Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI

“FISIOLOGIS FETUS DAN PLASENTA”

Disusun Oleh :

Kelompok 5 :

1. Dwi Septianingsih
2. Isna Dewi Aulia
3. Kristina N
4. Liana.O
5. Julianus Zendrato
6. Mulyati
7. Yulia Ningsih

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YATSI
TANGERANG
TAHUN 2020
Fisiologi Fetus

1. Nutrisi Intrauterin
Pertumbuhan janin ditentukan sejumlah faktor genetik dan lingkungan. Faktor
lingkungan yang penting adalah perfusi plasenta dan fungsi plasenta. Faktor gizi ibu
bukan faktor terpenting, kecuali pada keadaan starvasi hebat. Gangguan gizi menahun
dapat menyebabkan terjadinya anemia dan BBLR – berat badan lahir rendah. Energi
yang diperoleh janin dipergunakan untuk pertumbuhan dan terutama berasal
dariglukosa. Kelebihan pasokan karbohidrat di konversi menjadi lemak dan konversi
ini terus meningkat sampai aterm.
Sejak kehamilan 30 minggu, hepar menjadi lebih efisien dan mampu
melakukan konversi glukosa menjadi glikogen yang ditimbun di otot jantung otot
gerak dan plasenta. Bila terjadi hipoksia, janin memperoleh energi melalui glikolisis
anerobik yang berasal dari dari cadangan dalam otot jantung dan plasenta.
Cadangan lemak janin dengan berat 800 gram (kehamilan 24 – 26 minggu)
kira 1% dari BB ; pada kehamilan 35 minggu cadangan tersebut sekitar 15% dari BB.
Plasenta memiliki kemampuan untuk “clears” bilirubin dan produk metabolit lain
melalui aktivitas dari enzym transferase.
Janin menghasilkan protein spesifik yang disebut sebagai alfafetoprotein -
AFP dari hepar. Puncak kadar AFP tercapai pada kehamilan 12 – 16 minggu dan
setelah itu terus menurun sampai aterm. Protein tersebut disekresi melalui ginjal janin
dan ditelan kembali untuk mengalami degradasi dalam usus. Bila janin mengalami
gangguan menelan (misalnya pada janin anensepalus atau kelainan NTD’s lain) maka
kadar serum AFP tersebut meningkat.
2. CAIRAN AMNION
Volume cairan amnion saat aterm kira-kira 800 ml dan pH 7.2
Gambar dibawah menunjukkan jalur pertukaran dalam cairan amnion:

Gambar 1.  Pertukaran bahan terlarut dan air dalam cairan amnion
a. Polihidramnion (hidramnion) : volume air ketuban > 2000 ml, dapat terjadi
pada kehamilan normal akan tetapi 50% keadaan ini disertai dengan kelainan
pada ibu atau janin.
b. Oligohidramnion secara objektif ditentukan dengan pengukuran kantung
terbesar dengan ultrasonografi yang menunjukkan angka kurang dari 2 cm x 2
cm atau jumlah dari 4 kuadran total kurang dari 5 cm ( amniotic fluid index ).
c. Oligohidramnion sering berkaitan dengan :
 Janin kecil
 Agenesis renal
 Displasia traktus urinarius
d. ‘Amniotic fluid marker’
e. Alfafetoprotein berasal dari janin, kadar AFP dalam cairan amnion dan serum
maternal mempunyai nilai prediktif yang tinggi dalam diagnosa prenatal
NTD’s dan kelainan kongenital lain.
f. Kadar MS-AFP yang tinggi menunjukkan adanya peningkatan kadar protein
cairan amnion dan kemungkinan adanya NTD’s
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
Perubahan mendadak dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan
penyesuaian sirkulasi neonatus berupa :

 pengalihan aliran darah dari paru,


 penutupan ductus arteriosus Bottali dan foramen ovale serta
 obliterasi ductus venosus Arantii dan vasa umbilikalis.

Sirkulasi bayi terdiri dari 3 fase :

a. Fase intrauterin dimana janin sangat tergantung pada plasenta

Vena umbilikalis membawa darah yang teroksigenasi dari plasenta menuju janin
(gambar 2 & 3 ) Lebih dari 50% cardiac out-put berjalan menuju plasenta
melewati arteri umbilikalis. Cardiac out-put terus meningkat sampai aterm
dengan nilai 200 ml/menit. Frekuensi detak jantung untuk mempertahankan
cardiac output tersebut 110 – 150 kali per menit. Tekanan darah fetus terus
meningkat sampai aterm, pada kehamilan 35 minggu tekanan sistolik 75 mmHg
dan tekanan diastolik 55 mmHg. Sel darah merah, kadar hemoglobin
dan “packed cell volume” terus meningkat selama kehamilan. Sebagian besar
eritrosit mengandung HbF. Pada kehamilan 15 minggu semua sel darah merah
mengandung HbF. Ada kehamilan 36 minggu, terdapat 70% HbF dan 30% Hb A.
HbF memiliki kemampuan mengikat oksogen lebih besar dibanding HbA. HbF
lebih resisten terhadap hemolisis namun lebih rentan terhadap trauma.

Gambar 2. Sirkulasi janin

Gambar 3. Transfer O2 dan CO2 plasenta

b. Fase transisi yang dimulai segera setelah lahir dan tangisan pertama

Saat persalinan, terjadi dua kejadian yang merubah hemodinamika janin

1. Ligasi talipusat yang menyebabkan kenaikan tekanan arterial


2. Kenaikan kadar CO2 dan penurunan PO2 yang menyebabkan awal pernafasan
janin

Setelah beberapa tarikan nafas, tekanan intrathoracal neonatus masih rendah (-


40 sampai – 50 mmHg) ; setelah jalan nafas mengembang, tekanan meningkat
kearah nilai dewasa yaitu -7 sampai -8 mmHg. Tahanan vaskular dalam paru
yang semula tinggi terus menurun sampai 75 – 80%. Tekanan dalam arteri
pulmonalis menurun sampai 50% saat tekanan atrium kiri meningkat dua kali
lipat.Sirkulasi neonatus menjadi sempurna setelah penutupan ductus
arteriousus dan foramen ovale berlangsung, namun proses penyesuaian terus
berlangsung sampai 1 – 2 bulan kemudian

c. Fase dewasa yang umumnya berlangsung secara lengkap pada bulan pertama
kehidupan

Ductus arteriousus umumnya mengalami obliterasi pada awal periode post natal
sebagai reflek adanya kenaikan oksigen dan prostaglandin. Bila ductus tetap
terbuka, akan terdengar bising crescendo yang berkurang saat diastolik
(“machinery murmur”) yang terdengar diatas celah intercosta ke II kiri.
Obliterase foramen ovale biasanya berlangsung dalam 6 – 8 minggu. Foramen
ovale tetap ada pada beberapa individu tanpa menimbulkan gejala. Obliterasi
ductus venosus dari hepar ke vena cava menyisakan ligamentum venosum. Sisa
penutupan vena umbilikalis menjadi ligamentum teres hepatis.

Hemodinamika orang dewasa normal berbeda dengan janin dalam hal :

1. Darah vena dan arteri tidak bercampur dalam atrium


2. Vena cava hanya membawa darah yang terdeoksigenasi menuju atrium kanan,
dan selanjutnya menuju ventrikel kanan dan kemudian memompakan darah
kedalam arteri pulmonalis dan kapiler paru
3. Aorta hanya membawa darah yang teroksigenasi dari jantung kiri melalui vena
pulmonalis untuk selanjutnya di distribusikan keseluruh tubuh janin.

4. FUNGSI RESPIRASI
Pada kehamilan 22 minggu, sistem kapiler terbentuk dan paru sudah memiliki
kemampuan untuk melakukan pertukaran gas. Pada saat aterm, sudah terbentuk 3 – 4
generasi alvoulus. Epitel yang semula berbentuk kubis merubah menjadi pipih saat
pernafasan pertama. Pada kehamilan 24 minggu, cairan yang mengisi alvolus dan
saluran nafas lain. Saat ini, paru mengeluarkan surfactan lipoprotein yang
memungkinkan berkembangnya paru janin setelah lahir dan membantu
mempertahankan volume ruangan udara dalam paru. Sampai kehamilan 35 minggu
jumlah surfactan masih belum mencukupi dan dapat menyebabkan terjadinya hyalin
membrane disease. Janin melakukan gerakan nafas intrauterin yang menjadi semakin
sering dengan bertambahnya usia kehamilan Pertukaran gas pada janin berlangsung di
plasenta. Pertukaran gas sebanding dengan perbedaan tekanan partial masing-masing
gas dan luas permukaan dan berbanding terbalik dengan ketebalan membran. Jadi
plasenta dapat dilihat sebagai “paru” janin intrauterin.
Tekanan parsial O2 (PO2) darah janin lebih rendah dibandingkan darah ibu, namun
oleh karena darah janin mengandung banyak HbF maka saturasi oksigen janin yang
ada sudah dapat mencukupi kebutuhan. PCO2 dan CO2 pada darah janin lebih tinggi
dibandingkan darah ibu sehingga CO2 akan mengalami difusi dari janin ke ibu.
Aktivitas pernafasan janin intrauterin menyebabkan adanya aspirasi cairan amnion
kedalam bronchiolus, untuk dapat masuk jauh kedalam alveolus diperlukan tekanan
yang lebih besar. Episode hipoksia berat pada kehamilan lanjut atau selama persalinan
dapat menyebabkan“gasping” sehingga cairan amnion yang kadang bercampur
dengan mekonium masuk keparu bagian dalam.

5. FUNGSI GASTROINTESTINAL
Sebelum dilahirkan, traktus gastrointestinal tidak pernah menjalankan fungsi yang
sebenarnya. Sebagian cairan amnion yang ditelan berikut materi seluler yang
terkandung didalamnya melalui aktivitas enzymatik dan bakteri dirubah menjadi
mekonium. Mekonium tetap berada didalam usus kecuali bila terjadi hipoksia hebat
yang menyebabkan kontraksi otot usus sehingga mekonium keluar dan bercampur
dengan cairan ketuban. Dalam beberapa kadaan keberadaaan mekonium dalam cairan
amnion merupakan bentuk kematangan traktus digestivus dan bukan merupakan
indikasi adanya hipoksia akut. Pada janin, hepar berperan sebagai tempat
penyimpanan glikogen dan zat besi Vitamin K dalam hepar pada neonatus sangat
minimal oelh karena pembentukannya tergantung pada aktivitas bakteri. Defisiensi
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan neonatus pada beberapa hari pertama pasca
persalinan.
Proses glukoneogenesis dari asam amino dan timbunan glukosa yang memadai dalam
hepar belum terjadi saat kehidupan neonatus. Lebih lanjut, aktivitas kadar hormon
pengatur karbohidrat seperti cortisol, epinefrin dan glukagon juga masih belum
efisien. Dengan demikian, hipoglikemia neonatal adalah merupakan keadaan yang
sering terjadi bila janin berada pada suhu yang dingin atau malnutrisi.
Proses glukoronidasi pada kehidupan awal neonatus sangat terbatas sehingga
bilirubin tak dapat langsung dikonjugasi menjadi empedu. Setelah hemolisis fisiologis
pada awal neonatus atau adanya hemolisis patologis pada isoimunisasi nenoatus dapat
terjadi kern icterus.
6. FUNGSI GINJAL
Ginjal terbentuk dari mesonefros, glomerulus terbentuk sampai kehamilan minggu ke
36. Ginjal tidak terlampau diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Plasenta, paru dan ginjal maternal dalam keadaan normal akan mengatur
keseimbangan air dan elektrolit pada janin. Pembentukan urine dimulai pada minggu
9 – 12. Pada kehamilan 32 minggu, produksi urine mencapai 12 ml/jam, saat aterm 28
ml/jam. Urine janin adalah komponen utama dari cairan amnion.
7. SISTEM IMUNOLOGI
Pada awal kehamilan kapasitas janin untuk menghasilkan antibodi terhadap antigen
maternal atau invasi bakteri sangat buruk. Respon imunologi pada janin diperkirakan
mulai terjadi sejak minggu ke 20. Respon janin dibantu dengan transfer antibodi
maternal dalam bentuk perlindungan pasif yang menetap sampai beberapa saat pasca
persalinan.
Terdapat 3 jenis leukosit yang berada dalam darah: granulosit – monosit dan limfosit
Granulosit : granulosit eosinofilik – basofilik dan neutrofilik
Limfosit : T-cells [derivat dari thymus] dan B-cells [derivat dari “Bone Marrow”]
Immunoglobulin (Ig) adalah serum globulin yang terdiri dari IgG – IgM – IgA - IgD
dan IgE
Pada neonatus, limpa janin mulai menghasilkan IgG dan IgM. Pembentukan IgG
semakin meningkat 3 – 4 minggu pasca persalinan.
Perbandingan antara IgG dan IgM penting untuk menentukan ada tidaknya infeksi
intra uterin. Kadar serum IgG janin aterm sama dengan kadar maternal oleh karena
dapat melewati plasenta. IgG merupakan 90% dari antibodi serum jain yang berasal
dari ibu. IgM terutama berasal dari janin sehingga dapat digunakan untuk menentukan
adanya infeksi intrauterin.
8. ENDOKRIN
Thyroid adalah kelenjar endokrin pertama yang terbentuk pada tubuh janin.
Pancreas terbentuk pada minggu ke 12 dan insulin dihasilkan oleh sel B pankreas.
Insulin maternal tidak dapat melewati plasenta sehingga janin harus membentuk
insulin sendiri untuk kepentingan metabolisme glukosa.
Semua hormon pertumbuhan yang disintesa kelenjar hipofise anterior terdapat pada
janin, namun peranan sebenarnya dari hormon protein pada kehidupan janin belum
diketahui dengan pasti.
Kortek adrenal janin adalah organ endokrin aktif yang memproduksi hormon steroid
dalam jumlah besar. Atrofi kelenjar adrenal seperti yang terjadi pada janin anensepali
dapat menyebabkan kehamilan postmatur. Janin memproduksi TSH – thyroid
stimulating hormon sejak minggu ke 14 yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 
Fisiologi Plasenta

A. IMPLANTASI DAN PERKEMBANGAN PLASENTA

Implantasi merupakan saat yang paling kritis untuk mendapatkan kehamilan.


Proses ini membutuhkan perkembangan yang sinkron antara hasil konsepsi,
uterus, transformasi endometrium menjadi desidua dan akhirnya pembentukan
plasenta yang definitif.

Blastosis berada dalam kavum uteri selama lebih kurang 2 hari sebelum terjadi
implantasi. Selama waktu ini makanan diambil dari hasil sekresi kelenjar
endometrium.

Proses implantasi terjadi kemudian, meliputi beberapa proses yaitu :


penghancuran zona pelusida, aposisi dengan endometrium dan perkembangan dini
tropoblas.

Zona pelusida mengalami kehancuran sebelum mulainya implantasi akibat


adanya faktor litik yang terdapat dalam kavum uteri. Faktor litik ini (diduga
adalah plasmin) berasal dari prekursor yang berada pada reseptor di uterus,
menjadi aktif akibat pengaruh dari sejenis zat yang dihasilkan oleh blastosis.

Hancurnya zoba oelusida menyebabkan terjadinya reduksi muatan


elektrostatik. Kondisi ini memudahkan perlengketan blatosis (lapisan
tropektoderm) dengan epitel endometrium, yang terjadi pada kripti endometrium.
Penyatuan ini adalah seperti “ligand-receptor binding”. Diduga sebagai ligand
adalah heparin/heparin sulfate proteoglycan yang terdapat pada permukaan
blastosis, sedangkan reseptor terdapat pada surface glycoprotein epitel
endometrium. Interaksi ligand-receptor ini mengakibatkan terganggunya fungsi
sitoskeleton dari sel epitel berupa terangkat/terlepasnya sel-sel epitel dari lamina
basalis dan memudahkan akses sel-sel trophoblast ke lamina basalis guna
terjadinya penetrasi.

Aposisi blastosis dengan endometrium terjadi pada hari ke 6 setelah fertilisasi.


Sel-sel bagian luar blastosis berproliforasi membentuk trophoblast primer.
Trophoblast berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi 2 bentuk yaitu
sitotrophoblas di bagian dalam dan sinsitiotrophoblas di bagian luar. Proses yang
terjadi pada sinsitiotrophoblas meluas melewati epitel endometrium, untuk
kemudian menginvasi stroma endometrium. Sel stroma di sekitar implantation
site‟ , menjadi kayu dengan lemak dan glikogen, bentuknya berubah menjadi
polihedral dan dikenal dengan sel desidua. Sel desidua berdegenerasi pada daerah
invasi dan memenuhi nutrisi untuk embrio yang sedang berkembang,
Sinsitiotrophoblas mengandung zat yang dapat menghancurkan jaringan maternal
dan memudahkan invasi ke endometrium dan miometrium, sehingga akhirnya
blastosis menancap (embedded) secara sempurna dalam desidua. Proses
implantasi sempurna pada hari ke 10 – 11 pasca ovulasi.

B. PERKEMBANGAN PLASENTA.

Selama aposisi dan invasi epitel endometrium, sel trophoblas berproliferasi


menghasilkan 2 lapis trophoblas. Lapisan dalam disebut sititrophoblas, merupakan
sel mononuklear dengan batas sel yang tegas, disebut juga dengan sel Langhan.

Lapisan luar disebut sinsitiotrophoblas, berupa sel multinuklear dengan batas


sel yang tidak tegas, berasal dari lapisan sitotrophoblas. Lapisan sinsititophoblas
berproliferasi dengan cepat, membentuk massa yang solid dana menebal. Periode
perkembangan ini disebut prelacunar stage Wiskocki dan Streeter.

Pada hari ke 10-13 pasca ovulasi vakuola kecul muncul dalam lapisan
sinsitiotrophoblas, dan merupakan awallacunar stage. Vakuola tumbuh dengan
cepat dan bergabung membentuk satu lakuna, yang merupakan prekursor
pembentukan ruang intervillosa. Lakuna dipisahkan oleh pita trabekula, dimana
dari trabekula inilah nantinya villi berkembang. Pembentukan lakuna membagi
triphoblas kedalam 3 lapisan yaitu primary chorionic plate (sebelah dalam), sistim
lakuna bersama trabekula dan trophoblastic shell (sebelah luar). Aktifitas invasif
lapisan sinsitiotrophoblas menyebabkan disintegrasi pembuluh darah
endometrium (kapiler, arteriole dan arteria spiralis). Kalau invasi terus berlanjut
maka pembuluh darah – pembuluh darah ini dilubangi, sehingga lakuna segera
dipenuhi oleh darah ibu. Pada perkembangan selanjutnya lakuna yang baru
terbentuk bergabung dengan lakuna yang telah ada dan dengan demikian terjadi
sirkulasi intervillosa primitif. Peristiwa ini menandai terbentuknya “hemochorial”
placenta, dimana darah ibu secara langsung meliputi trophoblas.
Peningkatan proliferasi sinsitiotrophoblas diikuti dengan fusi sinsitium,
akibatnya trabekula yang tumbuh dan cabang-cabang sinsitium menonjol ke
dalam lakuna membentukvilli primer. Selain terjadi peningkatan dalam hal
panjang dan diameter, primary villi juga diinvasi oleh sitotrophoblas. Kedua
proses ini menandai mulainya villous stage dari perkembangan plasenta. Dengan
proliferasi lebih lanjut terbentuk percabangan primary villi, yang merupakan awal
pembentukan villous tree primitif; dan pada saat yang bersamaan sistim lakuna
berubah menjadi ruang intervillus.

Sementara itu perkembangan jaringan mesenkim ektraembrional meluas


sampai kedalam villi sehingga terbentuk villi sekunder. Setelah angiogenesis
terjadi dari inti mesenkim in situ, villi yang terjadi dinamakan villi tertier. Bila
pembuluh darah pada villi ini telah berhubungan dengan pembuluh darah embrio,
maka akan terciptalah sirkulasi fetoplasenta yang komplit. Pada minggu-minggu
selanjutnya terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut cabang-cabang villi
dengan penanaman mesenkim pada cabang-cabang baru yang diikuti oleh
angiogenesis.

Pada perkembangan plasenta yang telah sempurna terdapat 2 sistim sirkulasi


darah yaitu sirkulasi uteroplasental (sirkulasi maternal) dan sirkulasi fetoplasental.
Kedua sirkulasi ini dipisahkan oleh membrana plasenta (placental berrier) yang
terdiri dari lapisan sinsitiotrophoblas, sitotrophoblas, membrana basalis, stroma
villi dan endotel kapiler. Sirkulasi utero plasental yaitu sirkulasi darah ibu di
ruang intervilus.

Diperkirakan aliran darah ini sebesar 500-600 ml permenit pada plasenta yang
matur. Sirkulasi fetoplasental adalah sirkulasi darah janin dalam villi-villi.
Diperkirakan aliran darah ini sekitar 400 ml per menit. Aliran darah ibu dan janin
ini bersisian, tapi dalam arab yang berlawanan. Aliran darah yang berlawanan ini (
counter current flow) ini memudahkan pertukaran material antara ibu dan janin.

Setelah mencapai batas usia tertentu, plasenta mengalami penuaan, ditandai


dengan terjadinya proses degeneratif pada plasenta. Proses ini meliputi komponen
ibu maupun janin. Perubahan pada villi meliputi :
 Pengurangan ketebalan sinsitium dan munculnya simpul sinsitium (agregasi
sinsitium pada daerah kecil pada sisi villi,

 Hilangnya sebagian sel-sel Langhan‟s,

 Berkurangnya jaringan stroma termasuk sel Hofbauer

 Obliterasi beberapa pembuluh darah dan dilatasi kapiler,

 Penebalan membrana basalis endotel janin dan sitotrophoblas, dan

 Deposit fibrin pada permukaan villi.

Perubahan pada desidua berupa deposit fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch
pada bagian luar sinsitiotrophoblas, sehingga menghalangi invasi desidua
selanjutnya oleh trophoblas. Pada ruang intervillus juga terjadi degenerasi
fibrinoid dan membentuk suatu massa yang melibatkan sejumlah villi disebut
dengan white infarct, berukuran dari beberapa milimeter sampai satu sentimeter
atau lebih. Klasifikasi atau bahkan pembentukan kista dapat terjadi daerah ini.
Dapat juga terjadi deposit fibrin yang tidak menetap yang disebut Rohr‟s stria
pada dasar ruang intervillus dan disekitar villi.

C. FUNGSI PLASENTA.

Fungsi utama plasenta adalah transfer nutrien dan zat sisa antara ibu dan janin
(meliputi fungsi respirasi, ekskresi dan nutritif), menghasilkan hormon dan enzim
yang dibutuhkan untuk memelihara kehamilan, sebagai barier dan imunologis.

Fungsi transfer tergantung kepada sifat fisik zat yang mengalami transfer
dalam darah ibu maupun janin, integritas fungsi membrana plasenta (exchange
membrane) dan kecepatan aliran darah pada kedua sisi exchang membrane (ibu
dan janin).

Mekanisme transfer zat melalui plasenta meliputi : diffusi sederhana,


facilitated diffusion (akselerasi), transfer aktif (melawan concentration gradient),
pinositosis dan leakage (merusak membrana plasenta). Zat dengan berat molekul
rendah dan yang mudah larut dalam lemak mudah ditransfer melalui plasenta.
Pada fungsi respirasi, intake oksigen dan output karbon dioksida terjadi secara
diffusi sederhana.
Demikian juga pembuangan zat sisa oleh janin ke darah ibu seperti urea, asam
urat dan kreatinin terjadi secara diffusi sederhana.

Enzim yang dihasilkan plasenta diantaranya adalah :

 Diamin oksidase yang berfungsi menginaktifkan pressor amine

 Oksitosinase yang berfungsi menetralisir oksitosin

 Pospolipase A2 yang mensintesa asam arakjidonat. Dari segi fungsi


hormonal, plasenta menghasilkan hormon korionik gonadotropin,
korionik somatomammotropin (placental lactogen), korionik tirotropin,
estrogen dan progesteron.

Fetal membrane pada plasenta dianggap sebagai protective barrier bagi janin
terhadap zat-zat berbahaya yang beredar dalam darah ibu. Substansi dengan berat
molekul lebih dari 500 dalton dicegah memasuki darah janin. Sebaliknya antibodi
dan antigen dapat melewati plasenta dari kedua arah. Infeksi dalam kehamilan
karena virus (rubella, chicken pox, measke, mump, poliomielitis), bakteri
(treponema pallidum, tbc) atau protozoa (toksoplasma, malaria) dapat melewati
plasenta dan mengenai janin. Demikian juga dengan obat-obatan, dimana sebagian
besar obat-obatan yang dipakai dalam kehamilan dapat melewati barrier plasenta
dan mungkin mempunyai efek yang tidak baik terhadap janin.

Janin dan plasenta mengandung penentu antigen yang diturunkan dari bapak
dan merupakan sesuatu yang asing bagi ibu. Namun tidak terjadi reaksi penolakan
dari ibu. Mekanisme yang pasti untuk menerangkan hal ini belum jelas, tapi teori
yang dikemukakan adalah bahwa :

a). fibrinoid dan sialomusin yang menutupi trophoblas menekan antigen


trophoblas,

b). hormon-hormon plasenta, protein, steroid dan korionik gonadotropin


mungkin berperan dalam produksi sialomusin,

c). lapisan Nitabuch kemungkinan menginaktifkan antigen jaringan,

d). hanya sedikit sekali human leucpcyte antigen (HLA) pada permukaan
trophoblas, sehingga reaksinya kecil sekali,
e). umumnya terdapat maternal-paternal immuno-incompatibility pada derajad
tertentu, sehingga ada blocking antibody yang dihasilkan ibu dan melindungi
janin dari reaksi penolakan.

Anda mungkin juga menyukai