Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Tarsal tunnel syndrome merupakan sebuah keadaan yang disebabkan karena adanya
kompresi pada nervus tibialis atau yang berhubungan dengan percabangannya yang melewati
bagian bawah dari flexor retinaculum pada pergelangan kaki atau di bagian distalnya. Tarsal
tunnel syndrome dapat disamakan dengan carpal tunnel syndrome yaitu yang terjadi pada
pergelangan tangan. Pada tahun 1962, Keck dan Lam pertama kali mendiskripsikan syndrome ini
dan terapinya. Tarsal tunnel syndrome disebabkan oleh beraneka segi kompresi yang
menimbulkan neuropathy dengan bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan paresthesi yang meluas
dari bagian distal dalam pergelangan kaki dan terkadang sampai dengan bagian proximal. Dalam
menegakkan tanda-tanda dan gejala dari tarsal tunnel syndrome, maka hal ini didasarkan dari
berbagai macam penyebab, yang dikelompok-kelompokkan berdasarkan ekstrinsik dan intrinsik
atau faktor-faktor ketegangan. Sebab-sebab ekstrinsik dapat menyebabkan terjadinya tarsal
tunnel syndrome. Sebagai contoh trauma eksternal yang dapat disebabkan karena crush injury,
stretch injury, fraktur, dislokasi dari ankle dan hindfoot, dan severe ankle sprains. Penyebab
lokal misalnya penyebab intrinsik seperti neuropathy. Contoh termasuk space-occupying masses,
tumor-tumor lokal, bony prominences, dan pleksus dari vena pada tarsal canal. Nerve tension
disebabkan dari valgus foot yang identik dengan gejala terkompresinya saraf circumferential.1

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1 DEFINISI

Tarsal tunnel adalah ruang sempit yang terletak di bagian dalam pergelangan kaki sebelah
tulang pergelangan kaki. Terowongan ditutupi dengan ligament tebal (flexor retinakulum yang
melindungi dan memelihara struktur yang terkandung dalam terowongan-arteri,vena,tendon dan
saraf. Salah satu struktur ini adalah saraf tibialis posterior, yang merupakan focus dari sindrom
terowongan tarsal.6

Tarsal tunnel siyndrome adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang menghasilkan
gejala dimana saja I sepanjang jalur saraf. Tarsal tunnel syndrome mirip dengan carpal tunnel
syndrome, yang terjadi dipergelangan tangan. Kedua gangguan timbul dari kompresi saraf dalam
ruang tertutup.7

II.2. ANATOMI

Nervus Tibialis

Nervus tibialis berasal dari bagian anterior dari plexus sacralis. Yang keluar melalui
region posterior dari paha dan kaki, dan cabang-cabangnya masuk kedalam bagian medial dan
lateral dari nevus plantaris. Inervasi dari nervus tibialis ke kulit adalah menuju bagian betis dan
permukaan plantar dari kaki. Inervasi nervus tibialis ke otot terdapat paling banyak ke daerah
posterior dari paha dan otot-otot kaki dan beberapa pada otot-otot intrinsik dari kaki.2

2
Tarsal Tunnel

Struktur dari tarsal tunnel pada kaki terdapat di antara tulang-tulang kaki dan jaringan
fibrosa. Flexor retinaculum (ligament laciniate) merupakan atap dari tarsal tunnel dan terdiri dari
fascia yang dalam dan deep transversa dari angkle. Bagian batas proximal dan inferior dari
tunnel berbatasan dengan bagian inferior dan superior flexor retinaculum. Batas bawah dari
tunnel berhubungan dengan bagian superior dari tulang calcaneus, bagian medial dari talus dan
distal-medial dari tibia. Sisanya dari fibroosseus kanal membentuk dari tibiocalcaneal tunnel.
Tendon dari flexor hallucis longus muscle, flexor digitorum longus muscle, tibialis posterior
muscle, posterior tibial nerve, dan posterior tibial artery melewati dari tarsal tunnel.2,3

Bagian posterior dari saraf tibia berada diantara otot tibialis posterior dan otot flexor
digitorum longus pada region proximal dari kaki dan melewati antara otot flexor digitorum
longus dan flexor hallucis longus pada bagian distal dari region dari kaki. Saraf tibia melewati
bagian belakang dari medial malleolus dan melewati tarsal tunnel dan kemudian membagi
menjadi bercabang-cabang ke dalam cutaneus articular dan cabang-cabang vascular. Persarafan
utama dari saraf tibialis posterior mempersarafi calcaneal, medial plantar, dan cabang-cabang
saraf dari lateral plantar. Saraf medial plantar superior mempersarafi otot abductor hallucis
longus dan bagian lateralnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu saraf medial dari kaki, dan saraf
medial plantar cutaneous dari hallux. Saraf lateral plantar berjalan langsung melalui bagian
tengah dari otot abductor hallucis, di mana kemudian membagi ke dalam percabangan-
percabangan.2,3

3
Inervasi dari percabangan dari saraf tibialis posterior:

- Percabangan calcaneal - Aspek medial dan posterior dari tumit


- Percabangan media plantar – percabangan cutaneous dari aspek plantar medial dari kaki,
percabangan motorik dari otot abductor hallucis dan flexor digitorum brevis, dan
percabangan talonavicular dan calcaneonavicular joints.
- Percabangan lateral plantar – percabangan motorik dari otot abductor digiti quinti dan
quadrates plantae, saraf cutaneos ke jari ke V, percabangan-percabangan tersebut
berhubungan ke saraf bagian jari IV, percabangan motorik ke lumbricalis: kedua, ketiga,
dan keempat dari percabangan interosei ke bagian atas dari transversa dari adductor
hallucis dan otot pertama dari interosseous space.2,3

II.3 ETIOLOGI

Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya tarsal tunnel neuropathy. Soft-tissue


masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf tibialis posterior. Contoh
termasuuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada tarsal canal, nerve sheath dan nerve
tumor, dan vena varicose. Tulang yang menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan
gangguan. Sebuah penelitian dari Daniel dan teman-temannya menunjukkan adanya deformitas
dari valgus pada rearfoot yang menghasilkan neuropathy dengan menigkatnya tensile load pada
saraf tibial.2,3

II.4 GEJALA KLINIS

Gejala dari tarsal tunnel syndrome bervariasi dari masing-masing individu, tetapi dari
klinis umumnya: gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai hilangnya
sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic musculature, dan gait
abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena nyeri dengan weight bearing).
Deformitas dari hindfoot valgus berpotensi ke dalam gejala dari tarsal tunnel syndrome karena
deformitas tersebut dapat meningkatkan tension menjadi peningkatan dari eversion dan
dorsiflexion. Tidak ada penelitian lainnya yang dapat menunjukkan hubungan secara statistik
dari tarsal tunnel syndrome dalam kondisi bekerja atau beraktivitas sehari-hari. Prevalensi dan
insiden dari tarsal tunnel syndrome belum pernah dilaporkan.1

4
II.5 PATOFISIOLOGI

Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada tarsal canal.
Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior dan distal dari maleolus
medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari
kondisi ini tidaklah semudah dengan mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini,
kompresi dan tension neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena
double-crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan
hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf tersebut dapat
cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow), dimana sel saraf menjadi lebih
mudah terkena trauma kompresi pada bagian distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab
dalam menyalurkan sinyal afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga
mempunyai tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk optimalnya
fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari sitoplasma pada sel saraf
yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson). Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari
keseluruhan panjangnya saraf. Jika aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka
jaringan saraf di bagian distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury
sebagai akibat dari penekanan tersebut.4

Upton dan McComas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang mengalami lesi saraf
perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder. Penulis menyetujui bahwa dengan
adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah
dipelajari pada beberapa kasus yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan
meningkatnya insiden dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai
double crush phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus S1,
yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.2,3

5
II. 6 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien-pasien umumnya dengan gejala yang tidak jelas pada nyeri kaki, dimana
terkadang dihubungkan dengan plantar fasitis. Adanya nyeri, parestesia, dan rasa tebal
merupakan gejala yang tidak jelas. Pada beberapa kasus, adanya atropi pada otot intrinsik kaki
dapat ditemukan, meskipun secara klinik sulit untuk dapat dipastikan. Eversion dan dorsofleksi
dapat menimbulkan gejala yang bertambah berat.4,1

Tanda Tinel (nyeri yang menyebar dan parestesi sepanjang perjalanan dari saraf) dapat
timbul pada bagian posterior dari maleolus medial. Gejala-gejala tersebut umumnya akan
berkurang saat beristirahat, meskipun tidak semua gejala tersebut hilang seluruhnya. (Perkusi
dari saraf bagian distal dengan manifestasi berupa parestesia dikenal sebagai tanda Tinel. Hal ini
jangan sampai dibingungkan dengan tanda dari Phalen, yaitu kompresi saraf selama 30 detik,
dengan timbulnya kembali gejala-gejala tersebut).4,1

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penurunan sensitivitas akan tekanan ringan,


tusukan dengan peniti, dan suhu pada pasien-pasien dengan distal symmetric sensorimotor
neuropathy. Pemeriksaan dengan radiografi pada pasien-pasien dengan gangguan pada anggota
geraknya menunjukkan adanya pengurangan dari densitas tulang, penipisan pada phalang, atau
adanya bukti akan neuropathy (contoh: Charcot disease) pada long-standing neuropathies.
Sebagai tambahan adanya perubahan-perubahan pada anggota tubuh seperti pes cavus, rambut
rontok, dan ulkus. Penemuan-penemuan tersebut sangat berhubungan dengan diabetes, amyloid
neurophaty, leprosy, atau hereditary motor sensory neurophaty (HMSN) disertai dengan
gangguan sensorik. Menipisnya jaringan perineural ditemukan juga pada kasus-kasus leprosy
dan amyloid neuropathy.1,4,5

6
INDIKASI

Riwayat penyakit terdahulu yang positif disertai dengan pemeriksaan suportif yang
ditemukan (pemeriksaan fisik) dan hasil dari elektrodiagnostik positif, menghasilkan diagnosis
tarsal tunnel neuropathy. Pasien-pasien dengan kompresi pada jaringan saraf umumnya
mempunyai hasil yang baik setelah diambil tindakan operasi dekompresi pada saraf tibial. Sangat
penting untuk diketahui bahwa walaupun hasil dari elektrodiagnostik memberikan hasil
berkurangnya fungsi dari saraf, tidak menutup kemungkinan akan tindakan dari dekompresi akan
menghilangkan gejala-gejala dari tarsal tunnel syndrome.1,4,5

PROSEDUR PEMERIKSAAN

Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan Electromyography (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) dapatlah


berguna untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk
memastikan adanya neuropathy. Sebagai tambahan, dapat membedakan dari tipe-tipe dari
jaringan saraf (sensorik, motorik atau keduanya) dan patofisiologi (aksonal vs
demyelinating dan simetrik vs asimetrik) dari pemeriksaan EMG dan/atau NCV. Psikiater
atau neurolog yang telah cukup berpengalaman dalam pemeriksaan ekstremitas dengan
menggunakan pemeriksaan EMG dan NCV akan lebih mendapatkan hasil yang baik pada
pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior
bagian distal sampai ke otot dari abductor hallucis atau abductor digiti quinti.
Pemeriksaan ini juga dapat disertai dengan adanya penurunan amplitude dari fungsi
motorik atau hilangnya respons dari otot-otot yang diperiksa. Awalnya pada pemeriksaan
sensibilitas bagian medial dan/atau lateral plantar di mana aksi potensial akan
terpengaruhi dengan pemanjangan dari masa laten, lambatnya velocity, dan penurunan
amplitude.

7
Aksi potensial dari sensorik dapat tidak terdeteksi pada beberapa kasus yang lebih berat
seperti tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan dengan jarum (needle) pada otot abductor
hallucis dan/atau abductor digiiti quinti dapat menunjukkan adanya denervation dan
perubahan-perubahan aktif dan/atau kronis. Untuk memastikan hasil penemuan-
penemuan tersebut bukanlah suatu lesi pada cabang dari S1, otot dari tibialis posterior ke
bawah dari tarsal tunnel (posterior tibialis) atau otot-otot lainnya dari bagian otot dari
tibialis posterior (extensor digitorum brevis) harus dilakukan pemeriksaan
pembandingnya. Otot-otot dari lumbosacral paraspinal haruslah sensitif terhadap
pemeriksaan EMG dan NCV.
@ Pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motorik:
Terminal latensi dari otot abductor digiti quinti (saraf lateral plantar) yang lebih dari 7
ms adalah abnormal.
@ Terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) lebih dari 6,2 ms
adalah abnormal.
@ Adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan.

Pemeriksaan ulang dari EMG seharusnya dilakukan dalam waktu 6 bulan setelah tindakan
operasi yang biasanya memberikan hasil yang baik setelah penderita menjalani tindakan
dekompresi. Penurunan fungsi dapat ditemukan pada distal latensi, hasil dari pemeriksaan NCV
dapatlah normal pada pasien-pasien dengan small fiber neurophaties. Sebagai tambahan, respons
dari lower-extremity sensory dapat tidak didapatkan pada pasien-pasien berusia tua. Terlebih lagi
pemeriksaan elektrodiagnostik haruslah tidak boleh digantikan untuk suatu pemeriksaan secara
klinis yang baik.

8
- Pada pemeriksaan diabetes mellitus pada bagian distal, sensorik simetris dan motor
polyneuropathy. Ini merupakan aksonal neuropathy yang mengalami degenerasi pada
akson bagian distal. Pada penderita diabetes juga didapatkan neuropathy juga sama
halnya dengan microangiopathy, dimana memberikan hasil pada bagian proximal,
asymmetric mononeuropathy (primarily motor nerves). Evaluasi permulaannya harus
termasuk pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan dari tingkat serum glukosa,
hemoglobin A1C (HbA1C/HgA1C), blood urea nitrogen (BUN), creatinine, complete
blood cell count(CBC), erythrocyte sedimentation rate (ESR), dan kadar dari vitamin
B12.
- Artritis dihubungkan dengan Reiter syndrome yang khususnya mempunyai efek ke lutut,
angkle, dan kaki, menimbulkan rasa nyeri dan bengkak pada pergelangan, jari-jari dan
persendian lainnya yang terkena. Pasien-pasien dengan Reiter syndrome umumnya
mengalami proses inflamasi di mana tendon akan menyerang ke dalam tulang, kondisi ini
yang dinamakan enthesopathy. Enthesopathy menghasilkan rasa nyeri dan pemendekan
dan penapisan dari jari-jari kaki. Beberapa pasien yang menderita Reiter syndrome juga
didapatkan heel spurs yang dihubungkan dengan chronic or long-lasting foot pain. Laki-
laki yang berusia antara 20-40 tahun merupakan yang tersering terkena Reiter syndrome.
Merupakan arthritis yang sering terdapat pada laki-laki muda, pada laki-laki di bawah 50
tahun, sekitar 3,5 dari 100.000 menderita Reiter syndrome setiap tahunnya. Tepatnya 3%
dari semua laki-laki dengan sexual transmitted disease akan menderita Reiter syndrome.
Wanita juga dapat terkena gejala ini, walaupun hanya sedikit dibandingkan laki-laki,
dengan gejala yang lebih ringan dan lebih tidak terdeteksi. Sekitar 80% akan mengenai
pasien-pasien dengan human leukocyte antigen (HLA) – B27 yang positif. Hanya 6%
orang-orang yang tidak terkena dari Reiter syndrome dengan gen HLA-B27 yang
mendasari kondisi dari sistemik arthritis, ESR, rheumatoid factor (RF), dan antinuclear
antibody (ANA) yang didapatkan. Khususnya pasien-pasien dengan rheumatic disease,
termasuk Reiter syndrome didapatkan peningkatan dari ESR. Meskipun pada Reiter
syndrome hasil dari RF dan pemeriksaan ANA adalah negatif, meskipun demikian HLA-
B27 dapatlah berguna dalam membedakan apakah suatu seronegative arthopahty dari
arthritis yang lainnya.

9
- Generalized amyloidosis dapat menimbulkan peripheral neuropathy bersamaan dengan
atrophy dari jaringan saraf. Central nervous system tidak terpengaruhi kecuali pada area
dengan kurangnya blood-brain barrier, seperti choroid plexus dan kelenjar pineal. Pada
beberapa kasus, biopsi dapat membantu untuk mendiagnosis suatu leprosy, amyloid
neuropati, sarcoidosis, dan leukodystrophies.

Pemeriksaan Imaging

- Magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography dapat cukup membantu yang
berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion lainnya pada
tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna dalam menilai suatu flexor tenosynovitis
dan unossified subtalar joint coalitions.
- Plain radiography juga berguna untuk mengevaluasi pasien-pasien dengan dasar kelainan
struktur dari kaki, fraktur, bony masses, osteophytes, dan subtalar joint coalition.1,4,5

PEMERIKSAAN HISTOLOGI

Dihubungkan dengan neuroma pada kebanyakan kasus di masyarakat, jaringan saraf


merupakan yang paling intak dari perineural sheath. Hasil ini merupakan hasil dari chronic
nerve compression dan irritation, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada saraf.
Proliferasi dari jaringan fibrous menimbulkan kompresi pada saraf, walaupun dapat
menimbulkan dekompresi dan jaringan fibrous tersebut harus dihilangkan. Kista ganglion dapat
menyebabkan peripheral neuropathies seperti biasanya, tetapi ketika dikombinasikan hal itu
bukanlah suatu etiologi yang sering. Sumber dan penyebab dari kista ganglion tetap tidak dapat
dijelaskan, satu teori mengatakan bahwa fibrillar degeneration dari kolagen dengan akumulasi
dari intraselular dan extraselular mucin. Jika dilakukan tindakan operasi maka lesi ini harus
dihilangkan secara in toto karena dapat menimbulkan nerve decompression.1,4,5

10
II. 7 TERAPI

Terapi Medik

Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan memberikan suntikan lokal
steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari
tarsal tunnel neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana dapat
mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi harus diberikan secara
bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan
tersebut. Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft-tissue edema, karena dapat
menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut.

Juga pada pasien dengan gejala kontraktur pada otot gastrocnemius dari triceps surae,
stretching exercises berguna untuk meningktakan fleksibilitas dari gastrocnemius. Pada beberapa
kasus tertentu dimana pasien dengan tipe kaki pes planovalgus, diperlukan suatu desain kaki
orthosis untuk mengurangi ketegangan dari nervus tibialis dengan mengurangi beban pada
medial column. Hal ini terbukti dengan memberikan medial longitudinal posting dengan orthosis
pada kedua hindfoot dan forefoot. Penggunaan night splints pada kaki dengan plantar valgus
foot. Penggunaan dalam jangka panjang akan meningkatkan efektivitas, dimana hal ini terbukti
pada penelitian-penelitian saat ini, tetapi hal ini sering kali hanya digunakan pada clinical
practice.

Terapi operasi

Ketika konservatif terapi dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejala pada pasien,
maka intervensi operasi dapatlah diperhitungkan. Space-occupaying masses harusnya
dihilangkan. Beberapa didapatkan adanya neurilemoma pada saraf tibial, dimana hal ini juga
harus dihilangkan. Pengetahuan yang cukup akan anatomi haruslah dibutuhkan sebelum
dilakukan tindakan pembebasan tersebut yang nantinya akan mempunyaiefek terhadap saraf
tersebut.

11
External neurolysis pada saraf dapatlah dibutuhkan jika tindakan operasi eksplorasi didapatkan
adanya pelekatan atau adanya jaringan parut yang dapat menyebabkan mengenai jaringan saraf.
Terlebih lagi apabila jaringan parut atau entrapment encapsulates mengenai dari jaringan saraf,
maka tindakan external neurolysis dengan membebaskan dari epineurium dapatlah
dipertimbangkan.

Tindakan preoperasi

Pasien dalam keadaan terlentang atau posisi terlentang miring untuk memfasilitasi bagian
medial lapangan operasi. Penggunaan pneumatic tourniquet sangatlah dibutuhkan.

Tindakan Intraoperasi

Insisi berbentuk kurva haruslah 1 cm posterior dari tibia distal dan menuju kearah plantar,
sejajar dengan terowongan dan malleolus dan masuk kedalam sustentaculum tali. Retinaculum
haruslah dapat di identifikasi dan secara hati-hati dilepaskan seluruhnya. Saraf tibialis posterior
harus dapat diketahui, dilihat, dan jangan diganggu sepanjang tindakan operasi sampai mencapai
bifurcation dari porta pedis. Dalam tindakan operasi tersebut harus dilakukan secara teliti untuk
menghindari terpotongnnya dari small calcaneal branches ini sering sekali dikelilingi oleh
jaringan lemak dan sangatlah sulit terlihat. Cabang dari medial plantar dari saraf tibialis posterior
harus dapat diidentifikasi sepanjang batas dari sarung flexor hallucis longus. Cabang lateral
harus pula diikuti sepanjang abductor hallucis. Beberapa ikatan jaringan ikat juga dikatakan
dapat menimbulkan penarikan dari saraf dan harus secara hati-hati dibebaskan.

Setelah proses pembebasan tersebut semua cabang-cabang dari saraf tibial haruslah
terbebas dari semua permukaan yang menutupinya. Tourniquet haruslah digunakan untuk
mengobservasi dan mengontrol perdarahan. Lapisan penutup harus digunakan, termasuk
permukaan subdermal tetapi bukan flexor retinaculum. Pada proses pelepasan dari tarsal tunnel,
permukaan penutup dari lluka operasi haruslah dilakukan dengan hati-hati dari extensor
retinaculum, karena merupakan penyebab terbanyak yang menimbulkan entrapment neuropathy.

12
Tindakan Post-operatif

Suatu kompresi ringan dan immobilisasi awal haruslah dilakukan pada area yang
dioperasi dengan menggunakan splint selama 3 minggu tanpa pemberat. Setelah splint dibuka,
pasien dapat menggerakkan sendinya dan kembali ke aktivitas semula.

Kontraindikasi

Tindakan operasi dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat kesehatan yang belum
stabil untuk dilakukan tindakan operasi. Sebelumnya pasien-pasien harus dilakukan pemeriksaan
kesehatan sebelumnya apabila mereka akan dilakukan tindakan operasi. Pada beberapa kondisi
dengan gejala yang mirip atau bersamaan dengan tarsal tunnel neuropathy. Tindakan operasi
harus dilakukan secara akurat pada kondisi yang mirip seperti tarsal tunnel syndrome tetapi
dikatakan tidak terbukti memberikan hasil yang baik setelah dilakuakn tindakan surgical
decompression. Diferensial diagnose dari tarsal tunnel syndrome dapat termasuk adalah fasitis
plantaris, stress fracture dari hindfoot, yang paling sering adalah calcaneus, herniated spinal disk,
peripheral neurophaties seperti yang disebabkan karena diabetes atau alcohol, dan inflammatory
arthritidies seperti Reiter syndrome atau rheumatoid arthritis.

Follow-up

Pasien haruslah tidak menggunakan beban selama 3 minggu, yang berguna untuk
penyembuhan yang baik. Mobilisasi awal harus dimulai untuk mengurangi formasi dari jaringan
parut, di mana hal tersebut akan nantinya menimbulkan compression neuropathy. Penggunaan
sepatu operasi berguna untuk mengurangi tekanan pada tempat operasi. Fisioterapi juga cukup
membantu pasien dalam meningkatkan kekuatan otot dan gerakan dan untuk mengurangi
timbulnya kembali nyeri. Setelah jahitan dibuka, pasien diperbolehkan menggunakan sepatu
yang ringan, tindakan penggunaan sepatu yang berat dapat menyebabkan tekanan atau iritasi
pada bekas operasi. Pada pasien-pasien dengan planus foot type, penggunaan orthosis harus
dipertimbangkan untuk menstabilkan medial column.

13
Komplikasi

Karena dari segi anatomi mempunyai efek pada area tersebut, maka beberapa komplikasi
dari tindakan dekompresi setelah dilakukan tindakan operasi akan muncul kemudian.
Kebanyakan dari semua komplikasi tersebut dapat diminimalkan dengan diseksi yang teliti dan
hati-hati dengan memperhatikan anatominya. Laserasi dari saraf atau arteri posterior dapat secara
signifikan mempunyai efek langsung yang mengganggu fungsi kaki. Kegagalan dari pelepasan
retinaculum sepanjang perjalanan saraf dapat menimbulkan hasil post operasi yang buruk. Hal
ini merupakan penyebab tersering dari gagalnya tindakan operasi. Akhirnya nantinya
dihubungkan dengan fasitis plantaris yang dapat menimbulkan nyeri persisten dari region medial
heel setelah dilakukan tindakan dekompresi. Pada sebuah kasus penelitian oleh Kim dan Dellon
memperlihatkan bahwa neuroma dari bagian distal saraf saphenous dapat difikirkan sebagai
penyebab dari nyeri yang terjadi terus-menerus setelah tindakan operasi.

Hasil dan Prognosis

Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tandanya
adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang tampak, diikuti dengan berkurangnya
gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan
karena banyaknya etiologi yang mendasaripenyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak
tidak dapat kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah
jarang terjadi. Penelitian dari Mann memperlihatkan sekitar 75% pasien-pasien yang telah
dilakukan tindakan operasi dekompresi didapatkan nyeri yang cukup dirasakan, dan 25%
didapatkan nyeri yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Mann juga menyatakan bahwa tindakan
operasi explorasi dari tarsal canal release sangatlah jarang menyebabkan nyeri yang hebat pada
pasien.

14
Kontroversi

Beberapa menyatakan bahwa tindakan dekompresi dari saraf tibia pada pasien-pasien
dengan pes planovalgus deformitas dapat menyebabkan hilangnya efek nyeri karena tindakan
dekompresi dari medial retinacular compartment yang dihubungkan dengan peningkatan
ketegangan dari saraf. Sehingga timbulnya pertanyaan-pertanyaan bahwa apakah dengan
tindakan stabilisasi dapat mebuat berhasil post operasi. Berdasarkan dari pengetahuan penulis,
tidak ada penelitian yang ada untuk meyakinkan efektivitas dari dekompresi dan stabilisasi,
dekompresi dan tindakan orthoses dan tindakan dekompresi saja.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Persich, G. Tarsal Tunnel Syndrome. Available from: URL: http://Bedah


%20Saraf/Tarsal%20Tunnel%20Syndrome%20%20eMedicine%20Orthopedic
%20Surgery.htm.
2. Moore, Keith L., and Arthur F. Dalley. Clinically oriented anatomy. Wolters kluwer india Pvt
Ltd, 2018.
3. Feldman et al. Tarsal tunnel syndrome. In: Atlass of neuromuscular diseases; A
practical guidline. New York: SpringerWien. 2005.
4. Leis, A., Vicente, C. Tarsal tunnel syndrome, In: Atlas of electromyography in
extraspinalsciatica, Arch. Neurol,2000.63:1-8
5. Ali, Zarina S., Gregory G. Heuer, and Eric L. Zager. "Nerve compression/entrapment sites of
the upper limb." Nerves and nerve injuries. Academic Press, 2015. 725-753.
6. Ahmad M, et al. tarsal tunnel syndrome: A literature review. Foot Ankle
Surgery(2011),doi:10.1016/j.fas.2011.10.007
7. Sun, Xiaojie, et al. "Acupotomy for patients with tarsal tunnel syndrome: A protocol for
systematic review and meta analysis." Medicine 99.39 (2020).

16

Anda mungkin juga menyukai