Anda di halaman 1dari 10

KERANGKA ACUAN

PROGRAM INOVASI KIA ( CUTE INCUBATOR)


UPTD PUSKESMAS SITU TAHUN 2020

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMEDANG


UPTD PUSKESMAS SITU TAHUN 2020
Jln. Angkrek Situ No. 21 Telp. ( 0261 ) 204525 Sumedang 45323
E-mail: puskesmassitu@gmaIL.com

1
I. PENDAHULUAN
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim
digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tingkat
provinsi maupun nasional. Salah satu faktor peyebab utama terhadap kematian
bayi adalah bayi berat lahir rendah (BBLR). BBLR dibedakan dalam
duakategori yaitu (1) BBLR karena prematur (usia kehamilan kurang dari 37
minggu) dan (2) BBLR karena intra uterine growth retardation (IUGR) yaitu
bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang (Riskesdas, 2007
dalam suseno, 2008).
Angka kematian bayi diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu
rendah jika AKB kurang dari 20, sedang 20-49, tinggi 50-99, dan sangat tinggi
jika AKB di atas 100 per 1000 kelahiran hidup. Dari sepuluh negara
Association of South East Asian Nations (ASEAN) ada lima negara dengan
kematian bayi rendah yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam
dan Thailand. Dua negara termasuk kelompok sedang yaitu Filipina dan
Indonesia. Sedangkan tiga negara lainnya masuk dalam kelompok negara yang
memiliki angka kematian bayi tinggi (lebih dari 100 per 1000 kelahiran
hidup). Indonesia memiliki angka kematian bayi 34 per 1000 kelahiran hidup
(Suseno, 2008).
Ada empat penyebab utama kematian pada masa perinatal yaitu
congenital anomalies, usia gestasi dan BBLR, sudden infant death syndrome,
dan komplikasi saat kehamilan. BBLR merupakan salah satu faktor penyebab
kematian neonatal, sehingga ada korelasi antara BBLR, mortalitas dan
morbiditas. Penyebab kematian bayi berdasarkan sepuluh klasifikasi penyakit
international, BBLR merupakan urutan kedua yaitu 16,6% per 1000 kelahiran
hidup (Martin, Kung, Mathews, et al. 2008, dalam Hockenberry & Wilson,
2009).

Bayi prematur atau BBLR umumnya cukup kuat untuk mulai minum
sesudah dilahirkan, tidak ada perawatan khusus, tetapi perlu menjaga kondisi

2
bayi cukup hangat dan pengawasan terhadap infeksi. ketika dibawa pulang
kerumah bayi tersebut membutuhkan temperatur di udara sekitar tubuh bayi
berkisar 30 - 33 derajat celcius. Sudah tentu orang tua akan menyelimuti bayi
dengan bedong dan mematikan AC dan kipas angin agar suhu di kamar bayi
berada tetap kondisi hangat. namun hal ini tidak begitu effective karena pada
jam dini hari tekanan udara di luar rumah akan turun sehingga udara dingin
akan masuk kerumah dengan sistem konveksi alami baik dari ventilasi
maupun dari lubang-lubang serta pintu yang terbuka sampai beberapa kali
(Putra, 2015).
Agar bayi tetap terjaga kondisi tubuh dengan suhu udara sekitarnya,
maka diperlukan kehangatan khusus. Dengan melihat kondisi seperti ini tidak
semua bayi prematur atau BBLR mendapatkan fasilitas inkubator dari rumah
sakit, maka perlu ada penanganan darurat untuk bayi tersebut. Kurangnya
jumlah kepemilikan incubator di klinik-klinik persalinan atau di puskesmas
disebabkan harga incubator yang berteknologi tinggi belum terjangkau dan
masalah pendistribusian ke daerah-daerah terpencil di Indonesia,
menyebabkan turunnya kualitas pelayanan dalam perawatan bayi baru lahir.
Salah satu masalah yang mungkin dapat dikatakan menentukan AKB adalah
masalah ekonomi keluarga pasien (bayi). Oleh karena itu perlu direalisasikan
adanya incubator dengan harga terjangkau (tanpa mengurangi aspek tepat
guna) dengan mengadaptasi beberapa keunggulan teknologi dari incubator
buatan luar negeri, sehingga incubator tersebut dapat digunakan untuk semua
kalangan dan diharapkan turut mengurangi AKB di Indonesia. (Nurlandi,
2010)
Salah satu inkubator penghangat bayi darurat dan sederhana tersebut
diberi nama “Cute Incubator” yang dapat dibuat dengan bahan sederhana
untuk penangan daruratnya, dimana bayi dimasukan dalam kota yang tidak
terlalu besar dan ruang kotak pada bayi tersebut akan diberi sinar lampu,
lampu dengan daya 40 watt disinari kearah kaki sampai ke badan bayi yang
telah dibalut kain bedong, dan pada mata bayi ditutup. baru kemudian secara

3
perlahan panas dari lampu akan mengisi ruang kotak dan orang tua cukup
mengukur temperatur didalam kotak tersebut. (Putra, 2015)
A. Latar Belakang Masalah
Dan berdasarkan data laporan KIA tahun 2019 diwilayah binaan
Puskesmas Situ terdapat 18 orang bayi lahir dengan Berat lebih rendah
dengan penyebab diantaranya HDK, lahir gemeli,dan lahir prematur , tersebar
di 5 Desa dan 1 Kelurahan diantaranya Desa Mekarjaya 5 orang, Desa
Jatimulya 1 orang, Desa Jatihurip 4 orang, Desa Kebonjati 0 orang Desa
Margamukti 3 orang, Kelurahan Situ 5 orang
Berdasarkan hal-hal diatas, maka Kami tertarik untuk menggunakan
“Cute Incubator”.sebagai salah satu sarana untuk perawatan bayi lahir
dengan Berat rendah.
Pengertian Cute Incubator adalah Cute Incubator adalah metode inkubator
sederhana yang bisa digunakan oleh siapun dan dimanapun, agar setiap bayi
premature atau BBLR bisa terbantu dengan membutuhkan kehangatan agar
bisa menaikan berat badan.

Gambar 1. Model Inkubator Penghangat Bayi darurat dengan Kardus dan


lampu 40 watt

4
Gambar 2. Posisi bayi dan proses penghangat bayi dalam kardus
inkubator darurat
1. Sistem Kerja Cute Incubator
Metode inkubator sederhana ini bisa menggunakan bahan kardus
atau plastik atau triplek yang mudah dapat ditemukan sekitar rumah bayi
prematur, Inkubator darurat ini bisa dibuat oleh orang tua bayi yang
telah mendapat penanganan paska melahirkan di rumah sakit setempat,
biasanya bayi prematur dimasukan dalam inkubator di rumah sakit
sesuai prosedur dalam jangka waktu 2 sampai 3 minggu tergantung
kemampuan keuangan dan kondisi berat badan bayi bisa naik atau tidak.
Untuk menjaga suhu yang diterima bayi prematur setelah berada
dirumah dengan temperatur 33 derajat celcius maka orang tua bisa
membuat inkubator penghangat darurat sederhana ini dengan ketentuan
bayi tetap dalam pengawasan dan lampu yang digunakan tidak menyinari
bagian tepat di mata cukup bagian perut dan kaki dan posisi bayi tidur
terlentang dengan dibalut oleh kain bedung (seperti digambar). Pada sisi
kanan kiri kardus atau platik diberi lubang sehingga panas yang diterima
bayi mengalir bersama aliran udara dan ini membuat panas dalam kardus
akan berpindah secara konveksi alamiah.

5
2. Untuk membuat bayi prematur tersebut nyaman, harus sering-sering juga
bayi prematur di gendong untuk memberikan kehangatan dari tubuh si
ibu, karena dengan menggendong bayi prematur ini sangat mendukung
kesehatan dan kebutuhan bayi untuk menaikan berat badannya ke kondisi
berat badan normal. Jika berat badan bayi sudah sampai 2.5 kg tidak
memerlukan inkubator lagi sebagai penghangat, namun cukup di gedong
dan dibalut sama kain bedong. Metode gedong bayi sebagai penghangat
berdasarkan teori kantong bayi kangguru. Pengembangan Inkubator
Darurat atau Cute Incubator
Metode inkubator penghangat bayi darurat ini sebenarnya sudah
lama dikembangkan untuk emergency saja di daerah-daerah yang jauh
dari rumah sakit atau pukesmas yang menyediakam layanan inkubator
dan jika layanan inkubator membutuhkan biaya mahal.Metode dengan
kotak dan plastik ini menjadi bagian penelitian prof. Raldi dari UI untuk
penanganan Bayi prematur di daerah yang tidak terjangkau bantuan
peminjaman inkubator gratis. Mereka kasih nama dengan "Cute
Inkubator" yang menggunakan kotak plastik. sehingga lebih
menarik,aman dan mudah dipindah-pindahkan.
Terlampir foto-foto model inkubator darurat "Cute Inkubator" yang
dikembangkan di Departemen Teknik Mesin di Universitas Indonesia
yang dilengkapi dengan thermometer digital kecil untuk mengukur suhu
didalam kotak cute inkubator.

Gambar 3. Model Cute Inkubator sederhana dengan kotak plastik

6
Gambar 4. Model Cute Inkubator sederhana tampak samping

Gambar 5. Bayi prematur setelah dibalut dengan kain bedong dalam cute
Inkubator

Gambar 6. Proses penghangatan dalam Inkubator penghangat bayi


dengan lampu 40 watt

7
Gambar 7. Bayi tertidur ketika hangat dalam cute inkubator yang
membuatnya nyaman

Gambar 8. Bayi yang bernama Varel berada dalam inkubator penghangat


darurat dengan 2 lampu 40watt
Metode ini bisa digunakan oleh siapun dan dimanapun, agar setiap
bayi premature bisa terbantu dengan membutuhkan kehangatan agar bisa
menaikan berat badan. bagi yang membutuhkan silahkan dipraktekan
serta terus diawasi dan tetap berkonsultasi dengan dokter, perawat atau
bidan setempat.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kematian Bayi akibat BBLR
2. Tujuan Khusus
a. Menyediakan sarana sederhana untuk perawatan BBLR dirumah dan di
Puskesmas.
b. Memudahkan keluarga dalam pemantauan
c. Mengurangi biaya perawatan BBLR.
II. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
No. Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1 Perencanaan - Menetapkan Indikator kegiatan
- Menentukan pedoman
- Menentukan Sasaran : BBLR
- Menentukan lokasi

8
- Pembagian tgas
2 Pelaksanaan - Melaksanakan sosialisasi
- Melaksanakan perawatan
BBLR dengan cute incubator
sesuai sasaran yang ada.
3 Laporan Pelaksanaan - Pelaporan dilaksanakan tiap
bulan kemudian dilakukan
perekapan

4 Evaluasi - Melaksanakan analisa dan


evaluasi terhadap
pelaksanaan perawatan
menggunakan cute incubator
diiwilayah binaan Puskesmas
Situ

III. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN DAN SASARAN


A. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
Secara teknis pelaksanaan penggunaan cute incubator berpedoman
kepada standar pelayanan BBlR..
B. SASARAN
1. Tersedianya pedoman dalam melaksanakan perawatan BBLR
dengan cute incubator
2. Meningkatnya cakupan pelayanan BBLR
3. Tidak ada angka kematian Bayi akibat BBLR
IV. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
N Kegiatan Bulan Ke
o t
J P M A M J J A S O N D
1 Persiapan x

2 Pelaksanaan

3 Pelaksanaan : x x x x
 Sosialisasi

4  Perawatan x x x x x
kesehatan

9
BBLR

5 Laporan x x x x x
Pelaksanaan

6 Evaluasi x x x x x

V. MONITORING EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN


PELAPORAN
Evaluasi pelaksanaanya itu pada setiap akhir bulan bidan Puskesmas
menghitung jumlah kasus kejadian BBLR
VI. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
Dilakukan pencatatan dan pelaporan setelah kegiatan selesai .
1. Pencatatan dilaksanakan oleh petugas kemudian dilakukan
perekapan
2. Pelaporan diserahkan setiap akhir bulan
3. Pelaporan diserahkan kepenanggung jawab program KIA direkap
kembali dan dilaporkan ke dinas kesehatan Kabupaten setiap bulan
4. Evaluasi dan monitoring dilaksanakan di puskesmas setiap bulan
dan oleh tingkat dinas kesehatan kabupaten atau propinsi.

10

Anda mungkin juga menyukai