Bab Ii Tinjauan Pustaka
Bab Ii Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi, dan
budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen
yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan
untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ-organ
pengindraan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi
masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh negara, di antaranya
kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya
angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang
membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah
memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan
masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer &
Bare, 2010).
8
9
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut.
a. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor
genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit
kronis.
b. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis.
Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan
pemeriksaan diagnostik.
c. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan
penyakit.
d. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
e. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak
dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
penanganannya.
f. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam
jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
g. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam
batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala-gejala.
i. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap
atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
10
Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit kronis, yaitu seperti
di bawah ini.
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan
mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak mengalami
kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah
diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.
b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan
individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala
penyakit dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah kanker dan
penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori
sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi pada
risiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi
dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti, memiliki faktor
risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi
atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer &
Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang
berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,
kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).
2.1.6 Pencegahan
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan penyakit
dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan primer
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
11
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini
dapat berupa pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai
risiko dengan melakukan imunisasi). Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk
menghambat progresivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan secara
cepat dan tepat. Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan
dengan memaksimalkan fungsi organ yang mengalami kecacatan (Budiarto &
Anggreni, 2007).
2.1.7 Penatalaksanaan
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda.
Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala seperti nyeri dan
keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan kecacatan
sampai tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi partisipasi individu dalam
beraktivitas. Banyak penyakit kronis yang harus mendapatkan penatalaksanaan
teratur untuk menjaganya tetap terkontrol, seperti penyakit gagal ginjal kronis
(Smeltzer & Bare, 2008).
Manajemen diri merupakan proses dinamis, interaktif, artinya pasien terlibat aktif
dalam pengontrolan dan manajemen penyakitnya. Manajemen diri merujuk pada
kemampuan individu (pasien) untuk bekerja sama dengan keluarga, komunitas, dan
pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan manajemen gejala penyakit, terapi,
perubahan gaya hidup, dan konsekuensi psikososial, budaya, serta spiritual terkait
dengan kondisi penyakit (Richard & Shea, 2011). Manajemen diri pada pasien
dengan penyakit kronis mencakup perawatan diri, manajemen nutrisi, manajemen
stres, protokol terapi sesuai dengan penyakit dan dukungan sosial.
12
Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri
sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik
maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, di
antaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap
perawatan diri, dan persepsi terhadap perawatan diri (Hidayat, 2006). Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
untuk memepertahankan hidupnya, kesehatannya, dan kesejahteraannya sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri
meliputi kemampuan fungsional klien, baik di lingkungan rumah mereka maupun
dalam pelayanan kesehatan, meliputi aktivitas makan, mandi, berpakaian,
perawatan diri, dan berdandan (Potter & Perry, 2006).
Tujuan perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri, baik secara
sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat melatih hidup sehat atau
bersih dengan cara memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan
kebersihan, serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan. Pasien penyakit kronis perlu merasa nyaman dan melakukan relaksasi
untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan
sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas jaringan (Hidayat, 2006).
Menurut Hidayat (2006), perawatan diri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaannya dan perawatan diri berdasarkan
tempatnya. Setelah kedua kategori tersebut, perawatan diri kemudian dipilah
menjadi waktu yang lebih spesifik dan tempatnya yang lebih spesifik, berikut
penjelasannya :
13
Manajemen nutrisi adalah intervensi pengaturan diet yang adekuat untuk mengurangi
gejala penyakit, meningkatkan kenyamanan, mencegah atau sebagai terapi malnutrisi.
Manajemen nutrisi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kealitas hidup
dengan cara mengurangi gajala penyakit sehingga dapat memaksimalkan kesehatan
individu (Aziz, 2008).
16
Secara umum, manajemen stres mencakup kebiasaan promosi kesehatan yang dapat
mengurangi dampak stres pada kesehatan fisik dan mental. Teknik ini sering menjadi
pendekatan yang masuk akal yang memberi dasarkan untuk hidup dalam situasi stres
rendah. Teknik yang umum dilakukan untuk manajemen stress, antara lain olah raga
teratur, humor, diet dan nutrisi yang baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi
(Potter & Perry, 2006).
Protokol terapi sesuai penyakit merupakan suatu petunjuk pelaksanaan yang tegas
dan suatu rencana yang didasarkan pada kriteria masalah kesehatan spesifik. Protokol
terapi yang biasanya digunakan untuk menjelaskan proses layanan kesehatan dalam
mengatasi masalah kesehatan utama, antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, diagnosis, pengobatan atau intervensi yang tepat, dan
penyuluhan kesehatan (Pohan, 2007).
Dukungan sosial adalah satu di antara fungsi pertalian atau ikatan sosial, dimana segi
fungsionalnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan
perasaan, memberikan nasihat atau informasi, dan pemberian bantuan material.
Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasihat verbal dan atau nonverbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan karena adanya keakraban sosial
(Nursalam & Kuniawati, 2007).
17
2.3 Telenursing
Menurut US Office of Disease Prevention and Health Promotion (2010), salah satu
tujuan telehealth atau telenursing adalah untuk meningkatkan akses yang lebih
komprehensif dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Adanya hambatan dalam
struktur kesehatan, akses kesehatan, tenaga kesehatan karena hambatan geografis
dapat diatasi dengan telenursing. Selain itu, telenursing juga mengizinkan perawat
untuk memberikan layanan keperawatannya melalui suatu sistem yang optimal tanpa
bertemu langsung dengan pasien.
Telenursing dapat membantu pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif di dalam
perawatan, khususnya dalam manajemen penyakit kronis. Hal ini juga mendorong
perawat menyiapkan informasi yang akurat dan memberikan dukungan secara online.
Kontinuitas perawatan dapat ditingkatkan dengan menganjurkan sering kontak, baik
antara pemberi pelayanan kesehatan maupun keperawatan dengan individu pasien dan
keluarganya.
18
Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan keluarga,
terutama dalam manajemen pribadi penyakit kronis. Dapat memberikan pelayanan
akurat, cepat, dan dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antar
perawat dan pasien yang tidak terbatas untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien
(Anonim, 2010).
19
Telenursing adalah suatu bentuk upaya yang unik dengan menggunakan teknologi
inovatif untuk meningkatkan perawatan pasien dengan berfokus pada keselamatan
pasien. Praktik telenursing memiliki peluang yang besar untuk diterapkan seiring
dengan kemajuan teknologi informasi saat ini. Dengan teknologi telenursing
kepatuhan pasien untuk merawat diri meningkat, akses untuk perawatan meningkat,
penyedia pelayanan dapat menjalin hubungan satu sama lain, serta keselamatan dan
keamanan pasien dapat dipantau lebih dekat di rumah dengan fasilitas hidup yang
memadai (Sudaryanto dan Purwanti, 2008).
Penerapan telenursing yang paling banyak dikembangkan saat ini adalah penggunaan
telepon dalam triase dan home care. Dalam home care, perawat menggunakan sistem
yang memungkinkan home monitoring dari parameter fisiologis, seperti tekanan
darah, glukosa darah, respiratory peak flow, dan pengukuran berat badan melalui
internet (ICN, 2009). Melalui sistem video interaktif, pasien menghubungi perawat
dan melakukan konsultasi masalah-masalah kesehatannya, seperti bagaimana cara
22
Menurut Scotia (2008), kompetensi yang diperlukan oleh seorang perawat untuk
melakukan telenursing adalah memiliki karakteristik personal: sikap positif, terbuka
terhadap teknologi, dan memiliki keterampilan yang baik tentang teknologi; memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk mengoperasikan teknologi informasi, seperti
kemampuan untuk mengoperasikan kamera, videoconferencing, komputer, dll;
mengerti tentang keterbatasan teknologi yang digunakan; kemampuan untuk
mempertimbangkan sesuai atau tidaknya kondisi klien untuk dilakukan telenursing;
mengetahui protokol dan prosedur telehealth, memiliki kemampuan komunikasi yang
baik, dan melakukan praktik berdasarkan evidence based dan riset.
kondisi kesehatan yang kompleks yang dilakukan secara continue, terbukti secara
bermakna dapat menurunkan angka hospitalisasi yang tidak terencana, mengurangi
stres keluarga akibat perawatan diri pasien. meningkatkan kesejahteraan keluarga,
dan meningkatkan penggunaan fasilitas layanan kesehatan yang ada.