Anda di halaman 1dari 19

Referat

EPIGLOTITIS

Disusun Oleh:
Indi Kurniati
16100701000096

Preseptor:

dr. Elfahmi, Sp. THT-KL

SMF / BAGIAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat
ini yang berjudul “Epiglotitis”.Referat ini sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorok-
Kepala dan Leher (THT-KL) Rumah Sakit Umum Solok.

Referat ini dapat tersusun berkat adanya bimbingan, petunjuk, bantuan


maupun saran berharga dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr.Elfahmi,Sp.THT-KL yang telah membimbing penulis
dalam pembuatan Referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Referat ini masih kurang sempurna.


Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca agar kedepannya dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan
ini.Penulis berharap agar Referat ini berguna bagi semua orang dan dapat
digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terimakasih.

Solok, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................
i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1 Latar belakang........................................................................................1

1.2 Tujuan penulisan ...................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum.....................................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus....................................................................................2

1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................2

1.4 Metode Penulisan...................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Anatomi Epiglotis .................................................................................3


...............................................................................................................

2.2 Definisi Epiglotitis.................................................................................5

2.3 Etiologi...................................................................................................5

2.4 Epidemiologi .........................................................................................6


.....................................................................................................
.....................................................................................................

2.5 Patofisiologi..........................................................................................6

2.6 Manifestasi Klinis..................................................................................7

2.7 Pemeriksaan dan Diagnosis....................................................................8

2.8 Diagnosis Banding.................................................................................9

2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................9

2.10 Komplikasi dan Prognosis..................................................................11

BAB III PENUTUP.............................................................................................13

3.1 Kesimpulan..........................................................................................13

ii
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Epiglotitis atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis supraglotik,
adalah keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari orofaring, yang
meliputi inflamasi pada epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan ariepiglotika.
Pada tahun 1900, Theisen pertama kali melaporkan kasus epiglotitis akut sebagai
“angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut dipublikasikan secara luas dalam
literatur pediatrik.1
Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah
tersebut, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe
b Epiglotitis paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun
akhir-akhir ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada
orang dewasa.2
Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang
secara cepat. Pada pasien anak-anak gejala yang paling sering ditemui adalah
sesak nafas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien
dewasa gejala yang terjadi lebih ringan dan yang paling sering dikeluhkan adalah
nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan.1 Diagnosis dapat dibuat berdasarkan
riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala klinis yang ditemui dan dari
foto Rontgen lateral leher yang memperlihatkan edema epiglotis (“thumb sign”)
dan dilatasi dari hipofaring.3
Tujuan utama dari tatalaksana pada pasien dengan epiglotitis akut adalah
menjaga agar saluran nafas tetap terbuka dan menangani infeksi penyebab atau
penyebab yang lainnya.Epiglotitis akut dapat menjadi keadaan yang mengancam
jiwa karena dapat menimbulkan obstruksi saluran nafas atas yang tiba-tiba.
Karena itu dokter harus mewaspadai kemungkinan terjadinya epiglotitis pada
pasien, mendiagnosis serta memberikan tatalaksana secara cepat dan tepat agar
tidak sampai menjadi keadaan yang mengancam jiwa.4

1
1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior


dibagian ilmu penyakit THT-KL RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta bisa menjadi bahan referensi bagi peara
pembaca khususnya kalangan medis mengenai epiglotitis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, serta penatalaksanaan dari
epiglotitis.

1.3 Manfaat Penulisan

1 Sebagai sumber media informasi mengenai epiglotitis.


2 Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior dibagian ilmu
penyakit THT-KL RSUD M. Natsir.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literature.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Epiglotis

Epiglotis adalah salah satu kartilago yang membentuk kerangka laring.


Epiglotis merupakan sebuah fibrokartilago elastis yang berbentuk seperti daun,
dengan fungsi utama sebagai penghalang masuknya benda yang ditelan ke aditus
laring. Saat menelan laring bergerak ke arah anterosuperior. Hal ini membuat
epiglotis mengenai pangkal lidah sehingga epiglotis terdorong ke arah posterior
dan menempatkannya pada aditus laring. Epiglotis memiliki dua tempat
perlekatan di bagian anterior. Pada bagian superior epiglotis melekat pada tulang
hioid melalui ligamen hioepiglotika. Pada bagian inferior(bagian stem), epiglotis
melekat pada permukaan dalam dari kartilago tiroid tepat di atas komisura
anterior melalui ligamen tiroepiglotika. Permukaan kartilago epiglotis memiliki
banyak lubang yang berisi kelenjar mukus.1

3
Gambar 2.1. Anatomi epiglotis.
Epiglotis dapat dibagi menjadi bagian suprahioid dan bagian infrahioid.
Bagian suprahioid bebas baik pada permukaan laringealnya maupun permukaan
lingualnya, dengan permukaan mukosa laring lebih melekat dibandingkan dengan
permukaan lingual. Akibat permukaan mukosa laring melipat ke arah pangkal
lidah, terbentuk tiga lipatan: dua buah lipatan glosoepiglotika lateral dan sebuah
lipatan glosoepiglotika medial. Dua lekukan yang terbentuk dari ketiga lipatan
tersebut disebut dengan valekula (dalam bahasa Latin berarti “lekukan kecil”).
Bagian infrahioid hanya bebas pada permukaan laringealnya atau permukaan
posterior. Permukaan ini memiliki tonjolan kecil yang disebut tuberkel. Di antara
permukaan anterior dan membran tirohioid dan kartilago tiroid terdapat celah pre-
epiglotika yang berisi lapisan lemak. Yang melekat secara lateral adalah membran
kuadrangular yang memanjang ke aritenoid dan kartilago kornikulata, membentuk
lipatan ariepiglotika.1
Seperti pada aspek lain dari saluran nafas pediatrik, epiglotis pada anak
berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pada orang dewasa. Pada anak-
anak, epiglotis terletak lebih ke anterior dan superior dibandingkan pada orang
dewasa dan berada pada sudut terbesar dengan trakea.2

4
Gambar 2.2. Perbedaan letak epiglotis pada (A) anak-anak dan (B) dewasa.

2.2 Definisi
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada
daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan
lipatan ariepiglotika, sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau
laringitis supraglotik.3

2.3 Etiologi
Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang
paling sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri lain, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus
parainfluenzae, Streptococcus β-hemolyticus grup A dan grup C, Staphylococcus
aureus dan yang lebih jarang Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Pasteurella multocida, Pseudomonas aeruginosa dan Bacteroides melanogenicus.
Candida albicans juga pernah dilaporkan baik pada pasien yang imunokompeten
maupun yang imunokompromi. Beberapa virus juga dapat menyebabkan
epiglotitis akut yaitu virus herpes simpleks, virus parainfluenza, dan virus
Epstein-Barr.3
Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab termal
(makanan atau minuman yang panas, penggunaan obat-obatan terlarang seperti
rokok kokain dan rokok mariyuana), penyebab kaustik dan benda asing yang

5
tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah
kepala dan leher.3

2.4 Epidemiologi
Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada tahun
1900 sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut telah dipublikasikan
secara luas dalam literatur pediatrik. Di Amerika Serikat epiglotitis merupakan
penyakit yang jarang ditemui dengan insidensi pada orang dewasa sekitar 1 kasus
per 100.000 penduduk per tahun, dengan rasio pria-wanita sekitar 3:1 dan terjadi
pada usia dekade kelima dengan usia rata-rata sekitar 45 tahun.Namun akhir-akhir
ini terdapat bukti yang menyatakan bahwa prevalensi dan insidensi epiglotitis
akut pada orang dewasa meningkat dibandingkan dengan pada anak-anak yang
relatif menurun. Rasio insidensi antara anak-anak dengan orang dewasa pada
tahun 1980 adalah 2,6:1, dan menurun menjadi 0,4:1 pada tahun 1993. Penurunan
angka kejadian epiglotitis pada anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya
vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Epiglotitis akut paling sering
terjadi pada anak-anak usia 2 – 4 tahun.4

2.5 Patofisiologi
Infeksi biasanya bermula di saluran pernapasan atas sebagai peradangan
hidung dan tenggorokan. Epiglotitis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Infeksi yang berat menyebabkan peradangan dan edema epiglotis, supraepiglotic
dan jaringan sekitar lainnya. Bakteri secara langsung menyerang selaput lendir
epiglotis dimana sub mukosa menjadi longgar. Jalan nafas menjadi tersumbat
akibat pembengkakan epiglotis yang berkembang dengan cepat. Terjadi gangguan
pernafasan dan obstruksi jalan nafas total. Walau jarang , penyebab non infeksi
bisa disebabkan oleh adanya trauma luka bakar dan trauma kaustik yang dapat
menyebabkan epiglotitis. Anakanak dengan luka bakar terutama akibat air panas
juga harus diamati dengan hati-hati agar tidak terjadi komplikasi. 6

2.6 Manifestasi Klinis


Onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada pasien epiglotitis akut
berlangsung dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri

6
tenggorok, nyeri menelan/ sulit menelan dan suara menggumam atau ”hot potato
voice”, suara seperti seseorang berusaha berbicara dengan adanya makanan panas
di dalam mulutnya.Prediktor adanya obstruksi saluran nafas adalah perkembangan
yang cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat stridor inspiratoar, saliva
yang menggenang, laju pernafasan lebih dari 20 kali permenit, dispnea, retraksi
dinding dada dan posisi tubuh yang tegak.Selain itu tanda-tanda lain yang dapat
ditemukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah demam, nyeri pada palpasi
ringan leher dan batuk.3
Pada anak-anak manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat
dibandingkan pada orang dewasa. Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah
demam, sulit bernafas dan iritabilitas. Anak-anak akan terlihat toksik dan terlihat
tanda-tanda adanya obstruksi saluran nafas atas. Akan terlihat pernafasan yang
dangkal, stridor inspiratoar, retraksi dan saliva yang menggenang. Selain itu juga
terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan disfagia. Berbicara pun terbatas akibat
nyeri yang dirasakan. Batuk dan suara serak biasanya tidak ditemukan, namun
bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul ketika saluran nafas hampir
sepenuhnya tertutup. Anak-anak biasanya akan melakukan posisi tripod (pasien
duduk dengan tangan mencengkram pinggir tempat tidur, lidah menjulur dan
kepala lurus ke depan). Laringospasme dapat muncul secara tiba-tiba dengan
adanya aspirasi sekret ke saluran nafas yang telah menyempit dan menimbulkan
respiratory arrest.10
Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan epiglotitis akut dapat terjadi
karena mukosa dari daerah epiglotis longgar dan memiliki banyak pembuluh
darah sehingga ketika terjadi reaksi inflamasi, iritasi dan respon alergi, dapat
dengan cepat terjadi edema dan menutupi saluran nafas sehingga terjadi obstruksi
yang mengancam jiwa.8

2.7 Pemeriksaan dan Diagnosis


Dari pemeriksaan orofaring dapat terlihat epiglotis dan daerah sekitarnya
yang eritematosa, membengkak dan berwarna merah ceri, namun pemeriksaan ini
jarang dilakukan karena kemungkinan akan memperparah sumbatan dari saluran
nafas. Ataupun jika perlu dilakukan maka pemeriksaan ini dilakukan di tempat

7
yang memiliki alat-alat yang lengkap seperti di ruang operasi. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan laringoskopi direk dengan fiber optik untuk pemeriksaan
yang lebih akurat.3,9
Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut
masih kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari
radiografi lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan
memang diperlukan.Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran
“thumb sign”, yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat
penebalan lipatan ariepiglotika dan distensi dari hipofaring. Terkadang epiglotis
itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih terlihat tidak jelas
dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain. Pada kasus
yang berat terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan radiografi.
Jika radiografi memang dibutuhkan pemeriksaan harus didampingi dengan
personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi saluran
nafas memberat atau telah tertutup seluruhnya.1,2,10

Gambar 2.3. Gambaran radiografi lateral leher pada pasien dengan


epiglotitis.
Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis
dan dilakukan ketika saluran nafas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat
meningkat dari 15.000 hingga 45.000 sel/µL. Kultur darah dapat diambil terutama
jika pasien terlihat tidak baik secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil
yang positif pada 25% kasus.3

8
Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat. Diagnosis
biasanya dapat ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis,
serta pemeriksaan radiografi jika memungkinkan.1
2.8 Diagnosis Banding
Pada anak-anak croup dapat merupakan diagnosis banding dari epiglotitis.
Usia pasien, gejala prodromal, adanya batuk dan tingkat toksisitas dapat
membantu membedakan epiglotitis dari croup. Biasanya croup terjadi pada anak
yang lebih muda dan yang paling penting, pada anak dengan croup terdapat
barking cough dan jarang terlihat toksik.4
Kondisi-kondisi lain yang menyerupai epiglotitis adalah angioedema akut,
obstruksi saluran nafas karena penyebab lain, fraktur atau stenosis laring, aspirasi
benda asing, difteri laringeal, laringitis, abses peritonsilar, abses retrofaringeal,
dan sepsis.3,4

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada
mengurangi obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka serta
mengeradikasi agen penyebab. Intubasi tidak boleh dilakukan di lapangan kecuali
sudah terjadi obstruksi saluran nafas yang akut. Pada pasien dengan keadaan yang
tidak stabil, penatalaksanaan saluran nafas sangat diperlukan. Tanda dan gejala
yang berhubungan dengan kebutuhan intubasi termasuk distres pernafasan,
keadaan saluran nafas yang membahayakan yang ditemukan saat pemeriksaan,
stridor, ketidakmampuan untuk menelan, saliva yang menggenang dan keadaan
yang makin memburuk dalam 8 – 12 jam. Epiglotis yang membesar pada
pemeriksaan radiografi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas. Jika masih
ragu-ragu, mengamankan saluran nafas merupakan pendekatan yang paling aman.
Keadaan pasien dapat memburuk secara cepat dan peralatan untuk membuka
saluran nafas harus tersedia. Jika intubasi gagal dapat dilakukan trakeostomi atau
krikotirotomi segera.3
Pada pasien dengan keadaan yang stabil tanpa tanda-tanda bahaya saluran
nafas, sulit bernafas, stridor atau saliva yang menggenang dan hanya memiliki
pembengkakan yang ringan, dapat ditangani tanpa intervensi saluran nafas yang
segera dengan pengawasan ketat di unit perawatan intensif atau ICU. Karena

9
obstruksi saluran nafas dapat terjadi dengan cepat pada pasien, penilaian serial
berulang dari patensi saluran nafas sangat diperlukan.3
Pada anak-anak, hindari prosedur yang dapat meningkatkan kegelisahan
sampai saluran nafas anak tersebut telah diamankan. Prosedur seperti
pengambilan darah dan pemasangan infus, meskipun dibutuhkan pada
kebanyakan kasus epiglotitis akut pada anak, dapat meningkatkan kegelisahan
dan memperparah keadaan saluran nafasnya.4
Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus mencakup
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus dan
Pneumococcus, seperti amoksisilin/asam klavulanat atau sefalosporin generasi
kedua atau ketiga, seperti sefuroksim, sefotaksim atau seftriakson. Kortikosteroid
sering direkomendasikan untukepiglotitis. Walaupun begit, tidak ada data yang
menunjukkan kegunaannya pada keadaan ini. Penggunaan kortikosteroid tidak
mengurangi kebutuhan untuk intubasi, durasi intubasi ataupun durasi perawatan.1.9

Gambar 2.4. Alur tatalaksana epiglotitis akut.

10
Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di mana
edema telah berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang
endotrakeal. Kriteria untuk ekstubasi termasuk berkurangnya eritema,
berkurangnya edema epiglotis atau secara empiris setelah 48 jam intubasi.
Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan untuk menilai resolusi dari
edema sebelum dilakukan ekstubasi.1,8

2.10 Komplikasi dan Prognosis


Meskipun epiglotitis akut itu sendiri merupakan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling
sering adalah pneumonia. Infeksi konkomitan dengan Haemophilus influenzae
yang lain termasuk meningitis, adenitis servikal, perikarditis dan otitis media.
Selain itu, dapat juga terjadi abses epiglotis dan uvulitis.9,10
Komplikasi non-infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglotitis.
Pasien dengan obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dan respiratory arrest
dapat mengalami kerusakan hipoksik dari sistem saraf pusat dan sistem organ
yang lain. Bahkan pasien yang telah mendapat tatalaksana yang cukup dapat
menjadi hipoksik.10
Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9%
sejak digunakannya intervensi saluran nafas profilaksis. Mortalitas pada orang
dewasa sekitar 1 – 7%, namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.10

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Epiglotitis adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah
supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid dan lipatan
ariepiglotika, sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis
supraglotik. Kasus epiglotitis akut dilaporkan pertama kali oleh Theisen pada
tahun 1900 sebagai “angina-epiglottides”. Sejak itu epiglotitis akut telah
dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatrik.
Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling
sering ditemukan adalah Haemophilus influenzae tipe b, namun dapat juga
disebabkan oleh bakteri lain, virus dan jamur. Selain itu juga terdapat penyebab
non-infeksi, seperti penyebab termal, penyebab kaustik dan benda asing yang
tertelan. Epiglotitis juga dapat terjadi sebagai reaksi dari kemoterapi pada daerah
kepala dan leher.

12
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan
dan/ atau sulit menelan, dan sulit bernafas. Pada anak-anak, gejala yang nampak
akan terlihat lebih berat.
Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terdiagnosis terlambat, karena dapat
menyebabkan obstruksi saluran nafas. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan dari
riwayat perjalanan penyakit dan temuan klinis, serta pemeriksaan radiografi jika
memungkinkan.
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada
mengurangi obstruksi saluran nafas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta
mengeradikasi agen penyebab. Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi
obstruksi, dengan ekstubasi setelah 48 – 72 jam, serta pemberian antibiotik yang
adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snow, J.B., Ballenger, J.J. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck


Surgery. 16th Ed. USA: BC Decker; 2003.
2. Chung, C.H. Case and Literature Review: Adult Acute Epiglottitis – Rising
Incidence or Increasing Awareness. Hong Kong J Emerg Med.. Tersedia di :
http://www.hkcem.com/html/publications/Journal/2001-3/227-231.pdf [diakses 2
agustus 2012].
3. Gompf, S.G. Epiglotitis 2011. Tersedia di:
http//emedicine.medscape.com.article/763612 (diakses 2 agustus 2012).
4. Tolan, R.W. Pediatric Epiglottitis. 2011. Tersedia di: http://
http://emedicine.medscape.com/article/963773 [diakses 3 agustus 2012].
5. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003
6. Lee K.J,MD,FACS , Essential Otolaryngology ,Edisi 18, McGraw –Hill 2003
7. Dhingra, P.L. Acute and Chronic Inflammation of Larynx. In: Dhingra, P.L.
Diseases of Ear, Nose and Throat. 4th Ed. USA: Elsevier; 2007

13
8. Chung, C.H. Acute Epiglottitis Presenting as the Sensation of a Foreign Body
in the Throat. Hong Kong Med J. September 2000. Tersedia di:
http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0009p322.pdf [diakses 4 agustus 2012].
9. Wick, F., Ballmer, P.E., Haller, A. Acute Epiglottitis in Adults. Swiss Med
Wkly. 2002; 132: 541-546. Tersedia di:
http://www.smw.ch/docs/pdf200x/2002/37/smw-10050.PDF [diakses 4 agustus
2012].
10. Cummings, C.W. et al. Cummings Otolaryngology - Head & Neck Surgery.
5th Ed. USA: Elsevier; 2010: 2806-9.

14

Anda mungkin juga menyukai