Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kronis

2.1.1 Definisi Penyakit Kronis


Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang
yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi
dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena
berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis
(Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari,
tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).

2.1.2 Etiologi Penyakit Kronis

Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi, dan
budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen
yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan
untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ-organ
pengindraan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi
masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh negara, di antaranya
kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya
angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang
membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah
memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan
masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer &
Bare, 2010).

8
9

2.1.3 Fase Penyakit Kronis

Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut.
a. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor
genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit
kronis.
b. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis.
Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan
pemeriksaan diagnostik.
c. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan
penyakit.
d. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
e. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak
dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
penanganannya.
f. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam
jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
g. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam
batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala-gejala.
i. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap
atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
10

2.1.4 Kategori Penyakit Kronis

Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit kronis, yaitu seperti
di bawah ini.
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan
mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak mengalami
kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah
diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.
b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan
individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala
penyakit dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah kanker dan
penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori
sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi pada
risiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi
dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

2.1.5 Tanda dan Gejala

Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti, memiliki faktor
risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi
atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer &
Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang
berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,
kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).

2.1.6 Pencegahan

Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan penyakit
dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan primer
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
11

mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini
dapat berupa pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai
risiko dengan melakukan imunisasi). Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk
menghambat progresivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan secara
cepat dan tepat. Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan
dengan memaksimalkan fungsi organ yang mengalami kecacatan (Budiarto &
Anggreni, 2007).

2.1.7 Penatalaksanaan
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda.
Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala seperti nyeri dan
keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan kecacatan
sampai tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi partisipasi individu dalam
beraktivitas. Banyak penyakit kronis yang harus mendapatkan penatalaksanaan
teratur untuk menjaganya tetap terkontrol, seperti penyakit gagal ginjal kronis
(Smeltzer & Bare, 2008).

2.2 Manajemen Diri

Manajemen diri merupakan proses dinamis, interaktif, artinya pasien terlibat aktif
dalam pengontrolan dan manajemen penyakitnya. Manajemen diri merujuk pada
kemampuan individu (pasien) untuk bekerja sama dengan keluarga, komunitas, dan
pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan manajemen gejala penyakit, terapi,
perubahan gaya hidup, dan konsekuensi psikososial, budaya, serta spiritual terkait
dengan kondisi penyakit (Richard & Shea, 2011). Manajemen diri pada pasien
dengan penyakit kronis mencakup perawatan diri, manajemen nutrisi, manajemen
stres, protokol terapi sesuai dengan penyakit dan dukungan sosial.
12

2.2.1 Perawatan Diri

a. Definisi Perawatan Diri

Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri
sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik
maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, di
antaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap
perawatan diri, dan persepsi terhadap perawatan diri (Hidayat, 2006). Perawatan
diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
untuk memepertahankan hidupnya, kesehatannya, dan kesejahteraannya sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri
meliputi kemampuan fungsional klien, baik di lingkungan rumah mereka maupun
dalam pelayanan kesehatan, meliputi aktivitas makan, mandi, berpakaian,
perawatan diri, dan berdandan (Potter & Perry, 2006).

b. Tujuan Perawatan Diri

Tujuan perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri, baik secara
sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat melatih hidup sehat atau
bersih dengan cara memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan
kebersihan, serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan. Pasien penyakit kronis perlu merasa nyaman dan melakukan relaksasi
untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan
sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas jaringan (Hidayat, 2006).

c. Jenis Perawatan Diri

Menurut Hidayat (2006), perawatan diri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaannya dan perawatan diri berdasarkan
tempatnya. Setelah kedua kategori tersebut, perawatan diri kemudian dipilah
menjadi waktu yang lebih spesifik dan tempatnya yang lebih spesifik, berikut
penjelasannya :
13

1) Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Waktu Pelaksanaan


Perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaannya dibagi menjadi empat,
yaitu sebagai berikut.
a) Perawatan Dini Hari
Merupakan perawatan yang dilakukan pada waktu bangun tidur pada pagi
hari, untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam pengambilan bahan
pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan
pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan
driri, seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
b) Perawatan Pagi Hari
Perawatan pagi hari adalah perawatan yang dilakukan setelah melakukan
makan pagi dengan melakukan perawatan diri, seperti melakukan pertolongan
dalam pemenuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mandi atau mencuci
rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung,
membersihkan mulut, kuku, dan rambut, serta merapikan tempat tidur pasien.
c) Perawatan Siang Hari
Perawatan siang hari adalah jenis perawatan diri yang dilakukan setelah
melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah
makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dikakukan pada
siang hari, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut,
merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan
kesehatan pasien.
d) Perawatan Menjelang Tidur
Perawatan diri menjelang tidur adalah perawatan yang dilakukan pada saat
menjelang tidur agar pasien dapat tidur atau beristirahat dangan tenang.
Berbagai tindakan perawatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan
kebutuhan eliminasi (buang air besar atau kecil), mencuci tangan dan muka,
membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
14

2) Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Tempat


a) Perawatan Diri pada Kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi
tubuh dari berbagai kuman atau trauma sehingga diperlukan perawatan yang
adekuat (cukup) dalam mempertahankan fungsinya. Perawatan diri pada kulit
bertujuan untuk menghilangkan atau membersihkan bau badan setelah
melakukan aktivitas, mengurangi kekeringan serta sel matidengan cara
perawatan diri berupa mencuci badan.
b) Perawatan Diri pada Kuku
Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam
mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk ke tubuh
melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan
bersih. Secara anatomis kuku terdiri atas dasar kuku, badan kuku, dinding
kuku, kantung kuku, akar kuku, dan lanula. Kondisi normal kuku ini dapat
terlihat halus, tebal kurang lebih 0,5 mm, transparan, dasar kuku berwarna
merah muda. Tujuan perawatan kuku dan kaki adalah untuk mencegah
ingrown nail (kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan sakit
pada daerah tersebut), paronychia (radang di sekitar jaringan kuku), ram’s
horn nail (gangguan pada kuku yang ditandai dengan pertumbuhan yang
lambat disertai kerusakan dasar kuku atau infeksi), bau tidak sedap yang
merupakan reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau tidak sedap.
c) Perawatan Diri pada Rambut
Rambut merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta
pengatur suhu. Perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi melalui
rambut. Secara anatomis, rambut terdiri atas bagian batang, akar rambut,
sarung akar, folikel rambut, dan kelenjar sebasea. Tujuan perawatan diri pada
rambut adalah untuk mencegah adanya kutu dan ketombe, mencegah
kebotakan (alopecia), serta mencegah terjadinya radang pada kulit rambut
(seborrheic dermatitis).
15

d) Perawatan Diri pada Mulut dan Gigi


Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan
kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk. Banyak
organ yang berada dalam mulut, seperti orofaring, kelenjar parotis, tonsil,
uvula, kelenjar sublingual, kelenjar submaksilaris, dan lidah. Tujuan
perawatan mulut dan gigi adalah untuk mencegah halitosis (bau napas tidak
sedap yang disebabkan oleh kuman atau lainnya), ginggivitas (radang pada
daerah gusi), caries (radang pada gigi), stomatitis (radang pada daerah
mukusa atau rongga mulut), periodontal desease (gusi yang mudah berdarah
dan bengkak), glostisis (radang pada lidah), dan chilosis (bibir yang pecah-
pecah).
e) Perawatan Diri pada Alat Kelamin
Perawatan diri pada alat kelamin yang dimaksud adalah pada alat kelamin
perempuan dan laki-laki, yaitu pada organ eksterna masing-masing. Pada
organ perempuan yang terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis
pubis; labia mayora, yang merupakan dua lipatan besar yang membentuk
vulva; labia minora, yang merupakan dua lipatan kecil di antara atas labia
mayora; klitoris (sebuah jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki);
kemudian bagian yang terkait di sekitarnya, seperti uretra, vagina, perineum,
dan anus.

2.2.2 Manajemen Nutrisi

Manajemen nutrisi adalah intervensi pengaturan diet yang adekuat untuk mengurangi
gejala penyakit, meningkatkan kenyamanan, mencegah atau sebagai terapi malnutrisi.
Manajemen nutrisi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kealitas hidup
dengan cara mengurangi gajala penyakit sehingga dapat memaksimalkan kesehatan
individu (Aziz, 2008).
16

2.2.3 Manajemen Stres

Secara umum, manajemen stres mencakup kebiasaan promosi kesehatan yang dapat
mengurangi dampak stres pada kesehatan fisik dan mental. Teknik ini sering menjadi
pendekatan yang masuk akal yang memberi dasarkan untuk hidup dalam situasi stres
rendah. Teknik yang umum dilakukan untuk manajemen stress, antara lain olah raga
teratur, humor, diet dan nutrisi yang baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi
(Potter & Perry, 2006).

2.2.4 Protokol Terapi Sesuai Penyakit

Protokol terapi sesuai penyakit merupakan suatu petunjuk pelaksanaan yang tegas
dan suatu rencana yang didasarkan pada kriteria masalah kesehatan spesifik. Protokol
terapi yang biasanya digunakan untuk menjelaskan proses layanan kesehatan dalam
mengatasi masalah kesehatan utama, antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, diagnosis, pengobatan atau intervensi yang tepat, dan
penyuluhan kesehatan (Pohan, 2007).

2.2.5 Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah satu di antara fungsi pertalian atau ikatan sosial, dimana segi
fungsionalnya mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan
perasaan, memberikan nasihat atau informasi, dan pemberian bantuan material.
Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasihat verbal dan atau nonverbal,
bantuan nyata atau tindakan yang diberikan karena adanya keakraban sosial
(Nursalam & Kuniawati, 2007).
17

2.3 Telenursing

2.3.1 Definisi Telenursing

Telenursing didefinisikan sebagai praktik keperawatan jarak jauh menggunakan


teknologi telekomunikasi (National Council of State Boards of Nursing, 2009).
Telenursing juga didefiniskan sebagai suatu proses pemberian, manejemen dan
koordinasi asuhan, serta pemberian layanan kesehatan melalui teknologi informasi
dan telekomunikasi (CNA, 2005). Teknologi yang dapat digunakan dalam telenursing
sangat bervariasi, meliputi telepon (land line dan telepon seluler), personal digital
assistants (PDAs), mesin faksimili, internet, video dan audio conferencing,
teleradiologi, sistem informasi computer, bahkan melalui telerobotics (Scotia, 2008).

2.3.2 Tujuan Telenursing

Menurut US Office of Disease Prevention and Health Promotion (2010), salah satu
tujuan telehealth atau telenursing adalah untuk meningkatkan akses yang lebih
komprehensif dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Adanya hambatan dalam
struktur kesehatan, akses kesehatan, tenaga kesehatan karena hambatan geografis
dapat diatasi dengan telenursing. Selain itu, telenursing juga mengizinkan perawat
untuk memberikan layanan keperawatannya melalui suatu sistem yang optimal tanpa
bertemu langsung dengan pasien.

2.3.3 Jenis Telenursing

Telenursing dapat membantu pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif di dalam
perawatan, khususnya dalam manajemen penyakit kronis. Hal ini juga mendorong
perawat menyiapkan informasi yang akurat dan memberikan dukungan secara online.
Kontinuitas perawatan dapat ditingkatkan dengan menganjurkan sering kontak, baik
antara pemberi pelayanan kesehatan maupun keperawatan dengan individu pasien dan
keluarganya.
18

Media telenursing, antara lain seperti di bawah ini.


a. Telepon (telepon seluler atau telepon genggam)
b. Mesin Faksimili (Faks)
c. Sort Message Service (SMS)
d. Internet (facebook, twitter, yahoo masenger, whats up, blackberry masanger,
line, dll.)
e. Video atau audio conferencing
f. Teleradiolog
g. Komputer Sistem Informasi

Pedoman praktik lainnya yang menggunakan metode telenursing adalah sebagai


berikut.

1) Menyampaikan informasi penting pasien seperti data elektrokardiogram, CT


Scan, foto rontgen, dsb.
2) Menggunakan video dan komputer untuk memantau kondisi kesehatan pasien
3) Memantau status kesehatan pasien di rumah sakit atau rumah, misalnya
tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.
4) Membantu wisatawan untuk mendapatkan perawatan kesehatan di tempat
tujuan mereka.
5) Membantu operasi pasien jarak jauh.
6) Menggunakan video conference untuk menyediakan sesi pendidikan
keperawatan berkelanjutan.
7) Mengembangkan website untuk memberikan informasi kesehatan dan waktu
konseling.

Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan keluarga,
terutama dalam manajemen pribadi penyakit kronis. Dapat memberikan pelayanan
akurat, cepat, dan dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antar
perawat dan pasien yang tidak terbatas untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien
(Anonim, 2010).
19

2.3.4 Prinsip Telenursing

Menurut Scotia (2008), dalam melakukan telenursing perawat harus menerapkan


beberapa prinsip, antara lain meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, mengurangi pemberian layanan
kesehatan yang tidak perlu, melindungi kerahasiaan (privasi) informasi klien.

2.3.5 Manfaat Telenursing

Telenursing telah terbukti memiliki banyak manfaat dalam mendukung praktik


keperawatan. Telenursing dapat mempermudah akses pasien dalam mencari
pelayanan kesehatan, menambah efektivitas waktu, dan mendukung dalam kelancaran
proses pembelajaran bidang keperawatan. Penelitian yang berkaitan dengan telehealth
dan telenursing telah menunjukkan manfaat yang besar berhubungan dengan
diagnosis dan konsultasi, pemantauan dan pengawasan pasien, hasil pelayanan
kesehatan dan klinik, serta kemajuan teknologi. Tiap-tiap area ini memiliki perhatian
khusus tentang keselamatan pasien (Smeltzer & Bare, 2008).

Menurut Durrani dan Khoja (2009), penelitian telehealth di Asia mengindikasikan


bahwa telehealth nursing dapat meningkatkan kualitas asuhan dengan memberikan
klien akses yang luas terhadap konsultasi, meningkatkan ketepatan diagnosis,
meningkatkan on-time hospitalization, meningkatkan pengetahuan klien, memelihara
kondisi kesehatan klien, tetapi sebagian besar penelitian ini mengindikasikan bahwa
telehealth tidak cocok untuk pengobatan (curing). Penelitian ini juga
mengindikasikan bahwa dengan telehealth akan meningkatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan, mengurangi biaya dan waktu perjalanan. Di pihak lain dari segi
biaya, sebagian besar penelitian tentang aplikasi telehealth dan telenursing
mengindikasikan bahwa biaya mungkin akan lebih besar jika perawat dan klien
melakukan video atau audioconferncing. Akan tetapi jika komunikasi dilakukan
melalui email, Instant Messanger biaya yang dikeluarkan relatif lebih sedikit. Studi
20

ini juga mengindikasikan perlunya komitmen pemerintah untuk melakukan telehealth


nursing.

2.3.6 Kelebihan Telenursing

Telenursing adalah suatu bentuk upaya yang unik dengan menggunakan teknologi
inovatif untuk meningkatkan perawatan pasien dengan berfokus pada keselamatan
pasien. Praktik telenursing memiliki peluang yang besar untuk diterapkan seiring
dengan kemajuan teknologi informasi saat ini. Dengan teknologi telenursing
kepatuhan pasien untuk merawat diri meningkat, akses untuk perawatan meningkat,
penyedia pelayanan dapat menjalin hubungan satu sama lain, serta keselamatan dan
keamanan pasien dapat dipantau lebih dekat di rumah dengan fasilitas hidup yang
memadai (Sudaryanto dan Purwanti, 2008).

2.3.7 Kekurangan Telenursing

Dalam penerapan telenursing terdapat beberapa masalah yang harus diperhatikan, di


antaranya adalah seperti di bawah ini.
a. Infrastruktur
Penerapan telenursing tentu saja memerlukan infrastruktur yang dapat
mendukung komunikasi yang baik antara pasien di berbagai wilayah dan
penyedia pelayanan kesehatan. Infrastruktur yang dapat mendukung hal
tersebut adalah infrastruktur yang realible dengan bandwith yang besar.
Pengembangan infrastruktur yang seperti ini tentu membutuhkan biaya (cost)
yang tidak sedikit. Hal ini merupakan kendala bagi negara berkembang,
khususnya Indonesia (Sudaryanto dan Purwanti, 2008).
b. Aspek legal
Di beberapa negara, perawat yang melakukan telenursing harus memiliki
lisensi untuk menghindari malpraktik. Hal tersebut bertujuan untuk
melindungi warga negara dari praktik petugas kesehatan yang tidak baik. ANA
(American Nursing Association) menerbitkan tiga pedoman telehealth untuk
21

standar legalitas dalam melakukan telenursing. Pedoman tersebut adalah


Prinsip Dasar Telehealth yang diterbitkan pada tahun 1998, Kompetensi
Telehealth yang diterbitkan pada tahun 1999 dan Mengembangkan Protokol
Telehealth yang diterbitkan pada tahun 2001. (Sudaryanto dan Purwanti,
2008).
c. Keamanan
Penerapan telenursing harus tetap dapat menjamin kerahasiaan pasien.
Keamanan (security) menjadi salah satu masalah yang harus dapat diatasi dan
diantisipasi. Adanya penyadapan data yang ditransmisikan melalui media
internet merupakan salah satu ancaman keamanan dalam penerapan
telenursing (Sudaryanto dan Purwanti, 2008)

2.3.8 Aplikasi Telenursing

Praktik telenursing dapat diaplikasikan dalam berbagai setting area keperawatan.


Perawat dapat praktik dalam berbagai setting perawatan seperti ambulatory care, call
centers, home visit telenursing, bagian rawat jalan, dan bagian kegawatdaruratan.
Bentuk-bentuk telenursing dapat berupa triage telenursing, call-center services,
konsultasi melalui secure email messaging system, konseling melalui hotline service,
audio atau videoconferencing antara klien dan petugas kesehatan atau sesama
petugas kesehatan, discharge planning telenursing, home-visit telenursing dan
pengembangan websites sebagai pusat informasi dan real-time counseling pada
pasien (CNA, 2005; Centre for E-Health Nursing, 2006; Canadian Nursing
Informatics Association, 2006).

Penerapan telenursing yang paling banyak dikembangkan saat ini adalah penggunaan
telepon dalam triase dan home care. Dalam home care, perawat menggunakan sistem
yang memungkinkan home monitoring dari parameter fisiologis, seperti tekanan
darah, glukosa darah, respiratory peak flow, dan pengukuran berat badan melalui
internet (ICN, 2009). Melalui sistem video interaktif, pasien menghubungi perawat
dan melakukan konsultasi masalah-masalah kesehatannya, seperti bagaimana cara
22

mengganti verban, bagaimana cara memberikan injeksi insulin, atau mendiskusikan


gejala penyakit yang diderita pasien.

2.3.9 Kompetensi Perawat

Menurut Scotia (2008), kompetensi yang diperlukan oleh seorang perawat untuk
melakukan telenursing adalah memiliki karakteristik personal: sikap positif, terbuka
terhadap teknologi, dan memiliki keterampilan yang baik tentang teknologi; memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk mengoperasikan teknologi informasi, seperti
kemampuan untuk mengoperasikan kamera, videoconferencing, komputer, dll;
mengerti tentang keterbatasan teknologi yang digunakan; kemampuan untuk
mempertimbangkan sesuai atau tidaknya kondisi klien untuk dilakukan telenursing;
mengetahui protokol dan prosedur telehealth, memiliki kemampuan komunikasi yang
baik, dan melakukan praktik berdasarkan evidence based dan riset.

2.4 Pengaruh Telenursing terhadap Perawatan Diri Pasien dengan Penyakit


Kronis
Menurut Robert et al. (2007) dalam penelitiannya tentang telenursing in hospice
palliative care, telenursing dapat meningkatkan partnership dan komunikasi yang
lebih baik antara petugas kesehatan dengan keluarga dan klien, dan meningkatkan
kemampuan keluarga untuk memberikan perawatan palliative care kepada pasien di
rumah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dennis (2005), diketahui bahwa
pemberian intervensi jarak jauh melalui telepon untuk orang-orang dengan kondisi
kronis sangat efektif diterapkan oleh seorang petugas kesehatan karena dapat
meningkatkan perilaku kesehatan, perawatan diri, dan status kesehatan klien. Metode
ini terutama dapat membantu pelayanan pada penderita penyakit kronis yang berada
di daerah terpencil dan sulit dijangkau petugas kesehatan. Penelitian tersebut sejalan
dengan penelitian Cady et al. (2009) tentang a telehealth nursing intervention
reduces hospitalization in children with complex health condition yang
menyimpulkan bahwa pelaksanaan telenursing melalui telepon bagi pasien dengan
23

kondisi kesehatan yang kompleks yang dilakukan secara continue, terbukti secara
bermakna dapat menurunkan angka hospitalisasi yang tidak terencana, mengurangi
stres keluarga akibat perawatan diri pasien. meningkatkan kesejahteraan keluarga,
dan meningkatkan penggunaan fasilitas layanan kesehatan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai