Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1 Pengertian
Fraktur merupakan suatu keadaan terjadinya disintegritas tulang
dimana penyebab terbanyak adalah kecelakaan (Dinkes, 2010). World
Health Organization pada tahun 2005 mencatat setidaknya 2 juta orang
yang mengalami patah tulang. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup
tinggi adalah fraktur ekstremitas dengan jumlah sekitar 46,2%
(Riemetalui, 2012). Berdasarkan penelitian di rumah sakit Australia
terdapat 31.676 kasus kecelakaan yang mengakibatkan fraktur radius ulna
(Anonim, 2012). Menurut Robert & Darryl (2006), menjelaskan bahwa
manajemen awal yang tepat dari fraktur radius ulna terbuka dapat
mengurangi faktor resiko yang serius, termasuk kehilangan fungsi anggota
tubuh karena menjadikan halangan bagi pasien untuk melakukan aktifitas.
Pengertian fraktur atau patah tulang radius ulna menurut Sjamsuhidajat &
Jong (2004), adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang lengan bawah
(radioulnar) yang disebabkan oleh rudapaksa.

1.1.2 Etiologi
Menurut Mansjoer (2005), penyebab fraktur tulang radius ulna
secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu: Penyebab ekstrinsik,
penyebab ekstrinsik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu penyebab fraktur
akibat gangguan langsung yaitu berupa trauma yang merupakan penyebab
utama terjadinya fraktur, misalnya: kecelakaan, tertabrak dan jatuh.
Penyebab yang lainnya adalah fraktur akibat gangguan atau trauma tidak
langsung seperti perputaran dan kompresi. Penyebab fraktur secara
intrinsik dapat diakibatkan oleh kontraksi dari otot yang menyebabkan
avulsi fraktur. Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh
penyakit sistemik.

1.1.3 Klasifikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002), klasifikasi patah tulang dapat
dibagi menurut garis frakturnya, meliputi: patah tulang greenstick, yaitu
dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
Patah tulang komunitif, yaitu fraktur dimana garis patahan lebih dari satu

1
dan saling berhubungan. Patah tulang segmental, yaitu patah tulang
dimana patahan tulang lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung
yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh sehingga
pada keadaan ini diperlukan tindakan bedah. Menurut Greene (2006),
secara klinis fraktur dibagi menjadi dua yaitu fraktur tertutup yaitu fraktur
yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau fragmen tulang tidak
menembus kulit. Fraktur terbuka yaitu fraktur dengan luka pada kulit
sehingga terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu: Derajat I; laserasi < 1
cm, kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk dan luka
relatif bersih. Derajat II; laserasi lebih dari 1 cm tetapi lebih kecil dari 10
cm, tidak ada kerusakan dari periosteum dan kontaminasi ringan. Derajat
III; Derajat III A (terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas > 10 cm,
kontaminasi hebat, fraktur komunitif, segmental). Derajat III B (terjadi
kerusakan jaringan lunak, periosteum sampai struktur otot. Derajat III C
(terjadi kerusakan neurovaskuler pada area fraktur).
1.1.4 Pathway

1.1.5 Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002), menerangkan bahwasanya
patofisiologi fraktur radius ulna terjadi karena adanya trauma langsung,
trauma tidak langsung dan kondisi patologis. Fraktur radioulnar dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan tulang sehingga ujung saraf terbuka

2
terjadi pelepasan bradikinin, histamin, prostlagandin yang merangsang
saraf dan menimbulkan nyeri. Jika tulang patah, maka jaringan lunak
sekitarnya juga akan rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi
perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah dapat terbentuk pada daerah
tersebut, bekuan darah tersebut kemudian membentuk jaringan granulasi,
dimana sel-sel pembentuk tulang primitif berdiferensiasi menjadi 4
kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang
merangsang deposisi kalsium sehingga terbentuk lapisan tebal disekitar
lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan
lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu sehingga terjadi
penyambungan tulang. Menurut Muttaqin & Sari (2009), fraktur
membutuhkan penanganan secara optimal untuk meminimalkan kerusakan
intregitas tubuh dimana dapat terjadi kecacatan akibat kerusakan jaringan
dan laserasi pada kulit. Kerusakan fragmen tulang memberikan manifestasi
pada kerusakan mobilitas fisik dan diikuti dengan adanya spasme otot
yang memberikan manifestasi deformitas. Kondisi klinis fraktur radius
ulna terbuka pada fase awal akan memberikan implikasi pada berbagai
masalah, meliputi respon nyeri hebat, akibat rusaknya jaringan lunak dan
kompresi saraf, risiko injuri pada jaringan akibat kerusakan vaskuker
dengan pembengkakan lokal, risiko syok hipovolemik yang merupakan
dampak sekunder dari cidera vaskuler dengan perdarahan hebat yang
menyebabkan terjadinya defisit volum cairan, hambatan mobilitas fisik
sekunder dari kerusakan fragmen tulang serta adanya risiko tinggi infeksi
karena adanya port de entry. Pada fase lanjut fraktur radius ulna terbuka
memberikan implikasi pada kondisi terjadinya malunion akibat dari cara
mobilitas yang salah. Untuk itu fiksasi diperlukan untuk memperbaiki
kerusakan jaringan tulang dimana daerah fraktur harus diimobilisasikan.
Pada kasus fraktur terbuka terjadi kerusakan jaringan kulit yang
memungkinkan sebagai jalan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh.

1.1.6 Manifestasi Klinis


1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2) Bengkak

3
3) Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
4) Ekimosis dari perdarahan subculaneous
5) Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
6) Tenderness
7) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
8) Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
9) Pergerakan abnormal
10) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
11) Krepitasi

1.1.7 Pemeriksaan penunjang


1) Sinar X
Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur
2) Venogram
Menggambarkan arus vaskularisasi
3) Konduksi saraf dan elektromiogram
Mendeteksi cidera saraf
4) Angiografi
Berhubungan dengan pembuluh darah
5) Antrotropi
Mendeteksi keterlibatan sendi
6) Radiografi
Menentukan integritas tulang
7) CT-Scan
Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur
8) Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai
respon stress normal setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat
perdarahan.

4
1.2.1 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.1.1 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhudungan dengan cedera fisik
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasive post operasi
1.2.1.2 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut berhudungan dengan cedera fisik
SDKI
NYERI AKUT (D.0077)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 tahun
Penyebab :
1. Agen cidera pencedera fisiologis (ms. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2. Agen cidera kimiawi (ms. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen cidera fisik (ms. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (ms
waspada, posisi
menghindari nyeri
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
proses berpikir terganggu
4. Menarik diri
5. Berfokus pada diri sendiri
6. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi

5
4. Sindrim coroner akut
5. Glaucoma

SLKI
Tingkat Nyeri L.08066
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konsisten

Ekspektasi : Menurun
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Kemampuan menuntaskan aktivitas 1
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah sulit tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri sendiri 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi (tertekan) 1 2 3 4 5
Perasaan takut mengalami cidera berulang 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa tertekan 1 2 3 4 5
Uterus teraba membulat 1 2 3 4 5
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berpikir 1 2 3 4 5
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

6
SIKI
Manajemen Nyeri
I.08238
Definisi:
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berinteraksi ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
h) Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hipnosia, kupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitas istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan penggunaan analgesik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu.

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasive post operasi


Resiko infeksi (0142)
Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor Risiko Kondisi Klinis terkait
1. Penyakit kronis (diabetes mellitus) 1. AIDS
2. Efek Prosedur invasive 2. Luka bakar
3. Malnutrisi 3. Penyakit paru obtruksi kronis
4. Peningkatan paparang organisme 4. Diabetes melutus
pathogen lingkunagn 5. Tindakan invasive
5. Ketidakadekuat pertahan primer 6. Kondisi penggunaan terapi steroid
1. Gangguan peristaltic 7. Penyalagunaan obat
2. Kerusakan integritas kulit 8. Ketuban pecah sebelum waktuya
3. Perubahan sekresi PH (kpsw)
4. Penurunan kerja siliaris 9. Kanker
5. Ketuban pecah lama 10. Gagal ginjal
6. Ketuban pecah sebelum waktu 11. Imunosupresi

7
7. Merokok 12. Lymphedema
8. Statis cairan tubuh 13. Leukositopenia
6. Ketidak adekuat pertahanan tubuh 14. Gangguan funsi hati
sekunder
1. Penurunan hemoglobin
2. Himnunosepresi
3. Leukopenia
4. Supresi respon inflamasi
5. Vesinasi tidak adekuat

Tingkat Infeksi
L.14137
Definisi
Derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi
Ekspetasi menurun
Kriteria hasil
Menurun Cukup sedang Cukup meningkat
menurun meningka
t
Kebersihan 1 2 3 4 5
tangan
Kebersihan 1 2 3 4 5
badan
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Menurun Cukup sedang Cukup meningkat
menurun meningka
t
Demam 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
bengkak 1 2 3 4 5
Vesikel 1 2 3 4 5
Cairan berbau 1 2 3 4 5
busuk
Sputum 1 2 3 4 5
berwarna hijau
Drainase 1 2 3 4 5
purulen
Piuna 1 2 3 4 5
Periode 1 2 3 4 5
menggigil
Lelargi 1 2 3 4 5
Gangguan 1 2 3 4 5
kognitif
Menurun Cukup sedang Cukup Meningkat
menurun meningka
t
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah putih
Kultur darah 1 2 3 4 5
Kultur urine 1 2 3 4 5
Kultur sputum 1 2 3 4 5

8
Kultur area luka 1 2 3 4 5
Kultur feses 1 2 3 4 5

Pencegahan infeksi 1.14539


Definisi : mengidentifikasi dan menurunkan resiko terserang organisme patogenik
Tindakan
Observasi
- monitor tanda dan gejala infeksi likal dan sistemik
terapeutik
-batasi jumlah pegunjung
-berikan perawatan pada area yang edema
-cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
-pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi ajarkan cara mencuci tangan denganbenar
-ajarkan etika batuk
-ajarkan cara memeriksa kondisi lika atau luka operasi
-Ajirkan meningkatkan asupan nutris
-ajurkan meningkatakan asupan cairan
Kolaborasi
-kolaborasi memberikan imunisasi, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

9
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diasnotik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawata , Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Indah widyastuti, 2010. ASUHAN KEPERAWATAN TN.N DENGAN TINDAKAN
ORIF & DEBRIDEMENT PADA KASUS OPEN FRAKTUR RADIUS ULNA
SEGMENTAL SINISTRA DIRUANG IBS RUMAH SAKIT ORTOPEDI
PROF DR.R SOEHARTO SURAKARTAI . Naskah publikasi

10

Anda mungkin juga menyukai