Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FITOKIMIA I

“FLAVONOID”

Disusun Oleh:

Ainaya Rachmaulidya Intan (18334033)


Bagas Aprilliano Wijanarko (18334034)
Farah Sabila (18334035)
Nurul Wulandari (18334036)

Dosen :
Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6 , yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin
ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan
pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6 , artinya kerangka karbonnya
terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai
alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak
dipakai dalam pengobatan tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai
berbagai macam aktivitas terhadap macam-macam organisme (Robinson, 1995).
Penelitian farmakologi terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa
senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti antifungi, diuretik,
antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja
enzim (Geissman, 1962). Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan
salah satu senyawa aktif yang menjadi penelitian peneliti dalam mengembangkan obat
tradisional Indonesia. Hal penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan adalah
adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi informasi tumbuhan yang diteliti
seringkali didapatkan dengan melihat pustaka mengenai flavonoid terdahulu dalam
tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama (Markham,
1988).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Kerangka Dasar Flavonoid


Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon
yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6 , yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin
ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan
pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6 , artinya kerangka karbonnya
terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai
alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini
dibedakan berdasarkan cincin hetero siklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil
yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai
glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Sistem
penomoran flavonoid dapat dilihat pada gambar 1.

Flavonoid dapat disintesis melalui jalur fenol dengan melibatkan calkon dan
dihidrocalkon sebagai senyawa antaranya. Bahan awal yang direasikan dengan adanya
asam dapat membentuk senyawa flavonoid dengan melibatkan calkon sebagai
senyawa antara, sedangkan apabila direaksikan pada kondisi basa akan membentuk
suatu dehidrocalkon dengan adanya proses reduksi terlebih dahulu. Reaksi sintesis
senyawa flavonoid disajikan pada Gambar 2.
2.2 Penyebaran flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan
alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,
akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis
flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae (Markham,
1988) Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya
kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, informasi yang berguna tentang
jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang ditelaah sering
kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah flavonoid terdahulu
dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama
(Markham, 1988). Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian
vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak berwarna,
tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga dalam mengarahkan
serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk tumbuhan yang
mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Sifat
berbagai golongan flavonoid dapat dilihat pada tabel I.

2.3 Penggolongan flavonoid


Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan
kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan
ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis, secara kromatografi satu arah, dan
pemeriksaan ekstrak etanol secara dua arah. Akhirnya, flavonoid dapat dipisahkan
dengan cara kromatografi. Komponen masing-masing diidentifikasi dengan
membandingkan kromatografi dan spektrum, dengan memakai senyawa pembanding
yang sudah dikenal. Senyawa baru yang sudah ditemukan sewaktu menelaah
memerlukan pemeriksaan kimia dan spektrum yang lebih terinci (Harborne, 1996).
Struktur berbagai tipe atau golongan flavonoid bervariasi sesuai dengan
kerangka dasar heterosiklik beroksigen yang dapat berupa gama piron, piran atau
pirilium. Kecuali pada auron dan khalkon, siklisasi terjadi antara atom karbon didekat
cincin benzen (B) dan satu gugus hidroksil cincin A. Kelas-kelas yang berlainan di
flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik oksigen dan juga hidroksil yang
tersebar menurut pola yang berlainan (Robinson, 1991).
Perbedaan di bagian rantai karbon nomor 3 menentukan klasifikasi dari
senyawa flavonoid yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, auron dan
khalkon. Kerangka flavonoid cincin benzoil dan cinnamoil dapat dilihat pada gambar
2. Kerangka dari tipe-tipe flavonoid dapat dilihat pada gambar 3.
2.4 Ekstraksi dan isolasi senyawa flavonoid
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena
mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid
merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu golongan akan
melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam
pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton,
dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Sebaliknya,
aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform
(Markham, 1988).
Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar.
Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan harus dicemplungkan ke
dalam alkohol mendidih. Kadang-kadang tumbuhan yang ditelaah tidak tersedia dan
bahan mungkin harus disediakan oleh seorang pengumpul yang tinggal di benua lain.
Dalam hal demikian, jaringan yang diambil segar harus disimpan kering di dalam
kantung plastik, dan biasanya akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis setelah
beberapa hari dalam perjalanan dengan pos udara (Harborne, 1996).
Pada prosedur ekstraksi terdapat jalan pintas yang dapat dipelajari dari
pengalaman. Misalnya, bila mengisolasi kandungan dari jaringan daun, yang larut
dalam air, seharusnya lipid dihilangkan pada tahap dini sebelum pemekatan, yaitu
dengan mencuci ekstrak berulang-ulang dengan eter minyak bumi. Kenyataannya,
bila ekstrak etanol diuapkan dengan penguap putar, hampir semua klorofil dan lipid
melekat pada dinding labu. Dengan keterampilan, pemekatan dapat dilakukan tepat
sampai suatu saat tertentu sehingga larutan air yang pekat dapat dipipet hampir tanpa
mengandung cemaran lemak (Harborne, 1996).

2.5 Karakteristik dan identifikasi senyawa flavonoid


Karakteristik flavonoid dapat didasarkan atas reaksi warna dan kelarutannya.
Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat dideteksi dengan uap
amonia dan memberikan warna spesifik untuk masing-masing golongan. Reaksi
warna flavonoid dapat dilihat pada tabel II. Penafsiran bercak dari segi struktur
flavonoid dapat dilihat pada tabel III.
BAB III

REVIEW JURNAL
EKSTRAKSI FLAVONOID

3.1 PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR FLAVONOID


EKSTRAK ETANOL UMBI BAWANG DAYAK (Eleutherine palmifolia(L.)Merr)
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

3.1.1 Jenis Pelarut

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang dayak,
etanol 95%, aquades, Aluminium klorida, kalium asetat, HCl 2N.
3.1.2 Metode Ekstraksi

 Esktraksi Metode Maserasi

Metode ekstraksi maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol


95%. 50 gram serbuk simplisia umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.)Merr)
yang telah diayak dengan mesh 40 dimaserasi dengan pelarut 95% sebanyak 300 mL,
secara perlahan sambil diaduk hingga pelarut merendam seluruh serbuk umbi bawang
dayak kemudian dimaserator selama 2 jam dan direndam selama 24 jam, setelah 24
jam didiamkan kemudian dimaserator lagi selama 2 jam kemudian disaring dengan
menggunakan vaccum. Remaserasi dilakukan sebanyak 4 kali. Maserat yang telah
dihasilkan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 500 C dan
diuapkan sampai menjadi ekstrak kental.

 Metode Ekstraksi Sokletasi

Sampel sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring, ikat kedua bagian
ujungnya dengan benang, dimasukan kedalam alat soklet, masukkan pelarut etanol
95% sebanyak 500 mL ke dalam labu soklet (labu alas bulat), dan 250mL etanol 95%
ke dalam tabung soklet untuk membasahi sampel. Lakukan sokletasi dengan suhu 700
C sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan
dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu tidak lebih dari 500C dan
diuapkan hingga menjadi ekstrak kental.
 Penetapan Kadar Flavonoid

Ditimbang 10 mg ekstrak etanol dari metode maserasi dan sokletasi. Masing-


masing sampel dilarutkan dengan 5 mL etanol 95% kedalam beaker glass,
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL tambahkan etanol hingga tanda batas,
kemudian disaring dengan kertas saring. Larutan sampel dipipet sebanyak 1 mL
kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan etanol hingga
tanda batas.

Larutan uji diambil 0,5 mL, kemudian direaksikan dengan AlCl30, 1 mL dan
0,1 mL kalium asetat, ditambahkan 2,8 mL aquadest dan 1,5mL etanol 95%
didiamkan selama 30 menit. Larutan dibaca nilai absorbansinya pada λ maksimum.
Masing-masing ekstrak ditetapkan kadarnya sebanyak 3 kali replikasi. Absorbansi
rata-rata dimasukkan dalam persamaan kurva baku kuersetin sebagai nilai y, dimana
nilai x yang diperoleh merupakan ekuivalensi miligram kuersetin dalam setiap 100
miligram sampel (Quercetin Equivalen/ QE).

Keterangan :

C = Konsentrasi kadar flavonoid (mg/L) V =Volume total ekstrak etanol (ml)

Fp= Faktor pengenceran m= Berat sampel (mg)

3.1.3 Rendemen
Tabel 1. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Umbi Bawang Dayak

Nilai
Bobot Serbuk Bobot Ekstrak
No Metode Rendemen
Simplisia (gram) Kental (gram)
(%)
1 Maserasi 50 3,44 6,88
2 Sokletasi 50 4,38 8,76
Tabel2. Kadar Flavonoid EkstrakEtanol Umbi BawangDayak

KadarFlavonoid
No Sampel Absorbansi Kadar Rata-rata
(%)
Flavonoid(%)
0,0084 1,0266
1 Maserasi 0,0087 1,0765 1,0987 ± 0,0853
0,0094 1,1930
0,0070 0,7937
0,0070 0,7937 0,8103 ± 0,0288
2 Sokletasi
0,0073 0,8436

Tabel 3.Kadar Flavonoid Dalam Kesetaraan Rendemen Ekstrak

Bobot
Ekstrak
Kadar Flavonoid Kadar Rata-rataFlavonoid
No Metode Kental
(%) (%)
(gram)
0,000029843
0,000031294 -5 -6
1 Maserasi 3,44 3,1939 x10 %± 2,4821x10
0,000034680
0,000018121
-5 -7
2 Sokletasi 1,8500 x10 %± 6,5760x10
4,38

3.1.4 Kesimpulan
Umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) adalah salah satu
tanaman yang banyak mengandung senyawa flavonoid. Tumbuhan ini secara
turun temurun telah dipergunakan oleh masyarakat suku dayak sebagai tumbuhan
obat yaitu untuk kanker payudara, hipertensi, diabetes mellitus, penurun
kolesterol, obat bisul, kanker usus dan mencegah stroke (Syamsul, 2013). Umbi
bawang dayak merupakan salah satu sumber flavonoid yang berpotensi sebagai
antioksidan. Kandungan flavonoid dalam umbi bawang dayak inilah yang
mendorong dilakukannya suatu usaha yang dapat mengoptimalkan
pemanfaatan tanaman tersebut.

Kadar flavonoid yang terkandung pada ekstrak etanol umbi bawang dayak
dari perbandingan metode menghasilkan metode ekstraksi maserasi lebih tinggi
yaitu 1,09% dibandingkan metode ekstraksi sokletasi sebesar 0,81%. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa metode ekstraksi berpengaruh terhadap kadar
flavonoid, hal ini ditunjukkan dengan nilai sig 0,005 lebih kecil dari 0,05 dengan
taraf kepercayaan 95%, yang berarti bahwa terdapat perbedaan signifikan antara
kadar flavonoid metode ekstraksi maserasi dan sokletasi.

3.2

Anda mungkin juga menyukai