Anda di halaman 1dari 7

Aulia Nisa Aprilliani

2301894073
LA 86

CHARACTER BUILDING: AGAMA

MID EXAM

ESSAY

1. Pada umumnya ada lima karakteristik agama yaitu:


1) Memiliki kepercayaan agama
Keercayaan adalah keyakinan yang tidak dapat tergoncangkan pada tuhan yang
disembah di dalam agama. Jika seseorang meyakini agama secara kukuh, ia akan
konsisten untuk mendalami agama itu secara mendalam. Contohnya, menjalankan
ibadah sholat dengan ikhlas, tidak ada paksaan dari siapapun.
2) Memiliki simbol agama
Simbol biasanya berkaitan dengan filosofi atau cara pandang para penganut agama
berkaitan dengan Tuhan yang disembah dalam agama. Contohnya dalam agama
islam, tasbih artinya menyucikan Allah SWT dari segala keburukan dan dari segala
perbuatan yang tidak sesuai dengan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.
3) Memiliki praktik agama
Praktik keagamaan yang dapat dilihat dalam kehidupan religius para penganut
agama. Dalam islam, praktik keagamaan yang dapat dilihat dalam kehidupan yaitu
sholat, berdoa, dzikir dan puasa.
4) Memiliki umat atau penganut agama
Umat merupakan kumpulan orang yang memiliki iman, keyakinan dan kepercayaan
yang sama akan Tuhan. Contohnya, ada warga umat kristiani di dalam lingkungan
perumahan yang mayoritas muslim.
5) Memiliki pengalaman keagamaan
Pengalaman keagamaan ini sering menjadi tolak ukur untuk menentukan kadar
kedalaman hubungan orang beragama dengan Tuhan. Contoh di dalam agama islam,
orang yang memilihi pengalaman keagamaan akan merasa terdorong untuk pergi
memunaikan ibadah haji di Mekkah.

2. Dalam agama islam, Tuhan disebut Allah. Tuhan merupakan terjemahan dari kalimat
Rabb dalam bahasa arab. Dalam keyakinan umat islam, yang wajib disembah adalah

Aulianisa.a - 2301894073
Allah SWT, tidak ada selain-Nya. Allah adalah zat yang maha tinggi, nyata dan Esa,
pencipta yang maha kuat, maha tahu, abadi, penentu takdir dan hakim bagi semesta alam.
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya.
Dalam Al Quran dijelaskan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna
bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis
hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan” (QS. Al-Baqarah 2:164)

3. Eco-spiritual merupakan penghayatan relasional manusia sebagai makhluk rohani dengan


lingkungan alam sekitar. Eco-spiritual memberikan suatu imperatif religius-spiritual bagi
manusia untuk kembali menghargai nilai – nilai intrinsik yang mengkristal di dalam
alam. Eco-spiritual mengarahkan kembali tindakan manusia untuk mengembalikan
nuansa keindahan dan pesona alam yang luar biasa. Dengan ini, manusia harusnya sadar
akan lingkungan, gerakan ini harus dijadikan gerakan bersama masyarakat dunia dan
menjadi gerakan semua orang di bumi memiliki semangat kepedulian tinggi pada
kebaikan alam.
Contohnya, umat islam sejak dahulu diilhami oleh hidup sederhana Nabi Muhammad
SAW dan umat islam sebagaimana digambarkan oleh cara hidup sederhana kaum Sufi
yang sering ditentang. Bagi para sufi, manusia adalah bagian dari alam, harus dipelihara
dan dilindungi. Manusia menempati posisi sangat istimewa dalam keseluruhan tatanan
alam semesta kosmik. Karena alasan ini, maka manusia telah diberikan hak untuk
mengelola alam, diilhami untuk menahan diri dari hidup mewah dan pemborosan dan
mengajak untuk hidup berkecukupan saja.

4. Sebagai seorang pribadi yang beragama, saya memandang dan memperlakukan diri
sendiri dengan berdasarkan dimensi – dimensinya, yaitu:
1) Tubuh. Tubuh merupakan dimensi yang dapat dilihat dan disentuh. Maka dari itu
kita wajib merawat kondisi kesehatan tubuh kita sebagaimana bentuk dari
mencintai diri sendiri. Contohnya, mengkonsumsi makanan dan minuman yang
sehat.

Aulianisa.a - 2301894073
2) Pikiran. Kita harus bisa memotivasi pikiran kita, membuat pikiran selalu dalam
keadaan rileks, percaya diri, termotivasi dan dapat selalu ingin belajar.
3) Perasaan atau hati. Perasaan adalah kekayaan manusia untuk merasakan
keindahan dan cinta kasih. Perasaan tidak boleh dikendalikan oleh perasaan
semata – mata, tetapi juga tubuh, pikiran dan jiwa. Artinya, kita harus bisa
meningkatkan kesadaran diri, mengatur diri sendiri, berempati ataupun
bersosialisasi.
4) Jiwa. Jiwa yang menggerakkan pikiran, mengembangkan perasaan dan
menggerakkan tubuh. Untuk mengembangkan jiwa agar dapat menjadi tuan yang
baik bagi manusis maka, kita dapat mengembangkan integritas; sikap/perbuatan
sesuai dengan nilai, keyakinan dan hati nurani, bermakna (menyadari nilai dan
tujuan hidup manusia sehingga dapat membuat diri kita sendiri menghargai
hidup, menghargai waktu dan merefleksikan pengalamannya.) dan dapat
mengenali suara hati untuk melakukan aktivitas seperti berpikir dan berkehendak
(aktivitas rohani).

KASUS

5.
a. Peran tokoh agama yang seharusnya dilaksanakan yaitu bersama – sama
membangun persatuan antar umat beragama khususnya pada daerah tersebut. untuk
selalu menjaga hal yang diinginkan, para tokoh agama harus peka terhadap hal – hal
kecil mengenai konflik. Setiap tindakan sosial harus dapat diterapkan pada
kebutuhan sistem sosial untukk memenuhi persyaratan fungsional seperti
penyesuaian, pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola. Misalnya,
mengadakan program pelatihan singkat berbasis pluralism kewarganegaraan untuk
masyarakat Dusun Karet sebagai informasi tentang perspektif agama. Membuat
sebuah bangunan misalnya balai keyakinan yang berfungsi sebgai bukti bahwa multi
keyakinan yang ada telah dibangun secara damai dan daat menangkat pihak – pihak
yang berencana meruntuhkan perdamaian. Kemudian mengadakan rapat tokoh yang
membahas mengenai keragaman beragama. Ataupun dengan terjun kemasyarakat
untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan, agar masyarakat sadr untuk tidak

Aulianisa.a - 2301894073
melakukan tindakan yang dapat mendatangkan konflik terhadap disi sendiri,
keluarga maupun masyarakat.

b. Model dialog yang seharusnya terjadi dalam masyarakat sehingga kasus intoleransi
agama tidak terulang yaitu:
Dialog Bertingkat
1) Dialog kehidupan sehari – hari
Dengan tidak langsung menyentuh soal iman atau ajaran, semua orang bekerja
sama, belajar mencontoh kebaikan dalam sehari – hari, lingkungan keluarga,
dan lainnya.
2) Dialog melakukan pekerjaan sosial
Bekerja dengan orang lain yang berbeda agama yang bertujuan untuk
meningkatkan martabat dan kualitas hidup manusia dengan membantu satu
sama lain.
3) Dialog pengalaman keagaman
Saling memajukan nilai dan cita – cita rohani dengan berbagai pengalaman
berdoa atau lainnya. Misalnya, berkumpul melakukan doa bersama (dengan
sendiri – sendiri) untuk tujuan yang sama.
4) Dialog pandangan teologis
Biasanya dilakukan oleh ahli agama untuk saling memahami dan menghargai
nilai rohani masing – masing.

Menghargai Perbedaan Intrepretasi Teks Suci

1) Mengakui perbedaan pemahaman terhadap kitab suci orang lain. Misalnya, umat
kristen dan yahudi berbagi sejarah yang sama, akan tetapi mereka tetap
memiliki intrepretasinya masing masing.
2) Menghargai perbedaan pemahaman terhadap kitab suci dalam agama tertentu.
Misalnya, perbedaan pandangan perihal sejarah dan teologi tentang iman dan
kitab suci.
3) Berdebat dengan cerdas, bukan berdebat kusir. Berdiskusi secara baik dan tepat
tidak ada penghujatan, pengkafiran, pelabelan dan sebagainya.

Aulianisa.a - 2301894073
6.
a. Intoleransi yang terjadi pada desa tersebut dikarenakan kurangnya penegakan hukum
yang telah dilaksanakan, seperti pemerintah tidak sigap dalam menanggulangi
potensi konflik sehingga terjadinya permasalahan yang terus terjadi pada
masyarakat. Kemudian, adanya sifat saling mempengaruhi antar kelompok
masyarakat dengan memperkuat atau memberdayakan orang yang berbeda agama di
desa tersebut. Terkait dengan kebebasan beragama yang bermuara pada kehidupan
bertoleransi ini yang seharusnya terlindungi dengan baik terkadang terabaikan.
Sebagai bangsa yang beragama, seharusnya kita dapat bekerja sama dengan baik
antar kelompok apapun itu. Sebagaimana di setiap agama, tidak ada yang
mengajarkan tentang kejahatan, ketidakjujuran dan segala bentuk imoralitas sosial
lainnya. Melainkan tokoh dan penganut agama itu yang memiliki pemahaman dan
penghayatan agama secara tidak benar. Kesalehan individu belum tentu menjadi
jaminan kesalehan sosial dan professional. Maka dari itu, pemahaman yang benar
mengenai kebebasan beragama dan toleransi beragama merupakan sesuatu yang
penting.

b. Faktor – faktor yang menjadi pemicu sikap masyarakat yang secara komunal
melakukan peolakan terhadap wagna yang berbeda keyakinan, yaitu:
1) Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Hal ini menghasilkan
pengamalan yang berbeda dalam internal keagamaan. Ada yang menganggap
kelompoknya paling benar dan mangenggap yang lainnya sesat.
2) Kurangnya penegakan keadilan
Adanya perlakuan yang tidak sama, baik terhadap individu maupun kelompok
(suku, etnis, daerah, wilayah, gender, agama, status dan sebagainya. Berbagai
bentuk diskriminasi secara langsung maupun tidak.
3) Ekonomi
Jika ekonomi lemah, maka peningkatan pendidikan, kesehatan, dan lain- lain,
akan terbengkalai. Sehinngga untuk bisa menjalankan kewajiban agama
denganbaik, seseorang dituntut untuk mampu memenuhi persyaratan minimal.
Misalnya, seorang muslim harus shalat, harus puasa, harus zakat dan pergi haji.
Keempat rukun islam ini dapat dijalani jika seseorang memunyai kemampuan,
begitupun dengan agama lainnya.
4) Akhlak

Aulianisa.a - 2301894073
Tugas agama yaitu bagaimana agar agama dengan berbagai pesa – pesan moral
yang terkandung didalamnya bisa menjadi sumber semangat dan moralitas bagi
umatnya. Maka diharapkannya peran intitusi keagamaan, untuk tampil sebagai
pengayom bagi tumbuh kembang iklim keagamaan yang harmonis, rukun dan
damai.

Aulianisa.a - 2301894073
REFERENSI

Asmanto, E., Miftakhurrohmat, A., & Asmarawati, D. (2016). Dialektika Spiritualitas


Ekologi (Eco-Spirituality) Perspektif Ekoteologi Islam pada Petani Tambak Udang
Tradisional Kabupaten Sidoarjo. Kontekstualita: Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, 31(1), 1-20.

Firdaus, F. (2015). KONSEP AL-RUBUBIYAH (KETUHANAN) DALAM ALQURAN.


Jurnal Diskursus Islam, 3(1).

Handayani, F. (2010). Toleransi Beragama dalam Perspektif HAM di


Indonesia. Toleransi, 2(1), 62-77.

Hertina, H. (2009). Toleransi Upaya untuk Mewujudkan Kerukunan Umat


Beragama. Toleransi, 1(2), 207-217.

Javanlabs. (2015). Ada 167 ayat ber-tag "dalil-dalil adanya allah ta'ala".
https://tafsirq.com/tag/dalil-dalil+adanya+allah+ta%27ala

Muppida, F. (2015). MAKNA TASBÎH DALAM AL-QUR’ÂN (Suatu Kajian


Tematik) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Muzaki, M. (2010). Partisipasi Tokoh Masyarakat Dalam Toleransi Umat


Beragama. KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 4(1), 160-177.

Supartini, S. (2018). Peran tokoh agama dalam meningkatkan sikap keberagamaan


masyarakat dusun pucung desa sendang kec. Ngrayun kab. Ponorogo (Doctoral
dissertation, IAIN Ponorogo).

TIM CBDC. CHARACTER BUILDING: AGAMA (CHAR6015) DIKTAT CB

Yusnadi. (2017). ECO - SPIRITUAL DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF.


http://yusdanirahman.blogspot.com/2017/11/eco-spiritual-dalam-berbagai-
perspektif.html

Aulianisa.a - 2301894073

Anda mungkin juga menyukai