Anda di halaman 1dari 5

Pahlawan di Ujung Takdir

Jarum jam kecil telah menunjuk ke arah angka dua begitu pula dengan jarum jam
panjang dengan tepat menunjuk angka dua belas. Yap benar sekali saat ini waktu
menujukkan pukul 02.00 WIB. Waktu yang sangat tepat untuk merenung.
Merenungi segala hal, terutama kamu. Merenungi tentang bagaimana takdir
membuat semesta mempertemukan dan membuat kita saling mengenal. Kamu
yang selalu membuatku menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya.
Kamu juga yang selalu membuatku menjadi seseorang yang lebih mampu
mengenal makna kata syukur dalam kehidupan.

Pertama kali kita bertemu, aku ingat betul bagaimana kita tidak saling bicara dan
tidak saling menatap satu sama lain. Aku juga ingat kita tidak saling kenal. Aku
tidak tahu namamu begitu pun kamu yang tidak namaku. Takdir memang tidak
terduga, bukan? dua insan yang dulunya tidak saling peduli menjadi saling
menyemangati. Semesta seolah - olah mendukung permainan takdir yang
membuat kita saling mengenal kemudian saling peduli. Semesta seolah – olah
membuatku yang sebelumnya sempat merasa depresi menjadi lebih bisa bersyukur
sekarang. Ya, semesta membuatku merasakan itu melalui dirimu.

Dulu aku tidak merasa bahagia sedikit pun di tempat sekarang. Dulu aku pun tidak
memiliki semangat untuk menjalani kehidupanku sendiri setelah rentetan
kegagalan yang ku alami. Dulu aku juga sempat merasa dunia yang ku impikan
hancur. Satu tahun sebelum aku mengenalmu, aku merasa tahun itu benar – benar
menjadi tahun terburuk bagiku. Saat itu, segala hal yang kuimpikan tidak berjalan
lancar. Saat itu juga, pertama kalinya aku merasa gagal menjadi seorang anak,
gagal membanggakan sekolahku dan gagal akan mimpi yang kubangun sendiri.
Seakan – akan duniaku sudah hancur dan tidak memiliki peluang untuk kembali
utuh. Mungkin bagi sebagian orang masalahku adalah masalah yang biasa terjadi.
Tapi, untuk siswi yang baru saja lulus SMA hal itu menjadi sebuah kegagalan
yang sampai saat ini pun masih kuingat. SNMPTN tidak lulus, SBMPTN tidak
lulus, sampai – sampai aku mengikuti 8 kali tes masuk kuliah pun tidak lulus.
Itulah pertama kalinya aku merasakan kegagalan yang teramat besar. Jangan
tanyakan padaku bagaimana perasaanku saat itu. Menangis pun rasanya tidak bisa.
Rasanya Tuhan tidak adil padaku. Sempat terbesit tanda tanya untuk kesekian
kalinya, “mengapa Tuhan tidak adil padaku? apa salahku hingga Tuhan
membuatku merasakan takdir yang begitu tidak adil?”. Pertanyaan itu terus ada
dalam benakku. Rasanya saat itu semesta mengutukku dengan begitu kejamnya.
Rasanya keberuntungan tidak pernah mau berpihak kepadaku. Rasanya setiap
motivasi yang dilontarkan orang tuaku, keluargaku, bahkan sahabatku agar aku
bangkit menjadi sebuah ucapan yang sama sekali tidak berguna. Sampai akhirnya,
aku mengikuti tes terakhir di tempat yang sekarang walaupun dari dulu aku tidak
pernah menginginkan untuk melanjutkan sekolahku di tempat yang sekarang.
Hasilnya tidak terduga. Yap, aku lulus di tes yang terakhir ini. Saat itu pun, aku
juga tidak tahu perasaanku bagaimana, antara senang akhirnya mendapatkan
ucapan “selamat anda lulus” dan tidak senang karena realita jauh dari impianku
saat itu.

Hari – hari berlalu dan aku masih tetap menjadi orang yang tidak bersyukur
karena sudah diterima di tempat yang sekarang. Benar – benar tetap menjadi
orang yang merasa Tuhan tidak adil dan masih menjadi orang yang merasa
dunianya telah hancur tidak berbekas. Sampai pada suatu hari aku merasa hati
kecilku menyuruhku untuk bangkit, walaupun aku tahu hal itu tidak mudah. Aku
harus mengubah pola pikirku. Bangkit disaat kedaan rapuh memang tidaklah
mudah, tapi hati kecilku seolah berbisik “ kamu bukanlah pecundang dan
bukanlah seorang pengecut, bangkitlah dan kejar ketertinggalanmu”. Saat itu
pula aku membaca tulisan seorang motivator dan itu membuatku merasa aku harus
lebih bersyukur serta menerima apa yang sudah digariskan Tuhan untukku. Saat
itu lah aku mulai menerima sedikit demi sedikit takdir yang sudah digariskan oleh
Tuhan. Beruntungnya aku juga memiliki keluarga yang selalu mendukungku dan
sahabat yang tidak pernah bosan memberiku semangat. “Tuhan itu tau mana yang
terbaik bagimu. Bisa jadi apa yang kamu inginkan tidak baik untukmu , maka
dari itu Tuhan memberikan yang lain”, aku ingat betul bagaimana sahabatku
menasehati dan menyemangatiku agar tidak terus – terusan menyalahkan Tuhan.

Aku sadar selama ini aku selalu menyalahkan Tuhanku. Aku tidak sadar bahwa
Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya. Aku terlalu dibutakan
oleh impian yang menurutku terbaik. Akhirnya aku sadar bahwa aku terlalu
terpuruk dalam kegagalan dan bisa bangkit. Saat aku bangkit dari kegagalan dan
kesedihanku, aku mulai melihat banyak kebaikan di sekitarku. Kebaikan yang
selama ini sudah di persiapkan Tuhan untukku dan aku tidak menyadarinya.
Teman – teman baru yang sangat baik, ilmu yang belum tentu bisa kudapatkan di
tempat lain, dan termasuk segala hal tentang kamu. Seseorang yang selalu
membuatku bersyukur daripada sebelumnya. Seseorang yang selalu
mengingatkanku akan kebaikan selain keluarga dan sahabatku. Seseorang yang
bisa membuatku merasa aku bahagia di tempat yang sekarang. Seseorang yang
bisa membuat aku tertawa lebar seperti dulu. Seseorang yang terlalu sempurna
untuk ku jangkau. Seseorang yang akhirnya juga membuatku menyadari bahwa
semua akan kembali pada Tuhan.

Masih bisa kuingat jelas bagaimana saat pertama kali kita bertemu kemudian
saling mengenal. Aku sadar aku yang tertarik kepadamu terlebih dahulu, sampai
saat ini pun aku tidak tahu mengapa. Mungkin itu terlihat seperti sebuah alasan
klasik yang sering terdengar dari seseorang yang menyukai lawan jenis, tetapi
percayalah aku benar – benar tidak tahu mengapa. Aku tidak pernah percaya jatuh
cinta pandangan pertama, karena aku tahu jatuh cinta itu butuh proses. Seperti
yang dikatakan oleh sahabatku, bahwa jatuh cinta tidak serta merta terjadi. Jatuh
cinta masih melalui beberapa tahap, ada yang namanya PDKT kemudian muncul
rasa sayang dan yang terakhir jatuh cinta.

Jujur saja, aku adalah perempuan yang tidak memiliki kelebihan apa – apa untuk
kubanggakan di depanmu. Tidak bisa make up, tidak bisa memasak, dan termasuk
orang yang sangat cerewet. Tidak sepertimu. Kamu adalah laki – laki yang
mempunyai segudang prestasi dan kelebihan. Ramah, baik, aktif berorganisasi,
menyanyi, bersholawat, silat, memainkan alat musik bahkan ibadahmu juga jauh
lebih baik daripada aku. Aku tidak memujimu, sungguh. Tapi, itulah yang
sebenarnya. Terkadang aku merasa tidak pantas untuk mengenalmu lebih jauh
lagi. Dengan segala kelebihanmu, membuatku yang mempunyai banyak
kekurangan ini menjadi pesimis untuk sekedar dekat denganmu. Ya, itulah aku.
Aku yang sebenarnya sering pesimis untuk jatuh padamu terlalu dalam, karena
aku tahu aku sedang menyukai seseorang yang tidak kuduga sebelumnya sampai
titik dimana aku mulai melihatmu sebagai seseorang yang menarik.

Setiap kali aku merasa pesimis untuk kenal lebih jauh denganmu, kamu selalu
membuatku merasa aku pantas untuk itu. Setiap kali aku merasa gagal, kamu
selalu berusaha untuk membuatku bangkit lagi. Setiap kali aku merasa hidup tidak
adil, kamu juga yang mengingatkan ku bahwa masih ada orang yang lebih tidak
beruntung dariku. Itulah kamu di mataku. Terlalu sempurna untukku yang selalu
saja menyalahkan Tuhannya untuk setiap kegagalan. Aku merasa tidak pantas
untuk berdoa pada Tuhan agar tidak mengambilmu dari hidupku. Aku merasa
tidak pantas untuk sekedar melabuhkan hati padamu. Aku merasa terlalu banyak
merepotkanmu dan terlalu banyak membuatmu mengkhawatirkanku.

Saat kamu pergi pun, aku masih sempat berdoa pada Tuhan untuk
mengembalikanmu. Padahal aku sadar itu tidak mungkin. Saat kamu pergi pun,
aku takut aku kembali menjadi seseorang yang sering menyalahkan Tuhannya
untuk setiap kegagalan. Aku takut aku kembali menjadi orang yang tidak
bersyukur seperti dulu. Aku sadar aku yang terlalu bergantung padamu hingga
terkadang aku mengecewakanmu. Terkadang aku terlalu sibuk hingga tidak
memperhatikanmu. Terkadang aku juga membuatmu khawatir hingga kamu pun
tidak bisa membahagiakan dirimu sendiri dan malah berusaha terus
membahagiakan aku. Aku egois ya? aku tahu aku sangatlah egois. Aku yang tidak
mau kehilangan cinta pertamaku sampai – sampai terkadang menjadi terlalu
cemburu. Ku akui itu kesalahan terbesarku.

Suatu hari sebuah kejadian yang menyakitkan terjadi. Kejadian yang membuatmu
meninggalkanku. Bukan untuk sementara waktu, tapi untuk selamanya. Bukan ke
alam yang sama, tapi ke alam yang berbeda. Kamu pergi untuk menghadap Tuhan
terlebih dahulu tanpa sempat aku balas kebaikanmu. Malam itu aku merasa
duniaku runtuh untuk yang kedua kalinya. Aku kembali merasa Tuhan tidak adil
padaku. Aku merasa Tuhan hanya memberikanmu untuk sementara saja lalu
mengambilnya kembali tanpa tau bagaimana perasaanku. Seketika aku merasa
akan membenci Tuhan. Tapi sekali lagi kamu membantuku melewati semuanya.
Sekali lagi kamu membuatku tidak perlu menyalahkan Tuhan. Aku tidak tahu
bagaimana caramu membantuku melewatinya, tapi percayalah setiap aku akan
menyalahkan Tuhan aku selalu mengingat pesanmu “Tuhan tidak akan
membiarkan hambanya melewati kesusahan yang tidak bisa hambanya lewati.
Saat kamu merasa sedang kesusahan, percayalah Tuhan sedang mengangkat
derajatmu. Bukankah untuk diangkat derajatnya seseorang harus melewati
sebuah ujian dulu?”.

Teruntuk laki – laki yang kucintai, terima kasih telah mengajarkan bahwa semua
akan kembali pada Tuhan. Terima kasih untuk semua nasihat yang kamu berikan.
Terima kasih banyak untuk semua yang telah kamu lakukan untukku. Terima
kasih untuk semua kebahagiaan yang kamu berikan. Terima kasih untuk semua
kekhawatiran yang kamu tunjukkan untukku. Terima kasih untuk kesempatan
yang kamu berikan untuk memiliki hatimu. Terima kasih telah menjadi yang
pertama untukku. Terakhir, untukmu laki laki – laki yang kucintai, terima kasih
telah menjadi pahlawan di ujung takdirku.

Anda mungkin juga menyukai