Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Somnolen + Hemiparese Alternans


Ecausa Infark Pons

Disusun oleh :
Satrio Wicaksono

C155192014

Pembimbing :
Dr. dr. Jumraini Tammase, Sp.S (K)

Departemen Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar

2020
Laporan Kasus Vaskuler
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Satrio Wicaksono
Pembimbing : Dr. dr. Jumraini Tammase, Sp.S (K)

I. Identitas Pasien
 Nama : Tn. A
 Tanggal lahir : 22 Agustus 1961
 Usia : 58 tahun
 Alamat : Jl. Langsat No. 1 Maros
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Nomor rekam medis : 891077
 Tanggal Masuk : 28 Mei 2020
 No.telepon : 085298776943

II. Anamnesis
 Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran (somnolen)
 Riwayat Penyakit : Dialami sejak sekitar 9 jam sebelum masuk rumah
sakit. Dialami secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk duduk. Muntah ada
frekuensi sekitar 10 kali dialami sejak sekitar 9 jam yang lalu. Riwayat nyeri
kepala ada sekitar 3 jam sebelum penurunan kesadaran diseluruh bagian
kepala. Riwayat demam tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Mulut mencong
ke kiri ada dialami sekitar 3 jam sebelum penurunan kesadaran. Bicara pelo
ada dialami sejak sekitar 3 jam sebelum penurunan kesadaran. Kelemahan
anggota tubuh sebelah kiri ada, dialami sekitar 3 jam sebelum penurunan
kesadaran. Kejang tidak ada, pusing tidak ada. Riwayat hipertensi ada dialami
sejak sekitar 6 tahun yang lalu berobat tidak teratur. Riwayat menderita
diabetes mellitus ada dialami sejak sekitar 6 tahun yang lalu, berobat tidak
teratur. Pada tahun 2019 maret pasien sempat dirawat di Rumah Sakit Maros
dengan keluhan nyeri dada. Pasien kemudian di rujuk di Rumah Sakit Wahidin

2
Sudirohusodo dan didiagnosa dengan gagal jantung. Riwayat merokok ada.
Riwayat kolesterol tinggi disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik Umum
 Tanda vital :
1. Tekanan darah : 180/90 mmHg
2. Nadi : 81 x / menit
3. Respirasi : 20 x / menit
4. Temperatur : 36,2C
5. NPRS : 2-3
6. SpO2 : 98%

 Kepala : Normosefali, penonjolan pembuluh darah tidak ada


 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-).
 Leher : Bruit karotis negatif
 Thorax : Bunyi jantung I-II reguler
Suara nafas Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : Bising usus normal, nyeri tekan/lepas tidak ada,
organomegali tidak ada.

IV. Pemeriksaan Neurologi


 Glasgow Coma Scale : E3M6V5
 Fungsi Kortikal luhur : Sulit dinilai
 Rangsang meningeal : Kaku kuduk negatif, Kernig’s sign negatif/negatif
 Nervus Cranialis : Pupil bundar isokor, diameter 2,5mm/2,5mm,
Refleks cahaya langsung positif/positif,
Refleks cahaya tidak langsung positif/positif.
 Nervus cranialis lainnya : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral
 Motorik :

P K T RF RP
N 5 4+ N +2 +1 NEG NEG
N 5 4+ N +2 +1 NEG POS

3
 Sensibilitas : Normal
 Otonom: BAK = normal
BAB = normal

V. ANJURAN
- Lab:Darah Rutin, Kimia darah, Elektrolit
- EKG
- Foto toraks
- CT Scan kepala tanpa kontras
SKOR NIHSS : 6
SKOR HASANUDDIN
No. Variabel Skor
1 Tekanan Darah: >200/100 7,5
< 200/100 1

2 Waktu Serangan: Bergiat 6,5


Waktu istirahat 1

3 Nyeri kepala saat serangan: Sangat hebat 10


Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0

4 Muntah Proyektil: Langsung saat serangan 10


Mendadak 7,5
Perlahan-lahan (>24 ) 1
Tidak ada 0

5 Penurunan Kesaradan:
Langsung hilang saat serangan 10

4
Beberapa menit- ≤ 24 jam serangan 7,5
Hilang perlahan-lahan > 24 jam 1
Hilang kesadaran sementara kemudian pulih 1
kembali 0
Tidak ada

Total Skor : 18

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium (28/05/2020)
Darah rutin
WBC : 10,6xl03/ul
RBC : 3,92 xl06/ul
HGB : 11,8 gr/dl
HCT : 31,4%
MCV : 80,1 fl
MCH : 30,1 pg
MCHC: 37,6 gr/dl
PLT : 197 x l03/ul
Kimia darah
GDS : 211 mg/dl
Ureum : 45 mg/dl
Kreatinin : 1,04 mg/dl
SGOT : 24 u/l
SGPT : 10 u/l
PT : 11,8 detik
INR : 1,15
APTT : 26,5 detik
Natrium : 138 mmol/l
Kalium : 4,7 mmol/l
Klorida : 109 mmol/l

B. Pemeriksaan Radiologi

5
Foto Thoraks PA (28 Mei 2020):

Foto Thorax AP :
 Tampak dilatasi vascular parahilar pada kedua paru
 Cor kesan membesar dengan CTI 0,60, pinggang jantung cekung, apex
tertanam (LVE), aorta dilatasi
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik

Kesan :

6
 Cadiomegaly disertai tanda-tanda bendungan paru
 Dilatatio aortae

CT scan kepala non kontras (28 Mei 2020):

7
8
Infark di pons dextra

9
Telah dilakukan pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras irisan axial dengan hasil
sebagai berikut
 Tampak lesi hipodens (16HU) pons sisi kanan.
 Sulci dan gyri normal
 Midline tidak ada shift
 Ruang subarachnoid dan sistem ventrikel dalam batas normal
 Kalsifikasi fisiologik pada plexus choroid bilateral dan pineal body
 CPA, Pons dan Cerebellum dalam batas normal
 Sinus paranasalis dan aircell mastoid yang terscan dalam batas normal
 Kedua bulbus oculi dan struktur retrobulber yang terscan dalam batas normal
 Tulang-tulang yang terscan intak

Kesimpulan
- Infark pons sisi dextra

C. Elektrokardiografi (28 Mei 2020)

Hasil elektrokardiografi: Old Miocard Infark anteroseptal+inferior, Iskemik High lateral

10
VII. DIAGNOSA KERJA
- Diagnosis klinis: Somnolence + Hemiparese Alternans
- Diagnosis topis: Pons dextra
- Diagnosis etiologis: Infark Cerebri

VIII. PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit
1. Neuroprotektor: Citicholin 500 mg/12 jam/intravena
2. H2 Reseptor antagonis: Ranitidin 50 mg/12 jam/intravena
3. Anti agregasi trombosit: Aspilet 80 mg/24 jam/oral
4. Neurotropik: Mecobalamin 500 mcg/24 jam/Intravena

Konsul TS kardiologi
Konsul TS Endokrin metabolik

IX. Follow Up

Follow Up (29 Mei 2020, Perawatan hari ke 2)


S - Kesadaran membaik
- Mual ada, muntah berkurang
- Nyeri kepala berkurang
- Lemah separuh tubuh sebelah kiri
- Bicara pelo ada

O TD : 178/107 mmHg, N : 92 kali/menit, P : 18 kali/menit, S : 36,0 OC


GCS : E4M6V5
NPRS : 1-2
Fungsi kortikal luhur : Normal
Rangsang meninges : Kaku kuduk : negatif, kernig sign : negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor, diameter : 2,5mm/2,5mm
RCL/RCTL : positif/positif bilateral
Nervus cranialis lain : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral
Motorik :

11
Refleks Refleks
Pergerakan Kekuatan Tonus
Fisiologis Patologis
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Neg
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Pos

Sensorik : Normal
Otonom : BAK : Normal, BAB : Belum 2 hari

A 1. CEREBRAL INFARCTION
2. FLACCID HEMIPLEGIA AFFECTING LEFT NON DOMINANT SIDE
3. SOMNOLENCE
4. ESSENTIAL HYPERTENSION
5. DIABETES MELLITUS TYPE 2
6. HYPERTENSION HEART DISEASE
7. CORONARY ARTERY DISEASE

P - Konsul Rehabilitasi Medik


Fisioterapi

- Ringer laktat 20 tetes/menit


1. Citicolin 500 mg/12 jam/intravena
2. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
3. Aspilet 80mg/24 jam/oral
4. Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena
5. Metoklopramid 5 mg/12 jam/intravena (bila muntah)

TS Kardiologi:
1. Furosemid 40 mg/24 jam/oral
2. Atorvastatin 20mg/24 jam/oral
3. Spironolakton 25 mg/24jam/oral

TS Endokrin Metabolik:
Diet DM 1700 KKal
Cek GDP, HbA1c

12
Follow Up (30 Mei 2020, Perawatan hari ke 3)
S - Mual dan muntah tidak ada
- Nyeri kepala tidak ada
- Tidur cukup
- Lemah separuh tubuh sebelah kiri
- Bicara pelo ada

O TD : 200/120 mmHg, N : 94 kali/menit, P : 18 kali/menit, S : 36,5 OC


GCS : E4M6V5
NPRS : 0
Fungsi kortikal luhur : Normal
Rangsang meninges : Kaku kuduk : negatif, kernig sign : negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor, diameter : 2,5mm/2,5mm
RCL/RCTL : positif/positif bilateral
Nervus cranialis lain : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral
Motorik:
Refleks Refleks
Pergerakan Kekuatan Tonus
Fisiologis Patologis
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Neg
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Pos

Sensorik : Normal
Otonom : BAK : Normal, BAB : Belum 3 hari

A 1. CEREBRAL INFARCTION
2. FLACCID HEMIPLEGIA AFFECTING LEFT NON DOMINANT SIDE
3. ESSENTIAL HYPERTENSION
4. DIABETES MELLITUS TYPE 2
5. HYPERTENSION HEART DISEASE
6. CORONARY ARTERY DISEASE
P - Ringer laktat 20 tetes/menit
1. Citicolin 500 mg/12 jam/intravena
2. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
3. Aspilet 80mg/24 jam/oral
4. Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena

13
5. Clopidrogel 75mg/24jam/oral

TS Kardiologi:
1. Furosemid 40 mg/24 jam/oral
2. Atorvastatin 20mg/24 jam/oral
3. Spironolakton 25 mg/24jam/oral

TS Endokrin Metabolik:
Diet DM 1700 KKal
Cek GDS tiap hari
Hasil Laboratorium 29 Mei 2020:
GDP: 164 mg/dL
HbA1C: 9,6%
Hasil GDS strip 30 Mei 2020: 110 mg/dl

Follow Up (1 Juni 2020, Perawatan hari ke 5)


S - Lemah separuh tubuh sebelah kiri
- Bicara pelo ada
- Muntah tidak ada
- Nyeri kepala tidak ada
- Tidur cukup

O TD : 195/109 mmHg, N : 76 kali/menit, P : 22 kali/menit, S : 36,5 OC


GCS : E4M6V5
Fungsi kortikal luhur : Normal
Rangsang meninges : Kaku kuduk : negatif, kernig sign : negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor, diameter : 2,5mm/2,5mm
RCL/RCTL : positif/positif bilateral
Nervus cranialis lain : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral

Motorik :
Refleks Refleks
Pergerakan Kekuatan Tonus
Fisiologis Patologis

14
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Neg
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Pos

Sensorik : Normal
Otonom : BAK : Normal, BAB : Belum 5 hari

A 1.CEREBRAL INFARCTION
2.FLACCID HEMIPLEGIA AFFECTING LEFT NON DOMINANT SIDE
3.ESSENTIAL HYPERTENSION
4.DIABETES MELLITUS TYPE 2
5.HYPERTENSION HEART DISEASE
6.CORONARY ARTERY DISEASE
P - Ringer laktat 20 tetes/menit
1. Citicolin 500 mg/12 jam/intravena
2. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
3. Aspilet 80mg/24 jam/oral
4. Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena
5. Clopidrogel 75mg/24jam/oral
6. Dulcolax suppositoria 10mg/extra/rectal (bila sulit BAB)
7. Amlodipine 5 mg/24 jam/oral

TS Kardiologi:
1. Furosemid 40 mg/24 jam/oral
2. Atorvastatin 20mg/24 jam/oral
3. Bisoprolol 1,25mg/24 jam/oral
4. Spironolakton 25 mg/24jam/oral

TS Endokrin Metabolik:
Diet DM 1700 KKal
Cek GDS tiap hari
Hasil GDS strip 1 Juni 2020: 121 mg/dl
Hasil Laboratorium elektrolit (2 Juni 2020):
Natrium: 134 mmol/L
Kalium: 3,7 mmol/L
Clorida: 102 mmol/L

15
Follow Up (5 Juni 2020, Perawatan hari ke 9)
S - Mual dan muntah tidak ada
- Nyeri kepala tidak ada
- Lemah separuh tubuh sebelah kiri
- Bicara pelo ada

O TD : 130/90 mmHg, N : 84 kali/menit, P : 20 kali/menit, S : 36,5 OC


GCS : E4M6V5
Fungsi kortikal luhur : Normal
Rangsang meninges : Kaku kuduk : negatif, kernig sign : negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor, diameter : 2,5mm/2,5mm
RCL/RCTL : positif/positif bilateral
Nervus cranialis lain : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral
Motorik :
Refleks Refleks
Pergerakan Kekuatan Tonus
Fisiologis Patologis
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Neg
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Pos

Sensorik : Normal
Otonom : BAK : Normal, BAB : Normal

A 1.CEREBRAL INFARCTION
2.FLACCID HEMIPLEGIA AFFECTING LEFT NON DOMINANT SIDE
3.ESSENTIAL HYPERTENSION
4.DIABETES MELLITUS TYPE 2
5.HYPERTENSION HEART DISEASE
6.CORONARY ARTERY DISEASE
P - Ringer laktat 20 tetes/menit
1. Citicolin 500 mg/12 jam/intravena
2. Ranitidine 50 mg/12 jam/intravena
3. Aspilet 80mg/24 jam/oral
4. Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena
5. Clopidrogel 75mg/24jam/oral
6. Amlodipine 5 mg/24 jam/oral

16
TS Kardiologi:
1.Furosemid 40 mg/24 jam/oral
2.Atorvastatin 20mg/24 jam/oral
3.Bisoprolol 1,25mg/24 jam/oral
4.Spironolakton 25 mg/24jam/oral
5.Nitrokaf 2,5 mg/12 jam/oral
TS Endokrin Metabolik:
Diet DM 1700 KKal
Cek GDS tiap hari
Hasil GDS Strip tanggal:
2 Juni 2020: 100 mg/dl
3 Juni 2020: 161 mg/dl
4 Juni 2020: 106 mg/dl
5 Juni 2020: 165 mg/dl

Follow Up (9 Juni 2020, Perawatan hari ke 13)


S - Lemah separuh tubuh sebelah kiri
- Bicara pelo ada
- Tidur cukup
- Muntah tidak ada

O TD : 140/80 mmHg, N : 86 kali/menit, P : 20 kali/menit, S : 36,8 OC


GCS : E4M6V5
Fungsi kortikal luhur : Normal
Rangsang meninges : Kaku kuduk : negatif, kernig sign : negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor, diameter : 2,5mm/2,5mm
RCL/RCTL : positif/positif bilateral
Nervus cranialis lain : Parese N VII dan N XII dextra tipe sentral
Motorik :
Refleks Refleks
Pergerakan Kekuatan Tonus
Fisiologis Patologis
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Neg
N ↓ 5 4+ N ↓ +2 +1 Neg Pos

Sensorik : Normal

17
Otonom : BAK : Normal, BAB : Normal

A 1.CEREBRAL INFARCTION
2.FLACCID HEMIPLEGIA AFFECTING LEFT NON DOMINANT SIDE
3.ESSENTIAL HYPERTENSION
4.DIABETES MELLITUS TYPE 2
5.HYPERTENSION HEART DISEASE
6.CORONARY ARTERY DISEASE
P - Ringer laktat 20 tetes/menit
1. Citicolin 500 mg/12 jam/oral
2. Ranitidine 150 mg/12 jam/oral
3. Aspilet 80mg/24 jam/oral
4. Mecobalamin 500mcg/24 jam/oral
5. Clopidrogel 75mg/24jam/oral
6. Amlodipine 5 mg/24 jam/oral
Boleh rawat jalan
Kontrol poliklinik saraf

TS Kardiologi:
1.Furosemid 40 mg/24 jam/oral
2.Atorvastatin 20mg/24 jam/oral
3.Bisoprolol 1,25mg/24 jam/oral
4.Spironolakton 25 mg/24jam/oral
5.Nitrokaf2,5 mg/12 jam/oral

TS Endokrin Metabolik:
Diet DM 1700 KKal
Hasil GDS strip tanggal :

6 Juni 2020: 112mg/ dl

7 Juni 2020: 124mg/ dl

18
X.Diskusi

Pasien laki-laki berusia 58 tahun datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran.
Dialami sejak sekitar 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Dialami secara tiba-tiba saat pasien
sedang duduk duduk. Muntah ada frekuensi sekitar 10 kali dialami sejak sekitar 9 jam yang
lalu. Riwayat nyeri kepala ada sekitar 3 jam sebelum penurunan kesadaran diseluruh bagian
kepala. Riwayat demam tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Mulut mencong ke kiri ada
dialami sekitar 3 jam sebelum penurunan kesadaran. Bicara pelo ada dialami sejak sekitar 3
jam sebelum penurunan kesadaran. Kelemahan anggota tubuh sebelah kiri ada, dialami sekitar
3 jam sebelum penurunan kesadaran. Kejang tidak ada, pusing tidak ada. Riwayat hipertensi
ada dialami sejak sekitar 6 tahun yang lalu berobat tidak teratur. Riwayat menderita diabetes
mellitus ada dialami sejak sekitar 6 tahun yang lalu, berobat tidak teratur. Pada tahun 2019
maret pasien sempat dirawat di Rumah Sakit Maros dengan keluhan nyeri dada. Pasien
kemudian di rujuk di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dan didiagnosa dengan gagal
jantung. Riwayat merokok ada. Riwayat kolesterol tinggi disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah : 180/90 mmHg, frekuensi nadi:
81 x / menit, frekuensi napas : 20 x /menit, suhu tubuh: 36,2C. Numerical Pain Rating
Scale: 2-3. Glasgow Coma Scale: E3M6V5, Fungsi Kortikal luhur : Sulit dinilai, Rangsang
menings: kaku kuduk negatif, kernig’s sign: negatif/negatif. Pada pemeriksaan nervus
cranialis : pupil bundar isokor diameter 2,5 mm okuli dekstra et sinistra, dengan refleks
cahaya langsung dan tidak langsung positif bilateral. Nervus cranialis lainnya : Parese N VII
dan N XII dextra tipe sentral. Pemeriksaan sensorik dalam batas normal, pemeriksaan susunan
saraf otonom buang air kecil normal, buang air besar normal. Hasil pemeriksaan darah rutin
(28/5/2020): WBC : 10,6xl03/ul, RBC : 3,92 xl06/ul, HGB : 11,8 gr/dl, HCT : 31,4%, MCV :
80,1 fl, MCH : 30,1 pg, MCHC: 37,6 gr/dl, PLT : 197 x l0 3/ul. Kimia darah (28/5/2020):
GDS : 211 mg/dl, ureum : 45 mg/dl, kreatinin : 1,04 mg/dl, SGOT : 24 u/l, SGPT: 10
u/l, PT : 11,8 detik, INR : 1,15, APTT: 26,5 detik, natrium : 138 mmol/l. kalium : 4,7
mmol/l, klorida : 109 mmol/l. Pada pemeriksaan CT Scan kepala non kontras
didapatkan hasil infark pons sisi dextra.

Penurunan Kesadaran

Pada pasien ini ditemukan adanya penurunan kesadaran,yaitu pada pemeriksaan pasien
didapatkan Glasgow Come Scale E3M6V5. Eye response dengan nilai 3 menunjukkan pasien
berespon dengan membuka mata ketika menerima rangsangan suara. Kesadaran merupakan

19
manifestasi dari normalnya aktivitas otak. Kesadaran ditandai dengan adanya awareness
(sadar) terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta memiliki kemampuan untuk merespon
stimulus eksternal maupun internal. Kualitas kesadaran menggambarkan fungsi kognitif dan
afektial mental seseorang. Kualitas kesadaran bergantung pada cara pengelolaan impuls
aferen oleh korteks serebri yang kemudian menghasilkan isi pikir. Jika derajat kesadaran
terganggu, secara otomatis kualitas kesadaran juga akan terganggu. Namun terganggunya
kualitas kesadaran tidak selalu diikuti oleh terganggunya derajat kesadaran.1,2

Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai composmentis, pada mana aksi dan
reaksi (ekspresi) terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami, perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan
sesuai. Kesadaran yang sangat terganggu, ialah kesadaran pada mana tidak terdapat aksi dan
reaksi, kendatipun dirangsang secara kasar. Keadaan tersebut dinamakan koma.3

Secara anatomi di otak yang berperan dalam mengatur kesadaran meliputi ascending
reticular activating system (ARAS), thalamus dan korteks hemisfer cerebri bilateral. Struktur
ARAS merupakan kumpulan serabut saraf yang berasal dari formasio retikularis di batang
otak, terutama tegmentum paramedian mesensefalon dan pons bagian atas. Serabut-serabut
ini menerima input dari jaras-jaras sensorik umum (raba, nyeri, suhu, posisi) dan khusus
(penginderaan), untuk selanjutnya berproyeksi ke inti-inti di thalamus, kemudian ke seluruh
korteks serebri. Penurunan kesadaran dapat dibagi berdasarkan etiologi, lokasi dan
karakteristik lesi. Berdasarkan etiologi, penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh kelainan
structural (lesi diskret) pada bagian atas batang otak dan bagian bawah diensefalon atau lesi
yang mengenai kedua hemisfer dan kelainan metabolik. Berdasarkan lokasi lesi, penurunan
kesadaran dapat terjadi akibat lesi difus kedua hemisfer, lesi di diensefalon, lesi di
mesensefalon atas, pons atas seperti emboli pada arteri basiler dan pons. Penurunan
kesadaran juga dapat disebabkan oleh lesi kompresi dan lesi destruksi. Penurunan kesadaran
ini diakibatkan lesi distorsi ARAS secara langsung, peningkatan tekanan intracranial, lesi
yang mengakibatkan iskemia lokal, lesi yang menyebabkan herniasi dan edema otak.1,4

Hasil pemeriksaan CT Scan kepala pada pasien ini ditemukan adanya lesi hipodens
(16HU) pada pons sisi kanan, dengan kesimpulan Infark pons sisi dextra. Hal ini sesuai
menggambarkan bahwa terjadi penurunan kesadaran akibat adanya infark pada struktur
tersebut. Lebih lanjut, Parvizi dan Damasio menyatakan bahwa penurunan kesadaran yang
sementara dapat diakibatkan oleh lesi unilateral terutama lesi bersifat non hemoragik.5

20
Ketidakseimbangan aktivitas metabolik pada neuron di korteks serebral dan nukleus
sentral di otak,merupakan gangguan yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.
Etiologinya dapat berupa hipoksia, iskemia global, hipoglikemia. Pada kasus iskemia,
penurunan akut aliran darah ke otak hingga 25 mL/menit/100g (nilai normal 55
mL/menit/100g) jaringan otak, akan mengakibatkan perlambatan gelombang
elektroensefalografi (EEG), sinkop atau penurunan kesadaran.1

Nyeri Kepala dan tidak demam

Dari anamnesa pasien ditemukan tidak adanya demam, sehingga dapat dikatakan
bahwa keluhan yang dialami oleh pasien bukan berasal dari adanya suatu proses infeksi.
Selain itu didapatkan adanya keluhan nyeri kepala dan tidak ada riwayat trauma kepala,
sehingga dapat dikatakan bahwa nyeri kepala diakibatkan bukan karena adanya trauma pada
kepala. Nyeri kepala merupakan salah satu gejala dari penyakit cerebrovascular. Nyeri kepala
ditemukan pada lebih dari satu pertiga pasien dengan stroke iskemik dan lebih sering
ditemukan pada pasien dengan infark pada sirkulasi posterior bila dibandingkan dengan
sirkulasi anterior.

Beberapa sumber mengatakan bahwa sirkulasi posterior lebih banyak diinervasi oleh
serabut saraf aferen nosiseptif bila dibandingkan dengan sirkulasi anterior. Beberapa laporan
menyatakan bahwa nyeri kepala selama stroke disebabkan oleh pelepasan substansi vasoaktif
(seperti pada serangan migraine) pada sistem trigemino vascular. Pelepasan neurotransmitter
dan aktivasi platelet memainkan peran penting dalam terjadinya nyeri kepala pada stroke
iskemik.6

Hemiparese Alternans

Hasil pemeriksaan neurologi pada pasien ini ditemukan adanya hemiparese alternans.
Hemiparese merupakan gambaran komplikasi dari adanya stroke, karena adanya lesi vascular
regional di otak, sehingga timbul hemiparalisis atau hemiparesis yang kontralateral terhadap
sisi lesi. Jika lesi vascular menduduki daerah batang otak sesisi, maka timbullah gambaran
penyakit hemiparesis atau hemihipestesi alternans, yang mana berarti hemiparesis atau
hemihipestesi memperlihatkan ciri alternans, yaitu pada tingkat lesi hemiparesis atau
hemihipestesi bersifat ipsilateral, sedangkan pada bagian distal dari lesi hemiparesis atau
hemihipestesi bersifat kontralateral. Sindrom hemiparesis kontralateral akibat lesi regional di

21
otak dikenal sebagai stroke, sedangkan sindrom hemiparesis atau hemihipestesi alternans
dimana saraf-saraf otak ikut terlibat dikenal sebagai sindrom batang otak.

Gambar 1. Lesi yang menyebabkan hemiparese alternans

Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat


lesi vascular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis
penyakit yang menjadi kausanya. Sebagaimana yang dijelaskan di muka, daerah otak yang
tidak berfungsi lagi, bisa disebabkan karena secara tiba-tiba tidak menerima darah lagi karena
arteri yang memperdarahi area tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan ini bisa secara
mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara.
Persoalan stroke adalah gangguan peredaran darah serebral pada daerah otak tertentu.3

Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang
persisten, biasanya baik oleh blockade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial) atau
yang lebih jarang oleh hambatan aliran darah vena yang menyebabkan stasis darah di otak,

22
dengan gangguan sekunder penghantaran oksigen dan nutrien. Sistem saraf otak memiliki
kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolik
yang terus menerus dan tidak terputus. Energi tersebut semata-mata berasal dari metabolisme
aerob glukosa. Otak tidak memiliki persediaan energi untuk digunakan saat terjadi gangguan
penghantaran substrat. Jika tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup,
fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik.7

Pada dasarnya proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan
pembuluh darah oleh thrombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami
gangguan metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah, oksigen dan energi. Trombus
terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis, maupun pembuluh
darah serebral. Proses ini diawali oleh cidera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan
terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama
semakin tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan melekat pada plak serta melepaskan
faktor-faktor yang menginisiasi kaskade koagulasi dan pembentukan thrombus.

Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari trombus
yang terlepas yang menyumbat pembuluh darah di bagian yang lebih distal. Emboli ini dapat
berasal dari trombus di pembuluh darah, tetapi sebagian besar berasal dari trombus di jantung
yang terbentuk pada keadaan tertentu, seperti atrial fibrilasi dan riwayat infark miokard. Bila
proses ini berlanjut, akan terjadi iskemia jaringan otak yang menyebabkan kerusakan yang
bersifat sementara atau permanen yang disebut infark. Di sekeliling area sel otak yang
mengalami infark biasanya hanya mengalami gangguan metabolism dan gangguan perfusi
yang bersifat sementara yang disebut daerah penumbra. Daerah ini masih bisa diselamatkan
jika dilakukan perbaikan aliran darah kembali (reperfusi) segera, sehingga mencegah
kerusakan sel yang lebih luas, yang berarti mencegah kecacatan dan kematian. Namun jika
penumbra tidak dapat diselamatkan, maka akan menjadi daerah infark. Infark tersebut bukan
saja disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga akibat proses inflamasi, gangguan sawar darah
otak, zat neurotoksik akibat hipoksia, dan menurunnya aliran darah mikrosirkulasikolateral.
Pada infark pons, penyebab terbanyak adalah aterotrombosis arteri.1,8

Aliran darah pada daerah dekat infark adalah sekitar 10 cc/100g otak /menit. Daerah
ini juga disebut dengan daerah ambang kematian sel, oleh karena sel otak tidak dapat hidup
bila CBF di bawah 5 cc/100 otak/menit. Pada daerah yang lebih jauh dari infark didapatkan

23
CBF sekitar 20cc/100 g otak/menit. Pada daerah ini aktivitas listrik neuronal terhenti dan
struktur intrasel tidak terintegrasi dengan baik. Sel pada daerah tersebut memberikan
kontribusi pada defisit neurologis.

Pada daerah yang mengalami iskemia, terjadi penurunan kadar adenosine triphosphate
(ATP), sehingga terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium serta peningkatan laktat
intraseluler. Kegagalan pompa kalium dan natrium menyebabkan depolarisasi dan
peningkatan pelepasan neurotransmitter glutamate. Depolarisasi meningkatkan kadar kalsium
intraselular, sedangkan glutamat yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor glutamate,
yakni N-metil-D-aspartat (NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isonazolipropionid-
acid (AMPA), yang menyebabkan masuknya kalsium intraseluler. Peningkatan kalsium
intraseluler mengakibatkan terbentuknya radikal bebas, inflamasi dan kerusakan DNA yang
kesemuanya berkontribusi terhadap kematian sel.

Kematian sel dengan kolaps sawar darah otak mengakibatkan influks cairan ke dalam
jaringan otak yang infark (edema serebri yang menyertai). Dengan demikian infark dapat
mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemik, membengkak maksimal
dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian perlahan-lahan kembali mengecil.

Infark lakunar disebabkan oleh perubahan mikroangiopatik arteri-arteri kecil dengan


penyempitan lumen yang progresif dan oklusi yang diakibatkannya. Faktor resiko terpenting
adalah hipertensi arterial, yang menyebabkan hialinosis dinding vascular arteri kecil. Arteri
lentikulostriata perforantes yang tipis dan panjang adalah arteri yang paling sering terkena;
sehingga, infark lakunar paling sering terjadi pada kapsula interna, ganglia basalis, substansia
alba hemisfer dan pons.

Pada pasien dengan infark yang luas dengan edema luas yang menyertainya, tanda
klinis hipertensi intrakranial yang mengancam jiwa seperti sakit kepala, muntah, serta
penurunan kesadaran harus segera ditangani. Sebagai kelanjutan infark, jaringan otak yang
mati mengalami likuefaksi dan diresorpsi. Yang tersisa adalah ruang kistik yang berisi cairan
serebrospinalis, kemungkinan mengandung beberapa pembuluh darah dan jalinan jaringan
ikat, disertai perubahan glial reaktif (astrogliosis) di parenkim sekitarnya. Tidak ada jaringan
parut yang terbentuk pada keadaan ini. 1,7

Pada kelumpuhan nervus fasialis, otot otot dahi, dan orbicularis okuli mendapatkan
persarafan supranuklearnya dari kedua hemisfer serebri, tetapi otot-otot ekspresi wajah

24
lainnya hanya dipersarafi secara unilateral, yaitu oleh korteks presentralis kontralateral. Jika
jaras supranuklear desendens terganggu hanya pada satu sisi, misal oleh infark serebri,
kelumpuhan wajah tidak melibatkan otot-otot dahi. Kelumpuhan ini dinamakan kelumpuhan
n.fasialis tipe sentral. Namun pada lesi nuclear dan perifer semua otot ekspresi wajah pada sisi
lesi menjadi lemah. Kelumpuhan nervus hipoglosus unilateral, lidah biasanya sedikit
terdeviasi ke arah sisi yang paresis ketika dijulurkan m. genioglosus berperan pada protusi
lidah. Jika m. genioglosus pada satu sisi lemah, dorongan dari otot antagonisnya menjadi
dominan dan mendorong lidah ke sisi lesi. Lesi nuclear yang mengenai nervus hipoglosus
biasanya bermanifestasi sebagai paralisis flasid bilateral pada lidah. Lesi perifer nervus
hipoglosus memiliki akibat yang sama dengan paralisis lesi nuclear tetapi hanya unilateral. 7,9

Pada pasien ini dtemukan adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes
mellitus. Secara umum faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi atau diakukan tata laksana, antara lain hipertensi, diabetes mellitus serta faktor
resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu umur, jenis kelamin dan etnis. Hipertensi merupakan
faktor resiko stroke tersering, sebanyak 60 % penyandang hipertensi akan mengalami stroke.
Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Data menunjukkan
bahwa resiko stroke trombotik pada penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali lebih tinggi
dibandingkan normotensi.

Patofisiologi hipertensi menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah.


Perubahan dimulai dari penebalan tunika intima dan peningkatan permeabiltas endotel oleh
hipertensi lama, terutama pada arteri dengan ukuran kecil. Proses akan berlangsung dengan
pembentukan deposit lipid pada tunika muskularis yang menyebabkan lumen pembuluh darah
menyempit serta berkelok-kelok. Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid
yang menyebabkan kelemahan dan herniasi dinding arteriol. Pengerasan dinding pembuluh
darah dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi berupa kesulitan untuk berkontraksi dan
berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan darah
sistemik mendadak, tekanan perfusi otak menjadi tidak adekuat, sehingga menyebabkan
iskemik jaringan otak.

Penelitian menunjukkan adanya peranan hiperglikemi dalam proses aterosklerosis,


yaitu gangguan metabolism berupa akumulasi sorbitol di dinding pembuluh darah arteri. Hal
ini menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya kandungan air di dalam sel yang
mengakibatkan kurangnya oksigenasi. Peranan genetik pada DM belum diketahui secara pasti.

25
Dipikirkan terdapat abnormalitas genetik yang dihubungkan dengan abnormalitas selluler
secara intrinsik berupa pemendekan usia sel dan peningkatan proses pergantian sel di dalam
jaringan. Proses ini juga dapat terjadi pada sel endotel dan sel otot polos pembuluh darah.
Penyandang DM sering disertai dengan hyperlipidemia yang merupakan faktor resiko
terjadinya proses aterosklerosis. Pada penelitian oleh National Cholesterol Education
Program (NCEP), kurang lebih 40% penyandang DM termasuk ke dalam hiperlipidemia serta
23% mengalami hipertrigliserida dan kadar high density lipoprotein (HDL) rendah. Sejalan
pada pasien ini dimana ditemukan adanya infark pada pons, sebagaimana diketahui bahwa
hipertensi dan DM merupakan faktor resiko terjadinya infark tersebut. 1,10

PENATALAKSANAAN

Pada pasien ini diberikan beberapa terapi, antara lain:11,12,13,14,15,16

1. Citicoline 500 mg adalah neuroprotektor yang merupakan perantara pembentukan


fosfatidilkolin, suatu zat pembentuk membran sel saraf.
2. Ranitidin 50 mg merupakan antagonis reseptor H2 berperan dalam mengurangi sekresi
asam lambung dengan menghambat pengikatan histamin secara selektif pada reseptor
H2 dan menurunkan kadar cyclic-AMP dalam darah.
3. Aspilet 80 mg merupakan obat yang dapat memberikan efek antiplatelet melalui
asetilasi siklooksigenase di platelet sehingga menimbulkan hambatan pembentukan
platelet yang permanen.
4. Mecobalamin merupakan bentuk aktif vitamin B12. Methylcobalamin juga dapat
meningkatkan axonal transport dan regenerasi akson serta memulihkan transmisi
sinaps dengan meningkatkan eksitabilitas saraf.
5. Clopridogel 75 mg merupakan obat yang bekerja dengan memblok reseptor adenosin
difosfat (ADP) sehingga tidak terjadi aktivasi platelet dan pembekuan darah.
6. Amlodipin 5 mg merupakan antihipertensi oral golongan Calcium Channel Blockers
yang diberikan untuk menurunkan tekanan darah.

Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik secara umum maupun khusus
mengacu dari pedoman yang sudah dibuat di berbagai Negara, sebagian besar dari
AHA/ASA (American Stroke Association).

26
Tata laksana umum:

1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan berupa pemantauan status neurologis, tanda
vital dan saturasi oksigen secara kontinu, pemberian oksigen, perbaikan jalan napas
termasuk pemasangan pipa orofaring.
2. Stabilisasi Hemodinamik berupa pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena,
pemantauan jantung, optimalisasi tekanan darah.
3. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial berupa pemantauan ketat pada kasus
edema serebri dengan memperhatikan perburukan gejala, penatalaksanaan peningkatan
TIK berupa: meninggikan posisi kepala 300 , menghindari pemberian cairan glukosa
atau cairan hipotonik, menghindari hipertermi, menjaga normovolemia.
4. Pengendalian kejang, dapat dilakukan dengan pemberian diazepam IV bolus lambat 5-
20mg dan diikuti oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
5. Pengendalian suhu tubuh, melalui pemberian antipiretik dan diatasi penyebabnya.
Pada pasien dengan demam beresiko terjadi infeksi dapat dilakukan pemeriksaan
kultur dan pemberian antibiotic.
6. Tata laksana cairan dengan pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat
dan ringer asetatuntuk menjaga euvolume.
7. Nutrisi enteral dapat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral dilakukan apabila tes fungsi
menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, makanan
diberikan melalui pipa nasogastric.
8. Pencegahan dan mengatasi komplikasi seperti mobilisasi dan penilaian dini untuk
mencegah komplikasi subakut, pencegahan decubitus dan mobilisasi terbatas.
9. Penatalaksanaan medik umum lain berupa koreksi kadar gula darah, manajemen
hipertensi, pemberian analgesic dan antimuntah.

Tata laksana spesifik:

1. Trombolisis intravena dengan menggunakan recombinant tissue plasminogen


activator (rTPA) seperti alteplase dapat diberikan pada stroke iskemik akut dengan
onset waktu kurang dari 6 jam secara intravena. Dosis yang dianjurkan 0,6-0,9
mg/kgBB.
2. Terapi neurointervensi adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk
melenyapkan thrombus di pembuluh darah dengan cara melisiskan thrombus secara

27
langsung atau dengan menarik thrombus yang menyumbat dengan alat khusus
(trombektomi mekanik).
3. Pemberian antiagregasi trombosit seperti pemberian aspirin. Aspirin tidak diberikan
apabila direncanakan trombolisis. Untuk pencegahan kejadian stroke iskemik, infark
jantung dan kematian akibat vaskuler dapat diberikan klopidrogel 75 mg dan
diberikan pada fase akut. Pemberian klopidrogel dikombinasikan dengan aspirin
selama 21 hari sampai 3 bulan efektif untuk mencegah stroke berulang. 1

American Stroke Association merekomendasikan hanya pasien dengan tekanan darah di


atas 220/120 mm Hg dapat diberikan obat penurun tekanan darah, kecuali terdapat beberapa
keadaan yang membutuhkan obat penurun tekanan darah, seperti pada pasien dengan riwayat
komorbid (gagal jantung kongestif, infark myokard, preeklampsia/eklampsia). Pasien stroke
iskemik akut dengan komorbid membutuhkan penurunan tekanan darah untuk mencegah
adanya komplikasi serius. Perlu dipertimbangkan bahwa adanya penurunan tekanan darah
dapat mempengaruhi perfusi darah ke otak, tetapi pada umumnya, penurunan tekanan darah
sebesar 15% dapat dimungkinkan.17,18

Pada pasien ini diberikan obat penurun tekanan darah berupa diuretik dikarenakan pada
pasien ini terdapat riwayat komorbid yaitu penyakit gagal jantung kongestif. Penelitian yang
dilakukan oleh Wijayanti menunjukkan bahwa efektivitas pengobatan obat anti hipertensi
berdasarkan rata-rata selisih penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik untuk
kelompok amlodipin-bisoprolol berturut-turut sebesar 13,91 mmHg dan 3,48 mmHg dan
kelompok amlodipin-furosemid berturut-turut sebesar 12,00 mmHg dan 2,92 mmHg. Pasien
yang sebelumnya pernah mendapat terapi obat antihipertensi dan memiliki tekanan darah
sistolik 180-220 mm Hg dan tekanan darah diastolic di bawah 120, dapat diberikan obat
antihipertensi untuk mencegah rebound hypertension.18,19

Citicoline memiliki efek terapeutik pada stroke iskemik akut dan telah menunjukkan
efisiensi pada berbagai penelitian dengan model hewan coba pada stroke akut. Perawatan
jangka panjang dengan citicoline adalah aman dan efektif. Citikolin meningkatkan fungsi
kognitif pasca stroke dan meningkatkan pemulihan fungsional pasien. Citikolin meningkatkan
mekanisme endogen neurogenesis. Citicoline terdiri dari dua molekul esensial, yakni sitidin
dan kolin yang merupakan fosfolipid struktural dari membran sel. Fosfolipid adalah

28
konstituen penting dari sel dan memiliki tingkat turn over yang tinggi, sehingga sintesis
senyawa ini secara terus menerus sangat dibutuhkan untuk memastikan fungsi membran sel
yang memadai. Pada iskemia serebral terjadi kerusakan membran sel dan terjadi gangguan
metabolisme fosfolipid. Citikolin berfungsi dalam hal ini untuk melakukan sintesa
fosfatidilkolin pada cedera otak. Citikokin dapat menstabilkan membran sel dengan
meningkatkan sintesis fosfatidilkolin dan sfingomielin dan dengan menghambat pelepasan
asam lemak bebas. 20

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid A, Hidayat R, Harris S, Kurniawan M, Mesiano T. Stroke Iskemik. Dalam :


Buku Ajar Neurologi buku 2, editor Anindhita T, Wiratman W. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.h.452-75

2. Li et al. Early consciousness disorder in acute ischemic stroke: incidence, risk factors
and outcome. BMC Neurology.2016; 16: 1-7

3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:


Dian Rakyat; 2014.h.183;274

4. Zairinal RA, Aninditha T, Astini N, Masita, Budikayanti A. Pemeriksaan Kesadaran.


Dalam: Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis Umum, editor Estiasari R, Zairinal RA,
Islamiyah WR. Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia; 2018.h.1-33

5. Parvizi J, Damasio AR. Neuroanatomical correlates of brainstem coma.


Brain.2003;126:1524-36

6. Paciaroni M, Parnetti L, Sarchielli P, Gallai V. Headache Associated with Acute


Ischemic Stroke. Journal Headache Pain. 2001; 2: 25-9

7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik neurologi Duus: Anatomi, Fisiologi,Tanda,


Gejala. 4 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.394-416

8. Baran G et al. Association between etiology and lesion site in ischemic brainstem
infarcts: a retrospective observational study. Neuropsychiatric Disease and Treatment.
2018;14: 757-66

9. Tortora GJ, Derrickson B. Dasar Anatomi dan Fisiologi. 13 ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2016.h.564-69

10. Ling et al. Pontine infarction with pure motor hemiparesis or hemiplegia: A
prospective study. BMC Neurology.2009; 9:1-9

11. Kemala Sayuti, Harmen, Hondrizal. Pengaruh Lamanya Pemberian Citicoline dalam
Memperbaiki Retinal Nerve Fiber Layer (Rnfl) dan Lapang Pandangan pada Primary
Open Angle Glaucoma (Poag). Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1): 63-7

12. Aziz N. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari
Pediatri. 2002. 3 (4): 222 - 6

30
13. Yunita EP, Zulkarnain BS, Aminuddin M. Resistensi Aspirin pada Pasien Penyakit
Jantung Koroner dengan Hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2015; 4(1): 28–
38

14. Suryamiharja A. Peranan Vitamin B12 Methylcobalamin dalam Neurologi. Medicinus.


2016; 29 (1): 3-5

15. Michael, Ramadhania ZM. Obat Penginduksi Perdarahan. Farmaka. 2017; 15 (4):33-9

16. Alawiyah A, Mutakin. Analisis Amlodipin dalam Plasma Darah dan Sediaan Farmasi.
Farmaka. 2017; 15 (3): 123-33

17. Powers et al. Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic
Stroke: 2019 Update to the 2018 Guidelines for the Early Management of Acute
Ischemic Stroke. Stroke. 2019; 50: e344–e418

18. Semplicini A, Calo L. Administering antihypertensive drugs after acute ischemic


stroke: timing is everything. CMAJ. 2005; 172 (5): 625-6

19. Wijayanti NW, Makaddas A, Tandah MR. Analisis Efektifitas Biaya Pengobatan
Kombinasi Amlodipin Furosemid Dibandingkan dengan Kombinasi Amlodipin
Bisoprolol pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Rsud Undata Palu Periode Agustus-
Oktober Tahun 2014. Jurnal of Natural Science 2016; 5(1) : 101-10

20. Sabin JA, Roman GC. The Role of Citicoline in Neuroprotection and Neurorepair in
Ischemic Stroke. Brain Sci. 2013; 3(3): 1395-414

31

Anda mungkin juga menyukai