Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama, negara Indonesia ini memiliki banyak sekali
unsur etnik dan adatnya, memiliki beragam agama serta aliran kepercayaan maupun
kondisi lingkungan yang berbeda. Keragaman Indonesia ini memerlukan kesatuan
sebagai nilai yang paling penting. Kebudayaan nasional memiliki arti totalitas, hal ini
dikarenakan dalam kebudayaan nasional terdapat berbagai unsur yang memicu dan
memiliki banyak sekali persoalan.

Beragam kebudayaan yang dimiliki oleh setiap daerah ini akan mengandung sebuah
identitas penciri antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Salah satu
identitas penciri dari satu kebudayaan adalah “ikon pariwisata”

Ikon pariwisata merupakan sebuah ciri yang menjadi perwakilan melalui sebuah
bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan yang terdapat dalam kegiatan wisata
yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah kota.
Dengan adanya ikon pariwisata suatu daerah akan memiliki objek yang diunggulkan,
karena secara tidak langsung ikon pariwisata memiliki fungsi untuk menambah daya
tarik wisata suatu objek.

Indonesia yang merupakan bangsa yang memiliki kebudayaan beragam, terbagi ke


dalam 2 macam sistem budaya yang keduanya tetap harus dilestarikan dan
dikembangkan. 2 macam sistem budaya ini adalah sistem budaya nasional dan sistem
budaya etnik lokal. Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan sedang
berada dalam proses pembentukannya. Kebudayaan menjadi cermin besar yang
menggambarkan peradaban suatu bangsa. (Zulianti dan Hanif. 2012:43) Kebudayaan
yang bangsa Indonesia miliki adalah sebuah kebiasaan maupun tradisi yang diwariskan
secara turun temurun untuk generasi generasi penerusnya.

Di Indonesia, banyak sekali berbagai mitologi yang bermacam-macam dalam


kehidupan masyarakat tradisional. Sebagai contoh, keyakinan masyarakat Jawa tentang
kejawenannya. Kejawenan merupakan sebuah tradisi yang condong terhadap hal-hal
mistis dan tetap dilestarikan oleh masyarakat tersebut. “Kepercayaan yang ada dalam
masyarakat Jawa ini memiliki keragaman yang banyak sekali, baik berbentuk ritual atau
upacara, maupun hal-hal lain yang bersifat spiritual” (Pamungkas, 2008:1). Keragaman
kegiatan ini terus dijalankan karena dianggap memiliki makna oleh sebagian
masyarakat khususnya masyarakat Jawa.

Selain itu, di Indonesia sendiri terkenal dengan batik yang menjadi penciri khas dari
sebuah daerah. Setiap daerah berusaha untuk mencari batik yang menjadi ikon dari
daerahnya masing-masing.

Marzuki dkk [2015:4] pernah mengatakan bahwa bagi daerah-daerah yang belum
memiliki ciri khas batik yang merupakan ciri khas ataupun simbol dari setiap daerah
ini, mereka akan mencoba untuk mencari ataupun menciptakan ikon-ikon tertentu yang
berfungsi mendukung unsur-unsur dalam batik agar memiliki simbol/ikon/ciri khas
dari daerah tersebut. Ada beberapa unsur daerah yang dapat diangkat menjadi simbol
tertentu, antara lain: 1. Flora dan fauna 2. Nilai sejarah daerah 3. Geografik daerah 4.
Nilai budaya/kesenian daerah 5. Simbol-simbol baru yang diinovasi

Kota Madiun ini adalah kota yang memiliki banyak sekali cerita ataupun sejarah-
sejarah. Kota Madiun ini mengalami perubahan nama dari Purabaya menjadi Madiun.
Purabaya ini merupakan sebuah pusat pemerintahan pada tahun 1575 di Kab. Madiun
yang tempatnya berada di Desa Segoten, Kec. Jiwan. Namun, pusat pemerintahan kota
ini dipindah ke sebuah tempat hutan Wonorejo yang sekarang ini bernama Desa Kuncen
yaitu sebuah Desa Perdikan. Adanya perpindahan pusat pemerintahan kota ini
disebabkan oleh adanya lalu lintas pada sebuah sungai yang sungai tersebut menjadi
dangkal dan tidak dapat dilalui oleh kapal-kapal yang ukurannya besar. Oleh karena itu,
pusat pemerintahan dipindahkan dan lahirlah kebudayan di Kota Madiun dengan
adanya sejarah perpindahan pusat pemerintahan ini. Oleh karena itu, makalah ini akan
menjelaskan tentang budaya apa saja yang ada di Kota Madiun dan bagaimana
kemudian budaya tersebut menjadi identitas Kota Madiun.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang & Mengenal Kebudayaan : Batik Pecel


Kota Madiun merupakan sebuah kota yang terletak di Ujung Barat Provinsi Jawa
Timur dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Sehinggga dari penjelasan letak
ini, Kota Madiun dapat dikatakan merupakan sebuah kota yang strategis khususnya
sebagai kota tempat persinggahan yang memiliki wisatawan yang melakukan
perjalanan ke wilayah Provinsi Jawa Timur ataupun Jawa Tengah. Wisatawan yang
menjadikan Kota Madiun sebagai tempat persinggahan, menikmati kota ini sebagai
tempat untuk beristirahat.

Seperti yang telah diketahui, Kota Madiun terkenal sebagai Kota GADIS. Namun,
selain itu, Kota ini juga dikenal sebagai kota pecel. Pecel ini adalah kuliner khas dari
Kota Madiun yang memiliki cita rasa unik yang menjadikan pecel ini merupakan salah
satu kuliner terbaik dan merupakan kuliner kebanggaan bagi masyarakat di Kota
Madiun. Maka dari itu, batik pecel merupakan pilihan batik yang inspirasinya berasal
dari pecel.

Batik yang dibuat oleh Kota Madiun ini telah dibuat sejak tahun 2011. Batik ini
memiliki motif pecelan. Untuk lebih detailsnya, motif pecelan ini berupa motif yang
berisikan gambaran bahan-bahan yang terdaapt di dalam nasi pecel yang merupakan
makanan khas dari Kota Madiun.

Batik pecel adalah batik khas Kota Madiun sebagai upaya untuk memperkenalkan
ikon ataupun ciri khas dari Kota Madiun untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas
di Indonesia sehingga batik pecel merupakan salah satu potensi untuk meningkatkan
eksistensi Kota Madiun yang dapat meningkatkan daya tarik wisata sehingga Kota
Madiun bukan hanya sebagai kota transit tetapi Kota Madiun memiliki ciri khas atau
ikon yang bernilai seni tinggi yang menggambarkan ciri khas daripada Kota Madiun itu
sendiri.

Batik pecel ini berfungsi sebagai ikon wisata ataupun buah tangan sebagai oleh-oleh
dari Kota Madiun. Batik pecel yang memiliki makna simbolis dari setiap gambarannya
dan harga yang dijual pun sangat terjangkau, hal ini merupakan nilai plus dari batik
pecel. Batik ini dapat dimiliki oleh berbagai lapisan kalangan masyarakat. Sehingga,
Kota Madiun menaruh harapan agar batik pecel ini mampu menarik wisatawan dan
diminati oleh masyarakat luas di Indonesia agar seluruh masyarakat mengetahui
identitas Kota Madiun yaitu terkenal dengan batik pecelnya.
Djoemena (dalam Hidayat, 2015) menyatakan bahwa batik ini adalah sebuah karya
lukisan ataupun sebuah gambar pada kain yang asalnya terbuat dari serat kapas yaitu
kain yang menggunakan tenunan rapat agar dapat diputihkan, halus, lembut dan
diberikan kanji sedikit. Pembuatan batik ini dengan teknik canting. Sehingga, bagi
siapapun yang sedang menggambar atau melukis pada kain mori dan sedang
menggunakan canting, maka kegiatan yang ia lakukan adalah membatik atau dalam
bahasa Jawa adalah mbatik.

Musman (dalam Susanto, 2011:3) mengatakan bahwa berdasarkan etimologi dan


terminologinya, batik ini adalah berasal dari dua kata yaitu mbat dan tik. Mbat ini
merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya adalah ngembat atau
melempar berkali-kali. Kata selanjutnya yaitu tik. Tik ini berasal dari kata titik.
Sehingga, membatik ini dapat disimpulkan adalah melempar titik-titik secara berkali-
kali pada sebuah kain.

Selain itu, pendapat lain juga menyebutkan bahwa batik ini memang berasal dari
bahasa Jawa yang terdiri dari gabungan dua kata. Gabungan dua kata ini antara lain
adalah amba dan tik. Amba ini berarti menulis dan tik ini sendiri berarti titik.

Batik adalah sebuah karya seni ataupun kerajinan yang nilainya sangatlah tinggi dan
merupakan bagian dari budaya Indonesia. Karya budaya yang nilai ekonominya tinggi
inilah dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan bagi pengrajin batik, membuka
lapangan usaha, menambah pemasukan di setiap daerah dan menaikan potensi
pariwisata.

Batik ini dapat menjadi identitas atau ikon dari sebuah daerah. Sobur (dalam
Hidayat, 2015: 3) menyatakan ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui
sebuah bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan. Menurut Pierce, Ikon adalah
hubungan antara tanda dan objeknya atau acuan yang bersifat kemiripan. Disebutkan
pula menurut Budiman (dalam Hidayat, 2015: 3) bahwa ikon adalah tanda yang
memiliki kemiripan/similaritas dengan objeknya.

Secara umum setiap daerah khususnya Jawa memiliki banyak Ikon daerah, salah
satu diantaranya adalah batik yang telah menjadi ikon budaya Jawa. Secara umum di
beberapa wilayah tertentu telah berkembang yang disebut batik tradisional, yaitu batik
yang memiliki. Marzuki dkk (2015: 4) mengemukakan bahwa ciri khas dan spesifikasi
setiap unsur tertentu sebagai sebuah karakter dan setiap daerah-daerah yang dirasa
belum memiliki batik yang berciri khas daerahnya mulai berupaya untuk mencari dan
memilah ikonikon tertentu untuk mendukung spesifikasi unsur-unsurnya agar
mendapatkan sebuah simbol daerah dalam pembatikan. Ada beberapa unsur daerah
yang dapat diangkat menjadi simbol tertentu, yaitu: flora dan fauna, nilai sejarah
daerah, geografik daerah, nilai budaya/kesenian daerah, dan simbol baru yang di
inovasi (pengembangan dari stilisasi).

Sejarah Batik Pecel Kota Madiun Batik pecel ini merupakan salah satu batik daerah
di Kota Madiun. Berawal dari didapatkannya rekor muri tentang pesta kuliner nasi
pecel yang diikuti oleh 2000 orang pada tahun 2009, serta keinginan masyarakat untuk
memperkenalkan lebih luas mengenai potensi yang dimiliki Kota Madiun, maka muncul
gagasan untuk menciptakan sebuah batik yang memiliki motif khas kuliner yang
menjadi kebanggaan masyarakat Kota Madiun yaitu nasi pecel. Nasi pecel merupakan
salah satu kuliner yang mudah didapat di Kota Madiun. Hal ini terbukti masih banyak di
jumpai warung-warung yang menjual sajian nasi pecel ini. Maka pada tahun 2010
terinspirasi dari sajian kuliner nasi pecel, walikota Kota Madiun Bambang Irianto
mencoba menggerakkan seluruh pembatik yang ada di Kota Madiun untuk menciptakan
sebuah batik yang bermotifkan kuliner pecel dengan makanan khas Kota Madiun.
Pemerintah terus mengadakan pelatihan untuk para pembatik di Kota Madiun agar
terus mengembangkan batik yang bermotifkan pecelan.

Meski payung hukum dari batik pecel tersebut masih dalam proses HAKI, namun
tidak menyurutkan niat masyarakat bahwa Madiun memiliki batik yang bermotifkan
kekhasan dari Kota Madiun, salah satunya yaitu batik pecel. Keterlibatan masyarakat
Kota Madiun untuk mengenalkan produk batik pecelan ini dapat dibuktikan dengan
berbagai event festival batik yang dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya
pemerintah untuk mengenalkan batik pecelan secara luas kepada masyarakat.

Selain itu pemerintah selalu mencoba memasarkan produk batik ini, melalui event
yang dilakukan baik tingkat regional dan nasional. Upaya pemerintah dalam
melestarikan dan mengembangkan batik pecel dibuktikan melalui pelatihan yang
mewajibkan para pembatik untuk mengikutinnya. Hal ini bertujuan untuk menjadikan
batik pecel semakin diakui keberadaannya, bukan hanya oleh masyarakat di Kota
Madiun saja namun diharapkan diakui keberadaannya oleh masyarakat luas. Tercatat
tahun 2014 sebanyak 30 pembatik di Madiun mengikuti pelatihan yang diadakan oleh
Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Koperasi Dan Usaha Mikro
Kota Madiun yang bertujuan untuk menghimbau para pembatik agar mengikuti
program yang telah di buat oleh pemerintah yaitu membuat batik yang menggambarkan
kekhasan Kota Madiun.

Menurut data yang di peroleh dari Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Koperasi dan Usaha Mikro Kota Madiun. Usaha pemerintah dalam
menggerakkan para pembatik yang ada di Kota Madiun cukup berhasil. Hal ini sebab
hampir seluruh pembatik di Kota Madiun mengikuti pelatihan dan membuka usaha
batik meskipun belum memiliki galeri (usaha mikro). Dari 30 pembatik yang ada di
Kota Madiun hanya 1 yang memiliki galeri batik yang memang selalu ditunjuk
pemerintah jika ada wisatawan berkunjung di Kota Madiun yaitu galeri batik murni
yang terletak di Jalan Halmahera Nomor 14.

Kebudayaan batik pecel ini memiliki sebuah makna simbolis. Makna simbolis adalah
suatu pemikiran yang memiliki makna berupa penekanan pada simbol. Dalam batik
pecel makna simbolis yang terkandung terdapat dalam tiap jenis batik yang dibuat. Ada
3 jenis batik motif pecelan yang berkembang di Madiun, yaitu:

1. Motif Pecelan Komplit Motif batik pecelan komplit ini menggambarkan berbagai
macam komposisi atau bahan-bahan yang terdapat dalam sajian nasi pecel. Sehingga
motif batik pecelan komplit ini yang paling diminati dibandingkan produk batik motif
pecel lainnya. Motif ini bercorak berbagai macam bahan-bahan dari sajian nasi pecel,
seperti cabe, kacang panjang, daun pepaya, daun singkong, kembang kanthil, kecambah,
asem dan kacang tanah sebagai bahan utama dalam pembuatan sambel pecel.

Hal ini dituangkan kedalam batik dengan tujuan menggambarkan kepada


masyarakat luas bahwa Madiun memiliki keanekaragaman latar belakang budaya, ras,
dll. Namun dengan adanya perbedaan tersebut jika di satukan akan menimbulkan
keselarasan dan persatuan. Dapat di tarik kesimpulan bahwa motif pecelan komplit
merupakan motif batik pecel yang menggambarkan secara detail mengenai bahan-
bahan yang terdapat dalam sajian nasi pecel, misalnya saja sayuran dari berbagai
macam bentuk yang melambangkan satu kesatuan perbedaan yang jika disatukan dapat
menghasilkan sesuatu yang disukai oleh masyarakat luas.
2. Motif Pecelan Gunungan Motif pecelan gunungan ini adalah jenis yang kedua
setelah motif pecelan komplit. Dalam motif batik pecelan gunungan ini menggambarkan
bahan-bahan dalam sajian nasi pecel sama seperti motif pecelan komplit, namun lebih
berpola membentuk gunung dan setiap gunungan memiliki satu hingga dua ornamen
yang di lukiskan dalam batik tersebut. Hal ini dapat diartikan juga mengenai harapan
pemerintah bahwa Madiun menjadi kota yang semakin gemilang. Hal ini digambarkan
dalam bentuk bahan-bahan nasi pecel yang dibentuk segitiga seperti gunung yang
menjulang tinggi ke langit. Dapat ditarik kesimpulan bahwa motif pecelan gunungan
merupakan salah satu jenis motif pecelan yang diproduksi oleh galeri batik murni.
Dalam batik tersebut menggambarkan mengenai bahan-bahan nasi pecel yang sudah
dipola membentuk segitiga yang dianggap sebagai kejayaan yang diharapkan oleh
pemerintahan Kota Madiun.

3. Motif Pecelan Pincuk Motif pecelan pincuk ini memberikan gambaran mengenai
adat istiadat atau kebiasaan para pedagang nasi pecel dalam menyajikan kuliner nasi
pecel yaitu di pincuk (menurut KBBI online pincuk dalam bahasa Indonesia berarti
wadah dari daun pisang yang dilipat dan disemat dengan lidi sehingga membentuk
lekukan). Terlihat dari motif yang dituliskan pada batik menggambarkan pecelan yang
di sajikan diatas daun pisang. Dapat ditarik kesimpulan bahwa motif pecelan pincuk
merupakan motif yang menggambarkan kebiasaan warga Madiun menghidangkan
kuliner nasi pecel yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan pincuk

Kebudayaan batik ini memiliki makna untuk menggambarkan Kota Madiun sehingga
dapat menjadi identitas bagi Kota Madiun sendiri.

2.2. Kebudayaan Upacara Adat Ruwatan Bumi

Di era globalisasi seperti saat ini, masyarakat yang cenderung berpikiran logis
daripada mistis telah mulai meninggalkan tradisi yang dilaksanakan secara turun
temurun tersebut. Tidak jarang masyarakat justru menganganggapnya sebagai sebuah
cerita tradisional yang tidak bermakna tanpa perlu untuk meyakini dan
melestarikannya. Hal tersebut dikarenakan masyarakat merasa apa yang ada di dalam
tradisi tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap kehidupannya. Selain itu, muncul dan
berkembangnya teknologi juga membuat sebagian besar masyarakat kita meninggalkan
sebuah tradisi.
Upacara tradisional contohnya, yang bagi sebagian orang juga dikaitkan dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual kini mulai ditinggalkan oleh masyarakat kita,
khususnya di perkotaan karena dinilai tidak logis bagi kehidupan yang serba modern
ini. Di wilayah Kota Madiun sendiri yang notabene merupakan kawasan cukup maju
diberbagai bidangnya ternyata masih terdapat satu kelurahan yang menjalankan
upacara adat yang di wariskan oleh masyarakat terdahulu dan prosesinya dilaksanakan
setiap tahun serta dikemas secara meriah.

Tradisi yang di dalamnya memiliki beberapa prosesi adat tersebut dinamakan


upacara adat ruwatan bumi, dan dilaksanakan dari semua kalangan warga masyarakat
Kelurahan Winongo. Upacara adat ruwatan bumi di Kelurahan Winongo ini adalah salah
satu upacara adat Jawa yang menarik untuk dikaji terkait, karena meskipun rutin
diadakan setiap tahunnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara
pasti tentang latar belakang sejarah, nilai-nilai filosofis yang terkandung, serta
potensinya sebagai sumber pembelajaran sejarah lokal. penulisan sejarah lokal
memungkinkan kita untuk berhubungan secara sangat intim dengan peristiwa yang
sangat lokal dan mungkin selama ini dianggap tidak besar, tetapi sesungguhnya
memiliki peran penting dan berharga dalam membentuk peristiwa yang lebih besar.

Kegiatan masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kepercayaan lama masih


banyak yang mempercayainya terutama yang berhubungan dengan tradisi yang sering
mereka laksanakan pada harihari tertentu menurut kepercayaan Jawa seperti upacara.
Upacara ialah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan
tertentu menurut adat atau agama. Biasanya perayaan atau serangkaian kegiatan
tersebut dilaksanaka sehubungan dengan peristiwa penting dalam kehidupan manusia.
Purwadi (2005:1) menjelaskan bahwa upacara merupakan salah satu wujud
peninggalan kebudayaan.

Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat
pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada caracara atau mekanisme tertentu
dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di
dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata
pergaulan masyarakat yang bersangkutan Sistem upacara religius bertujuan mencari
hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makluk halus yang mendiami alam
gaib.
Sistem upacara merupakan wujud kelakuan atau behavioral manifestation dari
religi. Dimana upacara terdiri dari kombinasi dari macam unsur upacara, seperti
misalnya: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari, dan menyanyi,
berprosesi, berseni drama suci, berpuasa, bertapa, dan bersemadi. Dapat diperjelas
bahwa setiap unsur yang terkandung dalam upacara selalu diadakan sebagai syarat
atau perlengkapan disetiap penyelenggaraan upacara adat. Hal tersebut dimaksudkan
supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Satoto,2008:44) Upacara adat adalah ritual yang dilakukan untuk menghindarkan


diri dari dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan manusia. (Pamungkas, 2008:3). Hal
serupa juga diutarakan oleh Kamajaya bahwa Upacara adat sebagai ungkapan hasil
penghayatan hidup bermasyarakat Upacara adat menyadarkan kita melalui pesan-
pesan simbolik bahwa dalam kehidupan manusia itu berlaku hukum adi kodrati yang
bersifat mutlak dan langgeng (Kamajaya,1992:2). Upacara adat merupakan tradisi yang
mengajarkan agar kita sebagai manusia berbudaya ikut bertanggung jawab menjaga
kelestarian alam seisinya, ikut meningkatkan harkat dan martabat manusi adalam
berbagai upaya, turut membina kerukunan bermasyarakat, berdasarkan keyakinan
bahwa upaya dan tindakannya sesuai dengan hukum adi kodrati yang berlaku bagi
setiap umat.

Penyampaian pesan secara simbolik melalui penyelenggaraan upacara adat


dilakukan dengan segala perlengkapan, selametan dan pagelaran yang seringkali sukar
ditangkap secara rasional dan dalam hal ini kepekaan rasa sangat diperlukan untuk
dapat memahami makna simbolik itu. Kata ruwatan berasal dari kata ruwat, artinya
bebas, lepas. Kata mangruwat atau ngruwat artinya membebaska, melepaskan. Dalam
tradisi lama atau kuna yang diruwat adalah makhluk hidup mulia atau bahagia, tetapi
berubah menjadi hina dan sengsara. Maka mereka yang hidup sengsara atau hina itu
harus diruwat, artinya dibebaskan atau dilepaskan dari hidup sengsara.
(Kamajaya,1992:11). Pengertian yang senada juga terdapat pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia (dalam Kamajaya,1992:11) yang menyebutkan ruwat berarti pulih kembali
sebagai keadaan semula atau juga terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan
menimpa bagi orang yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk seperti
anak tunggal dan sebagainya.
Definisi Ruwatan juga diutarakan oleh Pamungkas (2008:8) yang menyebutkan
bahwa ruwatan adalah upacara yang dilakukan untuk menghilangkan dampak yang bisa
berbentuk kesialan, menjauhkan segala kemungkinan yang buruk yang bias terjadi jika
seseorang termasuk orang yang harus diruwat. Dari beberapa definisi ruwatan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa ruwatan adalah upacara yang dilakukan dalam rangka
mencari keberuntungan dan terbebas dari kesialan hidup. Upacara adat ruwatan ini
pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Zairul Haq (2011:4) berpendapat bahwa salah satu ciri masyarakat Jawa adalah
bahwa mereka merupakan masyarakat yang begitu percaya terhadap suatu “kekuatan”
di luar alam yang mengatasi mereka. Banyak masyarakat Jawa merasa kagum terhadap
kejadian-kejadian di sekitar dan fenomenafenomena alam sehari-hari yang kadang sulit
difahami dengan rasio.

Ada beberapa tujuan dilakukannya ruwatan, salah satunya seperti yang


diungkapkan (Pamungkas,2008:8) yaitu untuk menghilangkan dampak yang bisa
berbentuk kesialan, menjauhkan segala kemungkinan yang buruk yang bisa terjadi jika
seseorang termasuk yang harus diruwat. Jenis ruwatan ada beberapa, satu diantara
yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah Ruwatan Murwakala/
Purwakala. Purwa adalah arti dari wayang, jadi ruwatan purwakala itu merupakan
ritual dengan menggunakan media wayang.

Upacara adat ini termasuk ke dalam sejarah lokal. Sejarah lokal merupakan suatu
bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas, yang meliputi suatu lokalitas
tertentu, biasanya dikaitkan dengan unsur spasial (ruang dan tempat). Penulisan
sejarah lokal di Indonesia diperlukan untuk memahami realitas masa lampau suatu
kelompok masyarakat pada tempat tertentu. Sejarah lokal mempelajari actor sejarah
yaitu manusia yang sebenarnya(tanpa disarati nilai), bukan manusia yang disarati nilai
seperti pahlawan dan pemberontak. Berarti sejarah lokal membicarakan masa lampau
suatu masyarakat, berupa struktur dan proses tindakan manusia guna memahami
fenomena tertentu dengan melihat konteks sosiokultural.

Pengertian tersebut senada dengan pendapat Priyadi (dalam Priyadi,2012:171)


yang menyebutkan bahwa ruang sejarah lokal merupakan lingkup geografis yang dapat
dibatasi sendiri oleh sejarawan dengan alas an yang dapat diterima semua orang.
Mazhab Leicester menyatakan bahwa sejarah lokal adalah asal-usul, pertumbuhan,
kemunduran, dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal. Mazhab tersebut memang
mengaitkan sejarah lokal dengan kemunduran dan kejatuhan, meskipun pada dasarnya
sejarah mengalami perubahan, baik mengarah ke kemajuan maupun kemunduran dan
kejatuhan.

Hal tersebut diperkuat oleh pendapat (Supardi. 2011:49) yang menyebutkan bahwa
sejarah lokal (local history) artinya sejarah yang mengkaji tentang kehidupan manusia
dalam ruang terbatas. Batasan sejarah lokal tidak mempedulikan batasan administratif,
dengan demikian bisa saja sebuah desa (sejarah pedesaan), sejarah kota, sejarah
beberapa desa menjadi kajian sejarah lokal.

Dengan demikian, yang dimaksud sejarah lokal adalah segala sesuatu peristiwa
sejarah yang menjadi dasar dari identitas nasional dan memiliki karakteristik tersendiri
karena adanya batasan oleh ruang atau tempat, jadi bisa menghubungkan sejarah
setempat dengan sejarah yang lebih luas. Metode Penelitian Jenis penelitian yang
dilakukan yaitu jenis penelitian kualitatif deskriptif. Bagian deskriptif dalam catatan
data ini meliputi potret subjek, rekonstruksi dialog, deskripsi keadaan fisik, struktur
tentang tempat, dan barang-barang lain yang ada di sekitarnya. Demikian juga, catatan
tentang berbagai peristiwa khusus (termasuk siapa yang terlibat dengan cara
bagaimana, gerakgeriknya, dan juga tingkah laku atau sikap penelitiannya) (Sutopo,
2002: 74).

2.3. Hubungan Batik Kota Madiun dengan Identitas Daerah

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari berbagai pulau. Kondisi
geografis ini memungkinkan Indonesia terdiri dari beragam suku dan kebudayaan yang
memiliki ciri khas masing-masing. Kebudayaan yang berbeda dari setiap daerah ini
terdiri dari bahasa, budaya dan seni yang berbeda. Dengan kondisi geografi ini,
Indonesia sangat kaya akan kebudayaan baik itu dari Sabang sampai Merauke.
Kebudayaan ini merupakan warisan berharga yang tidak ternilai harganya untuk
Indonesia. Salah satu warisan kebudayaan di Indonesia adalah batik.

Sedari dulu, batik telah dikenal dengan nama warisan budaya nusantara. Sejak abad
XVII, dengan ditemukannya berbagai dokumen berupa tulisan maupun lukisan pada
sebuah daun, batik ternyata sudah diketahui. Pada abad tersebut, motif atau yang biasa
disebut dengan pola pada batik sebagian besar masih dalam bentuk binatang ataupun
tanaman. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, motif atau pola batik ini tentunya
mengalami berbagai perkembangan sehingga tidak hanya tanaman ataupun binatang
saja namun beralih pada motif abstrak yaitu bergambar awan, relief candi, dan
sebagainya.

Kesenian batik merupakan sebuah seni menggambar di atas kain. Batik ini
selanjutnya akan dibuat menjadi sebuah pakaian yang menjadi salah satu budaya raja-
raja di Indonesia. Pada awal mulanya, batik ini hanya dibuat secara terbatas bagi
kalangan kraton. Batik yang dibuat ini dikhususkan bagi pakaian raja dan keluarga.
Batik yang diperbolehkan ada di kalangan istana dianggap sebagai hak milik istana dan
orang lain tidak diperbolehkan untuk menggunakan batik tersebut.

Batik memiliki banyak motif atau simbol dan makna menurut pembuatannya.
Simbol adalah kreasi manusia untuk menuangkan ekspresi dan gejala-gejala alam
dengan bentuk-bentuk bermakna, yang artinya dapat dipahami dan disetujui
masyarakat tertentu. Manusia tidak dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya
tanpa simbolsimbol, karena manusia sebagai makhluk budaya tidak dapat
mengekspresikan jalan pikiran atau penalarannya tanpa simbol. Karya seni adalah
suatu kreasi yang melibatkan cipta, rasa dan karsa manusia yang merupakan
pengejewantahan dari ekspresi manusia yang menyangkut rasa, emosi, cita-cita,
harapan, gagasan, khayalan, serta pengalamannya yang divisualisasikan pada suatu
media, dengan ketrampilan dalam bentuk-bentuk berstruktur yang merupakan satu
kesatuan yang organis, dengan menggunakan media indrawi, sehingga dapat
ditanggkap dan ditaanggapi oleh indra manusia sebagai suatu yang bermakna bagi
pencipta dan pengamatnya.

Pada 2 Okteber 2009 badan PBB untuk kebudayaan yaitu UNESCO menetapkan
batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non bendawi Indonnesia
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humnity). UNESCO menulis dalam
situs resminya bahwa motif batik Indonesia memiliki banyak simbol yang berhubungan
erat dengan status sosial, kebudayaan lokal, alam dan sejarah batik itu sendiri.
Batik dinilai sebagai identitas bangsa Indonesia dan menjadi bagian penting
seseorang di Indonesia sejak lahir hingga meninggal. Motif batik yang tercipta
senantiasa melambangkan simbol-simbol atau perlambang tertentu yang ingin
digambarakan oleh pembuatnya. Pembuatan batik memiliki sejarah penciptaan yang
berkaitan dengan lelaku atau amalan yang dilakukan oleh sang pencipta motif itu
sendiri. Pada pertengahan abad ke-17, di era Sultan Agung Hanyakrakusuma, bentuk-
bentuk motif batik dibuat dengan cara yang sederhana dan dengan ukuran yang relatif
besar karena pada waktu itu belum ditemukan canting tulis.

Semenjak batik mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan kemanusiaan


untuk budaya lisan dan non bendawi, menyebabkan kesadaran masyarakat Indonesia
untuk mengenakan busana batik semakin meningkat. Batik tidak hanya dipakai pada
acara-acara resmi saja, namun batik kini semakin banyak dipakai di lingkungan kerja
dan bahkan pada suasana santai.

Batik Indonesia memiliki banyak motif dan corak. Hampir setiap daerah memiliki
motif batik sebagai identitas daerah tersebut, contohnya batik Kraton Yogyakarta
memiliki ciri warna biru-hitam, soga coklat dan putih. Batik Solo memiliki warna
dominan coklat soga kekuningan. Batik pantai utara memiliki corak warna cerah dan
banyak menampilkan motif bunga. Proses pembuatan batik Indonesia memakai canting
dan malam, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, bahkan
pada batik Kraton ada motifmotif tertentu yang tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa,
dengan kata lain hanya petinggi Kraton yang boleh memakainya. Motif tersebut adalah
motif parang yang hanya dipakai oleh Raja, Permaisuri, Putra kerajaan. Kata parang
berasal dari kata pereng yang dalam bahasa Jawa berarti pinggiran suatu tebing yang
berbentuk pereng yang menghubungkan daratan tinggi ke daratan rendah yang
membentuk garis diagonal.

Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” atau menulis dan “titik”. Batik adalah
kerajinan yang mengandung filosofi, memiliki karakter dan nilai seni, serta menjadi
bagian dari budaya Indonesia sejak lama. Sebagai ikon budaya, batik merupakan local
genius yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Batik dapat diartikan juga
sebagai sejenis kain tertentu yang dibuat khusus dengan motif-motif yang khas, yang
langsung dikenali masyarakat umum.
Sedangkan menurut Asti dan Ambar, “batik merupakan kerajinan yang memiliki
nilai seni yang tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa)
sejak lama”. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa Batik berasal dari bahasa Jawa
“mbathik”, yaitu mbat yang merupakan kependekan dari ngembat atau melontarkan
dan tik yang merupakan kependekan dari titik sehingga batik diartikan sebagai
melemparkan titik berkali-kali dalam selembar kain.

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi
atau kenyataan tentang sesuatu yang mirip satu sama lain, (2) kondisi atau fakta
tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda, (3) kondisi atau fakta
yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua
kelompok atau benda, (4) pada tataran teknis, pengertian epistimologi tersebut hanya
sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata
“identik”, misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain.

Identitas merupakan simbolisasi ciri khas yang mengandung diferensiasi dan


mewakili citra organisasi. Identitas dapat berasal dari sejarah, filosofi, atau visi atau
cita-cita, misi atau fungsi, tujuan, strategi atau program. Unsur umum identitas antara
lain adalah: (1) Nama, logo, slogo dan mascot, (2) Sistem grafis dan elemen visual yang
standar: warna, gambar, bentuk huruf dan tata letak, (3) Aplikasi pada media resmi
(official) dan media komunikasi, publikasi dan promosi (komersial).

Identitas adalah suatu ciri-ciri atau tanda-tanda yang melekat dan menjadi ciri
khasnya, yang sering dihubungkan dengan dengan suatu atribut. Identitas juga
dipahami sebagai ungkapan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu komunitas,
kelompok, atau bangsa yang memiliki khas dan membedakannya dengan kelompok atau
bangsa yang lain. Identitas bisa berdampak positif juga bisa berdampak negative. Jika
identitas tersebut dapat menimbulkan rasa bangga, baik bagi dirinya maupun
komunitasnya, maka identitas bernilai positif. Sebaliknya identitas dapat melahirkan
masalah manakala ia menjadi alasan untuk berkonflik bahkan berperang. Identitas
dipahami juga sebagai ungkapan nilai-nilai budaya yang dimiliki suatu komunitas,
kelompok atau bangsa yang bersifat khas dan membedakannya dengan kelompok atau
bangsa yang lain.
Pengertian Tentang Motif Batik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motif
adalah pola, corak hiasan yang indah pada kain, bagian rumah dan sebagainya. Bagian-
bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen yang terkandung begitu kuat
dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilisasi alam, benda, dengan gaya dan ciri khas
tersendiri. Motif bisa dikatakan sebagai gambaran bentuk, sifat dan corak dari suatu
perwujudan. Atau lebih khusus lagi bahwa motif adalah kerangka gambar yang
mewujudkan batik secara keseluruhan.

Menurut Djelantik motif adalah suatu unsur-unsur yang terdapat dalam struktur
batik, serta berperan dalam menimbulkan rasa indah pada sang pengamat yang
meliputi tiga unsur estetik mendasar dalam struktur setiap karya seni adalah keutuhan
atau kebersatauan, penonjolan atau penekanan, dan keseimbangan. Menurut Ari
Wulandari motif batik adalah suatu dasar, pokok dari suatu pola, gambar yang
merupakan pangkal atau pusat suatu rancangan gambar sehingga makna dari tanda,
symbol atau lambang dibalik motif batik tersebut dapat diungkap.

Motif merupakan susunan terkecil dari sebuah gambar atau kerangka gambar pada
sebuah benda, sehingga motif akan disusun untuk menghasilkan pola. Motif batik
adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan, motif batik sama
dengan corak batik. Motif batik adalah kerangka gambar atau sebuah pola yang
mewujudkan batik secara keseluruhan.

Setiap daerah pembatikan di Indonesia mempunyai motif batik dan tata warna yang
berbeda-beda. Keindahan nilai filosofi terkandung dalam motif batik yang diciptakan
melalui proses yang panjang tentunya juga mempunai arti sangat dalam. Pendapat ini
diperkuat dengan pernyataan Djoemena, menurutnya para pencipta motif batik pada
zaman dahulu tidak sekedar mencipta sesuatu yang indah dipandang mata saja, tetapi
mereka juga memberi makna atau arti yang erat hubungannya dengan filsafat hidup
yang mereka hayati. Jadi mereka menciptakan sesuatu ragam hias dengan pesan dan
harapan yang tulus dan luhur semoga akan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi
si pemakai.

Batik dianggap sebagai simbol identitas. Nenek moyang bangsa Indonesia telah
memberikan warisan hasil kreativitas seni yang sangat bernilai dan terkenal,
diantaranya adalah batik. Batik merupakan hasil seni bangsa Indonesia yang termasuk
tua. Namun, memiliki suatu ekspresi budaya yang bermakna simbolis dan nilai estetika
yang tinggi.

Keunikan yang indah itu merupakan salah satu pembentuk karakter bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain, sehingga dapat menjadi simbol
identitas dan jati diri bangsa. Batik tumbuh dan berkembang di Indonesia sebagai
bentuk manifestasi dan kekayaan budaya daerah. Pada setiap daerah di Indonesa yang
sebagian masyarakat memproduksi batik, corak dan motif batik satu sama lain berbeda-
beda.

Dalam hal ini eksistensinya saling mempertahankan ciri-ciri seni tradisinya. Motif
batik tiap-tiap daerah sampai sekarang ini masih kelihatan jelas unsur-unsur yang
mempengaruhi pertumbuhannya, baik dari corak, warna, susunan, penempatan hiasan,
dan isian pada motif yang dilukiskan akan mengandung maknamakna yang terkandung
di dalamnya. Banyak hal baik yang bisa dilihat dari batik, ciri khasnya telah menjadikan
batik sebagai salah satu khasanah budaya bangsa yang tak surut termakan zaman.
Zaman feodalisme, zaman kolonialisme, zaman kemerdekaan, sampai zaman reformasi
sekarang ini, batik masih menjadi satu pakaian yang mengidentitaskan karakter bangsa
Indonesia di mata Internasional.

Perkembangan dan transformasi budaya, ternyata tak mampu menyingkirkan batik


dari identitas bangsa. Ciri khas tersebut tidak sekedar sebagai artian dari identitas
semata, namun secara filosofis juga mempunyai esensi perlawanan terhadap
westernisasi yang semakin pesat melanda Indonesia. Pengaruh budaya barat khususnya
dalam hal mode atau fashion, mendapatkan satu resistensi dari eksistensi batik sebagai
simbol fashion melalui identitas bangsa Indonesia. Budaya yang diwariskan oleh nenek
moyang mempunyai nilai seni tinggi, tidak dapat dipungkiri lagi kalau batik merupakan
simbol identitas bangsa.

Karya seni yang dihasilkan mempunyai makna dan filosofi yang luar biasa. Banyak
hal yang dapat terungkap dari seni batik, seperti latar belakang kebudayaan,
kepercayaan, adat-istiadat, sifat dan tata kehidupan, alam lingkungan, cita rasa, tingkat
ketrampilan dan lain-lain. Dari masa ke masa, manusia menitipkan pesan perlambang
pada karya-karya batik, ribuan perlambang batik hidup hingga kini. Pemaknaan inilah
yang menjadikan batik sebagai simbol identitas.
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang besar dan mampu menghargai atas budayanya,
banyak warisan budaya bangsa Indonesia, salah satunya ialah batik. Sudah seharusnya
sebagai generasi penerus budaya adiluhung untuk menjaga, melestarikan batik sebagai
karakter dan simbol identitas bangsa Indonesia. Keberadaan batik sebagai simbol
identitas dan warisan budaya bangsa Indonesia semakin diakui sejak ditetapkannya
batik sebagai world heritage oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, dan disambut oleh
pemerintah Indonesia dengan ditetapkannya 2 Oktober sebagai hari batik nasional.

Melalui simbol identitas, manusia mampu menuangkan ekspresi dan gejala-gejala


alam dengan bentuk-bentuk bermakna, yang artinya dapat dipahami dan 10 Data
Potensi Desa Jatipelem Tahun 2013 disetujui masyarakat tertentu. Contohnya adalah
motif batik yang tercipta senantiasa melambangkan simbolsimbol atau perlambang
tertentu yang ingin digambarkan oleh pembuatnya. Pembuatan batik memiliki sejarah
penciptaan yang berkaitan dengan lelaku atau amalan yang dilakukan oleh sang
pencipta motif itu sendiri.

2.4. Hubungan Upacara Adat Kota Madiun dengan Identitas Daerah

Meski pada zaman sekarang upacara adat merupakan sebuah kebudayaan yang
memiliki kepercayaan berbeda dari setiap orang, bahkan telah banyak ditinggalkan oleh
orang-orang seiring dengan perkembangan zaman, namun upacara adat merupakan
sebuah kebudayaan yang tetap harus dilestarikan untuk menjaga tradisi dan adat
istiadat leluhur. Fungsi upacara adat ini juga merupakan sebuah simbol atau identitas
dari setiap daerah. Tidak jarang, kita sering mendengar pernikahan yang menggunakan
adat jawa ataupun adat padang. Maka, dari hal inilah, upacara adat yang selama ini
dilestarikan merupakan sebuah identitas daerah, termasuk halnya upacara Adat Kota
Madiun yang merupakan simbol atau ikon dari Kota Madiun itu sendiri.

BAB III

SIMPULAN
Kota Madiun merupakan kota yang kaya akan sejarah yang menghasilkan sebuah
kebudayaan. Kebudayaan yang ada di Kota Madiun salah satunya adalah batik pecel.
Batik pecel ini sendiri memiliki makna yang menggambarkan Kota Madiun. Simbol yang
terdapat dalam batik ini merupakan ciri khas dari Kota Madiun. Batik yang dianggap
sebagai identitas nasional ini memiliki khas dari setiap daerah yang menjadi identitas
atau ikon dari setiap daerah pula.

Selain dengan adanya batik, Kota Madiun memiliki kebudayaan dalam hal upacara
adat. Upacara adat di Indonesia begitu beragam sehingga setiap daerah akan selalu
memiliki ciri khasnya tersendiri, tidak terkecuali dengan Kota Madiun.

Oleh karena itu, kebudayaan yang ada di Kota Madiun merupakan sebuah identitas
yang mencerminkan ataupun sebagai ikon dari Kota Madiun yang keberadaaannya
perlu dijaga dan dilestarikan agar eksistensinya dan maknanya tetap ada.

DAFTAR PUSTAKA

LAILI FARIDA, L. (2017). Batik Tulis Sekar Jati Sebagai Identitas Kabupaten Jombang
Tahun 1993-2008. Avatara, 5(2).

At Tanthowy, H. (2015). Ragam Motif Batik Bojonegoro Sebagai Upaya Membangun


Identitas Daerah Di Bojonegoro Tahun 2009-2014. Avatara, e-Jurnal Pendidikan
Sejarah, 3(3), 326–334.

Ariana, N. E., & Pamungkas, Y. H. (2015). Perkembangan Motif Batik Suminar Sebagai
Upaya Membangun Identitas Daerah Kediri Tahun 1992-2004. Avatara, e-Jurnal
Pendidikan Senjarah, 3(3), 310–325.

Triatmoko, A., & Mukti Wibowo, A. (2012). Cagar Budaya Masjid Kuncen Sebagai Ikon
Wisata Sejarah Dan Religi Kota Madiun. Agastya: Jurnal Sejarah Dan
Pembelajarannya, 2(2), 66–80. https://doi.org/10.25273/ajsp.v2i2.1461

Ilham Abadi, S. (2016). Upacara Adat Ruwat Bumi Di Kelurahan Winongo. Agastya, 6(1),
82–93.
https://www.researchgate.net/publication/325530851_Upacara_Adat_Ruwatan_B
umi_Di_Kelurahan_Winongo_Kecamatan_Manguharjo_Kota_Madiun_Latar_Sejarah_
Nilai-Nilai_Filosofis_Dan_Potensinya_Sebagai_Sumber_Pembelajaran_Sejarah_Lokal

Aulia Sahidah, B., & Triana Habsari, N. (2018). Eksistensi Batik Pecel (Sejarah, Makna
Simbolis Dan Potensinya Sebagai Ikon Pariwisata Kota Madiun). Agastya: Jurnal
Sejarah Dan Pembelajarannya, 8(2), 221. https://doi.org/10.25273/ajsp.v8i2.2680

Soeprapto, S., & Jirzanah. (n.d.). SEBAGAI IDENTITAS BANGSA SriSoeprapto e : l Jirzanah
Usaha menghadapi hidup masakini serta membangun masyarakat. Filsafat.

Anda mungkin juga menyukai