Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Ileus


2.1.1 Definisi

Menurut NANDA NIC-NOC 2015, Ileus adalah gangguan (apapun


penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus . Obstruksi usus
dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat .
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindkan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

Ada 2 tipe obstruksi yaitu :

1. Mekanis (ileus)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik . ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari . Misalnya, intusepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu ,
striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik / fungsional ( ileus paralitik)
Keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isisnya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit promer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer ,
tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut , toksin dan
obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
2.1.2 Etiologi
Menurut NANDA NIC-NOC ,2015 Etiologi dari ileus adalah sebagai
berikut :

6
7

1. Perlengketan
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik
kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang
memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada
anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam
dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat
coecum kedalam usus besar (kolon) dan bahkan sampai sejauh rectum
dan anus.
3. Volvulus
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gulungan
usus yang terjadi amat distensi .
4. Hernia
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
otot abdomen
5. Tumor
Tumor yang ada didalam dinding usus meluas kelumen usus atau
tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
6. Kelainan Kongenital

2.1.3 Manifestasi Klinis


1. Distensi abdomen
2. Muntah
3. Nyeri konstan distensi
4. Bising usus tenang atau tidak ada secara klasik dapat ditemukan tetapi
temuan yang tidak konsisten
5. Pemeriksaan laboratorium sering kali normal
8

6. Foto polos memperlihatkan loop usus halus yang berdilatasi dengan


batas udara-cairan .
7. Sulit dibedakan dengan ileus obstruktif tetapi distensi seluruh panjang
kolon lebih sering terjadi pada ileus paralitik .
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada ileus obstruktif menurut Hasdianah &


Suprapto (2014), sebagai berikut :

1. Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus pada


urinalisa, berat jenis bisa meningkatkan dan ketonuria yang
menunjukan adanya dehidrasi dan asidosis metabolic . Leukosit normal
atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi
peritonitis, kimia darah sering adanya gangguan elektrolit .
2. Pemeriksaan sinar X : otot polos , menunjukan kuantitas abnormal dari
gas dan cairan dalam usus dan menunjukan adanya udara di diafragma
dan terjadi perforasi usus.
3. Enema barium : diindikasikan untuk di invaginasi
4. Endoskopi abdomen : diindikasikan bila dicurigai adanya volvulus.

2.1.5 Penatalaksanaan
1. Ileus obstruktif
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi . Tindakan operasi
biasanya selalu diperlukan . Menghilangkan penyebab obstruksi
adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan . Penderita penyumbatan usus harus dirawat dirumah
sakit (NANDA NIC-NOC,2015)
1) Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah ,
mencegah aspirasi, dan mengurangi distensi abdomen
9

(dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga


resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum
.Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparotomi.
Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen ditangani
dengan pemantauan dan konservatif.

2) Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi dengan baik. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin . Tindakan bedah
dilakukan bila ada strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
inkarserata. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (
dengan pemasangan NGT , infus, oksigen dan kateter)
3) Pasca bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit . Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan
harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca
bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik .
2. Ileus Paralitik
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif .
Tindakannya berupa dekompresi , menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit , mengobatai kausa atau penyakit primer dan pemberian
nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik
(simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba , ternyata
hasilnya tidak konsisten .
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik , pemberian
cairan , koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi
parenteral . Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis , sisaprid bermanfaat untuk ileus
10

paralitik pasca operasi dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk


mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan .
Bila bising usus sudah mulai ada dapat dilakukan tes feeding , bila
tidak ada retensi, dpat dimulai dengan diit cair kemudian disesuaikan
sejalan dengan tolerani ususnya.

2.2 Teori Laparatomi


2.2.1 Definisi Laparatomi
Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
(Sugeng & Weni, 2010) Ada 4 cara, yaitu:
1) Midline Incision.
(1) Paramedian, yaitu: sedikit ketepi dari garis tengah (± 2,5 cm),
panjang (12,5 cm)
(2) Transverse upper abdomen incicion, yaitu; insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan cholecystectomydan splenektomy.
(3) Transverse lower abdomen incision, yaitu: insisi melintang
dibawah ±4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya: padaoperasi
appendictomy.
Laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan
melakukan penyayatan pada lapisan lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perporasi, kanker, dan obstruksi). Laparatomi dilakukan
pada kasus – kasus digestif dan kandungan (Sjamsuhidayat, 2004).

2.2.2 Jenis Laparatomi Menurut Indikasi


1. Adrenektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin.
2. Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks.
3. Gastrektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung
(duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam
bgian sel parital).
4. Histerektomi: pengangkatan bagian uterus.
11

5. Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon.


6. Pankreatomi: pengangkatan pankreas.
7. Seksio sesaria: pengangkatan janin dengan membuka dindinng
ovarium melalui abdomen.
8. Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih.
9. Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba falopi
dan ovarium.
2.2.3 Indikasi Laparatomi
1. Massa pada abdomen.
2. Perdarahan saluran pencernaan.
3. Peritonitis.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)/ruptur hepar.

2.2.4 Perawatan Post laparatomi


Tujuan perawatan post laparatomi :

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.


2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

2.2.5 Nyeri Pembedahan Laparatomi


Nyeri pembedahan laparatomi mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan
yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada
daerah sekitar operasi. Adanya rangsangan pembedahan menimbulkan
kerusakan pada jaringan dan akan melepaskan zat histamine, serotonin,
plasmakini, bradikinin, prostaglandin, yang disebut mediator nyeri.
12

mediator ini merangsang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf bebas
dari kulit, sehingga rangsangan dirasakan nyeri (Margono, 2014).

Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri pasca operasi berbeda-beda dari


pasien satu ke pasien lainnya. Saat klien sadar dari anastesi umum maka
rasa nyeri akan terasa. Nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali
penuh. Klien yang mendapat anastesi regional dan lokal, biasanya tidak
mengalami nyeri karena area insisi masih berada di bawah pengaruh
anastesi. Nyeri akut yang ditimbulkan akibat insisi menyebabkan klien
gelisah dan mungkin nyeri ini menyebabkan tanda-tanda vital pada klien
berubah. Secara signifikan, nyeri dapat memperlambat pemulihan. Klien
menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk efektif, napas dalam, mengganti
posisi, ambulasi, atau melakukan latihan-latihan yang diperlukan (Potter
dan Perry, 2006)
2.2.6 Proses Penyembuhhan Luka
1. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ketiga. Batang leukosit banyak yang rusak
atau rapuh.Sel sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut serabut bening digunakan sebagai kerangka.
2. Fase kedua
Dari hari ketiga sampai hari keempat belas. Pengisian oleh kolagen,
seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam satu minggu.
Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
3. Fase ketiga
Sekitar dua sampai sepuluh minggu. Kolagen terus menerus ditimbun,
timbul jaringan jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. Intervensi
untuk meningkatkan penyembuhan:
1) Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c
2) Menghindari obat obat anti radang steroid
13

3) Pencegahan infeksi

2.2.7 Penatalaksanaan Laparatomi


1. Tindakan farmakologi dan nonfarmakologi:
1) Farmakologi :
Bila kesakitan, berikan analgetik narkotik, antiseptik 50mg maksimal 4
kali dalam 24 jam.
2) Non farmakologi :
(1) Tirah baring total 24 jam, kemudian mobilisasi secara bertahap.
(2) Kontrol tensi, nadi tiap 15 menit, suhu tiap 30 menit bila stabil
tiap 4 jam.
(3) Selama 13-24 jam pertama, pemasukan makanan per oral distop.
Kemudian secara bertahap diberikan makanan cair hingga padat
sesuai keadaan penderita.

2. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3) Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4) intravenous pyelogram (IVP) /sistogram : hanya dilakukan bila ada
kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut
yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan
dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
14

6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan


memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium

2.2.8 Komplikasi Post Laparatomi


1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah sebagai emboli keparu-paru, hati dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki
yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi luka
sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang sering
menimbulkan positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari insfeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka dan eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbentuknya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab
dehisnsi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan waktu menutup
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat
dari batuk dan muntah.

2.3 Teori Keperawatan Perioperatif


2.3.1 Defenisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari
tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan
post operatif.
15

2.3.2 Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
1. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat
apendiks yang inflamasi
3. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
4. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
5. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk
mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan

2.3.3 Tahap dalam Keperawatan Perioperatif


1. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan
menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat
pembedahan.Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan
persiapan fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan
perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi
dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi
16

(alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke


ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-
pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk,
latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
2) Persiapan Fisiologi
(1) Diet (puasa), pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam
menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada
operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan
ringan diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu
jalannya operasi.
(2) Persiapan Perut, Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi
dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah
konstipasi dan mencegah infeksi.
(3) Persiapan Kulit, Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari
rambut
(4) Hasil Pemeriksaan, hasil laboratorium, foto roentgen, ECG,
USG dan lain-lain.
(5) Persetujuan Operasi / Informed Consent  Izin tertulis dari
pasien / keluarga harus tersedia.

2. Fase Intra operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke
instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan.Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai
17

perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja


operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan
tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu


pengaturan posisikarena posisi yang diberikan perawat akan
mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis
pasien.Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan
posisi pasien adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien
dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien,
buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.Anggota
tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten
ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang
mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

3. Fase Post operatif


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif
dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan
(recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak
lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
18

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas


yang luas selama periode ini.Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek
agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi.Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan ke rumah.Fase post operatif meliputi beberapa tahapan,
diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca
anastesi (recovery room), Pemindahan ini memerlukan
pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga
iatidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke
ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan
kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan
siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko
injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat
sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter
anastesi yang bertanggung jawab.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi, Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus
dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau
unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit)
sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi
dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan
(bangsal perawatan).PACU atau RR biasanya terletak berdekatan
dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah
akses bagi pasien untuk :
(1) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif
(perawat anastesi)
19

(2) Ahli anastesi dan ahli bedah


(3) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

2.3.4 Klasifikasi Perawatan Perioperatif


Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan
pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency, Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan
mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di
tunda.Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus,
fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen, Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat
dilakukan dalam 24-30 jam.Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu
ginjal atau batu pada uretra.
3. Diperlukan, Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.Contoh : Hiperplasia
prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif, Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan,
bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan.
Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
5. Pilihan, Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya
pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya
terkait dengan estetika.Contoh : bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi


menjadi :
1. Minor, Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan
yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor, Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat
serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
20

2.3.5 Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya


1. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik.
Tanda-tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat,
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar ,
Penurunan tekanan darah, Urine pekat.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan


dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi
pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan
energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan
periode istirahat.
2. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi
tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut
harus dijag tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu
diinspeksi terhadap perdarahan.
3. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh
darah vena bagian dalam.Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah
embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum,
anus dan vagina.Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung
kemih.Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan
kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka
operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan.
Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai
indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
21

6. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman
berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat
menyebabkan kegagalan multi organ.
7. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan
lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran
darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan
mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas,
cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca
operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
8. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan abdomen dan pelvis.Komplikasinya meliputi
obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.

2.3.6 Peran Perawat Selama Pembedahan


1. Perawat instrumentator (scrub nurse)
Perawat instrumentator (scrub nurse) atau perawat sirkulator memberikan
intrumen dan bahan-bahan yang di butuhkan oleh dokter bedah selama
pembedahan berlangsung dengan menggunakan tehnik aspek pembedahan
yang ketat dan terbiasa dengan instrumen pembedahan.
2. Perawat sirkulator
Perawat sirkulator adalah asisten perawat intrumentator dan dokter bedah.
Perawat sirkulator membantu mengatur posisi klien dan menyediakan alat
dan duk bedah yang dibutuhkan dalam pembedahan. Perawat sirkulator
menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan perawat instrumentator,
membuang alat dan spon kasa yang telah kotor, serta tetap hitung
instrument jarum dan spon kasa yang telah digunakan. Perawat sirkulator
juga dapat membantu mengubah posisi klien atau memindahkan posisi
lampu opersi, perawat sirkulator juga menggunakan teknik aseptik bedah.
22

Apabila teknik aseptik telah hilang, Perawat sirkulator membantu anggota


tim bedah dengan mengganti dan memakai gaun dan sarung tangan steril.
Prosedur ini mencegah tertinggalnya bahan-bahan tersebut di dalam luka
bedah klien.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Perioperatif


2.4.1 Pre Operasi
1. Pengkajian focus keperawatan pre operasi
Arif muttaqin (2014:122), menyatakan bahwa untuk mengkaji klien
dengan post operasi laparatomy ileus obstruktif di perlukan data data
sebagai berikut:
1) Identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau
bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian
2) Riwayat keehatan atau perawatan meliputi :
(1) Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit . Biasanya klien datang
karena ada masalah dibagian sistem pencernaannya
(2) Riwayat kesehatan sekarang . sering untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri pada bagian abdomen .
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga
Pada pengkajian diruang prabedah, perawat melakukan pengkajian
ringkas mengenai kondisi fisik pasien dan kelengkapan yang
berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut adalah
sbb :
1) Validasi : perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien
sebagai data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan yang
akan dilakukan
2) Kelengkapan administrasi : Status rekam medik, data-data penunjang
(Laboratorium, dan Radiologi ) serta kelengkapan informed consent.
3) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan
23

4) Pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital dan kondisi masa pada


abdomen
2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pre operasi adalah :

1. Ansietas b.d Krisis Situasional


2. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaprnya informasi (SDKI, 2018)

3. Rencana Intervensi

Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan


berdasarkan 3 diagnosa diatas adalah :

1. Ansietas b.d Krisis Situasional


Intervensi :
Observasi :
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal : kondisi,
waktu, stresor)
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan non verbal)

Teraupetik :

1) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan


kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
7) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan
24

8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang


akan datang

Edukasi :

1) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami


2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8) Latih tekhnik relaksasi

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu


2. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis
Intervensi :
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Teraupetik :
25

1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri ( misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi :

1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Intervensi :

Observasi :

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.

Teraupetik :

1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


26

2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan


3) Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :

1) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan


2) Ajarkan perilaku hidup dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

2.4.2 Intra Operasi


1. Pengkajian Fokus Keperawatan Intra Operasi
Pengkajian intraoperatif bedah digestif secara ringkas mengkaji hal-
hal yang berhubungan dengan pembedahan . Diantaranya adalah
validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan
dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data penunjang
laboratorium dan radiologi . (Muttaqin , 2009)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang lazim adalah sebagai berikut :
1. Risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan
2. Risiko hipotermi b.d suhu lingkungan rendah (SDKI, 2018)

3. Rencana Intervensi

Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan


berdasarkan diagnosa diatas adalah :

1. Risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan


Intervensi :
Observasi :
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
27

2) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah


kehilangan darah
3) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4) Monitor koagulasi

Teraupetik :

1) Pertahankan bedrest selama perdarahan


2) Batasi tindakan invasif, jika perlu
3) Gunakan kasur pencegah dekubitus
4) Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi :

1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


2) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi
4) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
6) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu


2) Kolaborasi pemberian produk darah , jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu

2. Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah


Intervensi :
Observasi :
1) Monitor suhu tubuh
28

2) Identifikasi penyebab hipotermia, ( Misal : terpapar suhu


lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
3) Monitor tanda dan gejala hipotermia

Teraupetik :

1) Sediakan lingkungan yang hangat ( misal : atur suhu ruangan)


2) Ganti pakaian atau linen yang basah
3) Lakukan penghangatan pasif (misal : selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
4) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat,
botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
5) Lakukan penghangatan aktif internal ( misal : infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat)

Edukasi :

1) Anjurkan makan/minum hangat

2.4.3 Post Operasi


1. Pengkajian Fokus Keperawatan Post Operasi
Pengkajian post operasi dilakukan secara sitematis mulai dari pengkajian
awal saat menerima pasien, pengkajian status respirasi, status sirkulasi,
status neurologis dan respon nyeri, status integritas kulit dan status
genitourinarius.

1. Pengkajian Awal
Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut
1) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2) Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda
vital
29

3) Anastesi dan medikasi lain yang digunakan


4) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
memengaruhi peraatan pasca operasi
5) Patologi yang dihadapi
6) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian
7) Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya
8) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anastesi yang
akan diberitahu

2. Status Respirasi
1) Kontrol pernafasan
(1) Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan
(2) Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan,
kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan arna membran
mukosa
2) Kepatenan jalan nafas
(1) Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai pernafasan
yang nyaman dengan kecepatan normal
(2) Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi jalan nafas
akibat aspirasi muntah, okumulasi sekresi, mukosa di faring, atau
bengkaknya spasme faring
3) Status Sirkulasi
(1) Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat
kehilangan darah secara aktual atau resiko dari tempat pembedahan,
efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan defresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
(2) Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti serta
pengkajian tekanan darah menunjukkan status kardiovaskuler pasien.
(3) Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi
(4) Status Neurologi
30

Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara memanggil


namanya dengan suara sedang, dan mengkaji respon nyeri
4) Muskuloskletal
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi post
operasi

2. Diagnosis Keperawatan Post Operasi


Diagnosa yang sering muncul pada post operasi adalah :
1. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
2. Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
3. Risiko Jatuh b.d efek agen farmakologis (SDKI, 2018)

3. Intervensi
Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan
diagnosa diatas adalah :
1. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Intervensi :
Observasi :
1) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
3) Identifikasi skala nyeri
4) Identifikasi nyeri non verbal
5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

Teraupetik :

1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (


misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback
31

,terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres


hangat/dingin.)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.)
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :

1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu

2. Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah


Intervensi :
Observasi :
1) Monitor suhu tubuh
2) Identifikasi penyebab hipotermia, ( Misal : terpapar suhu
lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi

Teraupetik :

1) Sediakan lingkungan yang hangat ( misal : atur suhu ruangan)


2) Lakukan penghangatan pasif (Misal : Selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
32

3) Lakukan penghatan aktif eksternal (Misal : kompres hangat, botol


hangat, selimut hangat, metode kangguru)
4) Lakukan penghangatan aktif internal ( misal : infus cairan hangat,
oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)

Anda mungkin juga menyukai