Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) :

Pengertian UMKM

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini. Usaha Mikro memiliki kriteria asset maksimal sebesar 50 juta dan omzet
sebesar 300 juta.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria
asset sebesar 50 juta sampai dengan 500 juta dan omzet sebesar 300 juta sampai dengan
2,5 miliar.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah
memiliki kriteria asset sebesar 500 juta sampai dengan 10 miliar dan omzet sebesar 2,5
miliar sampai dengan 50 miliar.

Terdapat beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia, yaitu:

 UU No.9 tahun 1995 tentang mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap
(di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal
Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha
menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah
Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.
 Kementerian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika
memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah batasannya
adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
 Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan
menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar.
Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai
usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per tahun kurang dari
Rp 1 milyar (sesuai UU no.9 tahun 1995)
 Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995,
sedangkan untuk usaha menengah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan
besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non
manufaktur (Rp 200 – 60 juta).
 Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga
kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah
usaha yang memiliki pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang
dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung perekonomian
Indonesia. Sejarah membuktikan, ketika terjadi krisis moneter di tahun 1998 banyak usaha besar
yang tumbang karena dihantam krisis tersebut, namun UMKM tetap eksis dan menopang
kelanjutan perekonomian Indonesia. Tercatat, 96% UMKM di Indonesia tetap bertahan dari
goncangan krisis. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2008-2009. Ketika krisis datang dan
mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM lagi-lagi menjadi juru selamat
ekonomi Indonesia.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu membuktikan eksistensinya dalam
perekonomian di Indonesia. Ketika badai krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998,
banyak investor dan pengusaha besar yang mengalihkan modalnya ke negara-negara lain,
sehingga perekonomian Indonesia dikala itu semakin terpuruk. Usaha kecil dan sektor riil
mampu bertahan dan menopang roda perekonomian bangsa Indonesia. Undang-undang yang
mengatur tentang seluk-beluk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sebuah
perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan
dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan
pendapatan tertentu. Rinciannya sebagai berikut:

 Usaha produktif yang kekayaannya sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300
juta rupiah per tahun digolongkan sebagai Usaha Mikro.
 Usaha produktif yang nilai kekayaan usahanya antara 50 juta hingga 500 juta rupiah
dengan total penghasilan sekitar 300 juta hingga 2,5 milyar rupiah per tahun
dikategorikan sebagai Usaha Kecil.
 Sedangkan Usaha Menengah merupakan usaha produktif yang memiliki kekayaan
(modal) 500 juta hingga 10 milyar rupiah dengan jumlah pendapatan pertahun berkisar
2,5 – 50 milyar rupiah.

Menurut Bank Dunia, UMKM dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu Usaha Mikro
(jumlah karyawan 10 orang), Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang) dan Usaha
Menengah/Medium (jumlah karyawan hingga 300 orang). Dalam perspektif usaha, UMKM
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:

 UKM sektor informal atau dikenal dengan istilah Livelihood Activities, contohnya
pedagang kaki lima dan warteg.
 UKM Mikro atau Micro Enterprise adalah para UKM dengan kemampuan sifat
pengerajin namun tidak memiliki jiwa kewirausahaan dalam mengembangkan usahanya.
 Usaha Kecil Dinamis (Small Dynamic Enterprise)  adalah kelompok UKM yang mampu
berwirausaha dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan subkontrak) dan ekspor.
 Fast Moving Enterprise adalah UKM-UKM yang mempunyai kewirausahaan yang cakap
dan telah siap untuk bertranformasi menjadi usaha besar.

Secara umum, usaha kecil memiliki ciri-ciri: manajemen berdiri sendiri, modal disediakan
sendiri, daerah pemasarannya lokal, aset perusahaannya kecil, dan jumlah karyawan yang
dipekerjakan terbatas. Asas pelaksanaan UMKM adalah kebersamaan, ekonomi yang
demokratis, kemandirian, keseimbangan kemajuan, berkelanjutan, efesiensi keadilan, serta
kesatuan ekonomi nasional. UMKM mendapat perhatian dan keistimewaan yang diamanatkan
oleh undang-undang, antara lain: bantuan kredit usaha dengan bunga rendah, kemudahan
persyaratan izin usaha, bantuan pengembangan usaha dari lembaga pemerintah, beberapa
kemudahan lainnya.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peningkatan kualitas UMKM di Indonesia?


2. Bagaimana peran pemerintah dalam peningkatan kualitas UMKM di Indonesia?
3. Bagaimana contoh peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas UMKM dalam suatu
daerah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peningkatan Kualitas UMKM di Indonesia

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengalami peningkatan yang sangat
menggembirakan dikarenakan berhasil menyumbangkan 57% dari PDB (di dukung oleh data
BPS tahun 2006 - 2010) dimana UMKM meningkat bukan hanya dari segi kuantitas melainkan
tenaga kerja, modal serta asset mereka. UMKM juga dikatakan usaha ekonomi produktif yang
cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis mereka tidak terkena dampak yang begitu
menyedihkan. Hal tersebut dikarena prinsip kemandirian yang dimiliki yang artinya mereka
memiliki modal sendiri dan tidak terlalu bergantung pada lembaga lain sehingga membuat
mereka kokoh hingga saat ini dan menjadi katup perekonomian negara.

Pencapaian yang sangat menggembirakn bagi UMKM kita tidak didapat hanya dengan sekali
mengedipkan mata. Banyak tantangan yang mereka harus lalui dan banyak masalah yang harus
mereka selesaikan baik secara modal, tenaga kerja, kegiatan produksi dan hal lainnya. Sehingga
apabila terdapat UMKM yang tidak siap dan tak mampu menghindari atau mengatasi gejolak
yang datang maka tidak mustahil akan ada juga UMKM yang kolaps.

Berdasarkan masalah-maslah yang dialami oleh koperasi dan UMKM di Indonesia penulis
menganalisis dan memiliki strategi penyelesaian masalah-masalah tersebut yang mereka alami
agar tak terulang kembali dan terus meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Strategi
yang penulis sarankan, baik bagi pemerintah khususnya Menteri Koperasi dan UMKM, anggota
serta pengurus koperasi di seluruh Indonesia dan para owner UMKM di seluruh Indonesia untuk
agar memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan perekonomian Indonesia melalui cara-
cara berikut, diantaranya:

1. Penyediaan modal dan akses kepada sumber dan lembaga keuangan. Ditambah dengan
pemberian kemudahan (bukan berbelit-belit) dalam mengurus administrasi untuk
mendapatkan modal dari lembaga keuangan. Dapat juga melalui pengefektifan dan
pengefisienan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disediakan oleh
pemerintah sebelumnya.
2. Meningkatkan kualitas dan kapasitas kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan
baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri. Selain itu,
untuk meningkatkan kualitas SDM, mereka perlu “dibangunkan” kembali mengapa
mereka berada di koperasi, orang yang masih konsisten berusaha mengembalikan
mindset orang yang  tidak aktif agar mereka mau berorganisasi khususnya koperasi
berdasarkan asas dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
3. Meningkatkan kemampuan pemasaran UMKM. Pemberian pendidikan mengenai
pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut tenaga profesional yang ahli dalam hal
pemasaran.
4. Meningkatkan akses informasi usaha bagi UMKM.
5. Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku usaha (UMKM, Usaha
Besar dan BUMN).
6. Melakukan/membuat program goes to goal, yaitu langsung ke tujuan atau sasaran.
Dilakukan dengan cara memberikan bantuan baik modal, konsep, dan hal-hal yang
dibutuhkan oleh koperasi dan UMKM atau dengan membidik para individu yang
memiliki jiwa enterpreneur dengan tetap adanya prinsip prudensial dan adanya manager
investasi (meminjam istilah perbankan syariah dimana nasabah yang telah diberi
pinjaman tetap terus mendapat pengawasn atau layanan prima dalam pengolahan dana
yang ). Selama ini banyak orang ahli dalam bidang UMKM mengadakan seminar-
seminar demi meningkatnya kualitas dan kuantitas dari UMKM, namun “efek” yang ada
dari seminar tersebut tidaklah lama, hanya bertahan sebentar, untuk itu lebih baik mereka
mencari langsung terjun ke lapangan untuk mencari orang-orang yang benar-benar serius
di UMKMK dan jika dilihat potensi usahanya bagus segera dipinjami dana dalam rangka
mengembangkan usahanya.

Sejatinya perkembangan UMKM di Indonesia cukup baik, jika ditinjau dari segi jumlah unit
usaha maupun jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMKM dalam rangka mengurangi
pengangguran. Data BPS (1994) menunjukkan jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316
juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja
lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga
sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap.

. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas UMKM di Indonesia.


Semenjak Indonesia merdeka, pemerintah berusaha mencetak pengusaha-pengusaha baru untuk
merobohkan sistem ekonomi kolonial dan diganti dengan ekonomi kerakyatan. Beberapa
program disusun oleh pemerintah Orde Lama. Di masa demokrasi liberal, dikenal Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor
barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Gagal dengan Program Benteng, pemerintah mengenalkan program baru yakni sistem ekonomi
Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu
penggalangan kerjasama antara pengusaha cina (baba) dan pengusaha pribumi (ali). Pengusaha
non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Di masa Orde Baru, pengembangan UMKM terus berlanjut. Pemerintah Orba membuat UU No.9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil guna memberdayakan usaha kecil. UU ini berisi XI bab dan 38
pasal dan mengatur pelaksanan permberdayaan UMKM di Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global,
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil
perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan
kepastian dan keadilan usaha. UU tersebut diganti dengan UU No.20 Tahun 2008 tentang
UMKM. Dalam UU tersebut, disebutkan peran pemerintah untuk memberdayakan UMKM.

Terkait dengan urusan pemerintahan, setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan (Pasal 4 ayat 1). Kementerian Koperasi dan UKM RI merupakan Kementerian di
kelompok ketiga yaitu urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan
sinkronisasi program pemerintah (Pasal 4 ayat 2, huruf C), berkaitan dengan urusan
pemerintahan bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Pasal 5 ayat 3).

Undang-Undang telah memberi amanat terhadap pemerintah untuk mengembangkan UMKM.


Dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM disebutkan peran pemerintah antara lain:
a. Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan dan pengendalian kesempatan
berusaha (Pasal 13).
b. Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan promosi dagang (Pasal 14, ayat2).
c. Bersama Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang produksi
dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan teknologi (Pasal 16
ayat 1).
d. Menyusun Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas,
dan jangka waktu pengembangan usaha dimaksud (Pasal 16 ayat 3).
e. Bersama dengan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan
Kecil (Pasal 2l). Dalam hal ini Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha dapat
memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber
pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil(Pasal 2l
ayat4).
f. Memberikan insentif datam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif
sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesual dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha
Mikro dan Kecil (Pasal 21 ayat 5).
g. Meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil (Pasal 22).
h. Bersama Pemerintah Daerah, meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap
sumber pembiayaan (Pasal 23 ayat 1).
i. Bersama dengan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam
bidang pembiayaan dan penjaminan (Pasal 24).
j. Bersama Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan
menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat,
dan menguntungkan (Pasal 25 ayat 1). Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha
Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran,
permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi (Pasal 25 ayat 2).
k. Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri teknis lain mengatur pemberian insentif kepada
Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja,
pengunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan (Pasal 25 ayat 3).
l. Menteri Koperasi dan UKM dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha
nasional dan daerah untuk memantau pelaksanaan kemitraan (Pasal 34).
m. Melarang Usaha Besar memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau
Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan (Pasal 35).
n. Melarang Usaha Menengah memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha
Kecil mitra usahanya(Pasal 35).
o. Menteri Koperasi dan UKM melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Pasal 38 ayat 1).
p. Mengatur dan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemberian sanksi
administratif pelaggaran UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Pasal 39 ayat 3).

Sehubungan dengan amanat Undang-Undang, pemerintah melaksanakan berbagai program


yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM. Program tersebut antara lain adalah program
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) dan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Gerakan Kewirausahaan Nasional bertujuan memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan semangat dan jiwa kewirausahaan bagi masyarakat, khususnya generasi
muda, untuk menjadi wirausaha yang mandiri handal dan tangguh, serta memiliki daya
saing.
b. Memotivasi agar tumbuh wirausaha baru kreatif, inovatif dan berwawasan global.
c.  Mampu melakukan interaksi melalui tukar menukar informasi dan peningkatan kerjasama di
segala sektor.
d.  Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berwirausaha khusus bagi wirausaha baru.
e.  Mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha koperasi dan UMKM yang dilakukan oleh
para pelaku wirausaha.
f.    Mengekspose dan memberikan inspirasi atas keberhasilan wirausaha dari dalam dan luar
negeri dan diharapkan dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya wirausaha baru.

Sedangkan KUR yang dilaksanakan sejak tahun 2007 dan bekerja sama dengan bank nasional
penyalur KUR sebanyak 7 bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri
(BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah).
Hasil pelaksanaan pada tahun 2012 yaitu penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar
Rp.34,2 triliun untuk lebih dari 1,9 juta debitur, dengan rata-rata kredit/pembiayaan sebesar
Rp.17,5 juta. Volume penyaluran KUR tersebut telah melampaui target tahun 2012 sebesar
Rp.30 triliun. Tingkat non-performing loan (NPL) KUR pada tahun 2012 cukup rendah yaitu 3,6
persen. Sebagian besar KUR disalurkan ke sektor perdagangan (37,5 persen), sektor pertanian
dan perikanan (17,1 persen), dan sektor perdagangan terintegrasi dengan sektor hulu (14,2
persen).
Realisasi sebaran KUR dari tahun 2007 sampai 2013 menyebutkan bahwa Bank BRI adalah
penyalur KUR terbesar dengan total plafond mencapai Rp. 79,9 triliun. Selain sektor ritel BRI
juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 16,03
triliun dan Rp. 63,9 triliun, debiturnya 94.710 UMK dan 8.650.164 UMK, rata-rata kredit Rp.
169,3 juta/debitur dan Rp. 7,4 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing 3,4% dan
1,9%. Menduduki peringkat kedua yaitu Bank Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp.
12,6 triliun, debiturnya sebanyak 250.032 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,4 juta/debitur
serta nilai NPL sebesar 4,3%. Di urutan ketiga adalah BNI dengan total plafond sebesar Rp.
12,11 triliun, debiturnya sebanyak 184.805 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 65,5 juta/debitur
serta nilai NPL sebesar 4,1%.
Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4,1 triliun, BSM dengan plafond Rp.
3,4 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,75 triliun dan BNI Syariah dengan plafond Rp.
142.876 miliar. Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR oleh
bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,4%. Bank BTN merupakan Bank
Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR yaitu sebesar 9,5% dan BRI Mikro
dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada
bank yang masih di atas 5% bisa turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran.
Pada tahun 2012, pemerintah juga melakukan pendampingan bagi 27.520 calon debitur KUR dan
sosialisasi KUR di 33 provinsi. Melalui program tersebut diharapkan penerima KUR dapat
mempergunakan KUR untuk pengembangan usaha dan membuat UMKM menjadi lebih berdaya
karena tambahan modal tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia telah terbukti mampu menjaga
stabilitas ekonomi disaat krisis terjadi. Keberadaan UMKM di Indonesia yang jumlahnya
mencapai 99,99% dari total usaha di Indonesia telah menyerap 97,30% tenaga kerja di Indonesia.
Keberadaan UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 57,12% terhadap produk domestik
bruto (PDB).

Namun UMKM juga memiliki berbagai hambatan dalam hal pengelolaan usahanya. Masalah
utama yang dihadapi oleh UMKM adalah permodalan. Menyusul masalah lain adalah
pengelolaan yang kurang profesional, kesulitan dalam persaingan usaha yang pesat, rendahnya
tingkat inovasi pelaku UMKM, kebijakan pemerintah yang kurang pro UMKM, bahan baku
sukar diperoleh, pasar yang cepat berubah selera sehingga pemasaran menjadi sulit.

Untuk mengatasi hambatan tersebut, peran pemerintah sangat diharapkan. Undang-Undang telah
memberi amanat kepada pemerintah untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM.
Sinergi antra pemerintah pusat dan daerah juga harus diperhatikan guna menumbuhkembangkan
iklim usaha yang kondusif bagi pelaku UMKM.

Beberapa program telah dilakukan pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang.


Program GKN dan pemberian KUR mencadi contoh peran pemerintah dalam upaya untuk
menghasilkan UMKM yang berdaya dan mampu bersaing dengan usaha lain.

Anda mungkin juga menyukai