Nama : Purwanti
Nim : 2008101036
Pertemuan Ke – 2
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran : 159)
Dalam tafsir Jalalain Imam Jalaludin Al Mahalli dan Imam Jalaludin As Suyuti
menafsirkan bahwa sikap lemah lembut yang ada dalam diri nabi adalah tambahan atau
sebuah pemberian dari Allah semata. Sehingga nabi menghadapi pelanggaran yang umat
Islam lakukan ketika dalam pertempuran di gunung Uhud dengan sikap yang lunak (beliau
tídak marah, benci ataupun mengumpat dan mencacimakinya). Dan sekiranya kamu
(Muhammad) bersikap keras atau punya akhlak yang buruk atau tídak terpuji maka mereka
akan pergi dengan membawa kesalahan yang mereka perbuat. Artinya mereka akan
mendapat penjelasan dari Rasulullah tentang kesalahan mereka, karena sangat mungkin
mereka tídak sadar bahwa telah melakukan kesalahan tersebut. Maka kemudian nabi
diperintahkan untuk memohonkan ampun atas kesalahan mereka sehingga oleh Allah
diampuni kesalahan tersebut lalu diajaklah mereka untuk bermusyawarah dalam urusan
peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka dan agar mereka meniru sunah dan
jejak langkahmu (Muhammad). Jadi, selain musyawarah sebagai wahana ijtihad dalam
mencari solusi atas permasalahan umat, juga sebagai sarana untuk mengambil simpati atau
lebih tepatnya untuk memanusiakan manusia, karena orang diajak musyawarah berarti
mereka dianggap eksistensinya dan masih dihitung keberadaanya. Dan apabila telah
berketetapan hati untuk melaksanakan hasil musyawarah maka semua diserahkan dan
Tafsir Al-Muyassar
Maka dengan rahmat dari Allah kepadamu dan kepada para sahabatmu (wahai Nabi), Allah
melimpahkan karuniaNYA padamu,sehingga kamu menjadi seorang yang lembut terhadap
mereka. Seandainya kamu orang yang berperilaku buruk,dan berhati keras,pastilah akan
menjauh sahabat-sahabatmu dari sekelilingmu.Maka janganlah kamu hukum mereka atas
tindakan yang muncul dari mereka pada perang uhud.Dan mintakanlah kepada Allah (wahai
nabi), supaya mengampuni mereka.Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam perkara-
perkara yang kamu membutuhkan adanya musyawarah.Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad untuk menjalankan satu urusan dari urusan-urusan,(setelah
bermusyawarah),maka jalankanlah dengan bergantung kepada Allah semata. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNYA.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, ketika perang Uhud, semangat kaum
muslimin berkobar untuk pergi berperang. Terutama mereka yang tidak ikut perang Badar.
Namun barisan mereka mengalami guncangan karena sepertiga pasukan kembali pulang ke
Madinah sebelum perang. Mereka yang berbalik pulang itu dipimpin oleh gembong munafik
Abdullah bin Ubay bin Salul. Sesudah itu, saat perang berlangsung, sebagian pasukan
mendurhakai perintah Rasulullah. Yakni pasukan pemanah yang telah diinstuksikan untuk
tetap di atas bukit sampai ada perintah untuk turun. Kaum muslimin yang semula menang
pun kemudian terpukul. Bahkan sebagiannya meninggalkan Rasulullah yang dikepung
pasukan musuh. Hanya sejumlah sahabat yang bertahan melindungi Rasulullah, sementara
barisan yang lain porak poranda dihantam musuh. Ayat ini turun untuk menenangkan dan
menyenangkan hati Rasulullah dan menyadarkan kaum muslimin terhadap nikmat Allah
berupa Rasulullah yang akhlaknya sangat mulia. Lemah lembut, pemaaf, musyawarah dan
tawakal.
2. QS Asy-Syuura: 38
( ََوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا الصَّالةَ َوأَ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون
)٣٨
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy
Syura : 38)
َ َوالَّ ِذين: Dan orang-orang اهُ ْم:::::َ َرزَ ْقن: Yang kami
yang berikan kepada mereka
لِ َربِّ ِه ْم: Tuhan mereka
ُشو َرى: Musyawarah ُرهُ ْم::::: َوأَ ْم: Dan urusan
َو ِم َّما: Dan dari apa
mereka
ا ْست ََجابُوا: Mematuhi seruan
َ َوأَقَا ُموا الصَّالة: Dan mereka
َون::::::::ُ يُ ْنفِق: Mereka
بَ ْينَهُ ْم: Di antara mereka mendirikan Shalat
menafkahkan
Tafsir Al muyassar (Q. S Asy-Syura ayat 38)
Oleh tim Mujamma’ Raja Fahd arahan Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu
asy-Syaikh:
Dan kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar
memenuhi seruan Tuhan mereka melaksanakan shalat secara bersinambung dan sempurna,
yakni sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyu’ kepada Allah, dan semua urusan
yang berkaitan dengan masyarakat mereka adalah musyawarah antara mereka yakni mereka
memutuskannya melalui musyawarah, tidak ada di antara mereka yang bersifat otoriter
dengan memaksakan pendapatnya; dan disamping itu mereka juga dari sebagian rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka baik harta maupun selainnya, mereka senantiasa
nafkahkan secara tulus serta bersinambung baik nafkah wajib maupun sunnah.
Dalam ayat tersebut Allah menyerukan agar umat Islam mengesakan dan mnyembah
Allah SWT. Menjalankan shalat fardu lima waktu tepat pada waktunya. Apabila mereka
menghadapmasalah maka harus diselesaikan dengan cara musyawarah. Rasulullah SAW
sendiri mengajak para sahabatnya agar mereka bermusyawarah dalam segala urusan, selain
masalah-masalah hukum yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Persoalan yang pertama kali
dimusyawarahkan oleh para sahabat adalah khalifah. Karena nabi Muhammad SAW sendiri
tidak menetukan siapa yang harus jadi khalifah setelah beliau wafat. Akhirnya disepakati Abu
Bakarlah yang menjadi khalifah.
Tawakal (bahasa Arab: )تو ُكلatau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.
Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam
menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu
keadaan.
Hikmah QS. Ali Imran ayat 159 yang bisa kita lakukan di kehidupan sehari-hari
sebagai pelajar adalah sikap sosial seperti lemah lembut, pemaaf atau memaafkan, dan
bermusyawarah. Relevansinya dengan pelajar adalah adanya usaha, pengorbanan,
kemanusiaan untuk memiliki sikap empati, menghormati, menghargai orang lain
sehingga memiliki rasa tenggang rasa dan kepedulian, toleran dan solidaritas sosial
yang tinggi. Ini sifat yang melatih seseorang untuk menunjukkan eksistensi dirinya
dalam bermasyarakat.
Salah satu contoh musyawarah yang diadakan oleh Nabi SAW terjadi sebelum
Pertempuran Badar. Ini adalah pertempuran pertama kaum Muslimin dalam
menghadapi intimidasi kaum musyrik. Dalam perjalanannya Rasulullah SAW
memerintahkan pasukannya untuk berhenti sejenak di dekat mata air di sekitar
Badar. Salah satu sahabat, yaitu Hubab bin Mundzir, sangat mengenal medan perang
ini. Ia sempat bertanya-tanya, mengapa Nabi SAW memutuskan untuk benar-benar
singgah di lokasi tersebut. Jadi, dia berani bertanya padanya.
"Ya Rasulullah," kata Hubab, "apakah lokasi ini benar-benar dipilih berdasarkan wahyu
yang tidak bisa diubah, ataukah ini pendapatmu sebagai strategi perang?"
“Ini hanya pendapat dan strategi perang saya,” jawab Nabi SAW.
“Kalau begitu, Wahai Rasulullah, lokasi ini bukan tempat yang tepat untuk
kami. Bagaimana jika kita mengambil tempat di mata air yang dekat dengan musuh? Kami
turun dari tempat itu, lalu menggali sumur di belakangnya. Kolam kami diisi dengan air dari
oasis. Alhasil, saat bertempur, kita bisa mengambil air secukupnya, sedangkan musuh
kehabisan air, ”kata Hubab. Rasulullah SAW menerima pendapat temannya itu. Jadi, dia
dan timnya terus berjalan ke mata air terdekat bersama musuh. Selanjutnya umat Islam
dilaksanakan sesuai dengan rencana Hubab bin Mundzir.
Agar muswarah berjalan dengan lancar ada beberapa hal yang harus di perhatikan:
Berikut hal-hal yang diperhatikan dalam bermusyawarah menurut sudut pandang Islam:
1. Peserta musyawarah harus memiliki niatan yang ikhlas karena Allah dalam
bermusyawarah, karna adanya
5. Tidak diperbolehkan memusyawarahkan sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Misalnya, memusyarawahkan hal-hal yang sudah wajib diwajibkan oleh Allah,
seperti salat lima waktu. Atau sebaliknya, memusyawarahkan hal-hal yang sudah diharamkan
oleh Allah, seperti minum khamer dan lainnya.
Kesimpulan
Dalam kandungan surat Ali Imran ayat 159 terdapat arti bertwakal artinya setelah kita
melakukan sesuatu yaitu setelah bermusyawarah kita serahkan hasilnya sepenuhnya kepada
Allah SWT. Selain itu, hikmah yang dapat diambil dalam Q. S Ali Imran ayat 159 dalam
kehidupan sehari-hari sebagai pelajar yaitu sikap sosial seperti lemah lembut pemaaf dan
memaafkan dan bermusyawarah.Solusi di zaman sekarang ketika bermusyawarah itu selalu
berdebat yaitu dengan fokus terhadap apa yang sedang dimusyawarhkan dan menerima
dengan lapang dada hasil yang sudah ditentukan dan yang utama menerapkan kandungan
dalam Q. S Ali Imran ayat 159 yaitu bersikap lemah lembut dan tidak kasar. Selain itu, agar
musyawarah berjalan dengan kondusip harus diidi dengan referensi umum dalam
musyawarah agar menemukan titik temu, solutif, dan terjawabkan.