatan 0 5 2 5 3 5 4 5 4 5 4 5 4 5
0 5 3 5 3 5 4 5 4 5 4 5 4 5

Tonus  N  N  N  N  N  N  N
 N  N  N  N  N  N  N

Refleks +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2
fisisiologis +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2 +3 +2

Refleks Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Neg Neg
patologis Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg Pos Neg

Sensorik Hemihipestesi Hemihipestesi Hemihipestesi Dextra Hemihipestesi Dextra Hemihipestesi Dextra Hemihipestesi Dextra Hemihipestesi Dextra
Dextra Dextra

Otonom BAK: lancar BAK: Kateter H-2 BAK: Kateter H-6 BAK: Kateter H-6 BAK: Kateter H-10 BAK: Kateter H-10 BAK: Kateter 6 (bladder
BAB: belum 2 hari BAB: belum 3 hari BAB: belum hari ini BAB: belum hari ini BAB: belum 3 haari BAB: belum 3 haari training H)
BAB: sudah

Diagnosis 1. Cerebral 1. Cerebral 1. Cerebral Infarction 1.Cerebral Infarction 1.Cerebral Infarction 1.Cerebral Infarction 3rd 1.Cerebral Infarction 3rd
Infarction Infarction 3rd Attack 3rd Attack 3rd Attack Attack Attack
Transformasi Transformasi 2. Non Traumatic 2. Non Traumatic 2. Non Traumatic 2. Non Traumatic 2. Non Traumatic
Hemoragik Hemoragik Intracerebral Intracerebral Intracerebral Intracerebral Intracerebral
2. Hemiplegia 2. Hemiplegia Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage
affecting right affecting right 3. Non Traumatic 3. Non Traumatic 3. Non Traumatic 3. Non Traumatic 3. Non Traumatic
non dominant non dominant Intraventricular Intraventricular Intraventricular Intraventricular Intraventricular
side side Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage Hemorrhage
3. PDP COVID 19 3. Community 4. Spastic Hemiparese 4. Spastic Hemiparese 4. Spastic Hemiparese 4. Spastic Hemiparese 4. Spastic Hemiparese
4. Stress Ulcer Acquired affecting right non affecting right non affecting right non affecting right non affecting right non
Pneumonia dominant side dominant side dominant side dominant side dominant side
4. Stress Ulcer 5. Community 5. Community 5. Community 5. Community Acquired 5. Community Acquired
5. Torticolis ecausa Acquired Acquired Acquired Pneumonia Pneumonia
Spasme Otot Pneumonia Pneumonia Pneumonia 6. Stress Ulcer 6. Stress Ulcer
Cervicalis 6. Stress Ulcer 6. Stress Ulcer 6. Stress Ulcer 7. Torticolis ecausa 7. Torticolis ecausa
6. Moderate Protein 7. Torticolis ecausa 7. Torticolis ecausa 7. Torticolis ecausa Spasme Otot Spasme Otot
Energy Spasme Otot Spasme Otot Spasme Otot Cervicalis Cervicalis
Malnutrition Cervicalis Cervicalis Cervicalis 8. Moderate Protein 8. Moderate Protein
8. Moderate Protein 8. Moderate Protein 8. Moderate Protein Energy Malnutrition Energy Malnutrition
Energy Energy Energy 9. Polisitemia Vera 9. Polisitemia Vera
Malnutrition Malnutrition Malnutrition 10. Trombositosis 10. Trombositosis
9. Polisitemia Vera 9. Polisitemia Vera 9. Polisitemia Vera Reaktif Reaktif
10. Trombositosis 10. Trombositosis
Reaktif Reaktif
Terapi 1. IVFD NaCl 0,9% 1. IVFD NaCl 0,9% 1. IVFD NaCl 0,9% 1. IVFD NaCl 0,9% 1. IVFD NaCl 0,9% 8. IVFD NaCl 0,9% 20 1. Head up 300
20 tetes/menit 20 tetes/menit 20 tetes/menit 20 tetes/menit 20 tetes/menit tetes/menit 2. Citicholin 500
2. Head up 300 2. Head up 300 2. Head up 300 2. Head up 300 2. Head up 300 9. Head up 300 mg/12 jam/oral
3. Citicholin 500 3. Citicholin 500 3. Citicholin 500 3. Citicholin 500 3. Citicholin 500 10. Citicholin 500 3. Mecobalamin
mg/12 jam/IV mg/12 jam/IV mg/12 jam/IV mg/12 jam/IV mg/12 jam/IV mg/12 jam/IV 500mcg/24jam/oral
4. Mecobalamin 4. Mecobalamin 4. Mecobalamin 4. Mecobalamin 4. Mecobalamin 11. Mecobalamin 4. Eperison
500mcg/24jam/IV 500mcg/24jam/I 500mcg/24jam/IV 500mcg/24jam/IV 500mcg/24jam/IV 500mcg/24jam/IV 50mg/8jam/oral
5. Manitol 20% V 5. Manitol 20% 5. Eperison 5. Eperison 12. Eperison 5. Alprazolam
100cc/5jam/drips 5. Manitol 20% 100cc/24jam/drips 50mg/12jam/oral 50mg/12jam/oral 50mg/12jam/oral 0,5mg/24jam (jika
(tap off/hari) 100cc/6jam/drips (tap off/hari) 6. Alprazolam 6. Alprazolam 13. Alprazolam sulit tidur)
6. Konsul Gizi (tap off/hari) 6. Asam tranexamat 0,5mg/24jam (jika 0,5mg/24jam (jika 0,5mg/24jam (jika 6. Lansoprazole
Klinik 6. Asam tranexamat 500mg/8jam/IV sulit tidur) sulit tidur) sulit tidur) 30mg/24jam/oral
7. Pasang Kateter 500mg/8jam/IV (H5) 7. Pulmicort 1 7. Pulmicort 1 14. Pulmicort 1 7. Amloidipin
Urin (H1) 7. Eperison resp/12jam/inhalas resp/12jam/inhalas resp/12jam/inhalasi 5mg/24jam/oral
7. Eperison 50mg/12jam/oral i i 8. Sucralfat
TS Pulmonologi: 50mg/12jam/oral 8. Alprazolam TS Pulmonologi: syrup/8jam/oral
1. N- ace 8. Dulcolax 0,5mg/24jam TS Pulmonologi: TS Pulmonologi: 3. N- ace 9. Dexametason
200mg/8ajam/oral 10mg/extra/supp (malam) 1. N- ace 1. N- ace 200mg/8ajam/oral 0,5mg/12jam/oral
2. Levofloxacin 9. Konsul Rehab 9. Pulmicort 1 200mg/8ajam/oral 200mg/8ajam/oral 4. Levofloxacin
750mg/24jam/IV Medik resp/12jam/inhalas 2. Levofloxacin 750mg/24jam/IV TS Pulmonologi:
(H2) i TS GEH: 750mg/24jam/IV 1. Fluconazole
3. Azitromisin TS Pulmonologi: 10.Konsul TS HOM 1. Lansoprasole TS GEH: 150mg/24jam/oral
500mg/24jam/oral 1. N- ace 30mg/ 24jam/oral TS GEH: 2. Lansoprasole 30mg/
(H1) 200mg/8ajam/oral TS Pulmonologi: 1. Lansoprasole 24jam/oral TS Gizi Klinik:
2. Levofloxacin 1. N- ace TS Gizi Klinik: 30mg/ 24jam/oral 1. Zinc 20mg/24jam
TS GEH: 750mg/24jam/IV 200mg/8ajam/oral 1. Zinc 20mg/24jam TS Gizi Klinik: 2. B complex 2tab/
1. Omeprazole (H3) 2. Levofloxacin 2.B complex 2tab/ TS Gizi Klinik: 1. Zinc 20mg/24jam 8jam
40mg/24jam/IV 3. Azitromisin 750mg/24jam/IV 8jam 1. Zinc 20mg/24jam 2.B complex 2tab/ 8jam 3. Vitamin C
500mg/24jam/oral (H8) 3.Vitamin C 2.B complex 2tab/ 3.Vitamin C 250mg/8jam
(H2) 3. Azitromisin 250mg/8jam 8jam 250mg/8jam 4. Curcuma 400mg/
500mg/24jam/oral 4.Curcuma 400mg/ 3.Vitamin C 4.Curcuma 400mg/ 8jam 8jam
TS GEH: (H7) 8jam 250mg/8jam 5.Asam Folat 1 mg/ 5. Asam Folat 1 mg/
1. Omeprazole 5.Asam Folat 1 mg/ 4.Curcuma 400mg/ 24jam 24jam
40mg/24jam/IV TS GEH: 24jam 8jam
TS Gizi Klinik: 1. Lansoprasole 5.Asam Folat 1 mg/
1. Zinc 20mg/24jam 30mg/ 24jam/oral 24jam TS HOM: TS HOM:
2. B complex TS HOM: 1. Hydroxyurea 1. Hydroxyurea
2tab/8jam TS Gizi Klinik: 1. Hydroxyurea 500mg/12jam/oral 500mg/12jam/oral
1.Zinc 20mg/24jam 500mg/12jam/oral TS HOM:
2.B complex 2tab/ 1. Hydroxyurea Boleh Rawat Jalan
8jam 500mg/12jam/oral
3.Vitamin C
250mg/8jam
4.Curcuma 400mg/
8jam
5.Asam Folat 1 mg/
24jam

TS HOM:
1. Hydroxyurea
500mg/12jam/oral
Plan: ADT
Penunjang Swab Nasofaring I: Albumin 4gr/dl Laboratorium: PT 11,9 Laboratorium: -
Negatif WBC 17.300 INR 1,16 WBC18.600
(Alih DPJP ke RBC 4.830.000 APTT 34,5 RBC 4.860.000
bagian Neurologi) HB 15,4 HB 16,1
PLT 656.000 ADT: PLT 476.000
- Leukositosis dengan
Foto Thoraks: tanda-tanda infeksi
- Dilatatio aortae - Trombositosis reaktif
- Pulmo Normal
IX. DIAGNOSA AKHIR
 Diagnosis Klinis : Hemiparese Sinistra Tipika
 Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri Sinistra (sesuai teritori MCA sinistra)
+ Intraventriculer
 Diagnosis Etiologis : Infark Cerebri Transformasi Hemoragik

X. DISKUSI

Pasien laki-laki umur 55 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan kelemahan
extremitas kiri yang dialami secara tiba-tiba sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah
sakit saat sedang bangun tidur. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat demam ada selama 1
minggu yang lalu selama 1 hari. Nyeri kepala tidak ada, namun pasien ada muntah darah 1x,
bicara cadel ada sejak setelah serangan. Riwayat stroke iskemik ada tahun 2018 dan tahun
2019. Riwayat Hipertensi ada. Pasien rutin konsumsi obat Amloidipin 10mg, Clopidogrel
75mg, Citicolin 500mg sejak stroke pertama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 124/70mmHg, nadi 80x/menit, suhu
37 derajat celcius, pernapasan 20x/menit, Glasgow Coma Scale E4 M5 V6, Fungsi Kortikal
luhur normal. Pada pemeriksaan rangsang meninges kaku kuduk negatif. Pada pemeriksaan
nervus kranialis didapatkan parese Nervus VII dan Nervus XII dextra tipe sentral.
Pemeriksaan motorik didapatkan pergerakan menurun pada extremitas dextra dengan
kekuatan nilai 0 pada extremitas dextra. Tonus dan reflex fisiologis meningkat pada
extremitas dextra. Refleks patologis Hofman Tromner dan Babinski positif kanan. Dari hasil
pemeriksaan darah rutin (01/07/2020): WBC 24.300, RBC 4.760.000, HB 16.5, PLT
782.000, Natrium 136, Kalium 4.6, Klorida 101, GDS 132, Ureum 29, creatinine 0.99, SGOT
18, SGPT 13. Hasil pemeriksaan CT Scan Kepala Non Kontras (29/06/2020): Transformasi
hemoragik cerebral infark sinistra disertai perdarahan intraventrikel dan Brain atrophy. Hasil
CT Thoraks Non Kontras (29/6/2020): Pneumonia bilateral dan bulla disertai multiple blebs
paru sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan penunjang, makan pasien didiagnosis
dengan Infark Serebri Transformasi Hemoragik.
Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler. Pada pasien ini ditemukan defisit neurologis fokal berupa
kelemahan extremitas kanan dengan kekuatan nilai 0, parese NVII dan XII dextra tipe sentral
yang berlangsung mendadak dan lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah sehingga
dapat dikatakan sebagai stroke. Dari hasil pengukuran Skor Stroke (Skor Hasanuddin, Skor
Siriraj, dan Algoritma Gajah Mada) pasien di curigai mengalami Stroke Iskemik Akut.

Transformasi Hemoragik
Transformasi hemoragik dapat didefinisikan sebagai area perdarahan pada jaringan otak
yang mengalami iskemia yang terjadi setelah kejadian stroke iskemia akut, dan secara patologis
terdapat sejumlah sel darah merah selain didapatkan adanya leukosit dan makrofag. Secara
klinis, transformasi hemoragik lebih sering terjadi pada terapi trombolisis dan merupakan
perhatian utama dalam terapi tersebut.
Patofisiologi terjadinya transformasi hemoragik belum diketahui secara pasti serta
melibatkan proses yang kompleks dan dinamis dengan melibatkan kerusakan vaskular, cedera
reperfusi, serta perubahan permeabilitas. Tahanan permeabilitias terdiri dari thight junctions
sel endotel dengan regulate substrate transfer (sawar darah otak), basal lamina yang terdiri
dari matriks protein ekstraseluler yang mencegah ekstravasasi elemen seluler darah, dan
astrosit perivaskular yang berfungsi menyokong bagian mikrovaskulatur parenkim. Kerusakan
permeabilitas sawar darah otak yang disertai dengan ekstravasasi darah akan meyebabkan
kerusakan parenkim melalui mekanisme kompresi, iskemia, dan toksisitas komponen darah.

Gambar . Skema Patogenesis Transformasi Hemoragik

Transformasi hemoragik dapat dibedakan dari perdarahan intraserebral spontan dengan


adanya homogenitas lesi hemoragik yang terletak dalam area infark (muncul sebagai daerah
dengan densitas rendah pada computed tomography (CT) atau adanya hiperintensitas pada
pencitraan diffusion-weighted imaging (DWI) saat magnetic resonance imaging (MRI) dengan
lokasi yang khas terbatas pada area arteri yang tunggal.
Gambar 2. CT Scan Kepala Non Kontras
Dari gambar CT Kepala Non Kontras pada pasien tampak adanya bekuan darah >30%
area infark sehingga termasuk kategori ECASS Parenchymal Haemorrhages (PH) 2. PH2
(perdarahan >30% pada area infark dengan disertai efek desak ruang) yang berhubungan
dengan risiko penurunan neurologis dan peningkatan mortalitas dalam 3 bulan.
Faktor resiko Transformasi Hemoragik yang ada pada pasien ini adalah:
1. Kondisi Klinis: Keparahan stroke (merupakan stroke ke 3, dengan NIHSS masuk 11 
defisit neurologis sedang).
2. Marker Biokimia: Gangguan Koagulopati (APTT memanjang 34,5)
3. Gambaran Radiologis: Volume infark yang luas dan letak infark. Stroke ini
Transformasi hemoragik sering terjadi pada area gray matter, terutama di korteks
serebral, karena pada area tersebut banyak terdapat sirkulasi kolateral, yang
cenderung memperburuk cedera reperfusi.

Polisitemia Vera
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani dimana poly berarti banyak, cyt berarti sel dan
hemia berarti darah sedangkan vera berarti benar. Polisitemia vera adalah kelainan pada sistem
mieloproliferatif di mana terjadi klon abnormal pada hemopoetik sel induk (hemopoetic stem
cells) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda untuk terjadinya
maturasi yang berakibat terjadi peningkatan banyak sel. 1 Peningkatan sel darah merah pada
polisitemia vera lebih mengarah pada jumlah sel, bukan pada peningkatan masa kehidupan dari
sel.8,9
Polisitemia vera dapat mengenai semua umur, sering pada pasien berumur 40-60
tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita 2:1, di Amerika Serikat angka kejadiannya
ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun. Sejarah polisitemia vera dimulai tahun 1982
ketika Louis Hendri Vaquez pertama kali menjelaskan polisitemia vera pada pasien dengan
eritrositosis dan hepatosplenomegali. Kemudian tahun 1951 William Dameshek
mengklasifikasikan polisitemia vera, trombositosis esensial dan mielofibrosis idiopatik
sebagai penyakit mieloproliferatif. Etiopatogenesis polisitemia vera belum sepenuhnya
dimengerti, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molecular yaitu adanya
kariotip abnormal di sel induk hematopoiesis, yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi
8, trisomi 9. Pada tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F yang dipercaya merupakan hal
penting pada etiopatogenesis polisitemia vera.
Manifestasi klinis polisitemia vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit
yang akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan
kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport
oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai
gejala dapat timbul yaitu iskemia/infark di otak, jantung, paru dan ekstremitas. Polisitemia
vera sering menimbulkan keluhan yang tidak spesifik seperti sakit kepala, kelelahan, vertigo,
gangguan penglihatan, dan rasa terbakar di epigastrium. Keluhan lain juga ditemukan seperti
nyeri perut, pruritus, demam, dan melena. Komplikasi penyebab morbiditas dan mortalitas
utama pada pasien penderita polisitemia vera adalah timbulnya komplikasi kardiovaskular
akibat trombosis. Pada trombosis, mutasi Jak2 menyebabkan aktivasi dan interaksi leukosit
dan trombosit yang menyebabkan inflamasi sehingga menyebabkan disfungsi endotel
pembuluh darah. Sedangkan eritrositosis menyebabkan hiperviskositas darah yang memicu
thrombosis. Komplikasi lain yaitu perdarahan dan risiko berkembangnya penyakit menjadi
keganasan mieloid akut (AML/Acute Myeloid Leukemia).
Beberapa hal yang berhubungan dengan manifestasi klinis, yaitu:
a. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total ertirosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian
akan menyebabkan:
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai akibat dari penggumpalan eritrosit, dan
 Penurunan laju transport oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan
terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena
terganggunya oksigenasi target organ (iskemia/infark) seperti di otak, penglihatan,
pendengaran, jantung, paru, ekstremitas.
b. Penurunan kecepatan aliran (shear rate)
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
agregasi trombosit pada endotel hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan,
walaupun jumlah trombosit > 450 ribu/ml. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus
polisitemia vera manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan
gastrointestinal.
c. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis, pada polisitemia vera tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi
pada 30-50% kasus polisitemia vera.
d. Basofilia (hitung basofil >65/mL).
Lima puluh persen kasus polisitemia vera datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh
terutama setelah mandi airpanas, dan beberapa kasus polisitemia vera datang dengan
urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah
sebagai akibat dari basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena
peningkatan kadar histamin.
e. Splenomegali.
Splenomegali tercatat pada sekitar 70% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi
sebagai akibat sekunder dari hiperaktif hemopoesis ekstra medular.
f. Hepatomegali.
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira sejumlah 40% polisitemia vera. Sebagaimana
halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder dari hiperaktif
hemopoesis ekstra medular.
g. Laju siklus sel yang tinggi.
Sebagai konsekuensi logis dari hiperaktif hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestrasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian maka produksi asam urat darah akan
meningkat, disisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.
Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
h. Defisiensi vitamin B12, dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan vitamin
B12, hal ini dijumpai pada 30% kasus polisitemia vera karena penggunaan/metabolisme
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin
B12 (UB12 - Protein binding capacity) dijumpai meningkat pada >75% kasus. Seperti
diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peran dalam timbulnya kelainan kulit
dan mukosa, neuropati, atrofi N. Optikus, serta psikosis.
Pada pasien didapatkan keluhan muntah darah frekuensi 1x sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan lain tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan PLT 782.000
dengan Hematokrit 49%. Dari TS Hematologi Onkologi Medik diberikan terapi Hydroxyurea
500mg/12jam/oral. Indikasi kemoterapi sitostatika pada pasien ini adalah adanya
trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis.

Torticolis
Tortikolis berasal dari bahasa Latin, torus berarti bengkok, dan collum berarti leher.
Pada tortikolis terjadi kekakuan leher yang menimbulkan spasme otot yang secara klinis
bermanifestasi sebagai leher yang bengkok atau terputar. Tortikolis (wryneck) adalah suatu
kondisi di mana kepala berada pada posisi miring, dengan dagu menunjuk ke salah satu bahu,
sedangkan kepala miring ke arah bahu yang berlawanan; juga disebut rotasi leher. Tortikolis
bukan merupakan suatu diagnosis melainkan kumpulan gejala dengan berbagai gangguan yang
mendasarinya. Tortikolis dapat diklasifikasikan menjadi tortikolis kongenital, tortikolis didapat,
dan tortikolis spasmodik.
Tortikolis pada pasien merupaka Tortikolis yang didapat karena Spasme Otot Cervikal
karena posisi tidur yang salah. Diberikan obat Eperison 50mg/12jam/oral untuk mengurangi
spasme otot dan dilakukan terapi fisik berupa fisioterapi untuk meredakan nyeri dan
mengurangi kontraksi otot.

PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini diberikan beberapa terapi, antara lain:
1. Citicoline adalah neuroprotektor yang merupakan perantara pembentukan
fosfatidilkolin, suatu zat pembentuk membran sel saraf.
2. Mecobalamin merupakan bentuk aktif vitamin B12. Penurunan kadar B12
berhubungan dengan penurunanS-adenosylmethionine (SAM) dan peningkatan asam
methylmalonic (MMA).
3. Manitol 20% suatu agen hiperosmolar diberikan dengan tujuan untuk mengurangi
peningkatan tekanan intrakranial mendadak saat terjadinya ruptur arteri.
4. Asam tranexamat menghambat secara kompetitif aktivasi plasminogen dan dapat
menstabilkan ekspansi perdarahan.
5. Eperison digunakan untuk pengobatan simptomatik terhadap kondisi yang terkait
dengan spasme musculoskeletal seperti kejang otot dan spastisitas (otot kaku, nyeri
dan sulit digerakkan.
6. Alprazolam merupakan golongan Benzodiazepin yang digunakan untuk terapi
gangguan cemas, serangan panic dan kecemasan yang disebabkan oleh depresi. Pada
pasien diberikan untuk mengatasi keluhan sulit tidur.
7. Hydroxyurea merupakan kemoterapi sitostatika pada pasien ini adalah adanya
trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis.
8. Dulcolax supp diberikan rutin setiap pasien tidak buang air besar 2-3 hari untuk
mencegah pasien mengejan. Mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
intraarterial, sehingga meningkatkan risiko perdarahan ulang.
9. Omeprazole, suatu Proton Pump Inhibitor (PPI), bertujuan untuk mengurangi
produksi asam lambung. Perdarahan intra serebral merupakan kondisi berat dan dapat
menimbulkan reaksi stress berat pada pasien, pasien dapat mengalami stress ulcer.
10. Amlodipin, adalah antihipertensi oral golongan Calcium Channel Blockers yang
diberikan dalam melakukan terapi lanjutan terhadap pengendalian tekanan darah

Adapun penatalaksanaan penyakit dengan perdarahan intra serebral adalah meliputi


tatalaksana umum, tatalaksana khusus dan pembedahan. 6,7,8
Tatalaksana umum :
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Langkah pertama yang dilakukan adalah menilai CAB (Circulation, airway, Bretahing).
Masalah jalan napas dan pernapasan lebih sering pada pasien PIS daripada stroke
iskemik dan mungkin akan memerlukan intubasi dan ventilasi. Jika tingkat kesadaran
mengalami penurunan (GCS<9), intubasi diperlukan.
2. Stabilisasi hemodinamik
Keadaan hemodinamik pasien diharapkan tetap stabil dengan tidak menurunkan tekanan
perfusi cerebral hingga menginduksi hipoksia. Dalam menjaga hemodinamik atau
mengatasi dehidrasi maka diperhatikan hal-hal berikut: Pemberian cairan
kristaloid/koloid intravena dan menghindari pemberian cairan hipertonik seperti
glukosa, pemasangan central venous catheter jika diperlukan, optimalisasi tekanan
darah serta pada pasien dengan deficit neurologis nyata dianjurkan pemantauan berkala
status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dalam 72 jam.
3. Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrkranial meliputi : meninggikan posisi kepala
30º, menghindari penekanan vena jugularis, menghindari hipertermia, pemberian
osmoterapi seperti manitol 0,25-0,50g/kgBB, selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam
dengan target osmolaritas darah ≤ 310 mOsm/L atau furosemid dengan dosis inisial 1
mg/kgBB/iv.
4. Pengendalian suhu tubuh
Peningkatan suhu tubuh diatas 1º akan meningkatkan energi 7%. Oleh karena itu, setiap
pasien stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretik, yakni parasetamol 1000
mg setiap 8 jam, baik peroral atau intravena, kemudian dicari dan diatasi penyebabnya.
5. Pengendalian kejang (terapi kejang jika diperlukan)
6. Manajemen nutrisi
Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan sedini mungkin bila tidak terjadi perdarahan
lambung. Jika terjadi perdarahan lambung maka pemberian nutrisi enteral dapat ditunda
sampai terjadi perbaikan dan sisa cairan lambung dalam 2 jam pertama ≤ 150 cc.
evaluasi cairan lambung yang dialirkan setiap 2 jam. Jika tidak terdapat gangguan
pencernaan maka dapat diberikan nutrisi enteral 30 cc perjam dalam 3 jam pertama.
7. Pencegahan dan penanganan komplikasi
Pencegahan dan penanganan komplikasi dengan cara melakukan mobilisasi dan
penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut, seperti aspirasi, malnutrisi,
pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,decubitus, komplikasi ortopedik dan
kotraktur .

Tatalaksana Khusus
1. Perawatan di Unit Stroke
Perawatan di unit stroke akan menurunkan angka kematian dan dependensi
dibandingkan dengan perawatan di bangsal biasa. Penderita dengan stroke hemoragik
di supratentorial seharusnya dirawat di unit stroke ( AHA/ASA level B).
2. Koreksi koagulopati
Melakukan pemeriksaan hemostasis antara lain prothrombin time (PT), activated
partial thrombin time (APTT), international normalized ratio (INR) dan trombosit
serta koreksi secepatnya jika terjadi kelainan. Pasien dengan defisiensi factor
koagulasi berat atau trombositopenia berat harus diberikan factor replacement terapy
atau trombosit ( AHA/ASA kelas I, level C).
Pada pasien dengan peningkatan INR karena penggunaan antagonis vitamin K
(VKA) maka VKA harus dihentikan. Diberikan terapi untuk mengganti faktor
pembekuan yang bersifat vitamin K-dependent dan memperbaiki INR, serta
diberikan vitamin K intravena (AHA/ASA kelas I,level C). Prothrombin complex
concentrates (PCC) memiliki efek samping lebih sedikit dan memperbaiki INR lebih
cepat dibandingkan fresh frozen plasma (FFP) sehingga lebih dianjurkan (AHA/ASA
kelas IIb, level B). Recombinant factor VIIa (rFVIIa) tidak direkomendasikan
(AHA/ASA kelas III,level C).
Pasien yang mengkonsumsi dabigatrin, rivaroksaban, atau apiksaban, terapi dengan
factor eight inhibitor bypass activity (FEIBA), PCC atau rFVIIa dapat
dipertimbangkan sesuai kondisi individual pasien. Protamin sulfat dapat
dipertimbangkan untuk reversal heparin pada perdarahan intracerebral akut
(AHA/ASA level C).
3. Tekanan darah
Tekanan darah pada stroke perdarahan diturunkan untuk mencegah perluasan
perdarahan. Pada stroke hemoragik akut penurunan tekanan darah secara agresif
dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dalam waktu 1 jam aman untuk
dilakukan dan lebih superior dibandingkan dengan target tekanan darah sistolik <
180 mmHg. Tekanan darah dapat diturunkan dengan diberikan antihipertensi
intravena seperti nikardipin, labetalol atau esmolol maupun antihipertensi oral.
Penatalaksanaan hipertensi pada stroke hemoragik sesuai pedoman yang
direkomendasikan oleh AHA adalah sebagai berikut :9,10
 Jika TD sistolik > 200 mmHg atau MAP >150 mmHg, maka pertimbangkan
untuk reduksi agresif tekanan darah dengan infus intravena kontinyu dan
monitoring tekanan darah setiap 5 menit.
 Jika TD sistolik >180 mmHg atau MAP >130 mmHg dan ada bukti atau
kecurigaan peningkatan TIK, pertimbangkan monitoring TIK dan turunkan
tekanan darah menggunakan obat intravena intermitten atau kontinyu untuk
mempertahankan tekanan perfusi serebral >60 hingga 80 mmHg
 Jika TD >180 mmHg atau MAP>130 mmHg dan tidak ada bukti atau kecurigaan
peningkatan TIK, pertimbangkan sedikit menurunkan tekanan darah (target MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg) gunakan obat intravena
intermitten atau kontinyu untuk mengendalikan tekanan darah dan periksa
kembali pasien secara klinis tiap 15 menit (AHA/ASA kelas IIA, level B)
 Pada TD antara 150-220 mmHg dan tanpa adanya kontraindikasi terapi
penurunan darah akut , penurunan tekanan darah sistolik akut 140 mmHg aman
dilakukan (AHA/ASA kelas I,level A) dan efektif memperbaiki keluaran
fungsional (AHA/ASA Level B).
4. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
5. Manajemen faktor resiko stroke
6. Neuroprotektor
Hingga saat ini belum ada terapi neuroprotektor yang efektif pada pasien perdarahan
intra serebral. Beberapa obat yang telah diteliti seperti gavestinel (antagonis dari
reseptor NMDA), disufenton sodium (suatu penangkap radikal bebas) dan citicolin
( suatu zat intermediate pada jalur sintesis struktur fosfolipid). Dua zat pertama
terbukti kurang efektif, sedangkan citicolin memberikan harapan menjadi zat
neuroprotektif untuk PIS. Neurorestorasi/neurorehabilitasi

Tatalaksana bedah
Pengambilan keputusan tergantung lokasi dan ukuran hematoma dan status neurologis
pasien. Secara umum indikasi bedah pada perdarahan intraserebral adalah sebagai berikut:9,10
1. Hematom serebelar dengan diameter >3 cm yang disertai penekanan batang otak dan
atau hidrocefalus akibat obstruksi ventrikel seharusnya dilakukan pembedahan
dekompresi (AHA/ASA kelas I, level B).
2. Pendarahan dengan kelainan struktur seperti aneurisma atau malformasi arteriovena
(MAV), (AHA/ASA kelas III-IV, level C).
3. Pendarahan lobaris dengan ukuran sedang-besar yang terletak dekat dengan korteks
(<1 cm) pada pasien berusia <45 tahun dengan GCS 9-12 dapat dipertimbangkan
evakuasi hematom supratentorial dengan kraniotomi standar (AHA/ASA kelas IIb,
level B).
4. Evakuasi rutin hematom supratentorial dengan kraniotomi standar dalam 96 jam tidak
direkomendasikan (AHA/ASA kelas III, level A), kecuali pada hematom lobaris 1 cm
dari korteks. Secara umum, pada pasien dengan ICH supratentorial, pembedahan tidak
jelas manfaatnya (kelas III, level A), kecuali pada pasien dengan perburukan klinis (kelas
III, level A), koma, hematom besar dengan midline shift, peningkatan TIK yang tidak
membaik dengan obat dan dinilai sebagai life-saving therapy (kelas III, level C).
XI. KKK
DAFTAR PUSTAKA

6. Kelompok Studi Stroke P. Guideline Stroke tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
7. Suharjanti I, Rahmatul W, Sani AF. Clinical Practice in Neurology. Surabaya:
Airlangga University Press; 2014. 115-23 p
8. Steiner T. European Stroke Organisation (ESO) guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage. Frankfurt: Klinikum Frankfurt Hochst; 2014.
1-16 p
9. Moeloek NF. Pedoman Nasional Peyananan Kedokteran Tatalaksana Stroke. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Rapublik Indonesia; 2019. h. 61-9
10. Rincon F, Mayer SA. Clinical Review: Critical Care Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage. New Jersey: Biomed Central Ltd; 2008. 1-8p

Anda mungkin juga menyukai